Share

Bab 2

Author: Rayana Wheen
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Andai saat itu aku tahu bahwa itu adalah terakhir kalinya aku melihat mu, maka akan ku genggam tangan mu sekuat tenagaku. Akan ku bisikkan padamu bahwa aku mencintaimu."

"Jadi kau sudah membawa semua yang kau butuhkan?" Shelly bertanya kepada keponakan satu-satunya itu.

Rene mengangguk pelan, seakan-akan tidak ingin pergi.

"Kau tahu Rene, kau bisa membatalkan penerbangan ini."

"Tidak. Aku tidak bisa melakukannya."

"Tapi kau tidak terlihat menyukai perjalananmu kali ini. Kenapa tidak mengatakan sebenarnya?"

"Kau terlalu khawatir, aku akan baik-baik saja."

Shelly akhirnya menarik napasnya, mengangguk perlahan. Tangannya mengelus kepala keponakannya itu.

"Setelah kau pulang dari Scotland, aku berjanji untuk memasak makanan kesukaan mu. Kita akan makan malam dengan menonton aktor favorit mu itu."

"Oke, aku sangat tidak sabar untuk itu. Aku harus pergi, jaga dirimu baik-baik Shell."

Rene mulai melangkah, tapi Shelly sempat memegang tangannya seakan-akan tidak rela keponakannya itu pergi.

"Ada apa?"

Shelly tersenyum tipis, matanya agak berair. "Sampai jumpa minggu depan, Rene."

Rene tersenyum meyakinkan Shelly, "tentu saja, sampai jumpa minggu depan."

Mereka saling tersenyum meyakinkan satu sama lain sebelum akhirnya Rene melangkah menuju pintu masuk bandara.

Shelly merasa khawatir saat itu, seakan-akan pintu bandara yang memisahkan mereka akan menjadi saksi dimana mereka berdua tidak akan pernah bisa bertemu.

Tapi kemudian dirinya berusaha melenyapkan pikiran buruknya dan kembali pulang.

Disisi lain, Rene mencari-cari kekasihnya Orlan.

Kate dan Orlan sedang duduk bersama dengan Kate yang makan keripik kesukaannya sedangkan Orlan terlihat bosan menunggu seseorang.

Rene terkekeh melihat pemandangan itu, dua orang terpenting dalam hidupnya selalu berusaha melengkapi kepingan senyap Rene.

"Hai!" Rene memanggil mereka berdua dan terus berjalan.

Entah bagaimana Rene ternyata menabrak seseorang karena sikap antusiasnya.

Rene agak goyah tapi berhasil ditangkap oleh orang yang ditabraknya itu.

"Oh maaf, aku benar-benar tidak melihat ada seseorang."

Orang yang ditabraknya itu adalah seorang pria, kemungkinan berusia tiga puluh tahunan dengan kacamata hitam yang menghiasi matanya. Tapi walaupun kacamata itu menghalangi pandangan pria itu, Rene bisa melihat dengan jelas tatapan tajam pria itu padanya.

Pria itu terdiam tidak merespon sama sekali permintaan maaf dari Rene.

Pria angkuh sialan!

Rene mengumpat dalam hatinya karena sikap arogan pria itu.

Pria yang tadi ditabrak oleh Rene ternyata memiliki seorang teman, temannya langsung menyenggol lengannya.

"Lain kali perhatikan langkah mu."

Rene mengangguk, "tentu."

Pria itu masih menatapnya dengan tatapan menilai ke arah Rene, Orlan yang sedari tadi melihat adanya keributan kecil langsung mendekat ke arah Rene.

"Hai sayang, ada apa?"

Pria itu menatap ke Orlan, Rene yang terkejut karena adanya Orlan hanya menggelengkan kepalanya lembut.

"Tidak terjadi apapun sayang, aku menabrak pria ini."

Orlan menyembunyikan tubuh Rene dengan posesif, "aku minta maaf atas kesalahan kekasihku. Kurasa tidak ada hal yang perlu dibesar-besarkan karena hal ini kan?"

Teman pria yang tadi ditabrak oleh Rene seakan-akan tau sikap arogan temannya sehingga dirinya langsung bertindak.

"Tidak, temanku baik-baik saja dan ku pikir kalian berdua bisa pergi sekarang."

Orlan mengangkat alisnya kecilnya tapi hanya mengangguk.

"Thank you."

Orlan menarik dengan lembut tangan Rene, mengajaknya pergi dari hadapan dua pria dewasa itu.

Rene mengikuti kekasihnya, namun dirinya sempat melihat ke belakang dan disaat itu dirinya menyadari bahwa pria yang ditabraknya itu masih melihat ke arahnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Sialan pria itu, sombong sekali wajahnya. Ingin sekali ku mematahkan kacamata mahalnya itu." Orlan memaki di samping Rene yang saat itu masih terdiam.

"Sayang kau tidak apa-apa kan?"

Gelengan Rene tidak membuat Orlan senang. "Katakan sesuatu padaku, Rene."

Rene menatap dalam mata kekasihnya, "hanya terkejut dengan dua pria itu. Tapi sudahlah aku tidak peduli sama sekali."

"Jadi kau hanya ingin terdiam tanpa berusaha menciumku?" Rene bertanya menggoda kekasihnya.

Orlan tertawa kencang, "serius sayang? Kali ini, di depan banyak orang?"

"Mengapa tidak? Mereka tahu siapa kita."

Orlan tanpa banyak bicara langsung mengecup bibir Rene, bibir hangat yang sangat jarang bisa di kecupnya.

Kecupan mereka menjadi sedikit lebih intens, tapi suara Kate berhasil mengubah suasana.

"Aku merusaknya bukan?" Kate bertanya jahil kepada mereka.

"Kau tahu kan aku tidak ingin punya keponakan secepat itu."

"Sialan Kate."

"Sialan pantat mu Ory."

Mereka bertiga akhirnya tertawa bahagia.

*****

Rene tidak bisa merasa tenang ketika sudah berada di kursi penumpang. Keringat dinginnya mengalir.

"Hei, Rene... Aku ingin bertanya kepadamu." Kate bertanya pada Rene, ketika Rene menoleh ke arahnya, disitulah Kate tersadar bahwa Rene sangatlah pucat pasi.

"Mengapa kau pucat sekali Rene? Kau yakin kau baik-baik saja? Apa perlu aku memanggil Orlan?"

"Tidak Kate, tidak. Aku oke. Hanya sedikit pusing karena perjalanan ini."

Kate dengan penuh kasihnya menarik pelan tangan Rene dan perlahan menepuknya.

"Oke Rene, bolehkah aku bertanya? Apakah kau belum pernah tidur dengan Orlan?"

Rene mengubah posisi duduknya karena pertanyaan sahabatnya itu.

"Tentu saja, aku pernah tidur dengannya." Rene mencoba tidak merasa malu untuk menjawab pertanyaan Kate.

Kate melihat Rene dengan tatapan menghina, "sayangku Rene. Maksudku bukan itu, tidur yang benar-benar tidur. Maksudku pernahkah kau bercinta dengannya? Dengan Orlan?"

Wajah Rene terbakar mendengar kata-kata Kate.

"Sialan Kate, aku bahkan tidak pernah berpikir seperti itu. Mengapa kau bertanya padaku?"

"Ayolah, semua gadis seusia kita sudah pernah bercinta setidaknya satu kali. Namun disinilah kau, masih terjaga dengan baik."

"Dengarkan aku Kate, Orlan adalah pria yang sangat baik. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan kebaikan hatinya. Tidak mungkin dia berpikir untuk melakukan hal yang seperti itu."

"Ayolah Rene, setiap laki-laki itu sama. Mereka pasti setidaknya ingin tidur dengan kekasihnya satu kali seminggu." Kate menasehati Rene.

"Begini saja, nanti malam aku akan menukar kamar tidur kita agar kau bisa tidur di kamar Orlan dan jangan lupa untuk memakai pengaman." Seringai Kate membuat Rene memukulnya pelan.

"Sialan Kate, serius jika kau terus mengatakan hal-hal berbau seksual maka aku tidak akan berteman denganmu lagi."

*****

Mereka tiba di Scotland saat hari mulai sore, sehingga jadwal pertama ditunda sampai esok hari. Guru Rene menyuruh mereka semua untuk pergi ke hotel.

Perjalanan yang cukup memakan waktu membuat mereka sampai di hotel saat hari mulai gelap. Pembagian kamar di mulai dan kebetulan Rene tidur di kamar yang sama dengan Kate.

Mereka makan malam, ketika Orlan sedang memisahkan daging yang tidak disukai Rene. Teman akrabnya Roby menepuk punggungnya.

"Orlan!! Kau harus tahu bahwa kita akan mengadakan pesta setelah ini. Aku sudah menyiapkan banyak bir dan juga Snack. Apakah kau dan kekasihmu yang cantik ini ingin ikut" Roby menggoda Rene dan Rene menanggapinya dengan senyuman.

"Hanya Rene yang diajak olehmu?" Kate yang ada disebelah Rene berusaha menjahili Roby dengan nada kesalnya.

"Oh sayang, tentu saja itu termasuk dirimu karena ku tahu bahwa kau tidak mungkin bisa terpisah dari Putri cantik kita semua Rene Therdwey."

"Hei! Apa kau menggoda kekasihku di depan mataku? Sialan kau Roby." Orlan merenggut marah tapi Rene tahu itu hanya main-main.

"Tanyakan pada kekasihmu Ory apakah dia tidak tertarik dengan diriku ini. Aku kan tampan, baik hati dan pastinya lembut luar dalam."

Rene tertawa, "jujur saja Roby memang tipe ku."

Orlan melotot tanda tak percaya, "baby? Serius?"

Rene menggeleng dan bangkit untuk mengecup dahi Orlan, "kau satu-satunya bagiku oke."

"Dengar itu Roby."

"Aku mendengarnya dengan sangat baik. Oke, ku harapkan kalian datang tepat waktu. Jangan lupa untuk tidak membuat suasana gaduh yang bisa menyebabkan kita dalam masalah. Rene, jangan bocorkan ini kau tahu."

Rene mengangguk pelan, Roby akhirnya pergi dari tempat makan mereka.

"Bajingan itu." Orlan menggeleng pelan.

"Kau akan ikut sayang?"

"Mungkin tidak, terlalu lelah. Kau ingin ikut?"

"Jika kau tidak ikut, maka aku tidak ikut." Orlan berucap sambil melanjutkan aktifitasnya memisahkan daging yang tidak disukai Rene.

"No! Ikut saja. Ini penting bagi kita untuk saling berpesta sebelum hari-hari mengamati pelajaran itu dimulai. Jika aku ikut maka kau akan ikut juga kan?"

"Ya."

"Maka pergilah bersamaku malam ini."

"Rene? Kau serius?"

"Aku sudah tidak pernah merasakan kehidupan indah anak-anak seusiaku. Mengapa kita tidak mencobanya sesekali." Rene mengedipkan sebelah matanya ke Orlan.

Orlan terkekeh sambil berucap, "oke jika itu mau mu."

*****

Dyana menatap jendela hotelnya, kekasihnya Jason baru saja pergi. Meninggalkan dirinya sendiri dengan banyaknya luka dan tubuh yang lelah.

Pikirannya menghilang disuatu titik kejenuhan. Dyana ingin pergi, mencari sesuatu yang bisa membuatnya senang. Tapi lepas dari Jason tidaklah semudah itu.

Jason adalah iblis, menghancurkan Dyana dengan penjara suci bernama kekayaan. Dyana sudah tidak punya apapun lagi, kebebasan, rasa cinta dan apapun itu sudah hilang saat dirinya setuju untuk mengikuti Jason dan dia merasa menyesal.

Dyana berdiri dan masuk ke kamar mandi, membasuh badannya dengan tergesa-gesa seolah rasa sedihnya bisa dihilangkan dengan itu semua.

Saat selesai mandi dan berpakaian, Dyana membuka pintu kamarnya bergegas pergi untuk sekedar melihat sekeliling hotel.

Jason tidak mengijinkannya untuk pergi, tapi Dyana tidak peduli karena dengan keluar dari kamarnya lah dia bisa melepas kesendiriannya.

Dyana terhenti di suatu tempat, itu adalah rak buku yang disediakan khusus untuk para pengunjung hotel.

Dyana ingin mengambil salah satu buku itu tapi terhenti saat menyentuhnya.

"Mengapa berhenti?" Suara seorang gadis membuat Dyana kaget.

"Huh?"

"Iya, mengapa berhenti mengambil buku itu?"

"A-aku.... Aku tidak terlalu tertarik."

Gadis itu mengerutkan dahinya, "tapi kau terlihat menyukainya. Ambil saja dan baca. Buku adalah sumber ilmu, bahkan bisa membuatmu terhibur."

Dyana merasa tertarik dengan kebaikan gadis ini.

"Ya, kau benar... Itu bisa membuatmu bahagia."

"Jadi tunggu apalagi? Ambil saja buku itu."

Dyana mengangguk, sebelum ingin bertanya lagi kepada gadis itu. Gadis itu dipanggil oleh temannya dan melangkah pergi.

Untuk pertama kalinya di bulan ini, Dyana merasa jiwanya bebas. Tidak ada lagi sesak yang menggelora dan itu membuat Dyana tersenyum.

"Ada baiknya sesak itu hilang, menghasilkan perasaan bebas dan membuat mu kembali tersenyum. Dan itu adalah perasaan jatuh cinta."

Related chapters

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 3

    Rene tidak ikut pesta sama sekali, dirinya begitu lelah karena perjalanan sehingga dirinya memutuskan untuk tidur.Saat masuk ke dalam kamarnya, ternyata di depan kamarnya ada Orlan yang tengah menunggunya."Hei." Orlan dengan salah tingkah menyapanya."Bukankah kau seharusnya pergi bersama Roby sayang?" Tanya Rene.Orlan menggaruk kepalanya dengan canggung, "tidak terlalu ingin keramaian.""Oh...""Kate menyuruhku menemani dirimu. Apa kau ingin aku pulang kembali ke kamarku atau...""Tidak, tinggallah."Orlan mengangguk masih dengan wajah yang malu-malu.Rene memasukkan kunci kamarnya diikuti oleh Orlan."Aku akan mandi dulu.""Oh ya, tentu..."Rene menghabiskan waktunya agak lama untuk mandi.Selesai mandi Rene melihat Orlan tengah tertidur di kamarnya.Rene menghampiri Orlan, ikut memeluknya seperti yang biasa mereka lakukan saat sedang menghabiskan waktu bersama."Jadi sudah selesai mandinya hm?""Ya.""Mak

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 4

    Anthony menyukai pesta, dia begitu suka segala sesuatu yang memekakkan telinga agar dirinya bisa tahu bahwa saat itu dia masih hidup. Pesta menyadarkannya dari ketakutan kematiannya.Sahabatnya Bruno tengah berbicara tentang suatu hal yang membosankan mengenai bisnis mereka yang ada di Scotland. Anthony tidak butuh nasehat dari temannya itu, karena bisnis mereka jelas menjadi salah satu alasan mengapa Scotland masih bergantung kepada Anthony.Tidak ada pihak yang bisa menghalanginya. Karena jaringan bisnis Anthony telah meluas di sepanjang negara Eropa.Ya, Anthony adalah seorang mafia sekaligus CEO perusahaan yang bergerak dalam bidang pengadaan berlian, resort dan teknologi.Tidak akan ada yang bisa menangkapnya karena sebagian besar para pengusaha di benua Eropa menggunakan jasa Anthony. Teknologinya yang berbasis keamanan rumah dan perusahaan jelas sangat berguna bagi para pembisnis kancah dunia.Dan untuk pekerjaan kotor Anthony, dia menjalankan pekerjaan untuk pengadaan pembunuha

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 5

    Itu dimulai dengan suara alarm yang membangunkan pagi Rene, hari terakhir di Scotland dan dia sangat antusias untuk kembali pulang ke rumahnya.Rene melihat kasur Kate yang sudah kosong, itu artinya Kate sudah mulai mencari sarapan.Pesta yang diselenggarakan di bar itu sangat luar biasa, Rene hampir terbawa suasana untuk ikut mabuk tapi untungnya Orlan mencegahnya.Mengenai Orlan, kekasihnya itu benar-benar orang yang sangat baik hati. Dirinya tidak segan-segan menasehati bahkan mengantarkan teman-teman mereka pulang kembali ke hotel dengan selamat.Setelah mereka memastikan semua teman-temannya masuk ke dalam kamar mereka, Orlan mengantar Rene sampai ke kamar Rene. Mencium dahinya dan mengucapkan selamat malam dengan suara beratnya.Orlan tidak pernah mabuk, hampir tidak pernah mabuk jika itu di dekat Rene. Yang Rene ketahui, Orlan tidak ingin mabuk disampingnya karena Rene pasti akan merasa tidak nyaman.Ucapan Orlan kembali m

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 6

    Cuaca yang cerah di Scotland tidak terasa menyenangkan bagi Dyana. Saat ini dirinya tengah berada di sebuah jalanan kota yang terhimpit oleh sesaknya gedung-gedung pencakar langit.Dyana bersenandung sedih dalam perjalanannya menuju tempat masa kecilnya itu.Kepergian Dyana jelas tidak diketahui oleh siapapun bahkan oleh Jason kekasihnya. Mungkin sebentar lagi akan ada cekcok diantara mereka berdua tapi Dyana tidak peduli.Dia hanya ingin melihat rumah yang menjadi tempat dirinya tumbuh, melihat adiknya dan melihat neneknya.Lamunannya terbawa oleh masa kelam dimana lima tahun yang lalu, saat usianya baru tujuh belas tahun dirinya menjadi tulang punggung keluarganya.Ayahnya terlalu brengsek dan ibunya harus menanggung segala rasa sakit karena menikahi pria yang berhati seperti iblis.Ibunya meninggal ketika Dyana berumur sepuluh tahun, meninggalkan Dyana untuk mengurusi adik dan neneknya.Dyana putus sekolah saat itu, kerja serabutan demi memberikan hidup yang layak untuk adik perempu

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 7

    Saat itu, hampir tiga bulan Dyana terperangkap dalam jerat kehidupan Jason. Dyana yang terpenjara tidak pernah boleh keluar dari mansion. Tidak boleh berbicara pada siapapun selain orang-orang yang dipercaya dan dikenal oleh Jason.Rasa itu membuatnya gila, Dyana gila karena terperangkap dalam kemewahan bukanlah hidupnya. Hidupnya selama ini bebas, tidak dipenuhi aturan yang mengekang.Tapi bersama Jason? Dia tidak boleh memiliki kebebasan itu semua. Hanya Jason yang boleh menentukan hidup Dyana.Karena sudah muak dengan segalanya, termasuk dengan Jason yang bungkam pada hubungan mereka akhirnya Dyana pergi dari mansion, kabur tanpa membawa apapun selain telepon dan dompet miliknya.Dyana tidak peduli lagi mengenai Jason yang marah, Dyana tidak peduli lagi jika pada akhirnya adiknya atau neneknya akan sengsara lagi karena ulahnya. Sebab pada akhirnya Dyana lah yang menanggung emosi dan tekanan batin.Mansion mewah itu sendiri berada di salah satu pulau pribadi di Scotland dan dikelilin

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 8

    Dyana berhenti untuk mengambil napasnya, sesak di rasakan olehnya. Airmatanya memupuk menyedihkan.Saat itu pintu toko bunga terbuka, adik Dyana, Jessica terlihat sedang menata ulang bunga-bunga yang segar itu.Jessica terlihat cantik, dia sudah tumbuh menjadi gadis dewasa. Dan Dyana tidak pernah bisa melihat perubahannya.Dyana tercekat karena kenyataan itu, adiknya tidak pernah tahu pekerjaan apa yang dilakukan olehnya. Adiknya hanya tahu bahwa Dyana tidak bisa menemuinya, sampai batas waktu yang ditentukan.Jason hanya memperbolehkan Dyana menghubungi adiknya itu ketika Jason ada di sampingnya. Jadi komunikasi mereka tidak pernah seintensif itu.Jessica sangat sehat, tumbuh tinggi dengan rambut hitam legamnya yang luar biasa.Dyana ingin mendekat, mengusapkan tangannya ke rambut adik perempuannya itu tapi dia tidak bisa melakukannya.Tangisan Dyana membuat Jessica seperti bisa merasakannya, Jessica terlihat menoleh ke sekelilingnya. Dan saat itu Jessica berbalik, menatap Dyana yang

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 9

    "Pak, seseorang mengirimkan hadiah untukmu."Alex yang saat itu tengah berjalan keluar dari koridor dihentikan oleh seorang murid yang mengatakan bahwa dia mendapatkan sebuah bunga dari seseorang.Alex tersenyum, "dari siapa itu Tommy?""Entahlah... Dia tidak mengatakan apapun dan hanya ingin kau mengambilnya."Senyum Alex hilang dan digantikan dengan tatapan cemas."Tommy, apa yang sudah ku katakan padamu? Jangan pernah berbicara dengan orang asing, apalagi mau diberikan sesuatu oleh orang asing.""Tapi dia bukan orang asing Pak.""Apa maksudmu?""Dia mengatakan sangat mengenalmu dan itu jelas untukmu. Alex Mylson."Kerutan di dahi Alea kembali terlihat."Apa lagi yang dia katakan?""Dia mengatakan bahwa kau sudah memenuhi janjimu untuk menjadi guru dan itu sangat keren!"Mendengar hal itu Alex langsung mengambil hadiah yang dipegang oleh anak muridnya itu.Dan benar saja, kata-kata dibelakang kotak hadiah itu membuat jantung Alex terhenti.Kau hebat, sudah bisa menggapai salah satu i

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 10

    Dyana berjalan dengan tatapan kosong di bawah ruko-ruko yang menjulang tinggi itu, disisi kanannya kantong plastik yang berisi barang-barang pokok untuk keluarganya terasa berat.Nyonya Merlin memberikan banyak uang dan bonus tambahan untuk Dyana, sehingga kali ini tidak butuh lama bagi dirinya untuk bisa membawakan adiknya makanan yang layak.Saat dirinya sampai di depan rumah, Dyana membuka pintu dan melihat adiknya menangis. Jessica menangis karena neneknya yang sedang memukulinya."Apa-apaan ini?!" Teriak Dyana menghentikan neneknya. Neneknya menghentikan pukulannya pada adik Dyana tapi dia bisa melihat neneknya menahan amarah yang teramat sangat begitu dia melihat Dyana."Jadi kau sudah pulang hah?!" Raung neneknya.Neneknya menghampiri Dyana, memegang erat jaket yang dipakai Dyana."Mengapa kau melakukan ini Dyana? Katakan pada nenek mengapa kau tega melakukan ini pada kami! Apakah aku pernah mengajarimu melakukan hal yang menjijikan seperti ini?!" Teriak neneknya sambil menangi

Latest chapter

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Epilog

    Angin malam membuat banyak orang ragu-ragu untuk pergi ke luar dari rumahnya, tapi tidak bagi Anthony yang masih kuat untuk duduk di bangku dekat balkon.Wajahnya mengeras ketika mengingat pengkhianatan Renesmee.Wanita itu meninggalkannya, dia tidak merasa sakit sama sekali. Tapi wanita itu dengan beraninya meninggalkan anak-anaknya.Alan dan Rosseanne akhir-akhir ini sering menangis tanpa sebab, ketika Anthony membawa dokter ke rumah. Mereka mengatakan padanya bahwa anak-anaknya mengalami demam.Anthony langsung membenci Renesmee saat itu, dia bukan hanya menyakiti hati dan fisiknya. Tapi Rene juga menyakiti anak-anaknya.Anthony masih mengingat bagaimana Rene yang menusuk pisau ke arah paha kakinya. Rene menyakitinya dan pergi dari pulau ini dengan sembrono, meninggalkan dirinya dan anak-anak mereka.Janji yang mereka buat, cinta yang mereka gaungkan di setiap sisi pulau hanyalah sebuah fiksi.Rene tidak pernah mencintainya, dia membohongi semuanya. Dia berpura-pura dan berakting

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 103

    Rene berjalan menuju sisi taman yang basah, hujan deres yang mengguyur kota membuat beberapa jalanan tergenang air.Jaket yang Rene kenakan tidak bisa menghalangi dinginnya udara atau mungkin kelembaban udara yang menusuk kulitnya.Rene menatap beberapa orang yang juga sedang berjalan sambil memegang kopi panas atau beberapa anak-anak yang memainkan bermain air hujan dengan menciprati temannya yang lainnya.Rene tersenyum melihat pemandangan itu, ulu hatinya nyeri melihat raut polos anak-anak yang sedang bermain tanpa adanya beban. Rene bertanya-tanya apakah anak-anaknya akan seperti itu juga?Ataukah Anthony membesarkan kedua anaknya dengan cara yang berbeda? Bisakah anak-anaknya hidup normal seperti anak-anak lainnya?Pikiran itu membuatnya pusing dan pada akhirnya dia memilih duduk di bangku taman yang tidak terkena air sama sekali.Rene menyadari sudah hampir satu bulan sejak dirinya pergi dari pulau.Dan sampai hari ini, belum ada tanda-tanda Anthony mencari keberadaannya. Rene b

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 102

    "Apa kau ingin di temani?" Kalimat penuh tanda tanya itu dilontarkan oleh Orlan ketika mereka sampai di tempat yang telah dijanjikan oleh ibu Rene untuk bertemu dengannya."Aku tidak butuh di temani, kau tahu aku sudah dewasa." Jawab Rene dengan senyum mencoba meyakinkan Orlan.Orlan memandanginya dengan tidak yakin, Rene tahu bahwa pria itu sangat khawatir kepadanya dan inilah yang dia selalu lakukan setiap saat.Desahan napas Orlan yang terlihat kecewa membuat Rene sedikit merasa menyesal. Tapi dengan anggukan kecil itu, Rene tahu bahwa pria yang ada di hadapannya ini akan menyadari betapa pentingnya pertemuan ini."Aku akan duduk di sebrang sana dan jika kau merasa tidak nyaman atau terjadi sesuatu. Aku mohon untuk memanggilku. Apa kau mengerti?"Rene mengangguk dan dengan itu Orlan mengecup telapak tangannya dengan lembut. Dia pergi dan meninggalkan Rene sendirian disana.Rene duduk di tempat yang sudah dia dan ibunya sepakati, jam dinding sudah menunjukan waktu bahwa ibunya akan

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 101

    Rene melihat dirinya melalui cermin yang ada di kamarnya. Rene bisa melihat bayangan dirinya yang lesu, memiliki lingkaran hitam di matanya dan pucat.Akhir-akhir ini mimpi tentang pulau itu, Anthony dan anak-anaknya menghampirinya setiap kali Rene memejamkan matanya.Dalam mimpi itu, Rene bisa melihat anak-anaknya dan Anthony saling menatapnya dengan penuh kebencian. Mereka menggumamkan kata-kata yang tidak dapat di dengar oleh Rene, tapi jelas Rene bisa merasakan rasa sakit mengendap di hatinya ketika dia melihat wajah-wajah mereka.Mengerti bahwa tidurnya tidak akan nyenyak karena dihantui oleh wajah-wajah itu, Rene akhirnya memutuskan untuk terjaga semalaman dengan membaca buku-buku yang dia bawa dari rumahnya.Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Anthony mencarinya. Dia sempat khawatir bahwa apa yang dia lakukan saat itu mungkin membuat Anthony terluka parah.Kenangan sebelum Rene kabur terlintas di kepalanya. Dia benar-benar tidak pernah merencanakan untuk menusuk kaki Anthony

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 100

    "Apa sudah selesai semuanya? Kau sudah mengemasi barang-barang yang kau butuhkan?"Rene mengangguk dan menunjukkan pada Orlan tas kecil yang selalu menjadi kesukaannya. Rene tersenyum kepada Orlan, "hanya ini saja barang-barang yang ku butuhkan.""Di tas sekecil itu?"Orlan dengan tatapan tak percaya bertanya kepada Rene yang terlihat bahagia."Aku hanya butuh kenangan-kenangan tentang bibi Shelly dan dirimu."Orlan tersenyum melihat tingkah Rene, bagaimana pun dia terlihat bahagia.Rene sudah melalui semua yang terjadi dengan tabah dan kuat, maka Orlan harus terus mendukungnya.Orlan memang merindukan Renesmee yang selalu tersenyum dan bahagia. Tapi kini semuanya perlu waktu, Rene perlu waktu untuk bisa terus menghilangkan rasa traumanya."Kau yakin hanya butuh itu?""Aku yakin."Orlan mengangguk dan segera setelah itu mereka pergi dari rumah Rene.Rene melihat rumah itu lagi setelah Orlan menguncinya."Aku akan sangat merindukan rumah ini.""Aku tahu. Tapi aku yakin kau tidak aman j

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 99

    Rene akhirnya kembali mencoba berjalan menuju kamarnya, ketika dia membuka kamarnya, semuanya masih sama seperti terakhir kali dia pergi.Sprei, selimut hingga bantal yang terdapat di kasur kamar itu tidak berubah sama sekali.Dan untuk yang pertama kalinya, Rene merasakan kerinduan mengenai dirinya yang dulu.Dia pikir akan lebih muda baginya untuk melupakan masa lalunya tapi dengan melihat kamar ini, dia tahu bahwa tidak semudah itu melepas apa yang pernah dia rasakan.Rene mendekati meja kamarnya, melihat foto mesranya dengan Orlan. Bukan hanya satu melainkan beberapa foto yang menunjukkan kasih sayang mereka berdua.Rene tersenyum, dia mengusap foto itu. Rene masih bisa mengingat setiap kejadian dalam foto itu.Foto kencan pertama mereka, diambil ketika Orlan dan dirinya pergi ke kota untuk membeli buku-buku yang diinginkan Rene.Orlan melihat Rene masih terdiam sambil menggenggam foto itu dengan jemarinya."Kau ingat foto itu?""Tentu saja, ini foto kencan pertama kita."Orlan me

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 98

    Pintu mobil milik Orlan dibuka oleh Renesmee, dia diperbolehkan pulang setelah lama diperiksa di rumah sakit.Orlan dengan hati-hati menuntunnya dan dia kembali melihat rumah yang di tempati olehnya dan bibi Shelly. Rumah itu terasa asing, padahal Rene telah dibesarkan dan tinggal di rumah ini dengan kurun waktu yang sangat lama.Lebih lama daripada di pulau itu, tapi Rene merasa tidak dapat mengenali rumahnya sendiri.Orlan dan dia memasuki halaman rumahnya, terlihat kotor dan tidak terawat karena memang setelah bibinya meninggal, tidak ada lagi yang membersihkan halaman dan rumput-rumput di sekelilingnya.Rene melihat pohon besar di sisi kanan rumah yang kini gugur daunnya, dia mengenang masa-masa ketika bibinya dengan penuh perhatian akan membiarkannya bermain boneka atau bahkan ayunan sambil memasakkan makanan kesukaannya di dapur. Jika bibinya telah selesai masak, biasanya pintu jendela akan dibuka dan dengan wajah yang penuh cinta, bibinya akan memanggil Rene untuk makan.Kenang

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 97

    Orlan mendatanginya lagi ketika matahari sudah berada di tengah-tengah kota. Seragam Orlan yang menjadi pusat perhatian Rene untuk pertama kalinya.Dia begitu tampan dan dewasa begitu mengenakan pakaian kerjanya itu, tapi ada beberapa rasa sedih dan lelah yang bisa Rene lihat dari raut wajah dan mata Orlan."Kau terlihat bagus dengan seragam itu." Ucap Rene lemah ketika Orlan tidak kunjung mendekatinya atau bahkan mengatakan sesuatu untuk menyapanya."Kau tidak tidur lagi?""Aku tidur.""Jangan berbohong padaku Renesmee."Renesmee?"Aku tidak bisa tidur." Ungkap Rene dengan lemah."Aku takut jika aku tertidur, semua ini hanya akan menjadi mimpi."Itu bohong.Dia tahu bahwa tidak mungkin ini semua adalah mimpi.Rene hanya takut bahwa jika dia tertidur, dia akan melihat gambaran kehidupannya ketika berada di pulau itu."Mereka menempatkan polisi-polisi di luar karena mereka peduli terhadap kenyamanan mu. Tidak akan ada yang menyerangmu. Tidak ketika ada aku disini bersamamu."Orlan meme

  • Terperangkap Obsesi Mafia   Bab 96

    Beberapa tahun kemudianRasanya sakit, Rene benar-benar kesakitan.Sakit di semua bagian tubuhnya.Dia berpikir bahwa kegelapan itu mungkin adalah pertanda bahwa dia telah mati.Tapi dia sadar bahwa dia belum mati.Ada suara seseorang yang berteriak memanggilnya."Rene!"Dia mencoba mencari tahu arah suara itu dan siapa yang sedang berteriak kepadanya."Rene kau harus bangun! Kau tidak boleh mati!""Aku mencintaimu!""Kita berdua akan baik-baik saja, aku berjanji padamu!"Dan saat itulah Rene membuka matanya, dia berada di ruangan serba putih dan bau obat-obatan menyeruak di setiap sudut ruangan itu.Tidak di ragukan lagi bahwa itu adalah rumah sakit, tapi mengapa dia sampai di rumah sakit?Rene bangun dan melihat jendela yang ada di sampingnya, jendela itu mengarah ke gedung-gedung tinggi.Dan ketika dia mengelus perutnya, itu sudah datar. Tidak ada lagi benjolan kehidupan dalam dirinya.Rene mulai panik dan mencoba berpikir sedemikian rupa mengenai apa yang terjadi padanya.Apa yang

DMCA.com Protection Status