Deburan ombak ditingkahi deru mesin kapal, serta semilir angin laut yang sejuk, membuat Nana sedikit pusing. Cukup lama dia tidak pernah menaiki kapal."Ikan, kenapa? Mabuk laut?" Erick menatapnya dengan cemas."Nggak mpus, aku takut lihat air," sahutnya sembari tersenyum kecut."Eh, maksudnya?" Erick terkejut mendengar ucapannya."Terkadang aku takut melihat air yang begitu luas, tapi tidak setiap saat sih." Nana menjelaskan."Oh, makanya Abang kaget. Perasaan waktu di Jimbaran juga nggak apa-apa kan?" Erick menatapnya lagi dengan serius."Sekarang takut?" tanyanya lagi."Agak sih, mungkin karena baru pertama kali ke sini atau mungkin karena sudah lama sekali tidak naik kapal." Nana tersenyum kecut."Abang rasa itu karena kau baru turun dari pesawat dan bersambung naik kapal laut, semacam jetlag." Erick mengerutkan keningnya, seperti tengah berpikir."Mungkin saja," sahut Nana sembari merebahkan kepalanya di bahu Erick."Ya sudah, bobok saja. Nanti kalau sudah sampai, Abang bangunin."
"Wah seafood!" Nana berseru gembira, saat melihat aneka seafood terhidang di meja mereka."Suka?" Erick berbisik di telinganya, menggodanya seperti biasanya setiap kali dia menyajikan sesuatu yang baru untuk Nana si imut."Suka banget mpus." Nana pun berbisik sembari duduk di kursi yang ditarikkan oleh kucing garong untuknya."Kalau begitu habiskan, nikmati sepuasmu!" Erick mengambilkan sebuah kepiting berlumur saos tiram ke atas piringnya."Siap mpus!" Nana mengacungkan jarinya.Erick terkekeh dan mematahkan cangkang kepiting serta mengupasnya dan menyisihkan dagingnya di atas piring kosong."Makanlah!" Disodorkannya piring berisi daging kepiting itu ke hadapan Nana.Nana tersenyum manis dan mengambil daging kepiting di piring. Keduanya menikmati makan malam mereka sembari mengobrol."Mau lobster?" Erick menawarinya, saat pelayan datang dengan lobster aneka kerang."Mau sih, tapi aku lebih suka udang mpus." Nana menunjukkan seekor udang bakar yang tengah dikupasnya."Eh, lobster favor
"Sudah siap?" Erick melirik Nana yang masih sibuk berkemas."Sebentar lagi bang," sahutnya sembari memasukkan botol lotion sunscreen yang baru saja dipakainya."Nggak usah bawa bulu mata palsu anti badai, ikan," celetuk Erick menggodanya."Astaga!" Nana tertawa tergelak-gelak.Dapat dibayangkannya seandainya dia serepot dan seheboh itu. Segala macam make up dan skin care belum lagi pakaian dan aksesoris. Rasanya kucing garong akan lebih senang meninggalkannya di homestay daripada mengajaknya berjalan-jalan ke Wayag."Sudah bang! Ayo berangkat!" Nana menyangklong tas ranselnya di kedua bahunya dan siap berangkat."Sudah dibawa semua? Pakaian ganti, obat, sunscreen, kopi dan camilan?" Erick bertanya sekali lagi memastikan tidak ada yang tertinggal."Sudah semua Ndan!" Nana mengangkat tangannya ala tentara.Erick terkekeh dan kemudian merengkuh bahunya. Bersama-sama mereka keluar dari kamar menuju speedboat yang telah menunggu mereka.Nana menaiki kapal dengan dibantu Erick. Ini bukan per
Hingga beberapa saat mereka berdua masih menikmati pemandangan dari puncak perbukitan Wayag. Erick dan Nana duduk bersisian sembari sesekali mengambil foto dan video berlatarbelakang pemandangan bak surga di Wayag."Untuk foto prewedding bagus ya?" Nana tertawa saat melihat beberapa hasil jepretan kamera smartphone mereka."Iya, maukah dibikin untuk foto prewedding?" Erick menyimpan smartphone-nya ke dalam ransel."Nggak perlu bang. Aku tidak begitu menyukai sesuatu yang spektakuler untuk urusan yang sakral." Nana tersenyum dan menyangklong ranselnya ke bahu setelah mengeluarkan dua bungkus coklat.Memberikannya sebuah untuk Erick, dan membuka satu kemudian dilahapnya. Erick tertawa dan menerima coklatnya, turut mengunyah sepotong."Maksudmu, kau lebih menyukai sesuatu yang sederhana namun bermakna? Untuk sesuatu yang sakral seperti pernikahan?" Erick bertanya, memastikan dia tidak salah memahami ucapan Nana barusan."Iya," sahut Nana singkat."Kita turun sekarang?" lanjutnya bersiap u
"Alvin!" Erick memanggil putranya yang baru berusia sepuluh tahun. Dia sudah bersiap hendak berangkat ke kantor sekalian mengantarkan sang putra pergi ke sekolahnya. Erick memindai carport dan sekitarnya mencari keberadaan putra tunggalnya itu. Namun cukup lama bocah laki-laki itu tak menampakkan batang hidungnya. "Hadew Alvin! Itu kucing siapa? Turunin, nanti baju seragam kamu kotor lho!" Teriakan Tania, istrinya, dari halaman samping rumahnya mengejutkan Erick. Setengah berlari Erick mendatangi keduanya. Tampak Alvin tengah menggendong seekor kucing berbulu putih dan bermata biru dengan senang. Sementara Tania membujuknya untuk melepaskan kucing itu. "Nggak kotor kok Mi. Kucing Tante Nana bersih semua kok." Protes Alvin dengan polosnya. Mendengar jawaban putranya, Tania hampir saja meledak dalam kemarahan. Ditariknya kucing itu dari gendongan Alvin. Seketika kucing itu mengeong keras. "Meow meow!" Kucing itu meronta hendak melepaskan diri dari dekapan Alvin, namun Alvin memegan
Nana menjatuhkan tubuhnya ke sofa empuk di ruang tamu. Otaknya masih dipenuhi tanda tanya yang dia sendiri tidak bisa menjawabnya. "Tadi beneran Bang Erick kan? Kok bisa dia di sini? Bukannya dia di Papua?" Nana meletakkan telapak tangannya di atas dahinya. "Apa aku chat abang ya? Memastikan itu memang dia? Aduh kok aku jadi puyeng begini?" Nana kini memejamkan matanya masih dengan telapak tangan di dahinya. "Eh ibu kenapa kok lemas begitu?" Mbak Siti, asisten rumah tangganya terkejut melihatnya terduduk lemas di sofa. Wanita setengah baya itu segera menghampirinya dengan sapu dan kemoceng di kedua tangannya. "Ibu nggak kesurupan kan?" Mbak Siti menatapnya cemas. "Hadew Mbak Siti! Ya nggaklah! Saya pusing, kepalaku cenat cenut rasanya." Keluh Nana yang kini memijit dahinya. "Kenapa lagi Bu? Disuruh nikah lagi sama kanjeng mami? Atau ada yang cemburu takut suaminya direbut ibu?" Mbak Siti bertanya dengan santai sambil membersihkan kaca jendela-jendela ruang tamu dengan kemocengny
Nana masih termenung menatap smartphone-nya yang tergeletak di atas meja. Kopinya yang sudah mulai mendingin dan kue tiramisu yang sudah tidak lagi menggugah selera makannya, tak disentuhnya lagi. Lapar yang tadi sempat melilit perutnya kini menguap entah kemana. Nana teringat saat pertama berkenalan dengan Erick. Pria yang dikenalnya dalam salah satu game online yang digemarinya. Pria yang kerap menggodanya dan membuatnya terbuai dalam sebuah angan yang membuatnya melayang, meski hanya di dunia maya saja. Erick awalnya hanyalah teman diskusi yang menyenangkan. Dengan kepandaiannya dan wawasannya yang luas, dia tidak hanya menjadi teman berbincang seputaran game saja, namun juga dalam banyak hal. @Erick [Nana] [Sudah menikah?] Pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkannya setelah mereka asyik berdiskusi tips dan trik game serta ngobrol-ngobrol ringan saja. Awalnya Nana enggan untuk membalasnya. Berbicara mengenai statusnya kerap membuat dirinya merasa canggung. Selama berkelana di du
"Aaah, minggir ih!" Teriakan wanita dari sebelah rumah mengejutkan Mbak Siti.Wanita asal Banyuwangi yang tengah sibuk mengepel lantai teras itupun berlari tergopoh-gopoh mendekati tembok pembatas antara dua rumah itu. Teriakan tetangga sebelah jelas-jelas pertanda dia tidak menyukai hewan berbulu milik majikannya."Hush hush pergi!" Teriakan-teriakan masih terdengar saat Mbak Siti berhasil menggapai tembok pembatas dan melongokkan kepalanya ke halaman milik tetangga sebelah."Omil, sini! Pus pus!" Mbak Siti memanggil kucing himalayan berbulu putih itu."Meong!Meong!" Omil mengeong keras seperti kesakitan."Lho jangan ditendang dong! Kasihan lho!" Terdengar suara tegas seorang lelaki dari arah yang sama di mana suara Omil juga terdengar."Apaan sih! Kucing aja kok dikasihani! Jorok tahu!" Lengkingan wanita tadi terdengar lagi.Mbak Siti hampir saja melompati tembok, namun dia hampir terjatuh saat sebuah tepukan di bahunya mengejutkannya."Ibu! Bikin kaget!" Serunya saat mendapati Nana
Hingga beberapa saat mereka berdua masih menikmati pemandangan dari puncak perbukitan Wayag. Erick dan Nana duduk bersisian sembari sesekali mengambil foto dan video berlatarbelakang pemandangan bak surga di Wayag."Untuk foto prewedding bagus ya?" Nana tertawa saat melihat beberapa hasil jepretan kamera smartphone mereka."Iya, maukah dibikin untuk foto prewedding?" Erick menyimpan smartphone-nya ke dalam ransel."Nggak perlu bang. Aku tidak begitu menyukai sesuatu yang spektakuler untuk urusan yang sakral." Nana tersenyum dan menyangklong ranselnya ke bahu setelah mengeluarkan dua bungkus coklat.Memberikannya sebuah untuk Erick, dan membuka satu kemudian dilahapnya. Erick tertawa dan menerima coklatnya, turut mengunyah sepotong."Maksudmu, kau lebih menyukai sesuatu yang sederhana namun bermakna? Untuk sesuatu yang sakral seperti pernikahan?" Erick bertanya, memastikan dia tidak salah memahami ucapan Nana barusan."Iya," sahut Nana singkat."Kita turun sekarang?" lanjutnya bersiap u
"Sudah siap?" Erick melirik Nana yang masih sibuk berkemas."Sebentar lagi bang," sahutnya sembari memasukkan botol lotion sunscreen yang baru saja dipakainya."Nggak usah bawa bulu mata palsu anti badai, ikan," celetuk Erick menggodanya."Astaga!" Nana tertawa tergelak-gelak.Dapat dibayangkannya seandainya dia serepot dan seheboh itu. Segala macam make up dan skin care belum lagi pakaian dan aksesoris. Rasanya kucing garong akan lebih senang meninggalkannya di homestay daripada mengajaknya berjalan-jalan ke Wayag."Sudah bang! Ayo berangkat!" Nana menyangklong tas ranselnya di kedua bahunya dan siap berangkat."Sudah dibawa semua? Pakaian ganti, obat, sunscreen, kopi dan camilan?" Erick bertanya sekali lagi memastikan tidak ada yang tertinggal."Sudah semua Ndan!" Nana mengangkat tangannya ala tentara.Erick terkekeh dan kemudian merengkuh bahunya. Bersama-sama mereka keluar dari kamar menuju speedboat yang telah menunggu mereka.Nana menaiki kapal dengan dibantu Erick. Ini bukan per
"Wah seafood!" Nana berseru gembira, saat melihat aneka seafood terhidang di meja mereka."Suka?" Erick berbisik di telinganya, menggodanya seperti biasanya setiap kali dia menyajikan sesuatu yang baru untuk Nana si imut."Suka banget mpus." Nana pun berbisik sembari duduk di kursi yang ditarikkan oleh kucing garong untuknya."Kalau begitu habiskan, nikmati sepuasmu!" Erick mengambilkan sebuah kepiting berlumur saos tiram ke atas piringnya."Siap mpus!" Nana mengacungkan jarinya.Erick terkekeh dan mematahkan cangkang kepiting serta mengupasnya dan menyisihkan dagingnya di atas piring kosong."Makanlah!" Disodorkannya piring berisi daging kepiting itu ke hadapan Nana.Nana tersenyum manis dan mengambil daging kepiting di piring. Keduanya menikmati makan malam mereka sembari mengobrol."Mau lobster?" Erick menawarinya, saat pelayan datang dengan lobster aneka kerang."Mau sih, tapi aku lebih suka udang mpus." Nana menunjukkan seekor udang bakar yang tengah dikupasnya."Eh, lobster favor
Deburan ombak ditingkahi deru mesin kapal, serta semilir angin laut yang sejuk, membuat Nana sedikit pusing. Cukup lama dia tidak pernah menaiki kapal."Ikan, kenapa? Mabuk laut?" Erick menatapnya dengan cemas."Nggak mpus, aku takut lihat air," sahutnya sembari tersenyum kecut."Eh, maksudnya?" Erick terkejut mendengar ucapannya."Terkadang aku takut melihat air yang begitu luas, tapi tidak setiap saat sih." Nana menjelaskan."Oh, makanya Abang kaget. Perasaan waktu di Jimbaran juga nggak apa-apa kan?" Erick menatapnya lagi dengan serius."Sekarang takut?" tanyanya lagi."Agak sih, mungkin karena baru pertama kali ke sini atau mungkin karena sudah lama sekali tidak naik kapal." Nana tersenyum kecut."Abang rasa itu karena kau baru turun dari pesawat dan bersambung naik kapal laut, semacam jetlag." Erick mengerutkan keningnya, seperti tengah berpikir."Mungkin saja," sahut Nana sembari merebahkan kepalanya di bahu Erick."Ya sudah, bobok saja. Nanti kalau sudah sampai, Abang bangunin."
"Ini gimana bang? Kok nggak bisa pas?" Nana menatap figurin Optimus Prime di depannya."Ehm, sebentar, mungkin salah pasang kita Non." Erick tertawa dan mengambil figurin yang kini sudah setengah menjadi robot Optimus Prime."Kenapa kau suka Transformers?" tanyanya sembari melepaskan bagian belakang robot."Aku suka baca komiknya. Dulu kan ada di komik bersambung di majalah Bobo," sahut Nana dengan santai."Eh sama ya." Erick tertawa pelan."Makanya saat dibuat versi filmnya, aku suprise banget bang. Sampai bela-belain antri lho waktu mau nonton." Nana terkikik geli ingat kekonyolannya waktu itu."Iya, kan waktu itu habis dilarang to film luar diputar di bioskop Indonesia. Eh sudah nonton Avatar 2?" Erick masih sibuk mengubah posisi beberapa item agar truk Optimus Prime berubah menjadi robot."Sudah kok, One Piece juga sudah. Tinggal nunggu Detektif Conan terbaru." Nana tersenyum sembari menunjukkan sesuatu di smartphone-nya."Dasar wibu, sampai jadwal film anime semua di save." Erick
"Mbak Siti! Ada tamu sepertinya! Dari tadi ketok-ketok pintu gerbang, tolong bukain!" teriak Nana dari jendela kamarnya memanggil asisten rumah tangganya."Iya Bu!" Mbak Siti tergopoh-gopoh setengah berlari menuju pintu gerbang samping."Eh, silakan masuk pak! Sebentar saya panggilkan Bu Nana." Terdengar suara renyah Mbak Siti mempersilakan tamunya masuk.Nana yang baru saja selesai berganti pakaian dan kini tengah menyapukan bedak di wajahnya, tertegun. Tamu di pagi hari, itu di luar kebiasaan. Sangat jarang ada yang betandang ke villanya di pagi hari."Ibu, ada tamu, saya suruh nunggu di ruang makan." Mbak Siti muncul di pintu kamarnya sembari tersenyum kecil."Siapa mbak?" Tanya Nana penasaran."Ada deh Bu, buruan temuin dulu Bu." Mbak Siti menyahut dengan kata-kata penuh teka-teki."Iya sebentar lagi mbak. Tolong buatkan teh atau kopi ya, sekalian sama saya." Nana tersenyum dan berdiri, mematut diri di depan cermin."Siaap Bu!" Mbak Siti bergegas kembali ke dapur.Setelah yakin pen
"Tante Nana!" Alvin berseru memanggil dan melambaikan tangannya."Hei Alvin! Mau berangkat sekolah?" tanya Nana dan mengurungkan niatnya hendak segera meluncur dengan mobilnya."Iya Tante! Bye Tante, bye Omil! Nanti sore main lagi ya!" seru bocah itu lagi dari balik jendela mobil."Berangkat dulu ya Na!" Mami juga melambaikan tangannya.Nana balas melambai dan menatap mobil itu hingga menghilang di tikungan. Kemudian dia menggiring kucing-kucingnya kembali masuk ke dalam villa.Setelah menutup dan mengunci kembali pintu gerbang, Nana pun meninggalkan villa dengan mengendarai mobilnya. Hari ini dia akan pergi daerah Pecatu untuk mengecek lokasi kedai kopinya yang baru.Berbeda dengan toko rotinya yang telah memiliki cukup banyak cabang, kedai kopinya hingga saat ini hanya ada satu saja yang berlokasi di salah satu pusat keramaian kota Denpasar, Jalan Teuku Umar.Nana melajukan mobilnya membelah By pass Ngurah Rai menuju Nusa dua. Jalanan mulai ramai meski tidak macet.Salah satu hal yan
Nana menatap hujan yang turun dengan deras dari tempatnya duduk. Sesekali disesapnya kopi panasnya. Hujan di pagi hari membuatnya enggan untuk beraktivitas.Untungnya Denpasar tidak terlalu sering diguyur hujan sekalipun sebagian besar wilayah di Indonesia telah memasuki musim penghujan."Meow!Meow!" Omil dan Yuki mengeong-ngeong, duduk di kursi dan turut menatap hujan yang turun dengan deras."Kalian bosan ya, nggak bisa main ke Alvin?" Nana tersenyum melihat kegelisahan kedua kucing itu."Meow!Meow!" Yuki mengeong seperti menyahut ucapannya."Tiduran gih sama Glacie dan Tony." Nana menggaruk kepala Yuki dan Omil bergantian.Kedua kucing itu melompat turun dari kursi dan bergabung dengan Glacie, Tony, Cleo dan Kimy yang tengah tiduran di sudut dapur yang hangat. Nana tersenyum melihat tingkah kucing-kucingnya yang lucu dan menggemaskan. Dia pun enggan untuk pergi kemana pun di tengah hujan seperti ini. Meski ada selasar beratap pergola yang menghubungkan dua sayap bangunan villa, di
@Mami[Nyong][Serius sama tetangga sebelah?]Pesan dari mami mengejutkan Erick saat terbangun di pagi hari yang dingin. Untuk beberapa saat dia termangu, ragu untuk membalas pesan sang ibunda.@Erick[Tetangga mana Mami?]@Mami[Tetangga sebelah][Nana yang imut dan manis]Astaga! Erick tergelak membaca balasan pesan dari Mami. Terkadang wanita yang telah melahirkannya itu memiliki selera humor yang bagus.@Erick[Ah Mami bisa saja][Tapi memang sih Nana imut dan manis][Hehehehe]@Mami[Iya][Kau serius atau main-main saja nyong]@Erick[Serius dong Mam][Mami mau kan punya menantu manis cem Nana?]@Mami[Mami sih terserah nyong][Yang penting nyong bahagia][Dan yang terpenting dia bisa menerima keadaan Alvin][Sudah cukup itu bagi Mami]@Erick[Iya Mam][Pasti Mami sudah lihat kan gimana hubungan Alvin dan Nana?]@Mami[Iya][Kemarin seharian Mami ngobrol sama Nana][Dia lucu ya][Suka bercanda][Dan kucingnya itu lho lucu][Tapi dia sibuk juga Mami lihat][Hari ini dari pagi dia s