Terkait Ibnu Awwad, cukup banyak informasi yang didapatkan Rais serta hubungan tokoh ini dengan Al Qaeda. Ibnu Awwad adalah salah satu pendirinya. Yang ingin diketahui Rais adalah kaitan Ibnu Awwad dengan cikal bakal Al Qaeda.
Nama “Al Qaeda” sendiri cukup mudah diterjemahkan. Ia dapat berarti “kaidah” atau “pedoman” jika diartikan dari bahasa Arab. Pemilihan nama itu bagi Rais tidak terlalu penting.
Jadi rencana selanjutnya adalah...
Rais membuka komputernya dan mengirimkan surat elektronik kepada Malikha. Ternyata di dalam kotak masuknya sudah terdapat sebuah pesan.
Pengirimnya adalah Robin Ferguson.
“Ah, baik sekali dia.” Pikir Rais.
Dear Rais.
Aku menemukan sebuah kontak yang sepertinya memiliki ketertarikan sama denganmu. Ia adalah seorang pemilik toko buku, sehingga sangat wajar apabila dirinya memiliki ketertarikan terhadap sejarah-sejarah maupun perkump
Dalam perjalanannya ke Los Angeles, Rais menyempatkan diri untuk menelepon ke kantornya di New York. Sejak kembali dari Afganistan, ia telah kembali aktif di jajaran pemegang saham. Rais menghubungi sekretarisnya dan menanyakan bagaimana rapat direksi terakhir. Ia juga bertanya tentang Joseph Bart yang merupakan General Manager di sana.“Dr. Hoetomo, mohon maaf Mr. Bart sekarang sedang melakukan konsolidasi dengan direksi. Apakah Anda ingin saya memanggil Mr. Bart?” kata sekretarisnya.“Tidak, tidak perlu, saya menelepon lagi nanti.”Rais memutus teleponnya.4Malikha sedang berada di kantornya, menulis memo atau sesuatu sejenis itu ketika Rais datang.“Hai, bukankah kita baru saja bicara di telepon?” tanya Malikha.“Ya. Apakah kau mau ikut denganku ke Los Angeles?”“Oh, sebenarnya aku ingin. Tapi aku harus mempersia
Pagi harinya, Rais makan dengan lahap. Malikha meneleponnya di tengah sarapan.“Maaf kalau aku mengganggu sarapanmu.” Kata Malikha.Dari ujung sana terdengar bahwa gadis itu sedang menyeruput sesuatu.“Tidak masalah.” Kata Rais.“Apa yang lebih baik dari makanan berlimpah usai malam yang panjang?” lanjutnya.Malikha terdengar menyeruput sekali lagi.“Jadi, apa yang sudah kau lakukan semalam? Kau terdengar puas sekali.” Tanya Malikha.“Bisa dibilang demikian. aku menikmatinya.” Jawab Rais.“Ini seperti...sebuah permainan.” Lanjutnya.“Permainan yang berbahaya.”“Aku tahu ini berbahaya dan menakutkan. Hanya saja, ini lebih dari itu. Aku seperti melakukan suatu hal yang seharusnya sudah sejak lama kulakukan.”“Benarkah? Apakah kau tahu bahwa karir sebagai pencuri di tengah malam sama sekali tidak memiliki jami
Rais turun ke perpustakaan pribadinya. Ia menyimpan pakaian yang digunakannya semalam.Malikha datang tidak lama kemudian.“Kau benar-benar serius, ya?” tanya Malikha.“Ah, aku harus menyimpan ini. Mungkin tidak akan kugunakan lagi?”“Sungguh? Kau tidak akan berakting jadi perampok lagi?”“Oh, itu sih masih.”“Lalu pakaian ini kan berguna untuk itu.”“Hmmm, memang. Tapi tidak nyaman. Semua ini tidak terlalu praktis dan juga tidak cukup nyaman untuk perampok di malam hari. Aku perlu alat pemanjat yang lebih baik. Selain itu kacamata untuk melihat dalam gelap, juga lampu infra-merah akan sangat berguna.”“Perampok dengan peralatan seperti itu minimal harus mendapatkan isi brankas bank.”“Ya, kupikir juga demikian.”Malikha pun pergi dengan Toyotanya meninggalkan Rais sendirian. Rais berpikir untuk mempersenj
“Apakah ini waktu yang tepat untuk sedikit selingan?” Malikha muncul dari balik pintu membawa dua buah cangkir dan sebuah teko.“Mungkin ini bisa mencerahkan pikiranmu.” Katanya lagi.“Oh, terima kasih. Apa yang kau bawa itu?” tanya Rais.“Racikan daun teh yang diambil dari pegunungan. Aku menyukainya sejak pertama kali ia menyentuh lidahku.”“Kuharap aku pun demikian.”“Semoga saja.”Malikha menuangkan isi teko ke dalam dua cangkir, memberikan salah satunya untuk Rais, dan sisanya untuk dirinya. Ia pun duduk memperhatikan Rais.“Jadi, sudah sejauh apa yang kau baca?” tanya Malikha.“Cukup banyak, dari catatan ini aku bisa menemukan bahwa si penulis adalah orang yang cukup teliti dan mendetail.” Kata Rais sambil menghirup tehnya.“Beberapa potongan tulisan nampak kurang jelas, tapi selebihnya tidak masalah.” Lanjut
Letnan Andrea Izmaylov berlari ke arah mobil dinasnya yang diparkir di pelataran kantor polisi. Sementara itu, seorang rekannya juga berlari ke arah mobil dinasnya sendiri. Rekannya yang bernama Hamzah itu baru saja menghabiskan hotdognya dan sedang meneguk bir. Hari itu sudah cukup larut dan mereka harus segera datang ke kantor pusat, namun setidaknya kini urusan mereka sudah selesai. Kini Izmaylov hendak menuju kantor cabang tempatnya bekerja. Sementara Hamzah terlalu malas untuk melakukannya.Hamzah ke luar dari mobil dan memanggil Izmaylov.“Kau tidak mau ikut ke bar denganku juga?” tanya Hamzah.Izmaylov melotot dan memberi isyarat bahwa ia ingin segera pergi.Hamzah mengangkat bahunya dan berjalan ke arah mobil sambil tetap menghitung uang.“Kau harus lebih sabar.” Katanya kepada Izmaylov.“Sulit untuk sabar bersama denganmu.” Jawab Izmaylov.“Yah, kau harus terbiasa karena memang tidak
Jenna Mollina adalah detektif yang bertugas menghajar para birokrat korup. Dari hari ke hari tugasnya selalu berada di Gedung-gedung birokrasi. Kini ia sedang duduk memperhatikan testimoni Dr. Muller Frakes yang sedang memberikan penjelasan tentang hal-hal medis terkait seorang tersangka. Frakes adalah seorang psikiater yang tidak banyak bertele-tele dalam memberikan penjelasan. Namun memang ada hal-hal yang menyita perhatian Jenna. Itulah yang membuat perempuan itu duduuk sambil menopang dagu.“Saya meyakini bahwa Mr. Addin sangat berbahaya bagi dirinya maupun masyarakat sekitar.” Kata Frakes.Psikiater itu melihat ke arah Raheem Addin yang sedang duduk di meja terdakwa bersama dengan pengacaranya.“Saya tidak menganjurkan perawatan baginya.” Kata Frakes lagi.“Namun perawatan mental akan lebih tepat.” Timpal Jenna.“Tidak, Ms. Mollina. Ia kriminal murni.” Jawab Frakes menyudahi pembicaraan.S
Beberapa waktu kemudian, Rais telah mengenakan pakaian serba hitam dan terbang di atas atap-atap rumah. Bahkan apartemen tempat Malikha tinggal pun tidak luput dari langkah kakinya.Ia melanjutkan perjalanannya hingga ke luar kota, bahkan pepohonan juga dilewatinya dengan zig-zag. Rais benar-benar melayang dengan mantap.Rais mendarat di tengah sebuah hutan dan menyusurinya. Ia memasuki hutan lebih dalam dan menuju ke arah kegelapan. Ia terus masuk hingga dasar angin dingin bertiup ke arah wajahnya. Lalu dinyalakannya senter yang ia bawa, dan diarahkan ke sejumlah arah.Lalu Rais teringat kejadian di masa lalu.9/11.Rais melihat sebuah lubang yang cukup besar. Ia lalu memasang senternya di kepala untuk alat penerangan.Itu adalah lubang yang dibuatnya beberapa hari silam.Saat ia menganggap lubang yang ada telah menjadi cukup besar, Rais memasukinya. Ia berada di dalam sebuah lorong yang cukup besar untuk dilewati.Rais menden
Malam ini adalah sebuah malam minggu. Tidak heran panti pijat milik Alam Al Ghozy begitu penuh dan ramai. Al Ghozy mendengarkan suara orang-orang tertawa yang bercampur dengan suara para pemijat menembus dinding kantornya.Sambil duduk bersandar di kursi kulitnya, ia menghadapi seorang pria kurus pucat di depannya. Di belakang Al Ghozy, pengawalnya berdiri dengan setia, persis seperti seekor anjing penjaga.“Keadaan ini cukup buruk, Al Ghozy.” Kata Jonathan Niles. “Sudah ada yang mencium semua ini.”“Hei, kawan, apakah kau takut? Kau ‘kan sudah tahu bagaimana ini akan bekerja. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan.”“Aku akan dengan senang hati mempercayaimu, asalkan aku tahu siapa yang akan membayar kepercayaan itu.”“Dengar, bagiku uang tidak pernah menjadi masalah.”Niles bersandar ke kursi di belakangnya. Sekilas ia nampak gugup.Sebenarnya tidak, ia sama sekali tida