"Ayah, Amira pengen main ke pantai lagi." Pagi-pagi sekali Amira sudah memberondong Gilang dengan permintaan yang tentu saja tidak bisa ditolak olehnya.Gilang sedikit merenggangkan otot-ototnya sambil menoleh ke arah Amira. Dia memang tidak pernah bisa menolak keinginan gadis kecil itu, apalagi jika gadis kecil itu sudah memperlihatkan wajah sedihnya."Sebenarnya hari ini Ayah ada urusan bisnis dengan teman kerja, tapi kalau memang Amira pengen ngajak ke pantai, Ayah akan cancel janji Ayah itu," ujar Gilang sambil menoel ujung hidung Amira membuat gadis kecil itu bersorak kegirangan.Amira langsung berlari-lari memutari ruangan tersebut dan langsung masuk ke dalam kamar Risa untuk meminta ibunya itu bersiap-siap berangkat ke pantai."Kita datang ke pantai tidak untuk jogging. Kita sekedar jalan-jalan saja ke sana." Gilang ikut masuk ke dalam kamar untuk memastikan jika Risa keberatan untuk diajak pergi ke pantai.Risa memindai tubuhnya yang saat itu sedang memakai celana pendek dan t
"Kamu sendiri bagaimana Amira? Senang nggak main di pantainya?" Gilang bertanya kepada Amira yang langsung disambut sorak gembira oleh gadis kecil itu."Bahagia banget dong, Yah. Tapi Amira pengen bermain gelombang di pinggir pantai sama Bunda." Amira berkata kepada ayahnya. "Jangan, Amira. Kak Risa tidak bisa berenang. Bahaya kalau dia bermain gelombang di tepi pantai." Dela langsung menyahut ucapan Amira, membuat Amira mengerucutkan bibirnya.Risa yang melihat ekspresi wajah Amira tentu saja tidak ingin jika melihat gadis kecil itu bersedih. Meski tidak bisa Risa pungkiri bahwa dia memang tidak bisa berenang."Siapa bilang Bunda tidak bisa berenang. Bunda bisa berenang kok. Ayo kita bermain di tepi pantai sekarang." Risa langsung mensejajarkan tubuhnya dengan Amira yang langsung disambut sorak bahagia oleh gadis kecil itu.Kedua perempuan beda generasi itu pun segera berlari menyusuri tepian pantai menuju sebuah tempat di mana ombak yang bergulung-gulung dengan hebat.Amira begitu
"Risa, kamu harus bangun, Sayang. Jangan bilang kalau kamu akan meninggalkanku." Gilang bergerak dengan cepat menekan dada Risa dengan begitu kuat sehingga air keluar dari mulut Risa.Gilang merasa lega karena Risa terbatuk-batuk dan membuka matanya. Namun beberapa saat kemudian tiba-tiba Risa kembali terpejam dan akhirnya pingsan.Gilang yang setengah kebingungan langsung meminta Gio dan Dela untuk mengkondisikan kedua perempuan yang dicintainya itu. Dia tidak ingin jika sampai terjadi hal yang buruk kepada Risa maupun Amira."Cepat kita bawa Risa ke rumah sakit sekarang juga." Gilang berseru kepada Dela dan Gio dengan suara yang begitu kuat sambil memapah Risa dengan kedua tangannya.Sedangkan Gio segera menggendong Amira dan membawanya masuk ke dalam mobil.Gio memutuskan untuk membawa mobil karena dia tidak ingin jika sampai Gilang yang membawa mobil dalam keadaan panik dan cemas seperti itu."Sayang, Jangan bikin aku panik seperti ini." Gilang terus menepuk-nepuk pipi Risa dengan
Gilang tergelagap mendengar ucapan Amira. Lelaki itu langsung menghampiri Putri kesayangannya dan mencium kening Amira dengan penuh cinta.Amira yang mendapat perlakuan Sayang dari ayahnya langsung menoleh ke arah Risa dan mengulurkan tangan pada ibu sambungnya itu."Amira pengen tidur sama Bunda. Amira takut melihat Bunda yang hampir tenggelam. Amira selalu teringat-ingat saat Bunda terbujur kaku di pinggir kolam." Amira berkata dengan wajah sendu.Gadis kecil berambut panjang itu menatap Risa dengan wajah cemas dan ketakutan. Dia takut jika bundanya kembali meninggalkannya dalam waktu yang cukup lama seperti setelah bundanya tenggelam di dalam kolam."Dokter bilang kalian tidak apa-apa. Jadi kemungkinan nanti sudah boleh pulang." Gio berkata kepada Amira dan Risa yang langsung disambut kerutan kening dari Gilang.Gilang sendiri memang tidak mendengar Dokter mengatakan bahwa Risa dan Amira sudah diperbolehkan pulang, Tapi tetap saja dia mengkhawatirkan anak dan istrinya itu, sehingga
Gio pun mengangguk mendengar ucapan Amira. Lelaki itu pun segera menyerahkan Amira kepada Dela dan memastikan kepada Dela agar tidak melepaskan Amira dari gendongan."Mau lo tuh apa sih? Lo pikir deh jangan seenaknya bisa masuk ke dalam rumah kami? Lo lupa kalau lo itu bukan siapa-siapa di sini?" Gio berkata kepada Alea dengan nada sinis.Alea terbelalak mendengar perkataan Gio. Perempuan itu mengepalkan tangannya kuat-kuat dan menatap tajam pada lelaki yang pernah menjadi saksi peristiwa pembunuhan yang dilakukannya kepada Mega."Lo memang bisa lari dari kejadian pembunuhan Mega, tapi gue nggak akan pernah membiarkan lo menyakiti Amira ataupun Kak Risa. Gue adalah orang yang paling terdepan melindungi mereka jika lo berani menyakiti Kak Risa ataupun Amira." Gio menggemelutukkan giginya di hadapan Alea membuat Alea semakin terperangah."Jaga bicara kamu Gio. Harus berapa kali aku katakan bahwa aku tidak pernah membunuh Mega. Apa kamu lupa? Kasus itu bahkan sudah ditutup. Dan aku terbu
"Maksud kakak apa?" Risa merasakan debaran di hatinya begitu kencang saat mendengar Gilang yang mengatakan menginginkannya.Sebenarnya Risa tahu bahwa Gilang menginginkan haknya sebagai seorang suami, tapi dia masih takut mencerna ucapan Gilang karena dia sendiri sebetulnya belum siap untuk memberikan hak Gilang."Aku menginginkanmu, Risa. Kepalaku terasa teramat sangat sakit karena setiap hari kita tidur dalam satu ranjang yang sama, tapi aku bahkan tidak bisa menyentuhmu." Gilang berkata sambil memijat pelipisnya dengan begitu kuat.Risa berusaha menenangkan hatinya yang gelisah. Dia sudah merasa nyaman bersama Gilang dan merasa ada cinta dari iris mata Gilang, tapi dia tidak yakin jika Gilang melakukan malam pertama mereka atas dasar cinta."Aku ...." Risa yang belum sempat melanjutkan ucapannya begitu terkejut karena Gilang kembali melakukan ciuman di bibirnya dan ciuman itu begitu teramat sangat lembut.Kelembutan ciuman itu melebihi dari lembutnya ciuman sebelumnya. Gilang bahka
"Aku pengen sarapan nasi goreng.""Tunggu di sini. Aku akan membuatkannya untukmu." Gilang mendudukkan Risa di tepian ranjang, lalu mengecup pucuk kepala istrinya itu dengan mesra sebelum dia pergi ke dapur untuk membuatkan sarapan.Risa sedikit merasa heran melihat sikap Gilang. Sebuah sikap yang teramat sangat berbeda dengan beberapa hari yang lalu."Bunda ..!" Amira tiba-tiba muncul di balik pintu dan sudah berpakaian dengan cantik.Gadis kecil itu memakai celana pendek dan baju kaos. Terlihat begitu sangat cantik dengan wajahnya yang begitu ceria."Kita jadi latihan berenang kan?" Amira langsung duduk di samping Risa dan berjalan berlenggak-lenggok di hadapan ibu sambungnya itu."Jadi dong.""Kok Bunda masih duduk di sini?""Ayah tidak mengizinkan Bunda keluar. Katanya Ayah pengen membuat nasi goreng." Risa Manuel ujung hidung Amira dengan lembut.Amira tersenyum sumringah mendengar ayahnya yang membuat nasi goreng."hore ... Akhirnya Ayah mau membuat nasi goreng lagi." Risa mena
"Ayah sama Bunda kok lama banget sih di kamarnya? Amira sampai lelah menunggu tahu." Amira mengerucutkan bibirnya Karena gadis kecil itu sudah menunggu Ayah dan Bundanya hampir satu jam di lantai bawah.Tadi ketika Amira meninggalkan Gilang dan Risa di kamar, pasangan suami istri itu hendak menikmati sarapan pagi dengan nasi goreng yang dibuatkan oleh Gilang. Sedangkan Amira sendiri langsung masuk ke dalam kamar untuk menghabiskan sarapannya yang telah disiapkan oleh Bik Jum.Namun ternyata sampai hampir 1 jam berlalu, Risa dan Gilang tak kunjung turun dari lantai atas, membuat Amira merasa kesal dan mengetuk pintu kamar Ayah dan Bundanya itu."Kakak sih. Tadi kan udah aku bilang Amira pasti bakal ngambek kalau nunggu terlalu lama." Risa menyenggol bahu Gilang yang masih tersenyum membayangkan Bagaimana manisnya penyatuan mereka di nirwana yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu."Aku terpaksa mandi lagi kan." Risa baru saja hendak masuk ke dalam kamar mandi ketika Gilang mena
Risa memarkirkan mobil di halaman sekolah yang bercat merah putih tersebut. Ia memasuki ruangan yang di tuju. Acara belum di mulai. Ia memilih duduk di deretan bangku paling depan. Setelah menunggu beberapa menit, Acara pun di mulai. Kepala sekolah menyampaikan pidatonya tentang perkembangan sekolah dan meminta maaf atas nama seluruh majelis guru jika pernah menyinggung perasaan wali murid. Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi dengan nilai terbaik. "Siswa tersebut adalah ..." Hening "Amira Syakila Gading Putri" Air mata Risa meluncur dengan deras membasahi pipi. Amira naik ke atas panggung, menerima piala dan berjalan menuju mikropon yang telah di sediakan. Amira menunduk sebelum berbicara. Setelah mengangkat wajahnya, Risa baru tahu kalau putrinya itu sedang menangis. "Piala ini .. Amira persembahkan untuk Bunda. Bunda yang telah menjaga dan merawat Amira dengan baik dan penuh kasih sayang. Bunda yang begitu tulus menyayangi Amira. Bunda yang begitu sabar dan tabah
Dear Diary ...Sejak awal pertama aku dilelang oleh Tante Tika, aku tidak pernah menyangka kalau hidupku akan menjadi seperti saat ini.Dinikahi laki-laki yang tidak dikenal bukanlah impianku. Namun, aku selalu berharap, untuk bisa mengabdi pada laki-laki yang telah mengikatku pada ikatan pernikahan yang suci.Sejak pertama kali Kak Gilang menggenggam erat tanganku, aku merasa terlindungi. Aku jatuh cinta padanya. Walaupun sikap Kak Gilang sangat dingin padaku, aku merasa nyaman dengan perhatian dan ketegasannya.Aku merasa terluka saat tahu Kak Gilang memilki seorang ratu di dalam hatinya. Aku berharap, dan selalu berdo'a agar Kak Gilang bisa membuka hatinya untukku dan melupakan cinta di masa lalunya.Cinta membawa keajaiban. Kak Gilang yang dahulu sangat dingin, perlahan mulai sedikit mencair dengan seringnya kami merajut kasih. Dan yang membuat aku sangat bahagia adalah ketika Kak Gilang mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku. Dan aku adalah cinta pertama dan terakhir baginya.Na
"Aku tidak ingin Kakak terus-terusan membicarakan tentang kematian. Kita pasti akan menjaga anak kita dengan bersama-sama." Risa membingkai wajah Gilang dan kembali mencium pipi suaminya itu dengan mesra.Lisa meraba dadah Gilang yang terkena bekas tembakan dan dia merasakan bahwa detak jantung Gilang yang sudah semakin melemah."Jantungku akan berhenti berdetak. Tapi, kamu harus terus maju. Jangan pernah berpikir kalau kamu seorang diri membesarkan anak-anak. Karena aku akan selalu menyelimutimu dengan cinta." Gilang menatap Risa dan mengusap air mata istrinya itu yang semakin deras mengalir."Jangan pernah sakiti dirimu dengan memori tentang kita. Karena aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu ada dalam hatimu, menemanimu. Karena yang akan pergi, hanya ragaku saja. Tapi jiwaku akan selalu ada ...!""Kak ... Tolong. Berhenti bicara seperti itu!" Risa berhambur memeluk suaminya itu. Gilang mendekap tubuh Risa dengan erat. Membelai rambutnya dan mencium kening istrinya itu berkali
Risa dan Gilang sampai di Villa ketika matahari hampir terbenam. Gilang terlihat sangat lemah. Sesekali dia memegang dadanya. Setiap Risa tanya kenapa? Gilang berkata dia baik-baik saja.Mereka duduk di bangku panjang di Balkon kamar yang dulu pernah mereka tempati untuk merajut kasih. Gilang berkata ingin melihat matahari terbenam. Senyum terbit di wajah Gilang. Senyum itu sangat manis. Namun, seperti menyimpan sebuah luka."Kamu bahagia menikah denganku?" Gilang menoleh ke arah Risa sesaat. Lalu kembali menatap matahari yang semakin hilang dan meninggalkan semburat berwarna merah. "Sangat. Aku sangat bahagia. Kebahagiaanku selama hidup adalah menjadi istri Kakak," jawab Risa dengan uraian air mata."Kakak sendiri? Apa Kakak bahagia?" tanya balik Risa.Gilang menatap Risa, lalu mengecup kelopak bibir istrinya itu dengan hangat. Risa pun memejamkan mata menikmati kecupan yang diberikan oleh suaminya itu. Risa merasakan sentuhan bibir Gilang yang kali ini terasa berbeda. Entah mengapa
Beberapa saat kemudian, Perawat membawa Gilang menuju ruang ICU. Risa dan keluarga Gilang di larang untuk masuk. Dan mereka harus menunggu di luar.Risa semakin gelisah. Perasaan takut semakin menghantuinya. Ia ingin segera bertemu Dengan Gilang. Perempuan itu sudah sangat rindu pada suaminya dan ingin melihat kondisi suaminya itu.Sementara itu, Pak Adiguna dan Gio merasa gelisah karena pihak polisi tak kunjung datang ke rumah sakit. Padahal baik Pak Adiguna maupun pihak rumah sakit sudah menelpon pihak polisi sejak setengah jam yang lalu."Apa sebaiknya aku telepon lagi polisi itu?" Dio hendak merogoh ponselnya di dalam saku celana. Namun Pak Adiguna menahan pergerakan putranya karena khawatir pihak polisi menganggap mereka tidak mempercayakannya.Mereka semua merasa gelisah karena satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Gilang adalah pihak polisi.Della pun sudah datang kembali ke rumah sakit karena ketiga anak Risa sudah tertidur dengan pulas."Kak, polisinya d
"Mati kau Gilang! Lebih baik kau mati dari pada menambah luka hatiku!" Allea tertawa terbahak-bahak."Allea ....!" Gilang memegangi dadanya.Risa terkejut ketika tiba-tiba Gilang meraba dadanya dan ...Darah mengalir dengan deras."Kakak ...! Ya Allah." Air mata Risa mengalir dengan deras. Dia tidak kuasa melihat Gilang yang bersimbah darah."Alea. Kamu sudah gila!" Mamanya Gilang membantu Risa menyanggah tubuh Gilang yang hampir tumbang."Kita akan mati bersama-sama, Gilang. Aku mencintaimu!"Dhuarr ...!Alea menembakkan pistol tersebut ke dadanya. Mata Alea melotot, dengan darah segar mengalir deras dari mulutnya.Alea ambruk ke lantai. Dengan pistol yang masih di tangannya. Alea merenggang nyawa."Allea ....!" Mamanya Gilang terkejut ketika melihat Allea yang benar-benar sudah tidak berkutik dan sudah mati.Risa memeluk tubuh Gilang yang bersimbah darah. Ia merasakan tubuh suaminya semakin dingin. "Gio... Cepat panggilkan ambulans!" Risa berteriak dengan lantang dan suara yang be
"Ya udah deh. Mama dan Papa nginap di sini." Nyonya Adiguna tersenyum membuat Gilang mencium punggung tangannya dengan takzim."Makasih, Ma. Pa."Gio hanya menggeleng melihat kelakuan kakaknya yang dianggap terlalu lebay. Risa pun sebenarnya merasa melihat Gilang yang memiliki karakter tidak sama dengan suaminya yang begitu tegas dan tidak manja."Gue balik dulu, Kak. Udah malam," ujar Gio melirik jam tangannya."Lo juga nginap di sini, Gi. Gue mohon," ujar Gilang dengan wajah memohon."Eh, Kak. Lo kenapa, sih? Melow amat?" Gio mengerutkan keningnya."Gue pengen aja, kita kumpul rame-rame kayak masih kecil dulu!" Gilang kembali merebahkan kepalanya di pangkuan Mamanya. Hal itu membuat Gio mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah.Akhirnya, malam itu mereka berkumpul bersama. Mereka bercengkrama dengan hangat. Risa sesekali ikut tertawa saat mendengar kekonyolan mereka bertiga ketika masih kecil.*****Pukul dua dini hari, Risa merasa tenggorokannya kering. Ia melihat gelas di atas n
Risa mengecek secara detail persiapan ulang tahun Galuh dan Galih yang dirayakan secara meriah. Gilang sengaja mengundang para relasi bisnis dan teman-temannya dalam perayaan kali ini.Sebelumnya, Gilang tidak setuju kalau ulang tahun anak-anaknya di rayakan dengan meriah. Setiap ulang tahun Amira, Galuh dan Galih, mereka memilih untuk merayakannya di panti asuhan. Berbagi kebaikan pada anak-anak yatim di sana.Namun, kali ini Gilang meminta Risa untuk mengadakan pesta ulang tahun yang meriah. Ketika Risa tanya alasannya, Gilang mengatakan kalau dia ingin melihat anaknya bahagia berada ditengah-tengah pesta. Risa merasa itu jawaban yang aneh. "Nggak biasanya Kak Gilang seperti ini," bisik Risa seorang diri.Gilang juga meminta Risa untuk mengundang anak-anak yatim dan panti asuhan yang sering mereka kunjungi. Gilang mengatakan, ia ingin mengajak anak-anak tersebut melihat pesta ulang tahun dan berbagi lebih banyak lagi.Gilang memang suka berbuat baik. Bahkan sampai Sekarang, Gilang
Prangggg ....!"Benar-benar sial! Tak ada satupun anak buahku di Indonesia yang bisa diandalkan. Mereka semua benar-benar bodoh. Tidak ada yang cerdas satupun!" Allea kembali membanting gelas berisi wine yang berada di tangannya.Dia baru saja mendapat kabar dari anak buahnya bahwa mereka sudah gagal menculik anak Gilang."Sepertinya memang harus aku sendiri yang turun tangan untuk menghabisi mereka. Aku tidak akan pernah lagi membiarkan hatiku sakit melihat Gilang berbahagia dengan keluarganya. Memang harus aku sendiri yang turun tangan dan menyelesaikan masalah ini." Allea menatap sinis pada foto Gilang yang masih terpampang di dalam kamarnya.Perempuan itu pun segera membuka aplikasi Traveloka untuk memesan tiket pesawat. Tak sabar lagi bagi dia ingin segera mengakhiri penderitaannya dan melihat penderitaan keluarga Gilang untuk kedepannya."Aku akan melakukan apapun yang aku yakini bisa membuatku bahagia. Aku tidak akan pernah membiarkan Gilang dan keluarganya hidup tenang. Mereka