Aland mencampakkan tasnya sembarang di sofa ruang tamu rumahnya. Tampaknya pria itu sangat kesal dengan tantangan Tuan Daniel tadi. Sepanjang perjalanan pulang dari kediaman Tuan Daniel, keduanya tidak terlibat obrolan apapun. Melihatnya seperti itu, Miley merasa kasihan juga. Mungkin kalau ia fokus dengan percakapan dengan Tuan Daniel tadi malam, mungkin keadaannya juga tidak seperti ini."Aland, aku minta maaf. Tidak tahu kalau jawabanku semalam jadi membuatmu seperti ---""Kamu tidak perlu minta maaf, Miley. Lagi pula kamu sudah meralat ucapanmu. Aku saja yang tak bisa mengendalikan rasa benciku kepada Abian," potong Aland merangkul mesra pundak Miley. Terdengar jelas bunyi gertakan gerahamnya.Miley merasa sedikit lega. Ia juga sempat takut melihat sikap Aland yang tiba-tiba berubah dingin. Takut pria itu akan memarahinya."Tapi benar, kan, yang kamu katakan kepada Tuan Daniel itu, Miley?" "Ahh, itu ..." Miley memalingkan wajahnya. Ia juga bingung harus menarik pengakuannya kepa
"Aku sudah duga keparat itu akan terus menggangguku! Sekarang di mana suruhan Jason itu?" berang Aland gegas menarik tangan Miley berjalan menuju lift.Theo mempercepat langkahnya mengikuti mereka. "Tuan Muda, pria itu sudah pulang. Dia hanya menitipkannya ke security tadi, Tuan," jawab Theo menarik atensi Aland untuk berhenti di depan lift. "Sial! Sekarang juga suruh pengawal lain mengembalikan berkas itu ke perusahaan Jason. Seperti yang keparat itu lakukan tadi, maka perintahkan juga pengawal untuk menitipkannya kepada security perusahaan WinJason!" titah Aland kembali melanjutkan langkahnya."Aland, mungkin ada hal penting yang perlu kita ketahui dari berkas kiriman Jason itu," kata Miley takut Pamannya itu telah merencanakan sesuatu. Entah itu kepada Aland atau dirinya."Aku tidak peduli, Miley!" sahut Aland membuang muka. "Kau tahu, Miley? Aku tidak menjamin bisa menahan diri untuk tidak membunuhnya sekarang!" Aland dengan senyum seringainya. Miley malas terus berdebat, ia pun
Walau masih menyimpan kesal dengan sikap dan ucapan Aland itu. Namun, ia tidak bisa menolak untuk tidak menelepon Jenny."Iya, aku akan coba bicara dengannya," ucap Miley sebelum Aland keluar kamar.Sesaat Miley menarik napas beberapa kali, mengumpulkan kekuatannya sebelum bicara dengan Jenny. "Apalagi yang kau inginkan, hakh?" sambut Jenny sarkas dari ujung telepon."Mam, aku ingin bicara penting padamu. Aku mohon dengarkan aku ---""Hahk, apa pria bajingan itu telah mencampakkan mu dari perusahaan Aland Corp? Haha!""Bukan itu, Mam. Aku ---""Atau mau membujukku memohon-mohon pada Jason agar mengembalikan perusahaan New Adira? Haha, masih banyak hal penting lain yang harus ku kerjakan, selain mengurusi perusahaan sampah itu, Miley!" potong Jenny dengan ketusnya, bahkan tidak memberi waktu untuk Miley bicara."Please, dengarkan dulu aku bicara, Mam. Aku tidak menginginkan semua yang Mama katakan itu. Tapi ---""Elahh, tidak usah merayuku, Miley. Anggap saja hubungan kita tidak pern
Miley segera masuk ke sebuah butik setelah Theo membukakan pintu untuknya. Ia tidak menyahutinya saat pengawal tersebut menawarkan diri untuk menemaninya.Di dalam butik Miley tidak tahu mau melakukan apa. Ia bingung harus membeli pakaian yang bagaimana yang di maksud Aland tadi. Sementara di butik tersebut di penuhi oleh pengunjung yang sibuk lalu lalang."Astaga, mana lupa menanyakannya tadi," gerutunya merogoh ponsel di dalam tasnya. Ia merutuki sikap cerobohnya."Ku taruh di mana tadi ya?" kesalnya tidak menemukan ponsel di dalam tasnya. "Perasaan tadi aku taruh di dalam sini," lanjutnya seraya terus mengomel. Tangannya sibuk mengubek-ubek isi tasnya. "Kamu mencari ini, Miley?" tanya Theo yang berdiri di belakangnya. "Kamu meninggalkannya di mobil," katanya menyodorkan ponsel Miley.Miley mengangkat kepala, sedikit kaget melihat Theo mengikutinya ke dalam butik. Namun, melihat ponselnya ada di tangan pria itu, iapun segera menyambarnya."Oiya, kamu sudah selesai?" tanya Theo men
Tanpa ragu Miley masuk setelah mengetuk pintu dan mendengar sahutan Zhin Huang dari dalam."Halo, nona Miley," sapa Zhin Huang dengan ekspresi wajah sedikit bingung namun tetap sopan dan ramah. "Apa ada yang tinggal?" tanyanya melihat Miley langsung duduk berseberangan meja dengannya."Halo juga, Nona Queen Shena. Aku hanya ingin mengobrol sebentar denganmu," sahut Miley tanpa mengalihkan pandangannya dari Zhin Huang yang kebingungan. Sengaja memancing respon wanita itu dengan menyebutkan nama aslinya.Wanita di depannya tersebut kaget mendengar Miley tahu nama aslinya. Namun, dengan cepat mengubah sikap, dan segera menguasai dirinya. "Tentu Tuan Muda Aland yang memberitahu nama asliku kepadamu, non Miley," kata Zhin Huang berargumen seraya tertawa kecil. Wanita itu tidak tersinggung namun kaget karena tidak ada yang mengetahui nama aslinya itu di sana selain Aland. Mungkin pria itu yang memberitahunya pada calon istrinya tersebut."Oh tentu tidak, Shena. Oiya, aku memanggilmu den
Miley tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya Jenny tersudut dan tidak bisa membuat alasan untuk tidak menuruti keinginannya."Ini ponselmu," katanya mengembalikannya kepada Zhin. "Ingatkan Jenny agar pulang lusa ini, ya. Kadang dia suka lupa," ucapnya melambaikan tangan kepada Zhin yang membatu. Miley tergesa keluar dari butik setelah memesan ojol. Ia menuju salon yang ada didekat di mana Theo menurunkannya tadi. Benar saja baru saja turun dari ojol, Theo sudah meneleponnya. Miley melirik jam tangannya."Astaga, dua jam juga," keluhnya bingung pulang saja atau harus ke salon lagi. Tapi melihat hari sudah sore, Miley memutuskan untuk pulang saja. Ia ingin mengumpulkan berkas-berkas yang akan ia berikan kepada Jenny saat bertemu nanti."Jemput sekarang, ya," titah Miley dan segera ditanggapi 'iya' dari Theo di ujung telepon.Miley merapikan riasan wajah dan rambutnya. Dengan penampilannya yang seperti itu, semua orangpun yakin ia bukan baru saja keluar dari salon. "Peduli amat!" ketusn
Miley menggerutu tidak jelas. Berkali-kali menyambung ke ponsel Jenny namun ibunya itu tidak kunjung mengangkatnya. Pesan yang ia kirimkan sejak semalam belum juga di baca. "Sudah?" tanya Aland melihat Miley masih saja sibuk dengan ponselnya. Pria itu bersiap masuk ke pesawat.Miley terpaksa mengangguk. Ia tidak mungkin menunggu sampai Jenny mengangkat telponnya. Ia menurut saja mengikuti Aland. Keduanya pun melakukan penerbangan menuju kediaman Tuan Daniel. Ketika ia dan Aland sibuk dengan penerbangan mereka, Jenny juga melakukan penerbangan dari Paris untuk menemui Miley.Hingga Jenny tiba di villa Halton. Wanita itu tampak sangat gusar. "Ke mana gadis bodoh itu?" geram Jenny mencampakkan ponselnya kasar ke atas sofa. "Gadis jalang itu benar-benar membuatku tidak bisa menahan emosi!"Dia coba lagi menyambungkan ke nomor Miley namun tak kunjung di angkatnya juga. Karena rasa kesalnya, raut wajahnya pun berubah memerah bak kepiting rebus saja."Seenak hatinya saja menunda pertemua
Merasa dirinya tidak punya harga diri, Jenny hanya bisa menggeram menahan amarahnya. Jason memang bukan tandingannya, pria itu kasar dan tidak sopan, juga tidak mudah menaklukkan hatinya.Jenny menggeser duduknya menjaga jarak dari Jason. Namun, dia tetap berusaha tetap tenang, hanya karena begitulah Jason akan berhenti mengganggunya."Yah, aku membuat penawaran denganmu karena ini juga untuk memudahkan rencanamu, Jason," kata Jenny melembutkan suaranya."Rencanaku? Hmm ... aku lupa ada punya rencana, Jenny! Apa kamu bisa menjelaskannya?" sahut Jason tidak berhenti meledeknya. Pria itu menjatuhkan diri merapat di samping Jenny. "Ingatkan aku, Sayang, rencana apa? Aku semakin penasaran," bisik Jason menyibakkan rambut blonde panjang Jenny.Seketika wanita paruh baya itu bergidik, lantas berdiri menjauh dari Jason. Aroma alkohol dari mulut Jason itu membuatnya mual.Jenny berpegangan pada sandaran sofa, dalam hati tidak berhenti mengutuki dirinya yang nekat menemui Jason, si manusia i