Bab 48
Aku masih berdiri di tempatku sambil memperhatikan dua orang yang terus menekan bel hingga menimbulkan bunyi nyaring di ruangan ini.Aku tidak tahu siapa orang itu, yang jelas dua lelaki itu terlihat sangar dengan badan yang besar mengenakan jaket berwarna hitam. Aku merasa tidak pernah bertemu dan tidak ada urusan dengan mereka. Ragu, apakah aku harus membuka dan membiarkan mereka masuk atau membiarkannya begitu saja? Hanya saja hati kecilku menolak hal itu."Indira, kenapa kamu diam saja. Ibu pikir kamu sedang shalat di kamar. Siapa yang menekan bel, sampai tak sabar sebegitu." Bu Dian berdiri di belakangku menatap dengan heran ketika aku menoleh."Coba deh Bu Dian perhatikan," kataku sambil bergeser. Wanita paruh baya yang masih mengenakan apron itu, langsung melongo dari kaca yang dilapisi dengan gorden tipis berwarna putih. Bisa kupastikan tidak akan ketahuan dari luar."Badannya kok besar begitu, kaBab 49"Aku yakin ini ada hubungannya dengan Agung, ataupun keluarga Zahra waktu itu." Yuda mengacak rambut belakangnya sambil mondar-mandir. Aku masih duduk dan memperhatikannya."Entahlah, Yud. Mbak tidak tau dan tak mau lagi berurusan lagi dengan mereka. Atau mungkin saja ini hanya sebuah kebetulan.""Tapi ini tidak bisa dibiarkan, Mbak. Ini sudah keterlaluan. Mungkin saat ini hanya mengenai kerudungmu tapi bagaimana jika kamu sedang lengah, bisa-bisa wajah atau tanganmu yang kena. Dan jika itu terjadi, maka semuanya sulit untuk diobati lagi. Apa kau tahu, ini bukan masalah karena atau tidak mengenai dirimu. Ini masalahnya adalah kejahatan yang terbilang sangat sadis. Dimana mereka ingin membunuh tanpa menyentuhmu. Harusnya kamu sadar itu." Yuda terlihat marah dengan wajah menegang. Aku hanya bisa bernafas lega, kejadian tadi tidak mengenai sedikitpun tubuhku. Meskipun lelaki itu benar adanya, aku hampir saja menjadi korbannya andai ak
Bab 50Pagi menjelang siang itu, suasana di toko kue milikku terlihat ramai oleh beberapa pengunjung yang sejak dibuka hari kemarin sambutannya begitu antusias. Membuatku merasa bahagia dan senang hati, karena apa yang selama ini kucita-citakan akhirnya terlaksana dengan baik.Ditemani Yuda serta tiga orang pekerja di bagian dapur, kami semua sibuk mempersiapkan kue dan cake yang hari ini mulai mendapat lonjakan pesanan."Jangan capek-capek, Mbak, seharusnya pemilik tempat ini duduk di depan sambil menghitung uang pemasukan, bukan sibuk bermain dengan tepung dan telur di dapur." Yuda menggoda dan sambil mengenakan apron. Lelaki itu tampak tampan dan gagah dalam balutan kaos berwarna putih bermerek Nike yang pas di tubuhnya yang atletis."Apaan sih Yud, lagipula jika Mbak diam saja, malah bosan. Sedangkan di dapur banyak sekali pesanan hari ini. Salahmu sendiri yang langsung menerima orderan pesanan sebanyak ini, jadi aku dan pa
Bab 51."Mbak.""Hmm ….""Mbak ih," kata Yuda lagi, yang entah sudah keberapa kalinya. Sepertinya dia kesal karena terdengar berdecak setelah kuabaikan. Kupingku panas, sejak tadi lelaki itu terus merecoki saat aku tengah menghias red velvet yang akan kukirim sore ini pada konsumen.Sengaja kubiarkan lelaki itu mengoceh seorang diri, saat dari tadi terus saja memaksaku untuk pergi jalan-jalan malam ini. Padahal dikarenakan banyaknya kerjaan, malas rasanya untuk sekedar melangkahkan kaki keluar dari toko."Jawab dong, Mbak, jangan diam saja. Aku dari tadi nungguin kamu loh. Bahkan dua hari ini aku tuh tidak mampir ke kafe karena aku sibuk bantuin Mbak. Masa begitu aja sampai malas untuk menjawabnya." Aku sedikit berdecak sebal. Dasar Yuda. Sepertinya lelaki itu tidak akan berhenti sebelum aku mengiyakan ajakannya. Kuhela nafas pelan, lalu berbalik dan menatap penuh padanya, yang seketika wajah cemberut itu
Bab 52Entahlah aku tidak ingin berpikir lebih jauh lagi, yang jelas kata seperti itu tidak pantas diucapkan, apalagi Yanti yang notabenenya seorang gadis, meskipun sebentar lagi akan melepas masa lajangnya. Aku tahu itu setelah ayah mertua mengumumkannya di acara syukuran waktu itu, juga dari ibu mertua yang memesan banyak aneka kue dan cake wedding, satu minggu lagi dari sekarang.Sudah dua hari ini kasir yang berjaga di depan sakit, hingga terpaksa aku harus bolak-balik untuk melayani pembeli. Karena Wati masih belum mahir menggunakan mesin kasir. Gadis delapan belas tahun itu selalu beralasan takut salah, ketika diajarkan bagaimana cara menggunakannya."Jika kamu tidak mau belajar, kamu tidak akan pernah maju," kataku dengan perasaan sedikit kesal kemarin. Tapi dasar Wati, gadis itu hanya nyengir ketika aku menggelengkan kepala.Aku duduk setelah melepaskan lelah membuat kue yang siap dipajang di depan etalase, saat seorang peremp
Bab 53Adi sudah pulang saat tadi dijemput oleh Bu Dewi. Wanita itu khawatir jika Adi terlalu lama di rumah sakit akan membuat kesehatannya juga ikut sakit. Akhirnya aku menuruti saja saat Bu Dewi meminta Adi pergi bersamanya. Sedangkan Yuda, aku tidak tahu kemana perginya lelaki itu, karena sejak tadi tidak kelihatan batang hidungnya sekalipun. Apa mungkin lelaki itu mengurusi kasus tabrakan yang terjadi, entahlah. Yang jelas, entah kenapa aku merasa kehilangan saat dia tak ada di dekatku. Aneh, padahal Yuda bukan siapa-siapaku. Rasa sakit di seluruh badanku mulai terasa berdenyut nyeri. Jangan tanyakan bagaimana rasanya kakiku saat ini yang seperti disayat-sayat oleh pisau yang tajam serta kepala yang berdenyut hebat. Antara ingin menangis dan berteriak sekuat tenaga, rasanya bercampur aduk dalam kepalaku. Ingin memanggil suster agar kembali memberikan obat penghilang rasa nyeri padaku, tapi mereka sudah melakukannya dua setengah jam yang lalu dan pas
Bab 54"Itu tidak benar, Mas. Kamu jangan main-main!" Yanti seperti mengelak, sedangkan Yuda semakin menajamkan pandangannya."Apa kau pikir, kalau aku tidak tahu tentang semua kejahatan yang telah kau lakukan?! Kamu salah Yanti, aku sudah memegang bukti dan aku sudah menangkap orang-orang itu serta mobil yang digunakan untuk mencelakai Indira. Dan dalangnya tidak lain dan tidak bukan adalah kamu sendiri." Aku terkejut dengan mata membulat. Masih kaku di tempatku memperhatikan perdebatan antara Yanti dan Yuda saat ini. Kulihat wajah Yanti sudah memerah dengan mata membelalak menatap Yuda. Sepertinya lelaki itu baru saja membongkar semua kejahatan Yanti, yang memang tidak kuduga sama sekali. Sebegitu benci itukah Yanti padaku, hingga dia tega berbuat demikian dan hampir merenggut nyawaku."Kau bohong kan Mas Yuda. Aku tahu kamu tidak berani melakukannya. Aku sudah berusaha serapi mungkin agak jangan sampai ketahuan. Aku juga sudah membayar
Bab 55"Indira, bangunlah, Indi … Mas datang untuk menemuimu.""Indira ….""Indira … bangun dan bicaralah."…. Suara itu seperti bisikan di telingaku. Aku merasa tengah bermimpi tapi seperti merasakan kenyataan disaat bersamaan. Entahlah, rasanya seperti dejavu. Ada suara seseorang disertai guncangan yang menyuruhku untuk terjaga dan membuka mata, tapi ternyata aku tidak bisa melakukannya, seakan-akan tubuhku terkunci rapat dan terus memejamkan mata bahkan untuk mengintip dari ujung mata, sedikit pun tidak mampu.Aku mendengar seperti suara yang sangat familiar di telingaku, tapi entah kenapa aku tidak bisa menyahutnya apalagi membalas ucapannya walaupun aku sudah mencoba. Lalu kesadaranku kembali menghilang dan aku tidak mengingat segalanya. Tapi lagi dan lagi suara itu seakan menyuruhku untuk terjaga. Hingga sayup-sayup kudengar suara orang yang seperti berseteru.Entah pukul berapa hingga akhirnya aku mem
Bab 56Entah apa yang kupikirkan dan apa yang kulakukan itu benar atau salah. Yang jelas bayang-bayang Yuda terus menari dibenakku. Lelaki itu dan orang-orang yang datang tadi pasti sangat kecewa dengan sikapku. Namun bolehkah jika aku merasa sedikit kecewa atas tindakannya yang tanpa mengkonfirmasi dulu terhadapku. Selain karena merasa kaget dan tak menduga, terus terang aku tidak bisa mencerna semua ini dengan baik. Bahkan tidak pernah terlintas sedikitpun bisa menjalin hubungan apalagi menikah dengan Yuda. That's impossible. Jelas terlalu banyak perbedaan diantara kami. Selain lelaki itu usianya beberapa tahun di bawahku, juga lelaki itu adalah seorang bujangan yang pantas menikahi wanita muda yang sebaya ataupun di bawah usianya, bukan memintaku menjadi istrinya yang jelas-jelas adalah wanita dengan segudang masalah termasuk statusku yang pernah menikah dan gagal di usia pernikahanku yang ke sepuluh tahun. Terlalu aneh dan konyol jika aku menerima