Namun, ia tidak mendengar jawaban apapun. Pria yang mendadak dingin itu membuka pintu mobil cepat dan mendorongnya kasar. Tubuh mungilnya pun terjungkal, dan kepalanya terbentur keras ke dashboard mobil.
"Aduhh, ahh ..." Miley meringis sambil memegangi puncak kepalanya. Sedetik saja lengah melindungi puncak kepalanya tadi, ia pastikan kepalanya sudah bocor, merasakan kuatnya dorongan Aland.Melihat Aland tidak peduli atau bertanya apapun, Miley tidak berhenti memakinya dalam hati. Seharusnya ia membiarkan itu tadi terjadi, seenggaknya ia bisa meminta kompensasi dari Aland. Setidaknya bisa ongkosnya pulang, atau melarikan diri saja."Aku cuma bertanya, kalau kau tidak suka, tinggal diam saja. Bukan menyakitiku begini!""Diam! Aku tidak menyuruhmu bicara!""Hakh! Apa maumu sekarang?" tantang Miley mencari-cari perdebatan."Kau duduk diam di situ, itu sudah cukup!"Kalau aku tidak mau, kenapa? Kau mau menghukum ku seperti sebelumnya? Lalu, membawaku ke mana pun kau suka! Begitu?"Miley kelepasan kontrol, ia tidak lagi bisa menahan emosi. Apalagi Aland seolah terbiasa menyiksanya.Aland membungkuk ke depan memandang rendah padanya yang lantas bergeser duduk, sesaat setelah melihat senyum smirknya. Sembari menaikkan salah satu alisnya dengan bibirnya mengerucut terus merendahkannya.Miley tersadar, tidak ada gunanya juga bicara padanya, Pria itu tidak lebih dari seorang yang hilang waras. 'Arghhh, brengsek!' umpat Miley dalam hati. Kalau bukan karena membutuhkannya saat ini, Miley sudah membunuhnya mungkin."Bisa tidak, sekali saja tidak membangkang?!" tanya Aland datar mengubah mimik wajahnya.Sikap dingin Aland yang seperti itu membuat jantungnya terhenti. Ia menyurut mundur hingga punggungnya membentur pintu sisi lain mobil. Tapi Aland segera menarik tangannya dengan menyentak sekuatnya. Miley menjerit merasakan sakit yang tidak biasa, bahkan bisa mendengar bunyi tulangnya seperti terlepas dari sendinya."Keparat, sakit," erangnya refleks menggosok-gosok persendian lengannya.Tapi bukannya menanyakan dirinya yang sakit, Aland mengambil tas yang terjatuh di samping kakinya saat mendorong Miley tadi, dan melemparkannya asal ke dalam mobil. Aland tidak peduli lemparan tas itu mengenai tulang rusuk Miley yang masih sibuk mengelus-elus lengannya."Ahh!" jerit Miley meringis kesakitan merasakan sakit di tulang rusuknya yang seperti terpatah. "Aduh, sakit." Sampai-sampai tubuhnya berputar-putar gelisah karena sakitnya.Miley menatap Aland, menunggu respon darinya untuk meminta maaf, tapi melihatnya santai dan tidak merasa bersalah, kali ini kesabarannya sudah habis. Dengan gusar Miley turun, ingin tahu apa alasan Aland selalu bersikap kasar dan terus menyakitinya.Namun, baru saja mengangkat wajahnya, ia melihat Aland terpaku di sisi pintu mobil dengan tatapan matanya fokus pada sosok yang baru saja keluar dari lift.Miley penasaran, mengikuti pandangan mata Aland.."M- mama?" desisnya kaget bukan main, jantungnya berhenti berdetak. Ia tidak percaya akan bertemu dengan Jenny di sana.Setelah sekian tahun tak pernah melihatnya lagi, tapi saat ini Jenny datang ke sana. Atau mungkin mamanya itu tahu ia ada di sana. "Aku harus keluar dan menanyakannya," ucap Miley memang harus bicara dengan Jenny.Tapi baru saja menggeser duduknya, "Masuk!" titah Aland merapat ke pintu mobil. Seolah melindungi Miley di dalam mobil dari Jenny yang berjalan ke arah mereka.Entah apa yang membuat Miley hanya menurut saja tetap di dalam mobil. Tidak menolak ketika Aland menutup pintu mobil.Setelah berpikir lagi, ia juga belum siap bertemu dengan mamanya setelah bertahun hubungan mereka tidak baik. Namun, kehadiran Jenny di sana masih membuatnya penasaran.Dengan leluasa ia memperhatikan Jenny dari dalam mobil, tapi ia tidak melihat suami baru mamanya itu.Miley semakin penasaran pertemuan Aland dengan Jenny yang ia rasa ganjil itu. Karena Jenny datang tidak bersama suaminya, padahal Aland itu mantan suaminya. Yah, meski suami kontrak tetap saja mereka pernah dekat."Mana janjimu, Aland?" tanya Jenny menyandarkan punggungnya di badan mobil. Miley penasaran apa yang di bicarakan keduanya, ia menguping dengan menempelkan telinganya di kaca mobil yang gelap."Kamu tentu tahu aku tidak pernah berjanji apapun padamu, Jenny.""Hahaa, jangan berbohong, Aland. Kamu menyembunyikannya, kan?" tuduh Jenny merapat kepada Aland, tapi pria itu segera mengelak untuk menghindar. "Kau berani menipuku, Aland?"Menipumu? Kamu salah paham Jenny!"Melihat sikap Jenny itu Miley gusar sendiri. "Dasar nenek tua! Sudah tua dan punya suami baru, masih saja genit," geramnya seolah tidak terima seseorang menyentuh Aland."Bahkan aku tidak pernah bertemu dengannya, Jenny. Kamu juga tahu Miley sangat membenciku selama ini, bagaimana bisa aku menyembunyikannya? Alih-alih menuduhku memiliki hubungan dengannya! Aku tidak seperti yang kamu tuduhkan itu!"Miley terkejut, karena pertemuan keduanya ada kaitannya dengan dirinya. Ia tidak tahu apa yang diperdebatkan mereka berdua dari dirinya. Ia semakin yakin sikap kasar Aland selama ini ada kaitannya dengan Jenny. Mungkin dendam."Gila! Apa mereka membuatku jadi pelampiasan dendamnya?" Miley tidak bisa terima jika itu benar.Mengetahui Jenny ke sana untuk mencarinya pada Aland, harusnya itu kesempatannya bisa lepas dari Aland. Tapi entah mengapa, Miley hanya diam menunggu di dalam mobil, dan menurut saja dengan Aland.Alasan belum siap bertemu dengan Jenny. Tapi ... bagaimana dengan sikap kasar Aland? Ia bahkan tidak bisa menjamin Aland tidak menyakitinya lagi, sementara saat ini tubuhnya masih terasa sangat sakit karena sikap kasar Aland.Sekarang ia hanya perlu menunjukkan wajahnya pada Jenny dan meminta maaf. Menceritakan bagaimana Aland menyakitinya. Lalu, meminta uangnya untuk ongkos pulang."Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Aland menyentakkan lamunannya.Miley tersadar sedari tadi hanya merenung sampai Aland masuk pun tidak tahu.Miley tidak ingin menyia-nyiakan rencana yang ia susun di otaknya, segera keluar dari mobil untuk mencari Jenny.***"Mam, Mam!" panggilnya mencari Jenny di sekitar parkiran mobil. Namun, Jenny sudah tidak ada di sana. "Untuk apa berlarian seperti orang gila di situ?" teriak Aland berdiri berkacak pinggang, wajahnya tampak mengeras."Orang gila? Kau yang gila! Apa yang sudah kau rencanakan padaku, hakh? Kau pikir aku tidak mendengar semua percakapanmu dengannya tadi?" sahut Miley berteriak dari jarak mereka yang tidak dekat. Suara teriakan keduanya menggaung dari pantulan bunyi suara di dinding basemen yang tertutup."Hahaa, lucu sekali, Sayang. Tapi kenapa tadi kau diam saja di dalam mobil?" ejek Aland mendekati Miley yang gusar di balik salah satu mobil mewahnya, lalu, berhenti nyaris tidak berjarak dengannya. Aland merentangkan kedua tangannya di mobil tempat Miley menyandar, hingga gadis itu terkurung di kedua tangannya. "Kenapa tidak bisa menjawab, Sayang? Apa kau begitu cinta padaku hingga mamamu saja kau abaikan?""Tutup mulutmu itu!" berangn
Aland gugup, tidak tahu harus menjawab apa pada Miley. Bahkan dia sendiri juga sempat kaget ketika Jenny tiba-tiba menelepon sudah ada di Jepang, dan ingin bertemu dengannya.Memang sebelum mereka bercerai, Aland pernah berjanji kepadanya untuk mencari keberadaan Miley. Dan, setelah dia bertemu dengan Miley, dia pun seolah lupa janjinya dulu kepada Jenny.Rasa rindu dan cintanya kepada Miley yang semakin besar, membuatnya melakukan segala cara untuk membuat Miley tetap bersamanya. Dia bahkan berjanji tidak akan pernah melepas Miley lagi. "Aku tidak menyuruhnya kemari, Sayang."Siapa juga yang bisa percaya itu. Miley bisa melihat sendiri pertemuan Aland dan Jenny tadi bukan cuma kebetulan, tapi sudah di rencanakan. Bukankah Jenny mendatangi rumah Aland?"Tunggu, tadi kamu bilang itu rumahmu?" tanya Miley penuh selidik. Dan dijawab anggukan cepat dari Aland. "Lalu, kenapa selama ini kau membawaku tinggal di hotel?" Lagi tanyanya merasa aneh saja harus menginap di hotel padahal punya rum
Aland membatu. Pertanyaannya tadi sama saja membunuh dirinya. "Eh, m- maksudnya apa ada orang yang tahu kamu bekerja padaku?"Miley menggeleng lemah. Selama ini ia menyembunyikan lamaran kerjanya ke perusahaan Aland Corp dari teman-temannya. Ia malu karena modal nekat saja menjatuhkan lamarannya ke sana- yang kebetulan menawarkan gaji yang fantastis.Ia malu berkali-kali gagal diterima di perusahaan lain. Juga ia tidak yakin akan diterima bekerja di perusahaan Aland Corp, karena sama sekali tidak berpengalaman sebagai sekretaris pribadi."Kekasihmu mungkin?" tanya Aland menaikkan alisnya, bukan seperti bertanya tapi lebih ingin menyelidiki kehidupan pribadi Miley."Aku tidak punya kekasih," jawab Miley memang selalu miris dalam masalah percintaan. "Ohh, benarkah?" Melihat hanya Miley mengangguk, Aland tersenyum manis. Tapi Miley tidak peduli Aland akan mengejeknya karena itu. Miley mengikuti Aland masuk ke sebuah restoran, ia juga tidak menolak saat Aland merangkul mesra pundaknya.
Aland mengulum senyum. "Aku baik-baik saja, Miley! Tidak perlu khawatir." Miley menikmati sentuhan lembut tangannya di lengan berbulu halus Aland, perasaannya begitu mudah berubah-ubah. Entah bagaimana perasaannya bisa begitu peka hanya dengan kulit tangannya yang bersentuhan kulit tangan pria- yang ia katai psikopat, pria gila, dan buaya itu."Tentang Jenny tadi?" tanya Miley mulai berani mempermainkan jemari lentiknya di bulu-bulu halus yang menutupi kulit tangan kekar Aland."Tidak ada apa-apa, Sayang. Mungkin Jenny hanya salah paham saja." Sepertinya, Aland masih peduli pada Jenny. Padahal tadi ia juga mendengar jelas, Jenny tengah mengancam Aland dari pengakuan kedua pengawal tadi. Apa dia masih menyimpan perasaan sama Jenny? Tiba-tiba saja hatinya terasa dongkol dengan rasa campur aduk yang sulit ia gambarkan.Sepanjang perjalanan Miley banyak membisu. Aland juga seolah larut dengan pikirannya. "Apa kamu ingin sesuatu sebelum pulang?" tanya Aland tanpa melepas pandangannya da
Bukannya menjawab. Bibirnya yang sibuk memberikan kecupan di kedua pipi Miley, bergerak cepat menerkam bibir merah jambunya, lantas menguncinya. Miley dengan kesadaran masih separuh itu, antara masih dalam mimpi atau terbangun dari tidur. Empot-empotan sampai kesulitan bernapas. Ia memukul-mukul dada Aland agar pria nakal itu memberinya ruang untuk mengisi oksigen ke dalam paru-parunya. "L- lepaskan! Aku kesulitan bernapas! Hah, hah, hah," pinta Miley saat memiliki ruang untuk bersuara dengan napasnya terengah-engah."Sayang ... aku tidak bisa menahannya lagi," desisnya memelas di sela napasnya yang masih memburu. Wajahnya juga tampak memerah menahan hasrat liarnya. Namun, segera dijawab sarkas. "Apa yang sudah kau lakukan?" berang Miley bergerak cepat menyambar selimut untuk menutupi tubuhnya, sesaat setelah menyadari tubuh bagian atasnya terpampang tanpa penutup. Wajahnya memerah antara merasa malu dan marah, tetapi tatapan nakal A
"Lepaskan! Sakit, Aland!" Miley meringis ketika kepalanya dengan sengaja diapit dikedua lutut kaki Aland. Suara berdengung keras terasa di gendang telinganya, rasanya kepalanya seperti akan meledak karena itu. Miley tidak berani mengangkat wajahnya, sebenarnya ia tahu apa yang direncanakan Aland, dengan mengapit kepalanya di sana. Ia yakin dengan mengangkat wajahnya saja, bibirnya akan bersentuhan dengan aset pribadi Aland."Arghh! Brengsek!" geram Aland mendorong Miley dengan lututnya.Miley terus menyurut mundur menjaga jarak dari Aland. Hatinya sedikit lega terlepas dari rasa takut dalam pikirannya tadi.Namun, pria itu kembali berjalan santai dengan tubuhnya yang masih bertelanjang bulat. Tanpa merasa risih kendati Miley terus menjauhkan pandangan dari aset pribadinya yang menegang itu. "Mungkin kau lebih menginginkan ini, Sayang?" kata Aland menyerempet dirinya yang mentok di sudut ruangan. Seraya menunjukkan botol kecil yang
Miley tidak lagi memikirkan Aland yang bisa saja merendahkannya karena itu. Rasa aneh itu terus berkejaran dalam dirinya, memaksanya ingin mengulang aktivitas mereka tadi."Miley!" hardik Aland memutar dengan menepis tangannya. "Jaga sikap murahanmu itu!" Aland mendorongnya ke belakang. "Aku tidak mau melihatmu bersikap begitu lagi!" Lagi marahnya menatapnya dengan kebencian."Apa yang salah? Kau bilang sudah biasa melakukannya? Sekarang kau tidak perlu mencekoki minumanku dengan obat tidurmu itu. Kau bisa melakukannya sekarang denganku." "Shit, aku bilang hentikan kegilaanmu itu, Gadis bodoh! Kau tahu Miley, saat ini aku tidak punya waktu berdebat denganmu!" Aland memunggunginya. "Segera tutupi tubuhmu itu!""Hahaa! Apa kau takut membuktikan ucapanmu tadi, Aland?" tantang Miley mendekat, dan berhenti saat mereka sudah berhadapan. Ia semakin berani mempermainkan dasi Aland di sela kerah kemejanya. Jemari lentiknya perlahan turun menye
"K- kita mau pindah hotel?" "Tidak, tapi kita pulang sekarang, Sayang," jawab Aland tanpa menolehMiley terbelalak mendengarnya. Bola matanya bergeser ke jam dinding. "Kenapa tidak menunggu besok pagi saja, Aland?""Kita harus meninggalkan hotel ini sebelum Jenny tiba kemari, Sayang.""Hahk! Untuk apa dia kemari?" "Untuk mencari tahu kalau kamu ada bersamaku saat ini. Jenny mengotot kalau kita sudah memiliki hubungan sebelum perceraian kami waktu itu.""Gila! Urusannya, kamu dengan siapa saat ini, apa? Bukankah dia sudah punya suami? Dia juga tidak ada urusan dengan siapa aku berhubungan dekat?" Miley tidak senang Jenny seolah ingin mengurusi kehidupannya saat ini. Padahal dulu ia diusir, hingga ia hidup melarat pun mamanya itu tidak mencarinya."Sudah selesai?" tanyanya memperhatikan Miley."Kenakan mantelmu, di luar sangat dingin."Miley mengangguk dan mengikutinya keluar. Di lantai bawah mereka tel