Miley tidak lagi memikirkan Aland yang bisa saja merendahkannya karena itu. Rasa aneh itu terus berkejaran dalam dirinya, memaksanya ingin mengulang aktivitas mereka tadi.
"Miley!" hardik Aland memutar dengan menepis tangannya. "Jaga sikap murahanmu itu!" Aland mendorongnya ke belakang. "Aku tidak mau melihatmu bersikap begitu lagi!" Lagi marahnya menatapnya dengan kebencian."Apa yang salah? Kau bilang sudah biasa melakukannya? Sekarang kau tidak perlu mencekoki minumanku dengan obat tidurmu itu. Kau bisa melakukannya sekarang denganku.""Shit, aku bilang hentikan kegilaanmu itu, Gadis bodoh! Kau tahu Miley, saat ini aku tidak punya waktu berdebat denganmu!" Aland memunggunginya. "Segera tutupi tubuhmu itu!""Hahaa! Apa kau takut membuktikan ucapanmu tadi, Aland?" tantang Miley mendekat, dan berhenti saat mereka sudah berhadapan. Ia semakin berani mempermainkan dasi Aland di sela kerah kemejanya.Jemari lentiknya perlahan turun menye"K- kita mau pindah hotel?" "Tidak, tapi kita pulang sekarang, Sayang," jawab Aland tanpa menolehMiley terbelalak mendengarnya. Bola matanya bergeser ke jam dinding. "Kenapa tidak menunggu besok pagi saja, Aland?""Kita harus meninggalkan hotel ini sebelum Jenny tiba kemari, Sayang.""Hahk! Untuk apa dia kemari?" "Untuk mencari tahu kalau kamu ada bersamaku saat ini. Jenny mengotot kalau kita sudah memiliki hubungan sebelum perceraian kami waktu itu.""Gila! Urusannya, kamu dengan siapa saat ini, apa? Bukankah dia sudah punya suami? Dia juga tidak ada urusan dengan siapa aku berhubungan dekat?" Miley tidak senang Jenny seolah ingin mengurusi kehidupannya saat ini. Padahal dulu ia diusir, hingga ia hidup melarat pun mamanya itu tidak mencarinya."Sudah selesai?" tanyanya memperhatikan Miley."Kenakan mantelmu, di luar sangat dingin."Miley mengangguk dan mengikutinya keluar. Di lantai bawah mereka tel
"Maafin aku," ucap Aland tidak menyangka rasa cintanya yang besar telah mengubah dirinya menjadi seorang monster bagi Miley. "Tidak perlu minta maaf. Aku cukup minta satu hal padamu," ujarnya, karena itu yang ia takutkan saat mereka tiba nanti. Ia bingung akan tinggal di mana nantinya. "Yah, apa itu?""Izinkan aku tetap tinggal di apartemen kemarin. Kamu bisa memotong uang sewanya dari gajiku nanti."Aland tersentak, hatinya teriris mendengar itu.Dia tidak menyangka Miley sampai kepikiran ke sana. Padahal dia sendiri yang membuang ponsel dan dompetnya, yang sebenarnya dia tahu cuma itu barang milik Miley. Aland tidak berhenti mengutuki dirinya hanya menyulitkan Miley karena rasa cintanya yang semakin menggila. Rasa takut kehilangannya membuatnya menjadi egois. Beruntung saat ini Miley masih sabar dengan sikap gilanya itu."Maaf, apartemen tempatmu itu sudah ditempati orang lain," dustanya hanya karena tidak ingin M
Melihat Miley kelepasan kontrol emosinya, Aland berusaha membujuknya. Sebenarnya pun dia tidak ingin menyakiti perasaan Miley, hanya dia tidak tahu mengungkapkan rasa cintanya."Miley, kita makan, yuk," ajak Aland merasa bersalah padanya. Miley berpura-pura tidak mendengar, pura-pura fokus dengan pekerjaannya. Sampai Aland harus beranjak untuk menghampirinya. Pria itu langsung memelukku dari belakang namun Miley bergeming. "Maafin aku, Sayang. Karena telepon dari Tommy tadi, aku lupa membawamu serapan," bisiknya meletakkan dagunya di bahu kanan Miley.Uhh, dia pikir dengan merayuku seperti ini hatiku luluh? Tidak. Rasa kesal ku jauh lebih besar dari rasa lapar. Lebih baik dia segera sadar yang hanya menyusahkan itu. Setidaknya memikirkan tempat tinggal ku nanti."Miley, ayolah.""Aku tidak lapar.""Oke, kita ke ---""Bisa berhenti menggangguku? Kau tidak lihat tumpukan pekerjaan ini? Siapa yang mengerjakannya
Hingga pukul enam sore, Miley masih menunggu Aland. Tetapi di dalam perusahaan hanya tinggal para petugas kebersihan yang tengah sibuk bersih-bersih. Ia berpindah tempat ke gerbang masuk, kebetulan di sana ada security bisa teman mengobrol."Kenapa belum pulang Non?" tanya security melihatnya duduk di kursi kayu panjang."Maaf, bisa saya menunggu teman di sini, Pak?" tanyanya lantas kembali berdiri, dan meminta izin dulu sebelum menghenyakkan duduknya lagi. Ia sendiri pun bingung teman siapa yang akan datang menjemputnya ke sana."Lho, kenapa tidak menunggu di rumah saja, Non? Ini juga sudah sore," ujar pria tersebut memperlihatkan jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Bukankah jam empat tadi semua pegawai sudah pulang. Kenapa Nona tidak ikut yang lain saja tadi?"Miley meneguk liur kesulitan, rumah mana? Setelah sejaman lebih menunggu Aland di ruangan, tapi gak kunjung datang. Ia ke pos security berniat meminjam uang namun tiba-ti
"Kamu tinggal di mana, Non?" tanya Theo melihat Miley tidak memberi alamat ke mana akan diantar. "Villa New Golden, ya.""Rumah Nyonya Jenny, 'kan? Kamu yakin ke sana, Non?" tanyanya memperlambat laju motornya, sesekali menoleh ke belakang seperti tidak yakin. Miley pun dibuat kebingungan menjawab. Ia tidak yakin bakal tinggal di sana, atau rumah itu sudah di jual. "S- sebenarnya aku, uhh, uhh," tangis Miley menjatuhkan kepalanya di punggung Theo. Percuma juga terus berpura-pura menutupi keadaannya, jujur saja lebih baik, mungkin Theo bisa membantunya."Kamu kenapa, Non?" tanya Theo kaget, dan menghentikan motor di sisi jalan.Dia pun turun melihat Miley yang masih sesenggukan. "Katakan ada apa, Non?" tanyanya menatap intens wajahnya yang kusut dan sembab."Sedari pagi aku belum makan," ucapnya merasa tidak perlu malu lagi mengatakan itu."Apa? Bukankah tadi pagi kamu dengan Tuan Aland tiba dari Jepang? Kenapa tidak ma
Mendengar itu Theo ternganga, hatinya benar-benar teriris pilu hanya mendengarnya saja. Dia juga kaget ternyata sikap buruk Aland belum sepenuhnya hilang. "Apa Tuan Aland menyakitimu, Miley?" tanyanya menyentuh lembut bahu Miley, untuk menenangkannya yang tiba-tiba histeris."Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya lagi, Theo. Tapi aku bisa bertanya?" tanyanya menaikkan pandangannya pada Theo."Yah, tanyakan saja, Miley.""Apa kamu tahu apa yang dilakukan Aland sebelum membawaku ke Jepang?" tanyanya mengorek kejujuran Theo. Karena terakhir ia ingat Aland bersama Theo masuk ke dalam lift. "Terakhir di ingatanku ada di dalam lift bersamamu dan Aland." Theo terlihat mencacau lantas membuang wajahnya, dia takut Miley menuduhnya. Diawal, dia juga sudah melarang Aland melakukan itu, tapi Tuan Muda mereka itu mengotot dan mengancamnya. Dia pun hanya bisa mengikuti semua perintahnya. "Aku tidak tahu," jawabnya menjauhkan muka menghindari Miley.
Miley tidak menyahutinya. Ia segera menyibukkan diri di meja kerjanya. Rasa kesalnya kepada Aland juga masih belum hilang."Apa kau tuli, hakh? Kau tahu tidak, siapa yang sedang bicara, Miley?" Aland semakin berang saja. Di beberapa menit yang lalu, ia telah memikirkan cara elegan untuk meminta maaf. Tapi setelah berhadapan dengan Miley, sikap dengan isi kepalanya mendadak berubah.Apa? Siapa yang bicara? Pria yang tidak punya hati. Harusnya dia memikirkan dirinya yang tidak bertanggung jawab itu. Kalau bukan karena butuh uang, ditambah juga kehilangan semua berkas-berkas pentingnya, lebih baik melarikan diri saja.Miley tidak terusik dengan ocehan-ocehan pedas Aland itu, meski kemungkinan Aland semakin bertambah marah atau mengancam akan memecatnya. Yah, itu yang ia tunggu. Setidaknya mendapat pesangon.Melihat Miley bergeming, tidak juga menyahutinya. Aland menghampirinya dengan wajah bak kepiting rebus karena kesalnya. "Miley! Di mana kau tidur
"Wah, benar-benar hebat!" Aland tepuk tangan mengitari Miley yang menatapnya garang. "Yah, kamu bekerja untukku, dan harus menuruti semua perintahku. Bukankah itu janjimu beberapa menit lalu, Miley!""Yahh, apa kamu sudah memenuhi kewajibanmu sebagai pimpinan? Kau bukan pimpinan tapi pencuri, psikopat, pria gila!""Hahkk! Beraninya kau ---""Stop! Yang terhormat Tuan Aland Halton, di mana ada seorang pimpinan mencuri uang dan ponsel sekretaris pribadinya? Mencekoki minumannya dengan obat tidur dalam dosis tinggi? Membawanya alasan urusan kerja di luar negeri tapi menyiksanya? Mencuri barang-barangnya? Lalu, memaksanya harus mau menjadi kekasihnya?" geram Miley memotong ucapan Aland."Miley, ini bukan sekedar antara pimpinan dan sekretaris pribadi! Kau juga tahu aku sangat mencintaimu!" ucap Aland tidak bisa menahan rasa dalam hatinya."Haha! Sangat miris nasib gadis yang menjadi kekasih Anda nanti, Tuan Aland Halton."