[Hari terakhir, di Berlin, Jerman.]Rico segera berlutut dan membuka kotak cincin, di tengah lapangan yang berbatu di samping gerbang Brandenburg Rico mencurahkan segala isi hatinya, dia melamar Rose untuk menjadi kekasih dan sekaligus menjadi Istrinya. "Aku sudah lama menyimpan perasaanku padamu Rose, aku sangat mencintaimu, aku ingin kau menjadi istriku, apa kau bersedia menjadi istriku?" teriak Rico. Jack tertegun melihat apa yang dilakukan asistennya itu, "Dia memang pria pemberani." lirih Jack sambil meneguk es coklat. Kimberley melihat Rose yang masih terdiam, dia segera menegur, "Rose..." Kimberley mengisyaratkan agar Rose segera menghampiri Rico. Rose mengangguk, dia segera bangkit menghampiri, perlahan sambil terus memandang pria itu dari kejauhan dan berjalan semakin dekat. 'Mengapa aku harus sulit menjawab pertanyaan itu? Mengapa aku perlu berpikir dua kali untuk menjawab perasaan Tuan Rico? Bukankah selama ini itu yang aku tunggu? itu yang aku harapkan? menjadi ke
Kimberley menoleh dan tersenyum, "Iya! Aku bahagia." Jack masih terus memandang wajah istrinya sambil berbaring, dia mengamati setiap ekspresi, mencoba memahami apa yang dirasakan istrinya, Jack ingin memastikan bahwa dia bisa membahagiakan istrinya. Kimberley mengerutkan dahi, "Kenapa kau selalu memadangku seperti itu sayang?" "Aku hanya ingin mengamatimu secara detail, aku ingin memeriksa setiap sudut di wajahmu yang sangat cantik, aku memastikan bahwa kau selalu tersenyum." ucap Jack menatap istrinya. "Hahaha, ada-ada saja." Kimberley bangkit, "Aku mau merapikan barang-barang ini." "Besok masih ada waktu sayang..." "Besok kita masih harus mencari oleh-oleh, kemudian siang kita sudah ke bandara, itu waktu yang singkat untuk membereskan ini semua, lebih baik sekarang di kerjakan sebagian." ucap Kimberley--meraih koper. Jack bangkit, "Benar juga, ayo aku bantu sayang." "Kita juga belum membeli oleh-oleh untuk Paman Wiston dan untuk orang di mansion." Jack menoleh,
Hari terakhir di Berlin, mereka segera mengemasi sisa barang masing-masing, keluar dari hotel pukul enam pagi mereka sudah berangkat menuju 'Check Point Charlie' daerah tang sangat terkenal untuk mencari teh herbal yang belum mereka dapatkan kemudian mereka mencari oleh-oleh dengan harga terjangkau, mereka mencari apa yang belum mereka dapatkan, mereka sengaja berangkat pagi agar lebih banyak waktu untuk berjalan di kota. "Pastikan tidak ada barang yang tertinggal sayang, setelah ini kita berangkat." ucap Jack--memeriksa koper. "Iya sayang, semuanya sudah beres." Jack bangkit keluar menuju kamar Rico karena dia lupa memberitahu, akhirnya Jack segera membangunkan. "Rico!" panggil Jack--mengetuk pintu. Setelah beberapa kali memanggil dan mengetuk pintu, akhirnya Rico bangun membuka pintu, "Kenapa bangun pagi sekali? Bukankah kita ke bandara nanti siang?" "Iya tapi, kita akan keluar pagi ini untuk mencari oleh-oleh yang belum aku dapatkan, kita masih bisa berjalan-jalan lagi
Rico dan Rose melihat itu sontak terbelalak dan segera menutup mata mereka, 'Pemandangan yang paling menyebalkan.' batin Rico. Jack dan Kimberley mengunjungi tempat terakhirnya sebelum kembali ke Milan, mereka masuk ke sebuah toko 'Marc Alexander Schramm', di sana menjual aneka souvenir oleh-oleh seperti kaos, gantungan kunci, tas, topi, pena, logo Berlin, dan lainnya, setelah satu jam di toko akhirnya mendapatkan oleh-oleh yang mereka cari, mereka juga masuk di sebuah supermarket yang ada di daerah itu, supermarket LIDL yang tampak lumayan besar di sana juga menjual berbagai macam jenis coklat dengan harga terjangkau untuk oleh-oleh. Rico membaca papan nama toko, "Toko Marc Alexander Schramm, namanya bagus sekali," kemudian Rico beralih menatap Rose yang diam saja seperti orang yang sedang tidak ada mood. Rico memeriksa, "Kau kenapa Rose sayang? Apa kau sakit?" Rose menoleh sambil tersenyum, "Tidak, aku baik-baik saja..." Mereka segera masuk ke dalam toko yang sangat luas
"Iya kau ambil saja dua tas itu, apa kau ingin high heels juga? Cari saja apa yang kau mau, sayang." "Dua saja, jangan terlalu banyak." "Kenapa? Tenang saja, uangku tidak terbatas, kau bisa membelanjakannya dan aku selalu memproduksi uangnya untukmu, sayang." ucap Jack merangkul. "Bukan itu masalahnya, aku ingin membeli barang di toko lain, toko yang terkenal murah itu, apa kau tidak tau?" Jack mencoba mengingat toko yang paling terkenal di pusat kota Berlin yang mana di sana menjual banyak barang-barang bermerek dengan harga terjangkau, sebenarnya bukan masalah harga tapi masalah jumlah dan kualitasnya yang tetap sama seperti di mall. Rico meraih tas, "Sepertinya ini cocok untukmu." "Aku tidak ingin membelinya..." jawab Rose. Rico mengerutkan dahinya, "Kenapa? Tenang saja, aku yang akan membayarnya." ucapnya merangkul Rose geleng-geleng, "Jangan Tuan." "Kau mau barang apa?" tanya Rico. "Belum tau Tuan, nanti aku pikirkan." jawab Rose. Mereka masih menunggu Jack
"Aku lupa mencari kosmetik, kosmetikku juga sebagian ada yang habis." Jack menghela nafas, "Hampir saja lupa." Rico menoleh ke arah Rosa, "Oh iya, kau juga mau beli kosmetik kan?" "Iya Tuan." Akhirnya mereka berbalik arah ke area kosmetik wanita, kini dua pria itu menunggu wanitanya masing-masing memilih kosmetik dan barang wanita lainnya. Mereka berada di area kosmetik merek Christian Dior, dua wanita itu asyik berbincang sambil memilih barang kosmetik mereka masing-masing. "Kau biasanya memakai kosmetik apa Rose? "Aku biasanya memakai produk lokal tapi aku juga punya produk dari Christian Dior mungkin hanya lipstik dan parfum ku saja." "Baiklah kita cari saja Christian Dior, tenang saja nanti Rico yang membayarnya, hahaha." Rose menoleh ke arah Rico yang memberikan isyarat untuk dia membeli apa yang dia mau kemudian Rose mengangguk dan pergi bersama Kimberley. "Beli saja yang kau mau sayang, tapi agak cepat sedikit ya karena sebentar lagi kita harus ke bandara." ucap Jack-
Rico dan Rose mendadak menjadi hening mereka tidak tau harus menjawab apa, mereka memang sudah menjadi pasangan kekasih tapi Rico melihat Rose yang berubah sikap membuatnya takut jika dia menyetujui saran dari Jack membuat wanitanya menjauh. "Bagaimana? Kenapa kalian malah diam?" tanya Jack--mengamati Rico dan Rose. Menatap Rose sebelum bicara, "Biar kita pikirkan dulu." Kimberley buka suara, "Kenapa harus dipikirkan? Tidak masalah, tidak ada yang melarangnya juga." Jack menoleh ke arah istrinya, "Kau benar sayang!" Kimberley mendekat, "Aku belajar darimu! Hehehe." ucapnya terkekeh. 'Apa Rose mau tinggal di mansion dan tidur bersamaku atau dia menolaknya karena kita belum menikah.' batin Rico. Rico dan Rose kembali saling pandang mereka mencoba memahami satu sama lain tanpa bicara. "Sebaiknya aku terima saja tawaran Pak Jack, ini juga kesempatanku untuk bisa selalu dekat dengan Tuan Rico.' Rose bergumam dalam hati. "Bagaimana Rose? Aku takut kalau kau tidak nyaman."
"Kau nakal!" pekik Kimberley. Mereka berdua terus saja berciuman kemudian berbincang sambil menikmati perjalanan dalam jet pribadi hingga mereka tiba di bandara Malpensa Milan. "Ayo turun sayang pesawat sudah mendarat, kita tiba di bandara." "Kita sudah sampai di Milan?" tanya Kimberley. "Astaga mereka tertidur, tolong bangunkan." ucap Jack. Kru pesawat mengangguk, "Baik Pak." Jack dan Kimberley turun lebih dulu kemudian disusul Rico dan Rose di belakangnya. "Maaf Pak pesawat sudah sampai." ucap kru--pesawat membangunkan. Rose terbangun, "Astaga, kita sudah sampai Tuan Rico." ucap Rose--menggoyangkan tubuh pria itu. Rico perlahan membuka mata, "Apa kita sudah sampai?" "Sudah, ayo kita turun Tuan." Mereka berempat turun dari jet pribadi, sebelum kembali mereka sempat mengambil potret di samping jet pribadi kemudian mereka menunggu jemputan mobil dari mansion. "Pak, tolong foto kami." titah Jack. Kru pesawat meraih ponsel, "Baik Pak." "Ayo kita berfoto berem