Risa kemudian mendekati Bik Jum dan meraih tubuh wanita paruh baya itu. Risa pun merangkul tubuh Bik Jum dengan lembut. Bik Jum pun membalas memeluk Risa dengan erat sambil terisak."Bibi mohon, sayangi Amira dan Tuan Gilang dengan baik, Nyonya. Bibi tidak tega melihat Amira selalu bersedih ketika Nyonya belum datang kesini," ujar Bik Jum menyeka air matanya."Bibi bahagia bisa melihat wajah ini kembali. Walaupun pada kenyataannya, Nyonya bukanlah Mega, karena Mega tetap sudah meninggal," Bik Jum menyentuh wajah Risa dan mengusapnya dengan lembut. Risa melihat gurat kerinduan di bola mata perempuan paruh baya itu yang begitu dalam. "Bibi yakin, kehadiran Nyonya ke dalam kehidupan Tuan Gilang, bisa mengungkap pembunuh Mega yang sebenarnya," tambah Bik Jum lagi membuat Risa seketika tersentak."Bibi boleh, kok, menganggap aku sebagai Mega. Bibi boleh menyayangi aku sebagai Mega, aku akan menyayangi orang-orang dirumah ini seperti Mega dulu menyayangi mereka," ujar Risa sambil mengusap
Mereka berkeliling di toko-toko aksesoris untuk mencari hadiah pada ulang tahun Gilang nanti. Risa merasa heran melihat Gio yang begitu bersemangat setiap membeli apa-apa untuk Gilang. Seolah-olah orang yang akan ulang tahun itu adalah orang yang sangat dicintainya.Setelah puas berbelanja dan berkeliling kota, mereka lalu pulang ke rumah."Lho, Gio, ini bukan jalan ke rumah?" Tanya Risa kepada Gio karena jalan yang mereka lewati bukan jalan menuju rumah."Iya, kita akan pergi ke suatu tempat," ujar Gio kepada Risa.Mobil terus melaju dengan kecepatan sedang. Risa tidak tahu, akan Gio bawa kemana mereka hari ini. Sekitar tiga puluh menit perjalanan, Gio memarkirkan mobilnya di sebuah rumah sederhana. Tidak terlalu sederhana, tapi dibandingkan dengan rumah orang tua Gilang dan rumah yang mereka tempati, rumah itu jauh berada di bawah. Rumah itu di desain dengan gaya klasik, tepatnya seperti rumah kuno.Gio turun dari mobil dan membuka bagasi mobil."Wooi, Kak Risa, Dela. Kok bengong a
Risa menyesal karena memperlihatkan kekesalannya pada Gio. Sehingga remaja itu bisa membaca pikirannya saat itu. Dia padahal tidak ingin ada orang yang tahu tentang kekacauan hatinya.Mereka lalu meneruskan mendekorasi ruangan sehingga ruangan tersebut disulap menjadi sangat indah."Kak, Lo mau pulang dulu atau nggak, nih?" Tanya Gio kepada Risa."Iya lah, aku mau menyambut Kak Gilang pulang kerja," sahut Risa tegas."Kak Gilang pulang kerja langsung ke sini, gue yang atur." Sahut Gio lagi."Ya udah, aku di sini aja, tapi, Amira gimana?" Tanya Risa kepada Gio."Jadwal buat Amira itu esok pagi aja." Ujar Gio memasukkan kembali sampah-sampah sisa dekorasi Ke dalam tong sampah. Gio dan Dela lalu kembali ke Apartemen. Tinggallah Risa sendiri di rumah itu, Risa kembali memandangi lukisan-lukisan tersebut. Terbersit tanya dalam hatinya kenapa Gilang sangat menyukai pesawat? bukankah Gilang bukan seorang pilot? lalu ke mana Risa harus mencari jawabannya? Risa sendiri tidak tahu.Satu jam ke
"Tuhan. Aku tidak mungkin menggantikan posisi Mega di hatinya, tapi jika saja boleh, aku ingin mengobati luka hati Kak Gilang. Aku tidak peduli Kak Gilang tidak mencintaiku, karena aku tahu cintanya hanya untuk Mega, tapi bolehkah aku memohon agar rasa sakit di hati Kak Gilang tidak lagi merajai hatinya?" Risa mengusap air mata yang juga membanjiri wajahnya.Dia tak tega melihat Gilang terluka begitu parah.Tiba-tiba, tatapan Gilang berpindah ke arah Risa. Hal itu membuat Risa tersentak dari lamunannya."Risa, kamu kok di sana?" tanya Gilang menatap istrinya itu."A-aku ...." Risa bingung harus menjawab apa."Udaranya dingin. Aku nggak mau sakit, Sayang," ujar Gilang dengan lembut. Risa mengangguk dan membalikkan badannya untuk kembali ke dalam kamar.Namun, Risa menyempatkan diri untuk bertanya. Ia pun lalu mendekati Gilang."Apakah Mega tenggelam di sini?" tanya Risa dengan wajah penuh tanya "Menurut pengakuan Gio, iya. Mega tenggelam di sini." Gilang menyahut dengan wajah yang te
"Papa pikir, kamu tidak akan kembali lagi kerumah ini." ujar Tuan Adiguna menatap Gilang ketika mereka sedang sarapan bersama di meja makan."Tentu saja aku pasti kembali, karena ini rumahku." Ujar Gilang menatap tajam kedua orang tuanya."Gilang, tutup mulutmu, pemilik rumah tidak akan meninggalkan rumahnya dalam keadaan kacau seperti ini." Nyonya Adiguna menatap ke arah Risa dengan sinis."Mama juga pasti tau, alasan aku pergi dari rumah ini. Jangan pernah membuatku marah karena aku tidak segan-segan mencabut semua fasilitas mama." Gilang terus menyeruput kopi yang tadi Risa hidangkan."Gilang, apa salahnya jika Alea tinggal di sini? Dia tidak akan mengurangi harta kita, kan?" Jawab Nyonya Adiguna dengan sinis."Mama yakin? Baiklah, kalau begitu, mulai hari ini, semua beban belanja mama dan Alea akan aku alihkan kepada papa," ujar Gilang menatap ibunya dengan tajam."Belanja Alea? Apa maksudmu Gilang?" Tanya Tuan Adiguna mengerutkan keningnya."Tanya saja sama mama, kemarin aku baru
Risa tersenyum puas melihat kue tart yang telah dia buat bersama Amira. Kue hasil buatannya bersama Amira terlihat sangat cantik, kue tart itu berukuran sedang, dengan cream berwarna putih dan mocca dihiasi potongan stroberi dan anggur.Risa sama sekali tidak menyangka kalau dia bisa membuat kue tart untuk pertama kalinya dengan hasil yang maksimal seperti itu, tampilannya teramat sangat cantik, dia sangat menyukainya. Berkali-kali Risa memotret kue tart itu dari berbagai sisi. Untuk soal rasanya, dia sendiri tidak tahu, entah bagaimana rasanya nanti."Ternyata kalau membuatnya dengan cinta, semua terasa mudah," gumam Risa.Padahal sebelumnya, jangankan untuk membuat kue tart, untuk membuat brownies kukus biasa saja, Risa selalu gagal. Sempat terpikir dalam benaknya, mungkinkah dalam proses pembuatan kue tadi, arwah Mega merasukinya sehingga dengan lancarnya dia mengolah tepung, gula, telur, margarin, dan bahan lainnya menjadi kue tart yang begitu sempurna seperti yang terlihat sekara
Risa kembali melihat tetesan air mata jatuh di pelupuk mata Gilang, kali ini tidak setetes atau dua tetes,melainkan sudah menganaksungai.Risa tidak mengerti akan makna jatuhnya air mata itu, apakah Gilang terharu? atau Gilang merasa berduka karena ulang tahunnya kali ini tanpa kehadiran Mega."Tiup lilinnya ... tiup lilinnya ... sekarang juga ... sekarang juga ... sekarang juga." Amira mengakhiri nyanyian happy birthday dan meneriaki Gilang untuk segera meniup lilinnya. Gilang pun menundukkan posisi tubuhnya untuk meniup lilin tersebut."Berdoa dulu, dong Ayah!" ujar Amira ketika Gilang hendak meniup lilin yang ada di hadapannya.Gilang tersenyum, lalu memejamkan matanya. Risa melihat ada luka dari raut wajah Gilang, beberapa menit kemudian Gilang membuka matanya, menarik napas dengan dalam, lalu meniup lilinnya dengan sekali tiupan."Hore ... selamat ulang tahun Ayah!" ujar Amira dengan derai tawa berbahagia."Terima kasih, Sayang." jawab Gilang mencium pipi Amira, mereka lalu memba
Sesampai di kantor Gilang, lelaki bertubuh atletis itu ternyata sudah menunggu di lobby.Melihat Risa datang, lelaki yang Risa damba yang hari itu mengenakan setelan formal berwarna hitam kombinasi biru langsung berdiri menyambutnya. Seperti biasa, Gilang akan langsung menggenggam tangan Risa, menggiring langkah perempuan itu untuk mengikutinya, dan seperti biasa juga, tidak pernah Risa utarakan keberatan untuk perlakuan suaminya itu."Kenapa kamu lama sekali, Sayang?" bisik Gilang."Aku ...." "Siap-siap menerima hukuman dariku.""Hah?" Risa setengah berlari mengikuti langkah lebar Gilang, tapi dia bahagia karena setiap kali Gilang menggenggam tangannya, ia tahu seseorang sudah pasti akan melindunginya dengan usaha terbaiknya. Risa yakin Gilang akan melindunginya dari bahaya apapun.Untuk kesekian kalinya Risa mendatangi kantor Gilang. Tapi, ia tidak pernah berhenti mengagumi bangunan megah itu. Bangunan yang menurutnya sangat keren, tapi ia hanya bisa menyimpan kekagumannya di dala
Risa memarkirkan mobil di halaman sekolah yang bercat merah putih tersebut. Ia memasuki ruangan yang di tuju. Acara belum di mulai. Ia memilih duduk di deretan bangku paling depan. Setelah menunggu beberapa menit, Acara pun di mulai. Kepala sekolah menyampaikan pidatonya tentang perkembangan sekolah dan meminta maaf atas nama seluruh majelis guru jika pernah menyinggung perasaan wali murid. Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi dengan nilai terbaik. "Siswa tersebut adalah ..." Hening "Amira Syakila Gading Putri" Air mata Risa meluncur dengan deras membasahi pipi. Amira naik ke atas panggung, menerima piala dan berjalan menuju mikropon yang telah di sediakan. Amira menunduk sebelum berbicara. Setelah mengangkat wajahnya, Risa baru tahu kalau putrinya itu sedang menangis. "Piala ini .. Amira persembahkan untuk Bunda. Bunda yang telah menjaga dan merawat Amira dengan baik dan penuh kasih sayang. Bunda yang begitu tulus menyayangi Amira. Bunda yang begitu sabar dan tabah
Dear Diary ...Sejak awal pertama aku dilelang oleh Tante Tika, aku tidak pernah menyangka kalau hidupku akan menjadi seperti saat ini.Dinikahi laki-laki yang tidak dikenal bukanlah impianku. Namun, aku selalu berharap, untuk bisa mengabdi pada laki-laki yang telah mengikatku pada ikatan pernikahan yang suci.Sejak pertama kali Kak Gilang menggenggam erat tanganku, aku merasa terlindungi. Aku jatuh cinta padanya. Walaupun sikap Kak Gilang sangat dingin padaku, aku merasa nyaman dengan perhatian dan ketegasannya.Aku merasa terluka saat tahu Kak Gilang memilki seorang ratu di dalam hatinya. Aku berharap, dan selalu berdo'a agar Kak Gilang bisa membuka hatinya untukku dan melupakan cinta di masa lalunya.Cinta membawa keajaiban. Kak Gilang yang dahulu sangat dingin, perlahan mulai sedikit mencair dengan seringnya kami merajut kasih. Dan yang membuat aku sangat bahagia adalah ketika Kak Gilang mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku. Dan aku adalah cinta pertama dan terakhir baginya.Na
"Aku tidak ingin Kakak terus-terusan membicarakan tentang kematian. Kita pasti akan menjaga anak kita dengan bersama-sama." Risa membingkai wajah Gilang dan kembali mencium pipi suaminya itu dengan mesra.Lisa meraba dadah Gilang yang terkena bekas tembakan dan dia merasakan bahwa detak jantung Gilang yang sudah semakin melemah."Jantungku akan berhenti berdetak. Tapi, kamu harus terus maju. Jangan pernah berpikir kalau kamu seorang diri membesarkan anak-anak. Karena aku akan selalu menyelimutimu dengan cinta." Gilang menatap Risa dan mengusap air mata istrinya itu yang semakin deras mengalir."Jangan pernah sakiti dirimu dengan memori tentang kita. Karena aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu ada dalam hatimu, menemanimu. Karena yang akan pergi, hanya ragaku saja. Tapi jiwaku akan selalu ada ...!""Kak ... Tolong. Berhenti bicara seperti itu!" Risa berhambur memeluk suaminya itu. Gilang mendekap tubuh Risa dengan erat. Membelai rambutnya dan mencium kening istrinya itu berkali
Risa dan Gilang sampai di Villa ketika matahari hampir terbenam. Gilang terlihat sangat lemah. Sesekali dia memegang dadanya. Setiap Risa tanya kenapa? Gilang berkata dia baik-baik saja.Mereka duduk di bangku panjang di Balkon kamar yang dulu pernah mereka tempati untuk merajut kasih. Gilang berkata ingin melihat matahari terbenam. Senyum terbit di wajah Gilang. Senyum itu sangat manis. Namun, seperti menyimpan sebuah luka."Kamu bahagia menikah denganku?" Gilang menoleh ke arah Risa sesaat. Lalu kembali menatap matahari yang semakin hilang dan meninggalkan semburat berwarna merah. "Sangat. Aku sangat bahagia. Kebahagiaanku selama hidup adalah menjadi istri Kakak," jawab Risa dengan uraian air mata."Kakak sendiri? Apa Kakak bahagia?" tanya balik Risa.Gilang menatap Risa, lalu mengecup kelopak bibir istrinya itu dengan hangat. Risa pun memejamkan mata menikmati kecupan yang diberikan oleh suaminya itu. Risa merasakan sentuhan bibir Gilang yang kali ini terasa berbeda. Entah mengapa
Beberapa saat kemudian, Perawat membawa Gilang menuju ruang ICU. Risa dan keluarga Gilang di larang untuk masuk. Dan mereka harus menunggu di luar.Risa semakin gelisah. Perasaan takut semakin menghantuinya. Ia ingin segera bertemu Dengan Gilang. Perempuan itu sudah sangat rindu pada suaminya dan ingin melihat kondisi suaminya itu.Sementara itu, Pak Adiguna dan Gio merasa gelisah karena pihak polisi tak kunjung datang ke rumah sakit. Padahal baik Pak Adiguna maupun pihak rumah sakit sudah menelpon pihak polisi sejak setengah jam yang lalu."Apa sebaiknya aku telepon lagi polisi itu?" Dio hendak merogoh ponselnya di dalam saku celana. Namun Pak Adiguna menahan pergerakan putranya karena khawatir pihak polisi menganggap mereka tidak mempercayakannya.Mereka semua merasa gelisah karena satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Gilang adalah pihak polisi.Della pun sudah datang kembali ke rumah sakit karena ketiga anak Risa sudah tertidur dengan pulas."Kak, polisinya d
"Mati kau Gilang! Lebih baik kau mati dari pada menambah luka hatiku!" Allea tertawa terbahak-bahak."Allea ....!" Gilang memegangi dadanya.Risa terkejut ketika tiba-tiba Gilang meraba dadanya dan ...Darah mengalir dengan deras."Kakak ...! Ya Allah." Air mata Risa mengalir dengan deras. Dia tidak kuasa melihat Gilang yang bersimbah darah."Alea. Kamu sudah gila!" Mamanya Gilang membantu Risa menyanggah tubuh Gilang yang hampir tumbang."Kita akan mati bersama-sama, Gilang. Aku mencintaimu!"Dhuarr ...!Alea menembakkan pistol tersebut ke dadanya. Mata Alea melotot, dengan darah segar mengalir deras dari mulutnya.Alea ambruk ke lantai. Dengan pistol yang masih di tangannya. Alea merenggang nyawa."Allea ....!" Mamanya Gilang terkejut ketika melihat Allea yang benar-benar sudah tidak berkutik dan sudah mati.Risa memeluk tubuh Gilang yang bersimbah darah. Ia merasakan tubuh suaminya semakin dingin. "Gio... Cepat panggilkan ambulans!" Risa berteriak dengan lantang dan suara yang be
"Ya udah deh. Mama dan Papa nginap di sini." Nyonya Adiguna tersenyum membuat Gilang mencium punggung tangannya dengan takzim."Makasih, Ma. Pa."Gio hanya menggeleng melihat kelakuan kakaknya yang dianggap terlalu lebay. Risa pun sebenarnya merasa melihat Gilang yang memiliki karakter tidak sama dengan suaminya yang begitu tegas dan tidak manja."Gue balik dulu, Kak. Udah malam," ujar Gio melirik jam tangannya."Lo juga nginap di sini, Gi. Gue mohon," ujar Gilang dengan wajah memohon."Eh, Kak. Lo kenapa, sih? Melow amat?" Gio mengerutkan keningnya."Gue pengen aja, kita kumpul rame-rame kayak masih kecil dulu!" Gilang kembali merebahkan kepalanya di pangkuan Mamanya. Hal itu membuat Gio mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah.Akhirnya, malam itu mereka berkumpul bersama. Mereka bercengkrama dengan hangat. Risa sesekali ikut tertawa saat mendengar kekonyolan mereka bertiga ketika masih kecil.*****Pukul dua dini hari, Risa merasa tenggorokannya kering. Ia melihat gelas di atas n
Risa mengecek secara detail persiapan ulang tahun Galuh dan Galih yang dirayakan secara meriah. Gilang sengaja mengundang para relasi bisnis dan teman-temannya dalam perayaan kali ini.Sebelumnya, Gilang tidak setuju kalau ulang tahun anak-anaknya di rayakan dengan meriah. Setiap ulang tahun Amira, Galuh dan Galih, mereka memilih untuk merayakannya di panti asuhan. Berbagi kebaikan pada anak-anak yatim di sana.Namun, kali ini Gilang meminta Risa untuk mengadakan pesta ulang tahun yang meriah. Ketika Risa tanya alasannya, Gilang mengatakan kalau dia ingin melihat anaknya bahagia berada ditengah-tengah pesta. Risa merasa itu jawaban yang aneh. "Nggak biasanya Kak Gilang seperti ini," bisik Risa seorang diri.Gilang juga meminta Risa untuk mengundang anak-anak yatim dan panti asuhan yang sering mereka kunjungi. Gilang mengatakan, ia ingin mengajak anak-anak tersebut melihat pesta ulang tahun dan berbagi lebih banyak lagi.Gilang memang suka berbuat baik. Bahkan sampai Sekarang, Gilang
Prangggg ....!"Benar-benar sial! Tak ada satupun anak buahku di Indonesia yang bisa diandalkan. Mereka semua benar-benar bodoh. Tidak ada yang cerdas satupun!" Allea kembali membanting gelas berisi wine yang berada di tangannya.Dia baru saja mendapat kabar dari anak buahnya bahwa mereka sudah gagal menculik anak Gilang."Sepertinya memang harus aku sendiri yang turun tangan untuk menghabisi mereka. Aku tidak akan pernah lagi membiarkan hatiku sakit melihat Gilang berbahagia dengan keluarganya. Memang harus aku sendiri yang turun tangan dan menyelesaikan masalah ini." Allea menatap sinis pada foto Gilang yang masih terpampang di dalam kamarnya.Perempuan itu pun segera membuka aplikasi Traveloka untuk memesan tiket pesawat. Tak sabar lagi bagi dia ingin segera mengakhiri penderitaannya dan melihat penderitaan keluarga Gilang untuk kedepannya."Aku akan melakukan apapun yang aku yakini bisa membuatku bahagia. Aku tidak akan pernah membiarkan Gilang dan keluarganya hidup tenang. Mereka