Risa kalah oleh kenyataan itu. Karena bagaimanapun, Risa tidak mungkin bisa mengubah masa lalu Gilang. Dia tidak mungkin datang terlebih dahulu dalam kehidupan Gilang dan memenangkan hati lelaki yang dicintainya itu sebelum Gilang bertemu dengan Mega.Dan … bahkan jika Risa yang datang lebih dahulu dalam kehidupan Gilang, mungkin saat ini Risa yang sudah menjadi tengkorak, bukan Mega."Kakak mau aku banguni jam berapa?" Tanya Risa masih membelai rambut Gilang.Gilang membuka matanya dan menatap Risa lekat-lekat,"Siapa bilang aku mau tidur?" Gilang tersenyum. Senyum termanis yang pernah Risa lihat."Lalu, ini?" Tanya Risa menunjuk posisi Gilang yang berbaring di pangkuannya."Aku hanya stres, dan butuh tempat ternyaman untuk menyegarkan otakku," ujar Gilang kembali memejamkan mata."Risa …" Gilang memanggil Risa tanpa membuka matanya."Iya, Kak," jawab Risa menatap wajah lelaki yang ada dihadapannya itu."Apa kamu pernah punya pacar?" Tanya Gilang membuka matanya dan menatap bola mata
"Aaahhhh ..." Risa memeluk Gilang dengan erat karena film yang ditayangkan adalah film horor.Gilang hanya tersenyum melihat Risa yang memeluknya. Lelaki itu ikut memeluk Risa dengan hangat dan sesekali mencuri ciuman di pipi istrinya itu. "Kak, kita pulang aja yuk. Aku takut." Risa akhirnya merebahkan kepalanya di dada bidang Gilang membuat Gilang tersenyum penuh kemenangan."Tapi filmnya belum selesai.""Tapi aku takut, Kak.""Ya udah, kamu peluk kakak aja. Jangan nonton lagi." "Ish.""Orang nggak akan lihat, kok. Sini, duduk di pangkuan Kakak aja." Gilang memaksa Risa duduk dipangkuannya dan membenamkan wajah istrinya itu di dada.Risa yang memang sangat ketakutan akhirnya menuruti perkataan Gilang dan tertidur di pelukan suaminya.Gilang membawa Risa keluar dari bioskop sambil dengan menggendong perempuan itu karena Risa tertidur dengan nyenyak."Kamu tahu? Aku suka melihatmu yang manja seperti ini." Gilang berbisik setelah meletakkan Risa di atas ranjang.***Pagi-pagi sekali,
Risa dan Amira sedang asik di dapur. Mereka membuat camilan dan jus untuk memberi keceriaan lain di rumah megah itu. Amira begitu bersemangat membantu Risa mengupas buah untuk dijadikan jus. Gadis kecil itu melakukan semua pekerjaan sambil tertawa riang, kadang sambil bersenandung menyanyikan lagu-lagu yang dia pelajari di sekolah."Ayah dan Daddy pasti senang banget dibuatin jus kayak gini," celoteh Amira.Risa hanya tersenyum mendengar. Dia pun membayangkan nanti Gilang akan minum jus buatannya.Risa mendengar deru mesin mobil Gilang di halaman rumah. "Nah, itu Ayah pulang," teriak Amira berlari ke arah pintu. Risa membiarkan Amira sendiri menyambut Gilang karena dia harus membereskan sisa-sisa kulit apel yang masih berserakan di lantai."Hore ... Ayah dan Daddy pulang, hore ..." Amira berteriak kegirangan menyambut dua sosok tampan yang memiliki sifat bagai bumi dan langit itu, karena Gilang orangnya kaku dan dingin, sedangkan Gio sangat Ceria dan suka mencairkan suasana."Wahh ..
Risa kemudian mendekati Bik Jum dan meraih tubuh wanita paruh baya itu. Risa pun merangkul tubuh Bik Jum dengan lembut. Bik Jum pun membalas memeluk Risa dengan erat sambil terisak."Bibi mohon, sayangi Amira dan Tuan Gilang dengan baik, Nyonya. Bibi tidak tega melihat Amira selalu bersedih ketika Nyonya belum datang kesini," ujar Bik Jum menyeka air matanya."Bibi bahagia bisa melihat wajah ini kembali. Walaupun pada kenyataannya, Nyonya bukanlah Mega, karena Mega tetap sudah meninggal," Bik Jum menyentuh wajah Risa dan mengusapnya dengan lembut. Risa melihat gurat kerinduan di bola mata perempuan paruh baya itu yang begitu dalam. "Bibi yakin, kehadiran Nyonya ke dalam kehidupan Tuan Gilang, bisa mengungkap pembunuh Mega yang sebenarnya," tambah Bik Jum lagi membuat Risa seketika tersentak."Bibi boleh, kok, menganggap aku sebagai Mega. Bibi boleh menyayangi aku sebagai Mega, aku akan menyayangi orang-orang dirumah ini seperti Mega dulu menyayangi mereka," ujar Risa sambil mengusap
Mereka berkeliling di toko-toko aksesoris untuk mencari hadiah pada ulang tahun Gilang nanti. Risa merasa heran melihat Gio yang begitu bersemangat setiap membeli apa-apa untuk Gilang. Seolah-olah orang yang akan ulang tahun itu adalah orang yang sangat dicintainya.Setelah puas berbelanja dan berkeliling kota, mereka lalu pulang ke rumah."Lho, Gio, ini bukan jalan ke rumah?" Tanya Risa kepada Gio karena jalan yang mereka lewati bukan jalan menuju rumah."Iya, kita akan pergi ke suatu tempat," ujar Gio kepada Risa.Mobil terus melaju dengan kecepatan sedang. Risa tidak tahu, akan Gio bawa kemana mereka hari ini. Sekitar tiga puluh menit perjalanan, Gio memarkirkan mobilnya di sebuah rumah sederhana. Tidak terlalu sederhana, tapi dibandingkan dengan rumah orang tua Gilang dan rumah yang mereka tempati, rumah itu jauh berada di bawah. Rumah itu di desain dengan gaya klasik, tepatnya seperti rumah kuno.Gio turun dari mobil dan membuka bagasi mobil."Wooi, Kak Risa, Dela. Kok bengong a
Risa menyesal karena memperlihatkan kekesalannya pada Gio. Sehingga remaja itu bisa membaca pikirannya saat itu. Dia padahal tidak ingin ada orang yang tahu tentang kekacauan hatinya.Mereka lalu meneruskan mendekorasi ruangan sehingga ruangan tersebut disulap menjadi sangat indah."Kak, Lo mau pulang dulu atau nggak, nih?" Tanya Gio kepada Risa."Iya lah, aku mau menyambut Kak Gilang pulang kerja," sahut Risa tegas."Kak Gilang pulang kerja langsung ke sini, gue yang atur." Sahut Gio lagi."Ya udah, aku di sini aja, tapi, Amira gimana?" Tanya Risa kepada Gio."Jadwal buat Amira itu esok pagi aja." Ujar Gio memasukkan kembali sampah-sampah sisa dekorasi Ke dalam tong sampah. Gio dan Dela lalu kembali ke Apartemen. Tinggallah Risa sendiri di rumah itu, Risa kembali memandangi lukisan-lukisan tersebut. Terbersit tanya dalam hatinya kenapa Gilang sangat menyukai pesawat? bukankah Gilang bukan seorang pilot? lalu ke mana Risa harus mencari jawabannya? Risa sendiri tidak tahu.Satu jam ke
"Tuhan. Aku tidak mungkin menggantikan posisi Mega di hatinya, tapi jika saja boleh, aku ingin mengobati luka hati Kak Gilang. Aku tidak peduli Kak Gilang tidak mencintaiku, karena aku tahu cintanya hanya untuk Mega, tapi bolehkah aku memohon agar rasa sakit di hati Kak Gilang tidak lagi merajai hatinya?" Risa mengusap air mata yang juga membanjiri wajahnya.Dia tak tega melihat Gilang terluka begitu parah.Tiba-tiba, tatapan Gilang berpindah ke arah Risa. Hal itu membuat Risa tersentak dari lamunannya."Risa, kamu kok di sana?" tanya Gilang menatap istrinya itu."A-aku ...." Risa bingung harus menjawab apa."Udaranya dingin. Aku nggak mau sakit, Sayang," ujar Gilang dengan lembut. Risa mengangguk dan membalikkan badannya untuk kembali ke dalam kamar.Namun, Risa menyempatkan diri untuk bertanya. Ia pun lalu mendekati Gilang."Apakah Mega tenggelam di sini?" tanya Risa dengan wajah penuh tanya "Menurut pengakuan Gio, iya. Mega tenggelam di sini." Gilang menyahut dengan wajah yang te
"Papa pikir, kamu tidak akan kembali lagi kerumah ini." ujar Tuan Adiguna menatap Gilang ketika mereka sedang sarapan bersama di meja makan."Tentu saja aku pasti kembali, karena ini rumahku." Ujar Gilang menatap tajam kedua orang tuanya."Gilang, tutup mulutmu, pemilik rumah tidak akan meninggalkan rumahnya dalam keadaan kacau seperti ini." Nyonya Adiguna menatap ke arah Risa dengan sinis."Mama juga pasti tau, alasan aku pergi dari rumah ini. Jangan pernah membuatku marah karena aku tidak segan-segan mencabut semua fasilitas mama." Gilang terus menyeruput kopi yang tadi Risa hidangkan."Gilang, apa salahnya jika Alea tinggal di sini? Dia tidak akan mengurangi harta kita, kan?" Jawab Nyonya Adiguna dengan sinis."Mama yakin? Baiklah, kalau begitu, mulai hari ini, semua beban belanja mama dan Alea akan aku alihkan kepada papa," ujar Gilang menatap ibunya dengan tajam."Belanja Alea? Apa maksudmu Gilang?" Tanya Tuan Adiguna mengerutkan keningnya."Tanya saja sama mama, kemarin aku baru