"Ayah sama Bunda kok lama banget sih di kamarnya? Amira sampai lelah menunggu tahu." Amira mengerucutkan bibirnya Karena gadis kecil itu sudah menunggu Ayah dan Bundanya hampir satu jam di lantai bawah.Tadi ketika Amira meninggalkan Gilang dan Risa di kamar, pasangan suami istri itu hendak menikmati sarapan pagi dengan nasi goreng yang dibuatkan oleh Gilang. Sedangkan Amira sendiri langsung masuk ke dalam kamar untuk menghabiskan sarapannya yang telah disiapkan oleh Bik Jum.Namun ternyata sampai hampir 1 jam berlalu, Risa dan Gilang tak kunjung turun dari lantai atas, membuat Amira merasa kesal dan mengetuk pintu kamar Ayah dan Bundanya itu."Kakak sih. Tadi kan udah aku bilang Amira pasti bakal ngambek kalau nunggu terlalu lama." Risa menyenggol bahu Gilang yang masih tersenyum membayangkan Bagaimana manisnya penyatuan mereka di nirwana yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu."Aku terpaksa mandi lagi kan." Risa baru saja hendak masuk ke dalam kamar mandi ketika Gilang mena
"Kamu mau makan di mana?" Tanya Gilang menatap Risa. Mereka baru saja selesai berlatih berenang dan Gilang mengajak Risa berbelanja di mall."Terserah kakak saja," jawab Risa.Gilang melajukan kendaraannya dan berhenti pada sebuah restoran yang cukup mewah."Kak …" Risa menahan tangan Gilang yang menggandengnya.Gilang menatap Risa heran. "Ada apa?" Gilang mengerutkan keningnya melihat sikap Risa."A-aku tidak suka makan makanan yang mewah," ujar Risa malu."Steak?" Gilang tersenyum. Risa hanya mengangguk, memperlihatkan wajah tidak bersemangat. Ia memang hanya ingin makan di rumah makan Padang.Gilang tidak memperdulikan permintaan istrinya itu. Tangan besarnya tetap menggenggam tangan Risa dan membawanya masuk ke dalam restoran tersebut.Gilang memesan meja VIP yang mana hanya mereka berdua yang berada di dalam ruangan itu.Beberapa pelayan restoran menyajikan banyak makanan membuat Risa terbelalak karena semua makanan itu, adalah makanan favoritnya. Ada Bakso jumbo, Ayam geprek, d
"Hingga akhirnya apa, Kak?" tanya Risa lagi.Wajah Gilang berubah keruh, ada kesedihan yang amat mendalam di sana."Mega sering sakit-sakitan, setiap hari muntah-muntah, sampai Mega pingsan ketika akan membuat teh di dapur. Aku memanggil Dokter untuk menangani Mega, tapi duniaku terasa runtuh saat mendengar perkataan Dokter." Gilang menahan sakit di dadanya."Dokter mengatakan kalau Mega sedang berbadan dua. Hatiku sakit, sesak, aku marah pada diriku sendiri karena aku tidak bisa menjaga Mega. Padahal aku sangat mencintainya. Mendengar ada makhluk haram di dalam perutnya, Mega memukul-mukul perutnya dan mencoba melakukan percobaan bunuh diri." Risa semakin menutup mulutnya."Kak Gading ingin menikahi Mega, tapi mama dan papa melarang. Mreka malah ingin mencari orang lain yang akan menggantikan posisi Kak Gading menjadi suami Mega. Hal itu membuat Kak Gading marah besar. Sehingga akhirnya dia memilih lari dari rumah mama, dan akhirnya pindah ke rumah ini." Gilang menatap Risa sekilas,
Gilang menyelesaikan cerita tentang dia dan Gading. Lelaki itu kembali melangkah menuju Jendela. Risa pun mengikuti Gilang dan berdiri di samping suaminya, lalu menyibak tirai dan menatap bintang yang bertaburan. Sepasang suami istri itu sama-sama merasakan ada sesuatu yang menghimpit jiwa mereka. Gilang menoleh ke arah Risa sesaat sebelum dia melanjutkan ceritanya."Pagi itu, aku mendengar Kak Gading ribut hebat dengan mama dan papa. Mama memaksa Kak Gading untuk menceraikan Mega dengan alasan Mega bukanlah orang baik. Namun, tentu saja Kak Gading menolak. Karena Kak Gading tahu, Mega seutuhnya mencintai Kak Gading sebagai suami dan ayah dari anaknya. Bersamaan dengan itu pula, Kak Gading mendapat telpon dari Agen Fly to me, bahwa ada pasien yang membutuhkan donor organ segera." Cerita itu mengalir dari bibir Gilang dengan beban yang masih terasa berat."Tanpa pikir panjang, Kak Gading berangkat menunaikan tugasnya. Aku mengantarkan Kak Gading ke pelabuhan udara helikopter yang akan
"Ya, Alea. Dia adalah perempuan berhati iblis. Dia begitu terobsesi padaku sejak kecil, tapi, aku tidak pernah merespon," jawab Gilang seraya menggemelutukkan giginya."Terobsesi? Maksudnya?" Risa sungguh tidak mengerti maksud dari perkataan Gilang."Allea adalah saudara jauh dari mama. ayahnya meninggal dunia karena sebuah kecelakaan. Hal itu menyebabkan Allea tinggal bersama kami, sedangkan ibunya menikah lagi. Mama mengambil Alea karena Alea sangat cantik, dan mama menginginkan anak perempuan. Mama dan papa menganggap Alea sebagai anak kandungnya, karena kami semua tumbuh bersama." Gilang masih memperlihatkan wajah bencinya."Namun, Alea memendam rasa padaku dan begitu terobsesi untuk memilikiku. Allea lalu meminta restu dari mama dan papa untuk mencintaiku, tentu saja di dukung oleh mama dan papa," Gilang lalu berdiri dan menatap kolam renang yang berada di bawah kamarnya."Lalu, mengapa kakak mengatakan, kalau Alea pembunuh?" Risa semakin penasaran dengan kebenaran cerita yang di
"Aku dan Gio sudah berangkat ke kantor polisi, dan Gio memberikan kesaksian, tapi, Gio hanya sendirian, itu tidaklah bisa menjadi bukti yang kuat. Karena kami harus memiliki dua saksi mata. Pihak polisi meminta bukti yang lain, kami mengambil rekaman CCTV diseluruh sudut rumah. Namun, hasilnya nihil," ujar Gilang dengan raut wajah kecewa."Nihil?" Tanya Risa tidak mengerti."Iya, karena pada hari itu, menurut mama seluruh CCTV di rumah rusak. Aku pun mengecek Kamera CCTV, dan ternyata, memang benar rusak. Namun, aku mencium keganjilan, karena ketika aku pergi, kamera tersebut masih baik-baik saja."Apa tidak ada petunjuk kalau CCTV itu pecah atau bagaimana?" Tanya Risa lagi. Sesaat Gilang menatap wajah Risa dengan tatapan lirih."Pelakunya bekerja dengan baik, tidak ada yang nampak mencurigakan dari rusaknya CCTV tersebut, karena memang, kerusakan sepertinya berasal dari sistem dan kabel CCTV itu sendiri. Aku yakin, Alea sudah merencanakan pembunuhan terhadap Mega." "Lalu, kakak tida
Pagi itu, Risa membantu Gilang memasangkan dasi seperti biasa. Gilang menatap wajah Risa yang tertunduk. Tidak seperti biasanya."Apa kamu sakit?" Tanya Gilang meraba kening Risa, dan meraih pinggang istrinya itu ke dalam pelukannya.Risa hanya menggeleng pelan. Gilang yang mendapat jawaban dengan gelengan kepala oleh Risa hanya bisa mengerutkan keningnya. Ketika Risa hendak melangkah mengambil jas untuk Gilang, tangan kekar lelaki itu meraih tubuh Risa dan memeluknya dari belakang. Lalu mengusap perut Risa lembut. "Aku berharap, secepatnya, ada Gilang junior di dalam sini," ujar Gilang mencium pipi Risa dan menopang dagunya di pundak istrinya itu.Risa pun memejamkan mata, mencerna perkataan lelaki yang ada dihadapannya itu. Jika pernikahan ini hanya sandiwara dan suatu saat akan berakhir, lalu untuk apa kehadiran putra mahkota yang sangat diharapkan oleh Gilang. Risa hanya terdiam, tanpa suara."Nanti, aku minta Pak Sapto menjemputmu sebelum jam makan siang, bersiaplah, aku ingin m
Risa kalah oleh kenyataan itu. Karena bagaimanapun, Risa tidak mungkin bisa mengubah masa lalu Gilang. Dia tidak mungkin datang terlebih dahulu dalam kehidupan Gilang dan memenangkan hati lelaki yang dicintainya itu sebelum Gilang bertemu dengan Mega.Dan … bahkan jika Risa yang datang lebih dahulu dalam kehidupan Gilang, mungkin saat ini Risa yang sudah menjadi tengkorak, bukan Mega."Kakak mau aku banguni jam berapa?" Tanya Risa masih membelai rambut Gilang.Gilang membuka matanya dan menatap Risa lekat-lekat,"Siapa bilang aku mau tidur?" Gilang tersenyum. Senyum termanis yang pernah Risa lihat."Lalu, ini?" Tanya Risa menunjuk posisi Gilang yang berbaring di pangkuannya."Aku hanya stres, dan butuh tempat ternyaman untuk menyegarkan otakku," ujar Gilang kembali memejamkan mata."Risa …" Gilang memanggil Risa tanpa membuka matanya."Iya, Kak," jawab Risa menatap wajah lelaki yang ada dihadapannya itu."Apa kamu pernah punya pacar?" Tanya Gilang membuka matanya dan menatap bola mata
Risa memarkirkan mobil di halaman sekolah yang bercat merah putih tersebut. Ia memasuki ruangan yang di tuju. Acara belum di mulai. Ia memilih duduk di deretan bangku paling depan. Setelah menunggu beberapa menit, Acara pun di mulai. Kepala sekolah menyampaikan pidatonya tentang perkembangan sekolah dan meminta maaf atas nama seluruh majelis guru jika pernah menyinggung perasaan wali murid. Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi dengan nilai terbaik. "Siswa tersebut adalah ..." Hening "Amira Syakila Gading Putri" Air mata Risa meluncur dengan deras membasahi pipi. Amira naik ke atas panggung, menerima piala dan berjalan menuju mikropon yang telah di sediakan. Amira menunduk sebelum berbicara. Setelah mengangkat wajahnya, Risa baru tahu kalau putrinya itu sedang menangis. "Piala ini .. Amira persembahkan untuk Bunda. Bunda yang telah menjaga dan merawat Amira dengan baik dan penuh kasih sayang. Bunda yang begitu tulus menyayangi Amira. Bunda yang begitu sabar dan tabah
Dear Diary ...Sejak awal pertama aku dilelang oleh Tante Tika, aku tidak pernah menyangka kalau hidupku akan menjadi seperti saat ini.Dinikahi laki-laki yang tidak dikenal bukanlah impianku. Namun, aku selalu berharap, untuk bisa mengabdi pada laki-laki yang telah mengikatku pada ikatan pernikahan yang suci.Sejak pertama kali Kak Gilang menggenggam erat tanganku, aku merasa terlindungi. Aku jatuh cinta padanya. Walaupun sikap Kak Gilang sangat dingin padaku, aku merasa nyaman dengan perhatian dan ketegasannya.Aku merasa terluka saat tahu Kak Gilang memilki seorang ratu di dalam hatinya. Aku berharap, dan selalu berdo'a agar Kak Gilang bisa membuka hatinya untukku dan melupakan cinta di masa lalunya.Cinta membawa keajaiban. Kak Gilang yang dahulu sangat dingin, perlahan mulai sedikit mencair dengan seringnya kami merajut kasih. Dan yang membuat aku sangat bahagia adalah ketika Kak Gilang mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku. Dan aku adalah cinta pertama dan terakhir baginya.Na
"Aku tidak ingin Kakak terus-terusan membicarakan tentang kematian. Kita pasti akan menjaga anak kita dengan bersama-sama." Risa membingkai wajah Gilang dan kembali mencium pipi suaminya itu dengan mesra.Lisa meraba dadah Gilang yang terkena bekas tembakan dan dia merasakan bahwa detak jantung Gilang yang sudah semakin melemah."Jantungku akan berhenti berdetak. Tapi, kamu harus terus maju. Jangan pernah berpikir kalau kamu seorang diri membesarkan anak-anak. Karena aku akan selalu menyelimutimu dengan cinta." Gilang menatap Risa dan mengusap air mata istrinya itu yang semakin deras mengalir."Jangan pernah sakiti dirimu dengan memori tentang kita. Karena aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu ada dalam hatimu, menemanimu. Karena yang akan pergi, hanya ragaku saja. Tapi jiwaku akan selalu ada ...!""Kak ... Tolong. Berhenti bicara seperti itu!" Risa berhambur memeluk suaminya itu. Gilang mendekap tubuh Risa dengan erat. Membelai rambutnya dan mencium kening istrinya itu berkali
Risa dan Gilang sampai di Villa ketika matahari hampir terbenam. Gilang terlihat sangat lemah. Sesekali dia memegang dadanya. Setiap Risa tanya kenapa? Gilang berkata dia baik-baik saja.Mereka duduk di bangku panjang di Balkon kamar yang dulu pernah mereka tempati untuk merajut kasih. Gilang berkata ingin melihat matahari terbenam. Senyum terbit di wajah Gilang. Senyum itu sangat manis. Namun, seperti menyimpan sebuah luka."Kamu bahagia menikah denganku?" Gilang menoleh ke arah Risa sesaat. Lalu kembali menatap matahari yang semakin hilang dan meninggalkan semburat berwarna merah. "Sangat. Aku sangat bahagia. Kebahagiaanku selama hidup adalah menjadi istri Kakak," jawab Risa dengan uraian air mata."Kakak sendiri? Apa Kakak bahagia?" tanya balik Risa.Gilang menatap Risa, lalu mengecup kelopak bibir istrinya itu dengan hangat. Risa pun memejamkan mata menikmati kecupan yang diberikan oleh suaminya itu. Risa merasakan sentuhan bibir Gilang yang kali ini terasa berbeda. Entah mengapa
Beberapa saat kemudian, Perawat membawa Gilang menuju ruang ICU. Risa dan keluarga Gilang di larang untuk masuk. Dan mereka harus menunggu di luar.Risa semakin gelisah. Perasaan takut semakin menghantuinya. Ia ingin segera bertemu Dengan Gilang. Perempuan itu sudah sangat rindu pada suaminya dan ingin melihat kondisi suaminya itu.Sementara itu, Pak Adiguna dan Gio merasa gelisah karena pihak polisi tak kunjung datang ke rumah sakit. Padahal baik Pak Adiguna maupun pihak rumah sakit sudah menelpon pihak polisi sejak setengah jam yang lalu."Apa sebaiknya aku telepon lagi polisi itu?" Dio hendak merogoh ponselnya di dalam saku celana. Namun Pak Adiguna menahan pergerakan putranya karena khawatir pihak polisi menganggap mereka tidak mempercayakannya.Mereka semua merasa gelisah karena satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Gilang adalah pihak polisi.Della pun sudah datang kembali ke rumah sakit karena ketiga anak Risa sudah tertidur dengan pulas."Kak, polisinya d
"Mati kau Gilang! Lebih baik kau mati dari pada menambah luka hatiku!" Allea tertawa terbahak-bahak."Allea ....!" Gilang memegangi dadanya.Risa terkejut ketika tiba-tiba Gilang meraba dadanya dan ...Darah mengalir dengan deras."Kakak ...! Ya Allah." Air mata Risa mengalir dengan deras. Dia tidak kuasa melihat Gilang yang bersimbah darah."Alea. Kamu sudah gila!" Mamanya Gilang membantu Risa menyanggah tubuh Gilang yang hampir tumbang."Kita akan mati bersama-sama, Gilang. Aku mencintaimu!"Dhuarr ...!Alea menembakkan pistol tersebut ke dadanya. Mata Alea melotot, dengan darah segar mengalir deras dari mulutnya.Alea ambruk ke lantai. Dengan pistol yang masih di tangannya. Alea merenggang nyawa."Allea ....!" Mamanya Gilang terkejut ketika melihat Allea yang benar-benar sudah tidak berkutik dan sudah mati.Risa memeluk tubuh Gilang yang bersimbah darah. Ia merasakan tubuh suaminya semakin dingin. "Gio... Cepat panggilkan ambulans!" Risa berteriak dengan lantang dan suara yang be
"Ya udah deh. Mama dan Papa nginap di sini." Nyonya Adiguna tersenyum membuat Gilang mencium punggung tangannya dengan takzim."Makasih, Ma. Pa."Gio hanya menggeleng melihat kelakuan kakaknya yang dianggap terlalu lebay. Risa pun sebenarnya merasa melihat Gilang yang memiliki karakter tidak sama dengan suaminya yang begitu tegas dan tidak manja."Gue balik dulu, Kak. Udah malam," ujar Gio melirik jam tangannya."Lo juga nginap di sini, Gi. Gue mohon," ujar Gilang dengan wajah memohon."Eh, Kak. Lo kenapa, sih? Melow amat?" Gio mengerutkan keningnya."Gue pengen aja, kita kumpul rame-rame kayak masih kecil dulu!" Gilang kembali merebahkan kepalanya di pangkuan Mamanya. Hal itu membuat Gio mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah.Akhirnya, malam itu mereka berkumpul bersama. Mereka bercengkrama dengan hangat. Risa sesekali ikut tertawa saat mendengar kekonyolan mereka bertiga ketika masih kecil.*****Pukul dua dini hari, Risa merasa tenggorokannya kering. Ia melihat gelas di atas n
Risa mengecek secara detail persiapan ulang tahun Galuh dan Galih yang dirayakan secara meriah. Gilang sengaja mengundang para relasi bisnis dan teman-temannya dalam perayaan kali ini.Sebelumnya, Gilang tidak setuju kalau ulang tahun anak-anaknya di rayakan dengan meriah. Setiap ulang tahun Amira, Galuh dan Galih, mereka memilih untuk merayakannya di panti asuhan. Berbagi kebaikan pada anak-anak yatim di sana.Namun, kali ini Gilang meminta Risa untuk mengadakan pesta ulang tahun yang meriah. Ketika Risa tanya alasannya, Gilang mengatakan kalau dia ingin melihat anaknya bahagia berada ditengah-tengah pesta. Risa merasa itu jawaban yang aneh. "Nggak biasanya Kak Gilang seperti ini," bisik Risa seorang diri.Gilang juga meminta Risa untuk mengundang anak-anak yatim dan panti asuhan yang sering mereka kunjungi. Gilang mengatakan, ia ingin mengajak anak-anak tersebut melihat pesta ulang tahun dan berbagi lebih banyak lagi.Gilang memang suka berbuat baik. Bahkan sampai Sekarang, Gilang
Prangggg ....!"Benar-benar sial! Tak ada satupun anak buahku di Indonesia yang bisa diandalkan. Mereka semua benar-benar bodoh. Tidak ada yang cerdas satupun!" Allea kembali membanting gelas berisi wine yang berada di tangannya.Dia baru saja mendapat kabar dari anak buahnya bahwa mereka sudah gagal menculik anak Gilang."Sepertinya memang harus aku sendiri yang turun tangan untuk menghabisi mereka. Aku tidak akan pernah lagi membiarkan hatiku sakit melihat Gilang berbahagia dengan keluarganya. Memang harus aku sendiri yang turun tangan dan menyelesaikan masalah ini." Allea menatap sinis pada foto Gilang yang masih terpampang di dalam kamarnya.Perempuan itu pun segera membuka aplikasi Traveloka untuk memesan tiket pesawat. Tak sabar lagi bagi dia ingin segera mengakhiri penderitaannya dan melihat penderitaan keluarga Gilang untuk kedepannya."Aku akan melakukan apapun yang aku yakini bisa membuatku bahagia. Aku tidak akan pernah membiarkan Gilang dan keluarganya hidup tenang. Mereka