Miley tahu Aland menatap penuh amarah meski tak melihatnya.
"Apa semiskin itu kau sampai mencuri dompetku, Sayang?"Miley meringis ketika cengkeraman kuat menerkam tengkuknya. "Bukankah semalam aku telah menyelamatkan nyawamu?" Jarinya bergerak menyentuh tulang selangkanya dengan mencengkeram lebih kuat lagi."Atau inikah balasan kebaikanku?" bisik Aland menyeringai di telinganya.Tangannya turun, lalu, mencengkram pinggang Miley sekuatnya sebelum melemparkannya ke ranjang. Miley meringis kesakitan saat tulang rusuknya terbentur keras di sisi ranjang."Berkali-kali aku telah memperingatkanmu, Miley!" berang Aland menarik tangannya dengan sekali sentakan.Tubuhnya yang tak berdaya itu menjerit kesakitan. Merasa lengan tangannya seperti akan terpisah dari sendinya.Miley mengumpulkan kekuatannya. Bagaimanapun ia harus melawan Aland kalau tidak mau mati di sana."Maka kembalikan tasku!" tantangnya, sikap Aland itu mengembalikan semua rasa bencinya.Tidak peduli hukuman apa yang bisa Aland lakukan padanya. Setelah berhasil pulang dari sana, ia berniat membatalkan kontrak kerjanya dengan perusahaan Aland."Sudah kubilang tasmu ada di dalam mobil!""Kenapa kamu meninggalkannya? Aku membutuhkan isi tasku!"Terdengar tawa terbahak-bahak Aland seraya mengeluarkan dompet dari saku jaket yang tergantung di lemari."Apa ini yang kau cari? Dompet yang tidak seberapa isinya?" ejek Aland menarik paksa sisi dompet hingga terkoyak."Apa yang kau lakukan?" berang Miley melihat lembaran uangnya yang berserakan di samping sepatu Aland."Dasar pembohong!! Kau sengaja menyembunyikan tasku?" Dengan susah payah ia bangkit. Namun, tubuhnya yang menggigil itu seolah beku."Tidak usah munafik! Lembaran uangmu itu cukup makan sehari saja!" Aland memandang rendah Miley yang gusar."Yahh, tapi aku tidak butuh lagi uangmu! Sekarang berikan ponselku!""Ini, Sayang." Aland menggoyang-goyangkannya di depan wajah Miley. "Ohh, aku lupa. Kau hanya butuh pelukanku untuk menghangatkan tubuhmu, bukan ini!" ejek Aland melempar ponsel ke jendela yang mengarah ke balkon."Jangan!!" Miley hanya bisa menjerit dan menangis. "Kau jahat!"Emosi dan amarahnya membuncah, tubuhnya yang gemetar tadi tiba-tiba memanas. Yang tadi wajahnya pucat kini memerah menahan kemarahan. Ia tak perduli dengan tawa Aland yang terus mengejeknya.PLAKKPLAKKDua tamparan keras menghentikan tawa Aland. Namun, bukannya meminta maaf, Aland malah menjambak rambut belakangnya tidak kalah gusar. Kemudian menyeretnya dengan kasar ke dalam kamar mandi."Lepaskan, Aland!" jeritnya ketika Aland mulai melucuti pakaiannya hingga menyisakan pakaian cawat dan bra.Aland yang sudah dirasuki kemarahan kembali menyeret Miley ke bawah shower dingin."Kamu akan tahu resikonya kalau berani bersikap tak sopan padaku!! Ingat, kamu cuma sekretaris pribadiku!"Miley menyilangkan kedua tangannya untuk menutupinya tubuh depannya dari tatapan beringas Aland. Tubuhnya menggigil di bawah kucuran shower yang sangat dingin.Aland membuang pakaiannya ke tong sampah. Kemudian, membuka pintu kamar mandi lebar-lebar agar udara dingin AC dari dalam kamar masuk ke dalam kamar mandi."Jahanam!" umpat Miley mematikan shower sesaat setelah Aland keluar.Namun, belum sempat meraih handuk dari kapstok untuk menutupi tubuhnya, Aland kembali dengan tali di tangannya.Matanya terbelalak, apalagi yang akan dilakukan Aland padanya. Ketakutan besar membuatnya tak bisa berpikir lagi. Jantungnya seolah berhenti berdetak, tubuhnya pun menggigil hebat."Aku mohon jangan menyakitiku. Aku janji tidak akan membantah semua ucapanmu," pintanya memelas berharap Aland memaafkannya.Tapi Aland yang sudah dikuasai amarahnya, tidak peduli Miley yang memohon-mohon. Raut wajah pria itu tak punya belas kasihan lagi.Miley yang terus menerus memohon tidak menyurutkan aksinya, terus saja mengikat kedua kaki dan tangan Miley ke belakang."Aku mohon lepaskan aku," sungguhnya dengan airmata luruh membasahi wajahnya.Namun, Aland tidak bisa memaafkannya lagi. Miley hanya bisa pasrah ketika lakban mulai menutup mulutnya yang tak berhenti memohon-mohon.Kucuran shower yang diatur tidak terlalu deras, kecil namun dinginnya terasa menusuk hingga ke tulang terdalamnya."Nikmati saja dulu, sayang. Kalau tidak sibuk, mungkin tiga jam lagi aku kembali," bisik Aland menyentuh tanda kepemilikannya yang tertinggal di sekujur tubuh Miley.Miley menoleh dengan tatapan memelas. Berharap Aland urung menghukumnya dengan kejam seperti itu.Sial! Miley sadar salah berharap, karena dari awal yang ia tahu niat Aland sudah tidak baik. Bahkan obat tidur laknat itu sengaja dibuat Aland untuk membawanya ke tempat itu."Aku rasa tidak terlalu jahat menghukum mu seperti ini, Sayang. Ini akan mengajarimu bersikap baik."Aland menyingkirkan helai rambut basah yang menutupi wajah Miley."Ketimbang melihatmu hanya tertidur pulas seperti semalam? Tidak salah aku membuang obat tidur itu, kan? Tapi malam nanti aku ingin menikmati keliaran mu, Sayang. Tanpa obat tidur itu!"Miley bergidik melihat seringai di wajah Aland sebelum meninggalkannya. Sepeninggalan Aland, Miley tidak henti mencerna ucapan Aland. Pikirannya selama ini selalu dicekoki obat tidur, itu tidak salah lagi. Bangsat!Rasa kagumnya dengan ketampanan Aland beberapa saat lalu, hilang setelah merasakan siksaan itu. Aland tidak lebih dari monster.***Miley terbangun merasakan ada yang mengguncang bahunya. Perlahan ia membuka mata, tampak beberapa orang wanita mengelilinginya."Di mana aku?" desisnya, kedua bola matanya menyapu wajah wanita yang berdiri disampingnya.Miley mengerjap untuk mengembalikan ingatannya, Aland mengurungnya di dalam kamar mandi tadi. Lalu, siapa mereka berseragam sama membawanya ke sana?"Syukurlah Anda sudah siuman, Non," kata salah seorang dari mereka merapikan selimutnya.Miley mengerutkan dahi, mungkin ia sedang bermimpi, atau mereka pegawai hotel yang menolongnya dari kamar mandi tadi.Kepalanya celingukan mencari sosok Aland. Tapi tidak melihatnya ada di ruangan itu."Siapa kalian? Kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Miley merasa aneh di perlakukan istimewa.Ia bangun dan bersandar sebelum mengitari seluruh ruangan dengan pandangannya. Sekarang ia tidak di kamar hotel dengan Aland sebelumnya. Tapi ia belum yakin telah terlepas dari Aland.Beberapa saat menunggu namun keempat wanita itu tidak kunjung menjawab."Maaf, bukankah sebelumnya aku ada di kamar ---""Sekarang kalian boleh pergi!" Suara pria yang ia ditakutkan itupun terdengar."Ahh!" pekiknya terjingkat karena kagetnya. Miley menoleh cepat bisa melihat Aland berjalan santai ke arahnya. Dengan senyuman seringainya.Keempat wanita itupun segera meninggalkan kamar setelah membungkuk hormat kepada Aland."Hei, kalian mau ke mana?" panggil Miley mulai ketakutan harus berduaan dengan Aland.Yang membuatnya tak habis pikir, Aland tiba-tiba ada di dalam ruangan. Padahal sejak tadi pintu kamar pun tertutup rapat.Lagi mengedarkan pandangannya memeriksa setiap sudut ruangan. Namun, tidak melihat ada pintu di dalam sana selain pintu masuk. 'Dari mana dia masuk?'Di sana hanya ada ranjang dan nakas kecil, yang tak mungkin Aland bisa sembunyi di dalamnya.***Yang tadinya berpikir akan lepas dari Aland, itu cuma ada di pikirannya. Nyatanya pria itu tetap saja mengikutinya sampai ke sana."Mengapa masih mengikuti ku kemari, hakh?" sarkasnya mengangkat dagunya sombong. Walau di beberapa detik lalu, ia melihat keempat wanita tadi sangat hormat pada Aland. Ia makin yakin kalau keempat wanita tadi itu juga orang suruhan Aland. Tadinya hanya tertawa kecil, kini Aland tertawa terbahak-bahak. Padahal tidak ada yang lucu dari pertanyaannya tadi. "Apa? Mengikutimu? Ini rumahku! Jadi, aku bisa melakukan apapun di sini. Kau kenapa ada di sini?""A-aku tidak tahu ---"Aland memangkas jarak mereka, menatap intens wajahnya yang langsung memucat itu, kemudian mendorongnya ke belakang. Hingga dirinya terhuyung namun tidak sampai terjungkal. Sial! Dia pintar sekali membuatku tak bisa berkata-kata. Miley sadar harus lebih berhati-hati berhadapan dengan Aland, kalau tidak ingin mengalami hal yang sama seperti sebelumnya."Maafkan aku," ucapnya tertunduk.Mun
Namun, ia tidak mendengar jawaban apapun. Pria yang mendadak dingin itu membuka pintu mobil cepat dan mendorongnya kasar. Tubuh mungilnya pun terjungkal, dan kepalanya terbentur keras ke dashboard mobil."Aduhh, ahh ..." Miley meringis sambil memegangi puncak kepalanya. Sedetik saja lengah melindungi puncak kepalanya tadi, ia pastikan kepalanya sudah bocor, merasakan kuatnya dorongan Aland.Melihat Aland tidak peduli atau bertanya apapun, Miley tidak berhenti memakinya dalam hati. Seharusnya ia membiarkan itu tadi terjadi, seenggaknya ia bisa meminta kompensasi dari Aland. Setidaknya bisa ongkosnya pulang, atau melarikan diri saja."Aku cuma bertanya, kalau kau tidak suka, tinggal diam saja. Bukan menyakitiku begini!""Diam! Aku tidak menyuruhmu bicara!" "Hakh! Apa maumu sekarang?" tantang Miley mencari-cari perdebatan."Kau duduk diam di situ, itu sudah cukup!"Kalau aku tidak mau, kenapa? Kau mau menghukum ku seperti sebelumnya? Lalu, membawaku ke mana pun kau suka! Begitu?"Miley
"Mam, Mam!" panggilnya mencari Jenny di sekitar parkiran mobil. Namun, Jenny sudah tidak ada di sana. "Untuk apa berlarian seperti orang gila di situ?" teriak Aland berdiri berkacak pinggang, wajahnya tampak mengeras."Orang gila? Kau yang gila! Apa yang sudah kau rencanakan padaku, hakh? Kau pikir aku tidak mendengar semua percakapanmu dengannya tadi?" sahut Miley berteriak dari jarak mereka yang tidak dekat. Suara teriakan keduanya menggaung dari pantulan bunyi suara di dinding basemen yang tertutup."Hahaa, lucu sekali, Sayang. Tapi kenapa tadi kau diam saja di dalam mobil?" ejek Aland mendekati Miley yang gusar di balik salah satu mobil mewahnya, lalu, berhenti nyaris tidak berjarak dengannya. Aland merentangkan kedua tangannya di mobil tempat Miley menyandar, hingga gadis itu terkurung di kedua tangannya. "Kenapa tidak bisa menjawab, Sayang? Apa kau begitu cinta padaku hingga mamamu saja kau abaikan?""Tutup mulutmu itu!" berangn
Aland gugup, tidak tahu harus menjawab apa pada Miley. Bahkan dia sendiri juga sempat kaget ketika Jenny tiba-tiba menelepon sudah ada di Jepang, dan ingin bertemu dengannya.Memang sebelum mereka bercerai, Aland pernah berjanji kepadanya untuk mencari keberadaan Miley. Dan, setelah dia bertemu dengan Miley, dia pun seolah lupa janjinya dulu kepada Jenny.Rasa rindu dan cintanya kepada Miley yang semakin besar, membuatnya melakukan segala cara untuk membuat Miley tetap bersamanya. Dia bahkan berjanji tidak akan pernah melepas Miley lagi. "Aku tidak menyuruhnya kemari, Sayang."Siapa juga yang bisa percaya itu. Miley bisa melihat sendiri pertemuan Aland dan Jenny tadi bukan cuma kebetulan, tapi sudah di rencanakan. Bukankah Jenny mendatangi rumah Aland?"Tunggu, tadi kamu bilang itu rumahmu?" tanya Miley penuh selidik. Dan dijawab anggukan cepat dari Aland. "Lalu, kenapa selama ini kau membawaku tinggal di hotel?" Lagi tanyanya merasa aneh saja harus menginap di hotel padahal punya rum
Aland membatu. Pertanyaannya tadi sama saja membunuh dirinya. "Eh, m- maksudnya apa ada orang yang tahu kamu bekerja padaku?"Miley menggeleng lemah. Selama ini ia menyembunyikan lamaran kerjanya ke perusahaan Aland Corp dari teman-temannya. Ia malu karena modal nekat saja menjatuhkan lamarannya ke sana- yang kebetulan menawarkan gaji yang fantastis.Ia malu berkali-kali gagal diterima di perusahaan lain. Juga ia tidak yakin akan diterima bekerja di perusahaan Aland Corp, karena sama sekali tidak berpengalaman sebagai sekretaris pribadi."Kekasihmu mungkin?" tanya Aland menaikkan alisnya, bukan seperti bertanya tapi lebih ingin menyelidiki kehidupan pribadi Miley."Aku tidak punya kekasih," jawab Miley memang selalu miris dalam masalah percintaan. "Ohh, benarkah?" Melihat hanya Miley mengangguk, Aland tersenyum manis. Tapi Miley tidak peduli Aland akan mengejeknya karena itu. Miley mengikuti Aland masuk ke sebuah restoran, ia juga tidak menolak saat Aland merangkul mesra pundaknya.
Aland mengulum senyum. "Aku baik-baik saja, Miley! Tidak perlu khawatir." Miley menikmati sentuhan lembut tangannya di lengan berbulu halus Aland, perasaannya begitu mudah berubah-ubah. Entah bagaimana perasaannya bisa begitu peka hanya dengan kulit tangannya yang bersentuhan kulit tangan pria- yang ia katai psikopat, pria gila, dan buaya itu."Tentang Jenny tadi?" tanya Miley mulai berani mempermainkan jemari lentiknya di bulu-bulu halus yang menutupi kulit tangan kekar Aland."Tidak ada apa-apa, Sayang. Mungkin Jenny hanya salah paham saja." Sepertinya, Aland masih peduli pada Jenny. Padahal tadi ia juga mendengar jelas, Jenny tengah mengancam Aland dari pengakuan kedua pengawal tadi. Apa dia masih menyimpan perasaan sama Jenny? Tiba-tiba saja hatinya terasa dongkol dengan rasa campur aduk yang sulit ia gambarkan.Sepanjang perjalanan Miley banyak membisu. Aland juga seolah larut dengan pikirannya. "Apa kamu ingin sesuatu sebelum pulang?" tanya Aland tanpa melepas pandangannya da
Bukannya menjawab. Bibirnya yang sibuk memberikan kecupan di kedua pipi Miley, bergerak cepat menerkam bibir merah jambunya, lantas menguncinya. Miley dengan kesadaran masih separuh itu, antara masih dalam mimpi atau terbangun dari tidur. Empot-empotan sampai kesulitan bernapas. Ia memukul-mukul dada Aland agar pria nakal itu memberinya ruang untuk mengisi oksigen ke dalam paru-parunya. "L- lepaskan! Aku kesulitan bernapas! Hah, hah, hah," pinta Miley saat memiliki ruang untuk bersuara dengan napasnya terengah-engah."Sayang ... aku tidak bisa menahannya lagi," desisnya memelas di sela napasnya yang masih memburu. Wajahnya juga tampak memerah menahan hasrat liarnya. Namun, segera dijawab sarkas. "Apa yang sudah kau lakukan?" berang Miley bergerak cepat menyambar selimut untuk menutupi tubuhnya, sesaat setelah menyadari tubuh bagian atasnya terpampang tanpa penutup. Wajahnya memerah antara merasa malu dan marah, tetapi tatapan nakal A
"Lepaskan! Sakit, Aland!" Miley meringis ketika kepalanya dengan sengaja diapit dikedua lutut kaki Aland. Suara berdengung keras terasa di gendang telinganya, rasanya kepalanya seperti akan meledak karena itu. Miley tidak berani mengangkat wajahnya, sebenarnya ia tahu apa yang direncanakan Aland, dengan mengapit kepalanya di sana. Ia yakin dengan mengangkat wajahnya saja, bibirnya akan bersentuhan dengan aset pribadi Aland."Arghh! Brengsek!" geram Aland mendorong Miley dengan lututnya.Miley terus menyurut mundur menjaga jarak dari Aland. Hatinya sedikit lega terlepas dari rasa takut dalam pikirannya tadi.Namun, pria itu kembali berjalan santai dengan tubuhnya yang masih bertelanjang bulat. Tanpa merasa risih kendati Miley terus menjauhkan pandangan dari aset pribadinya yang menegang itu. "Mungkin kau lebih menginginkan ini, Sayang?" kata Aland menyerempet dirinya yang mentok di sudut ruangan. Seraya menunjukkan botol kecil yang