Rais turun ke perpustakaan pribadinya. Ia menyimpan pakaian yang digunakannya semalam.
Malikha datang tidak lama kemudian.
“Kau benar-benar serius, ya?” tanya Malikha.
“Ah, aku harus menyimpan ini. Mungkin tidak akan kugunakan lagi?”
“Sungguh? Kau tidak akan berakting jadi perampok lagi?”
“Oh, itu sih masih.”
“Lalu pakaian ini kan berguna untuk itu.”
“Hmmm, memang. Tapi tidak nyaman. Semua ini tidak terlalu praktis dan juga tidak cukup nyaman untuk perampok di malam hari. Aku perlu alat pemanjat yang lebih baik. Selain itu kacamata untuk melihat dalam gelap, juga lampu infra-merah akan sangat berguna.”
“Perampok dengan peralatan seperti itu minimal harus mendapatkan isi brankas bank.”
“Ya, kupikir juga demikian.”
Malikha pun pergi dengan Toyotanya meninggalkan Rais sendirian. Rais berpikir untuk mempersenj
“Apakah ini waktu yang tepat untuk sedikit selingan?” Malikha muncul dari balik pintu membawa dua buah cangkir dan sebuah teko.“Mungkin ini bisa mencerahkan pikiranmu.” Katanya lagi.“Oh, terima kasih. Apa yang kau bawa itu?” tanya Rais.“Racikan daun teh yang diambil dari pegunungan. Aku menyukainya sejak pertama kali ia menyentuh lidahku.”“Kuharap aku pun demikian.”“Semoga saja.”Malikha menuangkan isi teko ke dalam dua cangkir, memberikan salah satunya untuk Rais, dan sisanya untuk dirinya. Ia pun duduk memperhatikan Rais.“Jadi, sudah sejauh apa yang kau baca?” tanya Malikha.“Cukup banyak, dari catatan ini aku bisa menemukan bahwa si penulis adalah orang yang cukup teliti dan mendetail.” Kata Rais sambil menghirup tehnya.“Beberapa potongan tulisan nampak kurang jelas, tapi selebihnya tidak masalah.” Lanjut
Letnan Andrea Izmaylov berlari ke arah mobil dinasnya yang diparkir di pelataran kantor polisi. Sementara itu, seorang rekannya juga berlari ke arah mobil dinasnya sendiri. Rekannya yang bernama Hamzah itu baru saja menghabiskan hotdognya dan sedang meneguk bir. Hari itu sudah cukup larut dan mereka harus segera datang ke kantor pusat, namun setidaknya kini urusan mereka sudah selesai. Kini Izmaylov hendak menuju kantor cabang tempatnya bekerja. Sementara Hamzah terlalu malas untuk melakukannya.Hamzah ke luar dari mobil dan memanggil Izmaylov.“Kau tidak mau ikut ke bar denganku juga?” tanya Hamzah.Izmaylov melotot dan memberi isyarat bahwa ia ingin segera pergi.Hamzah mengangkat bahunya dan berjalan ke arah mobil sambil tetap menghitung uang.“Kau harus lebih sabar.” Katanya kepada Izmaylov.“Sulit untuk sabar bersama denganmu.” Jawab Izmaylov.“Yah, kau harus terbiasa karena memang tidak
Jenna Mollina adalah detektif yang bertugas menghajar para birokrat korup. Dari hari ke hari tugasnya selalu berada di Gedung-gedung birokrasi. Kini ia sedang duduk memperhatikan testimoni Dr. Muller Frakes yang sedang memberikan penjelasan tentang hal-hal medis terkait seorang tersangka. Frakes adalah seorang psikiater yang tidak banyak bertele-tele dalam memberikan penjelasan. Namun memang ada hal-hal yang menyita perhatian Jenna. Itulah yang membuat perempuan itu duduuk sambil menopang dagu.“Saya meyakini bahwa Mr. Addin sangat berbahaya bagi dirinya maupun masyarakat sekitar.” Kata Frakes.Psikiater itu melihat ke arah Raheem Addin yang sedang duduk di meja terdakwa bersama dengan pengacaranya.“Saya tidak menganjurkan perawatan baginya.” Kata Frakes lagi.“Namun perawatan mental akan lebih tepat.” Timpal Jenna.“Tidak, Ms. Mollina. Ia kriminal murni.” Jawab Frakes menyudahi pembicaraan.S
Beberapa waktu kemudian, Rais telah mengenakan pakaian serba hitam dan terbang di atas atap-atap rumah. Bahkan apartemen tempat Malikha tinggal pun tidak luput dari langkah kakinya.Ia melanjutkan perjalanannya hingga ke luar kota, bahkan pepohonan juga dilewatinya dengan zig-zag. Rais benar-benar melayang dengan mantap.Rais mendarat di tengah sebuah hutan dan menyusurinya. Ia memasuki hutan lebih dalam dan menuju ke arah kegelapan. Ia terus masuk hingga dasar angin dingin bertiup ke arah wajahnya. Lalu dinyalakannya senter yang ia bawa, dan diarahkan ke sejumlah arah.Lalu Rais teringat kejadian di masa lalu.9/11.Rais melihat sebuah lubang yang cukup besar. Ia lalu memasang senternya di kepala untuk alat penerangan.Itu adalah lubang yang dibuatnya beberapa hari silam.Saat ia menganggap lubang yang ada telah menjadi cukup besar, Rais memasukinya. Ia berada di dalam sebuah lorong yang cukup besar untuk dilewati.Rais menden
Malam ini adalah sebuah malam minggu. Tidak heran panti pijat milik Alam Al Ghozy begitu penuh dan ramai. Al Ghozy mendengarkan suara orang-orang tertawa yang bercampur dengan suara para pemijat menembus dinding kantornya.Sambil duduk bersandar di kursi kulitnya, ia menghadapi seorang pria kurus pucat di depannya. Di belakang Al Ghozy, pengawalnya berdiri dengan setia, persis seperti seekor anjing penjaga.“Keadaan ini cukup buruk, Al Ghozy.” Kata Jonathan Niles. “Sudah ada yang mencium semua ini.”“Hei, kawan, apakah kau takut? Kau ‘kan sudah tahu bagaimana ini akan bekerja. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan.”“Aku akan dengan senang hati mempercayaimu, asalkan aku tahu siapa yang akan membayar kepercayaan itu.”“Dengar, bagiku uang tidak pernah menjadi masalah.”Niles bersandar ke kursi di belakangnya. Sekilas ia nampak gugup.Sebenarnya tidak, ia sama sekali tida
Kebanyakan orang-orang sibuk di New York sedang berjuang untuk mencapai kantornya, mengisi penuh gelas kertas mereka dengan kopi, dan menyusun strategi untuk menjalani hari mereka. Tapi Clinton Hawles bukan orang yang terlalu patuh kepada suatu ritmik seperti itu. ketika jam masih jauh dari pukul sembilan, rapat staf di Hoetomo, inc. telah berlanjut selama lebih dari satu jam.Seorang eksekutif muda berambut pirang dan bertubuh tegap, dengan pakaian serba mewah sedang berbicara kepada seluruh orang di ruangan itu, sambil terus menggerakkan tangannya.Namanya David Bow.“Kita melihat bahwa pertumbuhan dan profit kita cukup meningkat pesat.” Katanya.Seseorang yang lebih senior bernama Neil Scholes berbicara sambil berdiri.“Ada beberapa hal yang mungkin tidak akan disetujui Mr. Hoetomo.” Katanya.“Begitu? Bisa Anda jelaskan?” timpal Bowles.“Bisnis peralatan berat, itu kurang menguntungkan.&rdq
Pada pukul sembilan pagi, keesokan harinya, Malikha mendapati berita di New York Times bahwa Hoetomo, inc. telah kembali aktif di bidang pengembangan teknologi tinggi dan mengambil peran besar dalam bisnis tersebut.Siang harinya, sejumlah televisi dan koran Amerika Serikat telah membuat janji wawancara dengan para petinggi perusahaan untuk mendapatkan berita terkini tentang aksi korporasi yang akan dilakukan. Rais memperhatikan fenomena tersebut dari televisi sambil tersenyum.Bahkan koran-koran lokal di sejumlah kota memasukkan aksi korporasi Hoetomo dalam berita mereka, walaupun bukan berupa tajuk utama. Sejumlah radio juga memberitakan aksi tersebut dalam sesi jeda mereka. Meskipun sejumlah televisi tidak terlalu memberi porsi kepada berita ini, karena merupakan saingan dari Hoetomo, inc.Salah seorang reporter televisi bernama Jill Baker mengatakan kepada suaminya bahwa tidak terlalu penting mengambil berita tentang permainan yang diambil Rais saat ini.
Malam harinya, Rais menyalakan televisi untuk melihat semua berita tentangnya. Malikha juga ada di sana menemaninya.“Kau telah membuat New York, bahkan Amerika, cukup menaruh perhatian atas aksimu.” Kata Malikha.“Mereka mendapatkan gairah dan apa yang mereka inginkan. Aku harus memberi mereka salut atas semua itu.”“Apakah semua berjalan sesuai rencanamu?”“Masih, tapi ini belum masuk ke dalam rencana utama.”Rais mengenakan peralatan memanjat yang diberikan Aisha untuknya, dan bergantung lima puluh kaki di atas permukaan sumur. Ia menancapkan paku kepada dinding untuk pijakannya. Penerangan muncul dari lampu-lampu yang dipasangnya di tubuh dan kepala.“Oke.” Kata Rais.“Kita coba.” Lanjutnya.Malikha menyalakan lampu laborarorium.“Ternyata kau sudah menyelesaikannya.” Kata Malikha.Rais turun, menyentuh tanah, dan