Tania melirik villa yang baru saja dilewatinya melalui kaca spion di atas dashboard mobilnya. Meski sudah bertekad untuk tidak lagi mempedulikan tetangga sebelah, tak urung selalu saja ada rasa penasaran menggelitik hatinya.Nana, janda cantik dengan kucing-kucingnya itu selalu membuatnya merasakan sebuah perasaan terintimidasi yang sulit untuk diungkapkannya. Faktanya, dia mengakui tidak ada sesuatu yang diperbuat tetangga sebelah rumahnya itu yang menganggu dirinya.Mereka berduapun jarang berinteraksi. Akhir-akhir ini villanya kembali sepi. Tania hanya ingin tahu, masihkah dia di Jerez? Tempat yang sama di mana suaminya kini berada.Setelah pembicaraan mereka beberapa malam lalu, Tania menyadari pupus sudah harapannya untuk memperbaiki hubungannya dengan Erick. Saat ini dia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya selain menunggu pria itu kembali ke Indonesia.Tania tersenyum getir, melirik villa sekali lagi dan kemudian berkonsentrasi mengemudikan mobilnya. Sepanjang perjalanan, dia
Nana menyesap kopinya sembari menikmati pemandangan menjelang malam kota Denpasar. Beberapa hari di Jerez membuatnya rindu kopi racikan Mas Gimbal, salah satu baristanya yang jago meracik kopi enak dan nikmat."Gelang baru cin?" Eci menatap gelangnya dan mengerling menggodanya."Ah, dirimu tahu saja kalau ada yang berkilau dan baru." Mbak Linda menepuk lengan pria cantik."Pasti dong. Nana beli di mana ini?" Eci bertanya dengan gaya kemayu khasnya."Oleh-oleh dari teman." Nana tersenyum dan menatap gelang gioknya.Erick memberikan gelang itu saat malam terakhir bersamanya di Jerez. Bersama beberapa perhiasan rambut dan kalung. Semua itu yang menjadi pilihannya di toko perhiasan favoritnya di Singapura waktu itu."Cantik, cocok dengan kulitmu." Eci berkomentar dan mengambil smartphone-nya, mengambil foto Nana tapi berfokus pada gelangnya.Pria cantik itu memiliki akun media sosial yang berisikan konten-konten bertema fashion dan segala pernak-perniknya. Dia sendiri saat ini tengah meri
Nana dan Tania cukup lama berdiam diri, sama-sama canggung dan tidak tahu harus mulai dari mana untuk membuka obrolan."Mbak, saya minta maaf ya pernah melukai Omil." Tania terlebih dahulu membuka obrolan dengan permintaan maafnya."Iya mbak. Saya tahu kok kalau ada banyak orang yang tidak menyukai kucing terutama dengan alasan kesehatan." Nana menyahut datar ucapan Tania."Iya, begitulah mbak." Tania mengiyakan ucapan Nana dengan canggung.Meski sejujurnya alasannya bertindak kasar terhadap Omil karena kecemburuannya pada binatang berbulu itu yang selalu mendapat perhatian dari sang putra, Alvin. Alasan yang di kemudian hari disebut konyol oleh sang adik.Bahkan jika Tania bersikap jujur, waktu itu dirinyapun tidak memiliki kecemburuan berlebihan pada Nana. Dia masih memiliki rasa percaya diri yang tinggi atas kehadiran orang ketiga, siapapun dia di dalam rumah tangganya.Tania melirik Nana yang tengah berkonsentrasi mengemudikan kendaraan. Wanita cantik inilah yang melunturkan rasa
Nana tertegun saat membuka pintu gerbang dan hendak mengeluarkan mobilnya. Sebuah mobil, sepertinya taxi online, karena tidak pernah dilihatnya sebelumnya berkeliaran di sekitar komplek.Berhenti di depan villa sebelah. Sesosok yang tidak asing baginya keluar dari mobil dan tersenyum padanya, melambaikan tangan dengan santai."Mpus," gumamnya lirih dan hampir saja berteriak memanggilnya."Selamat pagi Bu Nana!" Sapanya dengan riang."Pagi Pak Erick." Nana menyahut dengan kikuk."Saya masuk dulu ya." Erick tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putihnya."I iya pak." Nana tersenyum kecut sembari melambaikan tangannya."Aih, drama apa pula si kucing garong ini? Eh kok dia pulang tanpa memberi kabar? Hah, kamvret memang si kucing garong." Nana merutuk dalam hati.Dia bergegas mengeluarkan mobilnya dan menutup kembali pintu gerbang. Mbak Siti masih belum datang, karena dia mengambil raport Diva dan adiknya terlebih dahulu. Jadilah pagi ini Nana beraktivitas seorang diri tanpa ditemani as
Tania duduk menundukkan kepalanya. Tidak berani menatap ibu mertuanya yang duduk di hadapannya dan menatapnya dengan rumit."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa masalah sepele menjadi bertele-tele, Tania?" Sang ibu mertua bertanya dengan hati-hati."Saya tidak tahu mi. Saya pikir ini hanya masalah kecil, namun Erick rupanya menganggap ini penting sekali." Tania mulai terisak."Sudah jangan menangis. Itu tidak akan menyelesaikan masalah." Mami mertuanya masih menatapnya."Tania, sebenarnya kalau mami simpulkan, ini adalah tumpukan berbagai masalah yang tidak pernah kalian selesaikan." Lanjutnya dengan pelan."Maksud mami?" Tania mendongakkan kepala menatap ibu mertuanya."Setiap ada masalah kalian tidak segera menyelesaikannya. Membiarkannya mengendap dan terlupakan. Sekilas rumah tangga kalian baik-baik saja, namun di titik tertentu, tumpukan masalah itu menjadi bom waktu." Mami berbicara cukup panjang menjelaskan maksudnya tadi."Tania, bagi lelaki kepuasan di atas tempat tidur itu s
Tania tertegun saat melihat Erick duduk di ruang makan, saat dia masuk kembali ke paviliun. Lelaki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu tengah menikmati secangkir kopi."Duduklah! Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan." Tegurnya datar seperti biasa.Erick hampir tidak pernah berbicara dengan nada penuh emosi terhadap dirinya. Sesuatu hal yang sangat jauh berubah, karena Tania tahu benar Erick termasuk pria yang mudah tersulut emosi.Namun entah sejak kapan, dia tidak pernah menampakkan emosi berlebihan terhadapnya kecuali ada sesuatu hal yang sangat mengganggunya.Tania mengangguk dan duduk di depannya. Berhadapan dengan dibatasi meja makan yang terbuat dari kayu jati."Ini daftar aset milik kita bersama. Ambilah apa yang kau inginkan, dan aku akan meminta William untuk membalikkan semua atas namamu." Erick menyodorkan sebuah map berwarna coklat padanya.Tania menerimanya dengan ragu. Menatap pria yang sejujurnya masih diharapkannya untuk mau menemani hidupnya lebi
Nana masih enggan untuk beranjak dari kolam renang. Udara yang panas membuatnya gerah. Merendam kaki di kolam renang cukup mengurangi panas dan gerah yang melandanya.Beberapa hari ini dia lebih sering menghabiskan waktunya di villanya. Jarang kemana-mana dan hanya sesekali mengunjungi toko-tokonya. Untuk bertemu dengan kucing garong pun dia masih ragu-ragu.Semenjak kembali dari Jerez, mereka belum pernah bertemu lagi. Sepertinya Erick cukup sibuk terbukti beberapa kali ada tamu yang cukup sering mondar-mandir ke villanya.Meski begitu komunikasi mereka berjalan lancar seperti biasanya. Mereka masih sering ngobrol di aplikasi penghantar pesan dan juga melakukan panggilan video."Meow meow!" Omil melompat ke pangkuannya dan menggaruk-garuk gaunnya."Hei ada apa Omil? Lapar?" Nana tertawa dan mengangkat kucing gendut itu."Meow meow!" Omil kembali mengeong dan berusaha untuk melarikan diri dari pelukannya.Nana membiarkannya dan memandangi kucing itu berlari. Namun dia berhenti dan men
"Mbak Siti, kopi dong!" Nana berteriak memanggil asisten rumah tangganya."Iya Bu!" Wanita itu tergopoh-gopoh datang dari garasi."Tumben Mbak, pagi-pagi sudah buka pintu carport." Nana tersenyum sembari menarik kursi dan kemudian duduk dengan manis."Iya Bu, mbak Hani ngajak ngobrol." Mbak Siti terkekeh sembari menyalakan kompor untuk merebus air."Tumben pagi-pagi kalian sudah berghibah." Nana tersenyum jail menggoda asisten rumah tangganya itu."Ah ibu, kayak nggak tahu saja kalau emak-emak kumpul. Sudah pasti ghibah." Mbak Siti tertawa menanggapi gurauan majikannya."Ghibah apa sih mbak, kok sepertinya serius banget." Nana mengambil selembar tissu dan mengusap hidungnya yang terasa gatal.Tidak biasanya pagi ini udara lumayan dingin dan membuat hidungnya tersumbat. Sedari bangun tadi dia telah terganggu dengan rasa gatal di hidungnya dan juga bersin berkali-kali."Anu Bu, kata Mbak Hani, Bu Tania dan Pak Erick mau bercerai." Jelas Mbak Siti.Wanita itu kini mengaduk kopi pesanan N
Hingga beberapa saat mereka berdua masih menikmati pemandangan dari puncak perbukitan Wayag. Erick dan Nana duduk bersisian sembari sesekali mengambil foto dan video berlatarbelakang pemandangan bak surga di Wayag."Untuk foto prewedding bagus ya?" Nana tertawa saat melihat beberapa hasil jepretan kamera smartphone mereka."Iya, maukah dibikin untuk foto prewedding?" Erick menyimpan smartphone-nya ke dalam ransel."Nggak perlu bang. Aku tidak begitu menyukai sesuatu yang spektakuler untuk urusan yang sakral." Nana tersenyum dan menyangklong ranselnya ke bahu setelah mengeluarkan dua bungkus coklat.Memberikannya sebuah untuk Erick, dan membuka satu kemudian dilahapnya. Erick tertawa dan menerima coklatnya, turut mengunyah sepotong."Maksudmu, kau lebih menyukai sesuatu yang sederhana namun bermakna? Untuk sesuatu yang sakral seperti pernikahan?" Erick bertanya, memastikan dia tidak salah memahami ucapan Nana barusan."Iya," sahut Nana singkat."Kita turun sekarang?" lanjutnya bersiap u
"Sudah siap?" Erick melirik Nana yang masih sibuk berkemas."Sebentar lagi bang," sahutnya sembari memasukkan botol lotion sunscreen yang baru saja dipakainya."Nggak usah bawa bulu mata palsu anti badai, ikan," celetuk Erick menggodanya."Astaga!" Nana tertawa tergelak-gelak.Dapat dibayangkannya seandainya dia serepot dan seheboh itu. Segala macam make up dan skin care belum lagi pakaian dan aksesoris. Rasanya kucing garong akan lebih senang meninggalkannya di homestay daripada mengajaknya berjalan-jalan ke Wayag."Sudah bang! Ayo berangkat!" Nana menyangklong tas ranselnya di kedua bahunya dan siap berangkat."Sudah dibawa semua? Pakaian ganti, obat, sunscreen, kopi dan camilan?" Erick bertanya sekali lagi memastikan tidak ada yang tertinggal."Sudah semua Ndan!" Nana mengangkat tangannya ala tentara.Erick terkekeh dan kemudian merengkuh bahunya. Bersama-sama mereka keluar dari kamar menuju speedboat yang telah menunggu mereka.Nana menaiki kapal dengan dibantu Erick. Ini bukan per
"Wah seafood!" Nana berseru gembira, saat melihat aneka seafood terhidang di meja mereka."Suka?" Erick berbisik di telinganya, menggodanya seperti biasanya setiap kali dia menyajikan sesuatu yang baru untuk Nana si imut."Suka banget mpus." Nana pun berbisik sembari duduk di kursi yang ditarikkan oleh kucing garong untuknya."Kalau begitu habiskan, nikmati sepuasmu!" Erick mengambilkan sebuah kepiting berlumur saos tiram ke atas piringnya."Siap mpus!" Nana mengacungkan jarinya.Erick terkekeh dan mematahkan cangkang kepiting serta mengupasnya dan menyisihkan dagingnya di atas piring kosong."Makanlah!" Disodorkannya piring berisi daging kepiting itu ke hadapan Nana.Nana tersenyum manis dan mengambil daging kepiting di piring. Keduanya menikmati makan malam mereka sembari mengobrol."Mau lobster?" Erick menawarinya, saat pelayan datang dengan lobster aneka kerang."Mau sih, tapi aku lebih suka udang mpus." Nana menunjukkan seekor udang bakar yang tengah dikupasnya."Eh, lobster favor
Deburan ombak ditingkahi deru mesin kapal, serta semilir angin laut yang sejuk, membuat Nana sedikit pusing. Cukup lama dia tidak pernah menaiki kapal."Ikan, kenapa? Mabuk laut?" Erick menatapnya dengan cemas."Nggak mpus, aku takut lihat air," sahutnya sembari tersenyum kecut."Eh, maksudnya?" Erick terkejut mendengar ucapannya."Terkadang aku takut melihat air yang begitu luas, tapi tidak setiap saat sih." Nana menjelaskan."Oh, makanya Abang kaget. Perasaan waktu di Jimbaran juga nggak apa-apa kan?" Erick menatapnya lagi dengan serius."Sekarang takut?" tanyanya lagi."Agak sih, mungkin karena baru pertama kali ke sini atau mungkin karena sudah lama sekali tidak naik kapal." Nana tersenyum kecut."Abang rasa itu karena kau baru turun dari pesawat dan bersambung naik kapal laut, semacam jetlag." Erick mengerutkan keningnya, seperti tengah berpikir."Mungkin saja," sahut Nana sembari merebahkan kepalanya di bahu Erick."Ya sudah, bobok saja. Nanti kalau sudah sampai, Abang bangunin."
"Ini gimana bang? Kok nggak bisa pas?" Nana menatap figurin Optimus Prime di depannya."Ehm, sebentar, mungkin salah pasang kita Non." Erick tertawa dan mengambil figurin yang kini sudah setengah menjadi robot Optimus Prime."Kenapa kau suka Transformers?" tanyanya sembari melepaskan bagian belakang robot."Aku suka baca komiknya. Dulu kan ada di komik bersambung di majalah Bobo," sahut Nana dengan santai."Eh sama ya." Erick tertawa pelan."Makanya saat dibuat versi filmnya, aku suprise banget bang. Sampai bela-belain antri lho waktu mau nonton." Nana terkikik geli ingat kekonyolannya waktu itu."Iya, kan waktu itu habis dilarang to film luar diputar di bioskop Indonesia. Eh sudah nonton Avatar 2?" Erick masih sibuk mengubah posisi beberapa item agar truk Optimus Prime berubah menjadi robot."Sudah kok, One Piece juga sudah. Tinggal nunggu Detektif Conan terbaru." Nana tersenyum sembari menunjukkan sesuatu di smartphone-nya."Dasar wibu, sampai jadwal film anime semua di save." Erick
"Mbak Siti! Ada tamu sepertinya! Dari tadi ketok-ketok pintu gerbang, tolong bukain!" teriak Nana dari jendela kamarnya memanggil asisten rumah tangganya."Iya Bu!" Mbak Siti tergopoh-gopoh setengah berlari menuju pintu gerbang samping."Eh, silakan masuk pak! Sebentar saya panggilkan Bu Nana." Terdengar suara renyah Mbak Siti mempersilakan tamunya masuk.Nana yang baru saja selesai berganti pakaian dan kini tengah menyapukan bedak di wajahnya, tertegun. Tamu di pagi hari, itu di luar kebiasaan. Sangat jarang ada yang betandang ke villanya di pagi hari."Ibu, ada tamu, saya suruh nunggu di ruang makan." Mbak Siti muncul di pintu kamarnya sembari tersenyum kecil."Siapa mbak?" Tanya Nana penasaran."Ada deh Bu, buruan temuin dulu Bu." Mbak Siti menyahut dengan kata-kata penuh teka-teki."Iya sebentar lagi mbak. Tolong buatkan teh atau kopi ya, sekalian sama saya." Nana tersenyum dan berdiri, mematut diri di depan cermin."Siaap Bu!" Mbak Siti bergegas kembali ke dapur.Setelah yakin pen
"Tante Nana!" Alvin berseru memanggil dan melambaikan tangannya."Hei Alvin! Mau berangkat sekolah?" tanya Nana dan mengurungkan niatnya hendak segera meluncur dengan mobilnya."Iya Tante! Bye Tante, bye Omil! Nanti sore main lagi ya!" seru bocah itu lagi dari balik jendela mobil."Berangkat dulu ya Na!" Mami juga melambaikan tangannya.Nana balas melambai dan menatap mobil itu hingga menghilang di tikungan. Kemudian dia menggiring kucing-kucingnya kembali masuk ke dalam villa.Setelah menutup dan mengunci kembali pintu gerbang, Nana pun meninggalkan villa dengan mengendarai mobilnya. Hari ini dia akan pergi daerah Pecatu untuk mengecek lokasi kedai kopinya yang baru.Berbeda dengan toko rotinya yang telah memiliki cukup banyak cabang, kedai kopinya hingga saat ini hanya ada satu saja yang berlokasi di salah satu pusat keramaian kota Denpasar, Jalan Teuku Umar.Nana melajukan mobilnya membelah By pass Ngurah Rai menuju Nusa dua. Jalanan mulai ramai meski tidak macet.Salah satu hal yan
Nana menatap hujan yang turun dengan deras dari tempatnya duduk. Sesekali disesapnya kopi panasnya. Hujan di pagi hari membuatnya enggan untuk beraktivitas.Untungnya Denpasar tidak terlalu sering diguyur hujan sekalipun sebagian besar wilayah di Indonesia telah memasuki musim penghujan."Meow!Meow!" Omil dan Yuki mengeong-ngeong, duduk di kursi dan turut menatap hujan yang turun dengan deras."Kalian bosan ya, nggak bisa main ke Alvin?" Nana tersenyum melihat kegelisahan kedua kucing itu."Meow!Meow!" Yuki mengeong seperti menyahut ucapannya."Tiduran gih sama Glacie dan Tony." Nana menggaruk kepala Yuki dan Omil bergantian.Kedua kucing itu melompat turun dari kursi dan bergabung dengan Glacie, Tony, Cleo dan Kimy yang tengah tiduran di sudut dapur yang hangat. Nana tersenyum melihat tingkah kucing-kucingnya yang lucu dan menggemaskan. Dia pun enggan untuk pergi kemana pun di tengah hujan seperti ini. Meski ada selasar beratap pergola yang menghubungkan dua sayap bangunan villa, di
@Mami[Nyong][Serius sama tetangga sebelah?]Pesan dari mami mengejutkan Erick saat terbangun di pagi hari yang dingin. Untuk beberapa saat dia termangu, ragu untuk membalas pesan sang ibunda.@Erick[Tetangga mana Mami?]@Mami[Tetangga sebelah][Nana yang imut dan manis]Astaga! Erick tergelak membaca balasan pesan dari Mami. Terkadang wanita yang telah melahirkannya itu memiliki selera humor yang bagus.@Erick[Ah Mami bisa saja][Tapi memang sih Nana imut dan manis][Hehehehe]@Mami[Iya][Kau serius atau main-main saja nyong]@Erick[Serius dong Mam][Mami mau kan punya menantu manis cem Nana?]@Mami[Mami sih terserah nyong][Yang penting nyong bahagia][Dan yang terpenting dia bisa menerima keadaan Alvin][Sudah cukup itu bagi Mami]@Erick[Iya Mam][Pasti Mami sudah lihat kan gimana hubungan Alvin dan Nana?]@Mami[Iya][Kemarin seharian Mami ngobrol sama Nana][Dia lucu ya][Suka bercanda][Dan kucingnya itu lho lucu][Tapi dia sibuk juga Mami lihat][Hari ini dari pagi dia s