Aland mengulum senyum. "Aku baik-baik saja, Miley! Tidak perlu khawatir."
Miley menikmati sentuhan lembut tangannya di lengan berbulu halus Aland, perasaannya begitu mudah berubah-ubah. Entah bagaimana perasaannya bisa begitu peka hanya dengan kulit tangannya yang bersentuhan kulit tangan pria- yang ia katai psikopat, pria gila, dan buaya itu."Tentang Jenny tadi?" tanya Miley mulai berani mempermainkan jemari lentiknya di bulu-bulu halus yang menutupi kulit tangan kekar Aland."Tidak ada apa-apa, Sayang. Mungkin Jenny hanya salah paham saja." Sepertinya, Aland masih peduli pada Jenny. Padahal tadi ia juga mendengar jelas, Jenny tengah mengancam Aland dari pengakuan kedua pengawal tadi. Apa dia masih menyimpan perasaan sama Jenny? Tiba-tiba saja hatinya terasa dongkol dengan rasa campur aduk yang sulit ia gambarkan.Sepanjang perjalanan Miley banyak membisu. Aland juga seolah larut dengan pikirannya."Apa kamu ingin sesuatu sebelum pulang?" tanya Aland tanpa melepas pandangannya dari depan."Gak," jawabnya pendek.Tidak ada komentar dari Aland sampai mereka tiba di depan sebuah hotel mewah. Miley mendongak melihat sekitaran mereka."Apa ini juga hotel milikmu?" tanya Miley tidak bisa menutupi rasa kagumnya dengan kemegahan hotel berbintang lima di depannya."Ayo," ajak Aland menarik tangannya memasuki hotel tersebut. Pria itu juga hanya mengabaikan pertanyaannya."Kenapa kita kemari? Kenapa tidak ke rumah yang ---""Aland Halton," katanya meletakkan kartu penanda dirinya di meja resepsionis hotel. Sesaat setelahnya beberapa wanita muda berseragam pelayan pun menghampiri mereka."Antarkan dia ke kamarnya!" titah Aland kepada wanita berseragam seraya jari telunjuknya mengarah kepada Miley."Baik, Tuan Muda. Non, mari ikut kita,"ucap wanita itu mundur untuk memberi jalan kepadanya.Tapi ... Miley menolak ikut dengan ketiga pelayan itu. "Aku tidak mau ditinggal di sini," kata Miley merangkul erat lengan Aland. Melihat Aland seperti hanya ingin menitipkannya di hotel tersebut. Dari gesturnya ia yakin dia akan pergi lagi."Jangan membangkang, Miley!" hardik Aland lantas membuat Miley ternganga dengan perubahan sikap Aland yang drastis."Tapi kamu mau meninggalkanku di ---""Aku masih punya kesibukan yang lain! Jadi, berhenti bersikap kekanakan!" geram Aland memotong ucapan Miley seraya menepis tangan Miley yang menggamit lengannya.Kemudian pria itu menatap satu persatu wanita yang dia suruh menjaga Miley. "Ingat! Jangan ada yang berani melanggar aturanku!" kecamnya tidak peduli orang yang lalu lalang di sana bisa mendengarnya."Baik, Tuan Muda."Dalam hati Miley tertawa kecil, ia mengutuki dirinya yang berpikir Aland telah berubah. 'Sial! Dia bersikap lembut seperti tadi hanya karena ada maunya? Hakh! Lihat saja, aku akan membalas mu!'Miley mendecak kesal sembari matanya terus melotot di punggung kekar Aland yang akhirnya menghilang dari pandangannya. Sekarang ia hanya menurut mengikuti ketiga pelayan, membawanya ke kamar pesanan Aland."Silakan menikmati istirahatnya, Non," ucap salah satunya ketika mereka tiba di dalam kamar hotel yang dilengkapi fasilitas mewah lengkap."Jika ada yang perlu, Anda cukup menelan bell ini saja, Non."Miley tidak tertarik mengikuti jari telunjuk pelayan, yang menunjuk salah satu tombol yang menempel di dinding kamar."Katakan padaku, apa hotel ini juga milik Aland?" tanyanya ketus. Hatinya masih dongkol dengan sikap, dan ucapan Aland yang mempermalukannya di depan pelayan tadi."Anda bisa menggunakan bath tube, Non. Lalu, pakaian Anda juga sudah tersedia di dalam lemari. Terimakasih dan selamat beristirahat." Setelah membungkuk hormat, pelayan itupun keluar tanpa menjawab pertanyaannya."Arghh! Kamu benar-benar bodoh, Miley!" umpatnya memarahi dirinya sendiri.Coba saja ia tidak mengikuti ucapan Aland tadi. Mungkin ia sudah menikmati kebebasannya bersama Jenny. Tidak perlu merasakan siksaan pria psikopat itu lagi. Entah apa alasannya mengurungnya di dalam kamar itu."Argh! Dasar pria gila!!" teriaknya menumpahkan rasa kesalnya. Ia juga mengutuki sikapnya yang sok perhatian dan mesra pada Aland tadi."Ahh, kamu sangat memalukan, Miley! Sikapmu tadi itu tidak lebih dari wanita murahan! Kebodohan terbesarmu, percaya kepada pria buaya itu!"Setelah puas memaki dirinya, ia melemparkan tubuhnya di atas ranjang seraya menatap langit-langit kamar hotel. Sekarang ia memiliki kesempatan bisa melarikan diri, tapi sayang ia tidak memiliki uang.Mungkin ia bisa meminjam ponsel seseorang nanti, tapi untuk menghubungi siapa? Jenny mungkin? Dia juga telah kembali ke Paris, seperti pengakuan pengawal Benjamin tadi."Uuhh! Kesalnya! Pria gila itu hanya menyulitkan hidupku saja."Otaknya terus berputar. Namun, tidak ada satupun cara yang ia temukan bisa melarikan diri. Pikirannya dengan hal buruk terjadi dari Aland membuatnya tidak ingin tidur, takut saat terbangun nanti sudah ada di tempat lain.Tapi karena lelah dan rasa kantuk yang tidak tertahankannya, akhirnya ia pun tertidur.Miley menggeliat dalam tidurnya ketika merasakan hangat dari tubuh seseorang memeluk dirinya, aroma khas tubuh yang tidak asing di penciumannya itu memaksanya membuka matanya."Aland, apa yang kamu lakukan?" pekiknya melihat pria bertelanjang dada itu tengah mencumbui tubuhnya sangat beringas.***Bukannya menjawab. Bibirnya yang sibuk memberikan kecupan di kedua pipi Miley, bergerak cepat menerkam bibir merah jambunya, lantas menguncinya. Miley dengan kesadaran masih separuh itu, antara masih dalam mimpi atau terbangun dari tidur. Empot-empotan sampai kesulitan bernapas. Ia memukul-mukul dada Aland agar pria nakal itu memberinya ruang untuk mengisi oksigen ke dalam paru-parunya. "L- lepaskan! Aku kesulitan bernapas! Hah, hah, hah," pinta Miley saat memiliki ruang untuk bersuara dengan napasnya terengah-engah."Sayang ... aku tidak bisa menahannya lagi," desisnya memelas di sela napasnya yang masih memburu. Wajahnya juga tampak memerah menahan hasrat liarnya. Namun, segera dijawab sarkas. "Apa yang sudah kau lakukan?" berang Miley bergerak cepat menyambar selimut untuk menutupi tubuhnya, sesaat setelah menyadari tubuh bagian atasnya terpampang tanpa penutup. Wajahnya memerah antara merasa malu dan marah, tetapi tatapan nakal A
"Lepaskan! Sakit, Aland!" Miley meringis ketika kepalanya dengan sengaja diapit dikedua lutut kaki Aland. Suara berdengung keras terasa di gendang telinganya, rasanya kepalanya seperti akan meledak karena itu. Miley tidak berani mengangkat wajahnya, sebenarnya ia tahu apa yang direncanakan Aland, dengan mengapit kepalanya di sana. Ia yakin dengan mengangkat wajahnya saja, bibirnya akan bersentuhan dengan aset pribadi Aland."Arghh! Brengsek!" geram Aland mendorong Miley dengan lututnya.Miley terus menyurut mundur menjaga jarak dari Aland. Hatinya sedikit lega terlepas dari rasa takut dalam pikirannya tadi.Namun, pria itu kembali berjalan santai dengan tubuhnya yang masih bertelanjang bulat. Tanpa merasa risih kendati Miley terus menjauhkan pandangan dari aset pribadinya yang menegang itu. "Mungkin kau lebih menginginkan ini, Sayang?" kata Aland menyerempet dirinya yang mentok di sudut ruangan. Seraya menunjukkan botol kecil yang
Miley tidak lagi memikirkan Aland yang bisa saja merendahkannya karena itu. Rasa aneh itu terus berkejaran dalam dirinya, memaksanya ingin mengulang aktivitas mereka tadi."Miley!" hardik Aland memutar dengan menepis tangannya. "Jaga sikap murahanmu itu!" Aland mendorongnya ke belakang. "Aku tidak mau melihatmu bersikap begitu lagi!" Lagi marahnya menatapnya dengan kebencian."Apa yang salah? Kau bilang sudah biasa melakukannya? Sekarang kau tidak perlu mencekoki minumanku dengan obat tidurmu itu. Kau bisa melakukannya sekarang denganku." "Shit, aku bilang hentikan kegilaanmu itu, Gadis bodoh! Kau tahu Miley, saat ini aku tidak punya waktu berdebat denganmu!" Aland memunggunginya. "Segera tutupi tubuhmu itu!""Hahaa! Apa kau takut membuktikan ucapanmu tadi, Aland?" tantang Miley mendekat, dan berhenti saat mereka sudah berhadapan. Ia semakin berani mempermainkan dasi Aland di sela kerah kemejanya. Jemari lentiknya perlahan turun menye
"K- kita mau pindah hotel?" "Tidak, tapi kita pulang sekarang, Sayang," jawab Aland tanpa menolehMiley terbelalak mendengarnya. Bola matanya bergeser ke jam dinding. "Kenapa tidak menunggu besok pagi saja, Aland?""Kita harus meninggalkan hotel ini sebelum Jenny tiba kemari, Sayang.""Hahk! Untuk apa dia kemari?" "Untuk mencari tahu kalau kamu ada bersamaku saat ini. Jenny mengotot kalau kita sudah memiliki hubungan sebelum perceraian kami waktu itu.""Gila! Urusannya, kamu dengan siapa saat ini, apa? Bukankah dia sudah punya suami? Dia juga tidak ada urusan dengan siapa aku berhubungan dekat?" Miley tidak senang Jenny seolah ingin mengurusi kehidupannya saat ini. Padahal dulu ia diusir, hingga ia hidup melarat pun mamanya itu tidak mencarinya."Sudah selesai?" tanyanya memperhatikan Miley."Kenakan mantelmu, di luar sangat dingin."Miley mengangguk dan mengikutinya keluar. Di lantai bawah mereka tel
"Maafin aku," ucap Aland tidak menyangka rasa cintanya yang besar telah mengubah dirinya menjadi seorang monster bagi Miley. "Tidak perlu minta maaf. Aku cukup minta satu hal padamu," ujarnya, karena itu yang ia takutkan saat mereka tiba nanti. Ia bingung akan tinggal di mana nantinya. "Yah, apa itu?""Izinkan aku tetap tinggal di apartemen kemarin. Kamu bisa memotong uang sewanya dari gajiku nanti."Aland tersentak, hatinya teriris mendengar itu.Dia tidak menyangka Miley sampai kepikiran ke sana. Padahal dia sendiri yang membuang ponsel dan dompetnya, yang sebenarnya dia tahu cuma itu barang milik Miley. Aland tidak berhenti mengutuki dirinya hanya menyulitkan Miley karena rasa cintanya yang semakin menggila. Rasa takut kehilangannya membuatnya menjadi egois. Beruntung saat ini Miley masih sabar dengan sikap gilanya itu."Maaf, apartemen tempatmu itu sudah ditempati orang lain," dustanya hanya karena tidak ingin M
Melihat Miley kelepasan kontrol emosinya, Aland berusaha membujuknya. Sebenarnya pun dia tidak ingin menyakiti perasaan Miley, hanya dia tidak tahu mengungkapkan rasa cintanya."Miley, kita makan, yuk," ajak Aland merasa bersalah padanya. Miley berpura-pura tidak mendengar, pura-pura fokus dengan pekerjaannya. Sampai Aland harus beranjak untuk menghampirinya. Pria itu langsung memelukku dari belakang namun Miley bergeming. "Maafin aku, Sayang. Karena telepon dari Tommy tadi, aku lupa membawamu serapan," bisiknya meletakkan dagunya di bahu kanan Miley.Uhh, dia pikir dengan merayuku seperti ini hatiku luluh? Tidak. Rasa kesal ku jauh lebih besar dari rasa lapar. Lebih baik dia segera sadar yang hanya menyusahkan itu. Setidaknya memikirkan tempat tinggal ku nanti."Miley, ayolah.""Aku tidak lapar.""Oke, kita ke ---""Bisa berhenti menggangguku? Kau tidak lihat tumpukan pekerjaan ini? Siapa yang mengerjakannya
Hingga pukul enam sore, Miley masih menunggu Aland. Tetapi di dalam perusahaan hanya tinggal para petugas kebersihan yang tengah sibuk bersih-bersih. Ia berpindah tempat ke gerbang masuk, kebetulan di sana ada security bisa teman mengobrol."Kenapa belum pulang Non?" tanya security melihatnya duduk di kursi kayu panjang."Maaf, bisa saya menunggu teman di sini, Pak?" tanyanya lantas kembali berdiri, dan meminta izin dulu sebelum menghenyakkan duduknya lagi. Ia sendiri pun bingung teman siapa yang akan datang menjemputnya ke sana."Lho, kenapa tidak menunggu di rumah saja, Non? Ini juga sudah sore," ujar pria tersebut memperlihatkan jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Bukankah jam empat tadi semua pegawai sudah pulang. Kenapa Nona tidak ikut yang lain saja tadi?"Miley meneguk liur kesulitan, rumah mana? Setelah sejaman lebih menunggu Aland di ruangan, tapi gak kunjung datang. Ia ke pos security berniat meminjam uang namun tiba-ti
"Kamu tinggal di mana, Non?" tanya Theo melihat Miley tidak memberi alamat ke mana akan diantar. "Villa New Golden, ya.""Rumah Nyonya Jenny, 'kan? Kamu yakin ke sana, Non?" tanyanya memperlambat laju motornya, sesekali menoleh ke belakang seperti tidak yakin. Miley pun dibuat kebingungan menjawab. Ia tidak yakin bakal tinggal di sana, atau rumah itu sudah di jual. "S- sebenarnya aku, uhh, uhh," tangis Miley menjatuhkan kepalanya di punggung Theo. Percuma juga terus berpura-pura menutupi keadaannya, jujur saja lebih baik, mungkin Theo bisa membantunya."Kamu kenapa, Non?" tanya Theo kaget, dan menghentikan motor di sisi jalan.Dia pun turun melihat Miley yang masih sesenggukan. "Katakan ada apa, Non?" tanyanya menatap intens wajahnya yang kusut dan sembab."Sedari pagi aku belum makan," ucapnya merasa tidak perlu malu lagi mengatakan itu."Apa? Bukankah tadi pagi kamu dengan Tuan Aland tiba dari Jepang? Kenapa tidak ma