Aland membatu. Pertanyaannya tadi sama saja membunuh dirinya. "Eh, m- maksudnya apa ada orang yang tahu kamu bekerja padaku?"
Miley menggeleng lemah. Selama ini ia menyembunyikan lamaran kerjanya ke perusahaan Aland Corp dari teman-temannya. Ia malu karena modal nekat saja menjatuhkan lamarannya ke sana- yang kebetulan menawarkan gaji yang fantastis.Ia malu berkali-kali gagal diterima di perusahaan lain. Juga ia tidak yakin akan diterima bekerja di perusahaan Aland Corp, karena sama sekali tidak berpengalaman sebagai sekretaris pribadi."Kekasihmu mungkin?" tanya Aland menaikkan alisnya, bukan seperti bertanya tapi lebih ingin menyelidiki kehidupan pribadi Miley."Aku tidak punya kekasih," jawab Miley memang selalu miris dalam masalah percintaan."Ohh, benarkah?"Melihat hanya Miley mengangguk, Aland tersenyum manis. Tapi Miley tidak peduli Aland akan mengejeknya karena itu.Miley mengikuti Aland masuk ke sebuah restoran, ia juga tidak menolak saat Aland merangkul mesra pundaknya. Karena memang udara di luar masih sangat dingin."Duduklah," kata Aland menarik kursi untuknya.Di meja yang sama tampak seorang pria muda dan gagah, mengenakan pakaian seragam yang sama dengan pengawal pribadi di perusahaan Aland. Sepertinya sedang menunggu kedatangan mereka.Miley respek dengan sikap hormat pria itu padanya yang cuma seorang sekretaris pribadi Aland. Ia sungkan dengan perlakuan itu, iapun ingin membalas hormat pria tersebut dengan membungkukkan badan."Duduk saja, Sayang," bisik Aland menahan Miley. "Dia hanya pengawal, dia wajib menghormatimu. Jadi, tidak perlu sungkan atau membalasnya."Miley meneguk liur, tapi tidak berani membantah, dan menurut duduk kembali. Ia pasrah tangan Aland melingkar mesra di pinggangnya. Mungkin sudah kebiasaannya selalu bersikap seperti itu kepada sekretaris pribadinya."Kamu yakin Jenny sudah meninggalkan kota ini?" tanya Aland menatap pria di depannya."Iya, Tuan. Aku mengikutinya sampai bandara tadi. Tapi aku juga belum menerima informasi apapun dari Tommy, Tuan. Mereka di sana juga masih menyelidikinya.""Apa Jenny mengatakan sesuatu padamu?" tanya Aland mengingat pertemuannya dengan mantan istri kontraknya tadi kurang baik."Iya, dia marah besar, Tuan. Katanya akan mengerahkan para pengawal mencari nona Miley."Kata itu mengusik Miley yang sedari tadi hanya pendengar saja. Belum sempat bertanya apa maksudnya, pria yang bernama Alex itu melanjutkan ucapannya."Aku rasa Anda harus bergerak cepat menemukan nona Miley, sebelum suruhan Jenny menemukannya, Tuan."Kini kedua bola matanya membulat sempurna. Ia kaget karena Benjamin ternyata tidak mengenalinya. Miley menaikkan pandangannya kepada Aland, pria itu tampak serius berbicara dengan Alex. Bahkan tidak berniat memperkenalkan dirinya kepada Alex."Iya, aku akan melakukannya. Apa Jenny mengatakan hal lain?" selidik Aland. Ia juga takut dengan ancaman Jenny yang tidak main-main tadi."Iya, Tuan. Dia mengancam akan membongkar pernikahan kontrak kalian selama ini.""Sial! Sudah kuduga dia akan melakukan itu!" geram Aland menggebrak meja. "Apa Daddy sudah mengetahuinya?" tanyanya tahu yang akan terjadi, jika berita murahan itu sampai ke telinga Tuan Daniel Halton."Untungnya belum, Tuan.""Tugasmu tetap menjaga rahasia ini jangan sampai ke telinga Daddy. Ingat ! Namaku jangan sampai tercoret dari ahli waris keluarga Halton. Aku akan membicarakan ini dengan Jenny nanti.""Baik, Tuan. Besok aku pulang dan menginfokan ini kepada pengawal lain.""Yahh, katakan juga pada Daddy setelah urusan di sini selesai, aku segera pulang."Alex mengangguk. Setelah membungkuk hormat, dia pun pergi. Namun, hanya beberapa detik berselang, seorang pria berpakaian yang sama dengan Alex tadi menghampiri meja mereka."Duduklah," titah Aland.Miley menyempatkan diri melirik pria yang duduk berhadapan dengan Aland itu. Dari pembicaraan yang ia tangkap dari Alex tadi, Jenny sepertinya marah kepada Aland sampai berani mengancamnya."Dari info yang kami dapat, perusahaan Jenny telah dikuasai Jason, Tuan. Apa perlu menyelidikinya juga, Tuan?"'Jason?' batin Miley. Itu nama pamannya. 'Apa hubungan Jenny dengan pria jahat itu lagi?' geramnya dalam hati.Ia masih ingat keserakahan, dan kesadisan Jason- adik kandung ayahnya itu setelah kematian ayahnya. Ia dan Jenny diusir dari rumah mereka. Bukan hanya itu perusahaan ayahnya juga di rampas oleh Jason.Ia harus banting tulang bekerja karena disaat itu Jenny juga tidak bekerja. Ia nekat bekerja ke Jepang. Bertahun hanya mengumpulkan uang agar bisa membangun perusahaan untuk mamanya. Tapi ia harus kecewa di kepulangannya, mengetahui Jenny telah menikah lagi dengan Aland."Kita pulang, yuk," ajak Aland mengguncang pelan bahunya.Miley yang larut dalam pikirannya itu tersentak kaget. "Eh, iya," sahutnya segera berdiri, pengawal tadi itupun sudah tidak ada di sana.Miley memperhatikan Aland yang mendadak bisu, juga tidak mendengar ocehannya sampai mereka tiba di mobil. Ia tidak fokus mendengar percakapan Aland dengan pengawal terakhir tadi. Tapi, ia yakin percakapannya dengan pengawal terakhir itulah yang membuatnya berubah."Kamu tidak apa-apa?" tanya Miley merangkul lengan Aland dan menjatuhkan kepala mesra di bahu kekarnya. Melihatnya seperti itu hatinya terasa sedih.***Aland mengulum senyum. "Aku baik-baik saja, Miley! Tidak perlu khawatir." Miley menikmati sentuhan lembut tangannya di lengan berbulu halus Aland, perasaannya begitu mudah berubah-ubah. Entah bagaimana perasaannya bisa begitu peka hanya dengan kulit tangannya yang bersentuhan kulit tangan pria- yang ia katai psikopat, pria gila, dan buaya itu."Tentang Jenny tadi?" tanya Miley mulai berani mempermainkan jemari lentiknya di bulu-bulu halus yang menutupi kulit tangan kekar Aland."Tidak ada apa-apa, Sayang. Mungkin Jenny hanya salah paham saja." Sepertinya, Aland masih peduli pada Jenny. Padahal tadi ia juga mendengar jelas, Jenny tengah mengancam Aland dari pengakuan kedua pengawal tadi. Apa dia masih menyimpan perasaan sama Jenny? Tiba-tiba saja hatinya terasa dongkol dengan rasa campur aduk yang sulit ia gambarkan.Sepanjang perjalanan Miley banyak membisu. Aland juga seolah larut dengan pikirannya. "Apa kamu ingin sesuatu sebelum pulang?" tanya Aland tanpa melepas pandangannya da
Bukannya menjawab. Bibirnya yang sibuk memberikan kecupan di kedua pipi Miley, bergerak cepat menerkam bibir merah jambunya, lantas menguncinya. Miley dengan kesadaran masih separuh itu, antara masih dalam mimpi atau terbangun dari tidur. Empot-empotan sampai kesulitan bernapas. Ia memukul-mukul dada Aland agar pria nakal itu memberinya ruang untuk mengisi oksigen ke dalam paru-parunya. "L- lepaskan! Aku kesulitan bernapas! Hah, hah, hah," pinta Miley saat memiliki ruang untuk bersuara dengan napasnya terengah-engah."Sayang ... aku tidak bisa menahannya lagi," desisnya memelas di sela napasnya yang masih memburu. Wajahnya juga tampak memerah menahan hasrat liarnya. Namun, segera dijawab sarkas. "Apa yang sudah kau lakukan?" berang Miley bergerak cepat menyambar selimut untuk menutupi tubuhnya, sesaat setelah menyadari tubuh bagian atasnya terpampang tanpa penutup. Wajahnya memerah antara merasa malu dan marah, tetapi tatapan nakal A
"Lepaskan! Sakit, Aland!" Miley meringis ketika kepalanya dengan sengaja diapit dikedua lutut kaki Aland. Suara berdengung keras terasa di gendang telinganya, rasanya kepalanya seperti akan meledak karena itu. Miley tidak berani mengangkat wajahnya, sebenarnya ia tahu apa yang direncanakan Aland, dengan mengapit kepalanya di sana. Ia yakin dengan mengangkat wajahnya saja, bibirnya akan bersentuhan dengan aset pribadi Aland."Arghh! Brengsek!" geram Aland mendorong Miley dengan lututnya.Miley terus menyurut mundur menjaga jarak dari Aland. Hatinya sedikit lega terlepas dari rasa takut dalam pikirannya tadi.Namun, pria itu kembali berjalan santai dengan tubuhnya yang masih bertelanjang bulat. Tanpa merasa risih kendati Miley terus menjauhkan pandangan dari aset pribadinya yang menegang itu. "Mungkin kau lebih menginginkan ini, Sayang?" kata Aland menyerempet dirinya yang mentok di sudut ruangan. Seraya menunjukkan botol kecil yang
Miley tidak lagi memikirkan Aland yang bisa saja merendahkannya karena itu. Rasa aneh itu terus berkejaran dalam dirinya, memaksanya ingin mengulang aktivitas mereka tadi."Miley!" hardik Aland memutar dengan menepis tangannya. "Jaga sikap murahanmu itu!" Aland mendorongnya ke belakang. "Aku tidak mau melihatmu bersikap begitu lagi!" Lagi marahnya menatapnya dengan kebencian."Apa yang salah? Kau bilang sudah biasa melakukannya? Sekarang kau tidak perlu mencekoki minumanku dengan obat tidurmu itu. Kau bisa melakukannya sekarang denganku." "Shit, aku bilang hentikan kegilaanmu itu, Gadis bodoh! Kau tahu Miley, saat ini aku tidak punya waktu berdebat denganmu!" Aland memunggunginya. "Segera tutupi tubuhmu itu!""Hahaa! Apa kau takut membuktikan ucapanmu tadi, Aland?" tantang Miley mendekat, dan berhenti saat mereka sudah berhadapan. Ia semakin berani mempermainkan dasi Aland di sela kerah kemejanya. Jemari lentiknya perlahan turun menye
"K- kita mau pindah hotel?" "Tidak, tapi kita pulang sekarang, Sayang," jawab Aland tanpa menolehMiley terbelalak mendengarnya. Bola matanya bergeser ke jam dinding. "Kenapa tidak menunggu besok pagi saja, Aland?""Kita harus meninggalkan hotel ini sebelum Jenny tiba kemari, Sayang.""Hahk! Untuk apa dia kemari?" "Untuk mencari tahu kalau kamu ada bersamaku saat ini. Jenny mengotot kalau kita sudah memiliki hubungan sebelum perceraian kami waktu itu.""Gila! Urusannya, kamu dengan siapa saat ini, apa? Bukankah dia sudah punya suami? Dia juga tidak ada urusan dengan siapa aku berhubungan dekat?" Miley tidak senang Jenny seolah ingin mengurusi kehidupannya saat ini. Padahal dulu ia diusir, hingga ia hidup melarat pun mamanya itu tidak mencarinya."Sudah selesai?" tanyanya memperhatikan Miley."Kenakan mantelmu, di luar sangat dingin."Miley mengangguk dan mengikutinya keluar. Di lantai bawah mereka tel
"Maafin aku," ucap Aland tidak menyangka rasa cintanya yang besar telah mengubah dirinya menjadi seorang monster bagi Miley. "Tidak perlu minta maaf. Aku cukup minta satu hal padamu," ujarnya, karena itu yang ia takutkan saat mereka tiba nanti. Ia bingung akan tinggal di mana nantinya. "Yah, apa itu?""Izinkan aku tetap tinggal di apartemen kemarin. Kamu bisa memotong uang sewanya dari gajiku nanti."Aland tersentak, hatinya teriris mendengar itu.Dia tidak menyangka Miley sampai kepikiran ke sana. Padahal dia sendiri yang membuang ponsel dan dompetnya, yang sebenarnya dia tahu cuma itu barang milik Miley. Aland tidak berhenti mengutuki dirinya hanya menyulitkan Miley karena rasa cintanya yang semakin menggila. Rasa takut kehilangannya membuatnya menjadi egois. Beruntung saat ini Miley masih sabar dengan sikap gilanya itu."Maaf, apartemen tempatmu itu sudah ditempati orang lain," dustanya hanya karena tidak ingin M
Melihat Miley kelepasan kontrol emosinya, Aland berusaha membujuknya. Sebenarnya pun dia tidak ingin menyakiti perasaan Miley, hanya dia tidak tahu mengungkapkan rasa cintanya."Miley, kita makan, yuk," ajak Aland merasa bersalah padanya. Miley berpura-pura tidak mendengar, pura-pura fokus dengan pekerjaannya. Sampai Aland harus beranjak untuk menghampirinya. Pria itu langsung memelukku dari belakang namun Miley bergeming. "Maafin aku, Sayang. Karena telepon dari Tommy tadi, aku lupa membawamu serapan," bisiknya meletakkan dagunya di bahu kanan Miley.Uhh, dia pikir dengan merayuku seperti ini hatiku luluh? Tidak. Rasa kesal ku jauh lebih besar dari rasa lapar. Lebih baik dia segera sadar yang hanya menyusahkan itu. Setidaknya memikirkan tempat tinggal ku nanti."Miley, ayolah.""Aku tidak lapar.""Oke, kita ke ---""Bisa berhenti menggangguku? Kau tidak lihat tumpukan pekerjaan ini? Siapa yang mengerjakannya
Hingga pukul enam sore, Miley masih menunggu Aland. Tetapi di dalam perusahaan hanya tinggal para petugas kebersihan yang tengah sibuk bersih-bersih. Ia berpindah tempat ke gerbang masuk, kebetulan di sana ada security bisa teman mengobrol."Kenapa belum pulang Non?" tanya security melihatnya duduk di kursi kayu panjang."Maaf, bisa saya menunggu teman di sini, Pak?" tanyanya lantas kembali berdiri, dan meminta izin dulu sebelum menghenyakkan duduknya lagi. Ia sendiri pun bingung teman siapa yang akan datang menjemputnya ke sana."Lho, kenapa tidak menunggu di rumah saja, Non? Ini juga sudah sore," ujar pria tersebut memperlihatkan jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Bukankah jam empat tadi semua pegawai sudah pulang. Kenapa Nona tidak ikut yang lain saja tadi?"Miley meneguk liur kesulitan, rumah mana? Setelah sejaman lebih menunggu Aland di ruangan, tapi gak kunjung datang. Ia ke pos security berniat meminjam uang namun tiba-ti