"Olla! Mana si babu ini. Kenapa dia tidak pernah sigap jika aku memanggilnya. Olla! Kemana kamu!" pekik seorang wanita muda memanggil wanita yang bernama Olla Yukito.
Olla yang berada di belakang rumah terkejut mendengar suara teriakan kencang dari dalam rumah. Sampai di dalam rumah satu lemparan mengenai pelipisnya. “Iya, Ma, ada apa?” tanya Olla dengan suara tercekat sambil menahan sakit. “Dari mana kamu, apa kamu tahu jam berapa ini?” tanya Nyonya Megumi dengan nada datar. "Ada apa ini, Megumi. Kenapa pagi-pagi kamu sudah marah-marah. Ingat, darah tinggimu itu akan naik jika marah. Kamu pergi sana,” usir Tuan Abraham Alexander mertua Olla. Olla menganggukkan kepalanya, mengiyakan apa yang dikatakan mertuanya. Olla yang baru bekerja harus menerima kenyataan yang pahit, dipaksa menikah dengan pria yang sudah merebut kesuciannya. Pihak keluarga sang pria, khususnya kedua orang tua si pria melakukan penolakan keras terhadap pernikahan anaknya dan Olla walaupun sang anak bersalah sekalipun, orang tua pria itu kekeh tidak menerima Olla sebagai menantunya karena status Olla yang hanya sebagai pembantu dan miskin. Akan tetapi, tetua dari si pria itu tidak peduli dengan penolakan yang terjadi dia tetap setuju menikahkan keduanya, karena tetua itu tidak ingin keluarga mereka menjadi bahan gunjingan orang. Keputusan menikahi dibuat oleh si tetua sebagai hukuman agar pria itu mempunyai tanggung jawab dan tidak sewena-wena dengan perbuatannya. Dan, dia percaya kalau wanita itu bisa mengubah si pria menjadi lebih baik ke depannya. Dan, kini Olla harus menjalani kehidupan rumah tangga tanpa cinta dari pria itu. Dan hidupnya, seperti burung dalam sangkar emas. Dia selalu mendapatkan perlakuan yang tidak baik oleh mertuanya terlebih lagi suaminya. "Sayang, kamu baik-baik saja, nak?" tanya pelayan sepuh itu mendekati Olla yang sedang membasuh lukanya. Basuhan air ke wajahnya menutupi air matanya yang semakin deras. Bukan sakit karena luka, tapi sakit di hatinya lah yang membuat dirinya meneteskan air mata. Olla yang melamun terkejut mendengar suara dari belakang dan suara itu berasal dari pelayan sepuh. dirinya segera berbalik dan tersenyum kecil ke arah si pelayan. "Bibi Ann. Kenapa kesini? Aku baik, Bibi Ann, jangan risau, ya," jawab Olla mencoba untuk tenang dan tidak menangis di depan Bibi Ann. Olla meminta Bibi Ann untuk tidak menangis, akan tetapi dirinya lah yang menangis. Bulir air yang turun dari wajahnya bercampur dengan air matanya yang juga ikut turun. Olla tidak bisa menahan air matanya yang sudah sedari tadi dia tahan di pelupuk matanya. Apalagi, saat dia melihat wajah sendu Bibi Ann. Wanita yang baik padanya, wanita yang sudah membawanya ke rumah ini tujuannya satu untuk bekerja, akan tetapi semuanya hancur dan wanita ini juga sudah dianggap Ibu kandungnya sendiri. "Sini, Sayang, Bibi obati lukamu itu. Setelah itu, ganti pakai kamu dan tunggulah suami dan layani dia, ya. Sebagai, istri yang baik, kamu harus melayani dia, ya. Apa pun yang terjadi. Kamu juga menikah baru jadi harus banyak melayani dia agar kalian makin dekat satu sama lain," ucap Bibi Anne dengan lembut sembari mendekati Olla dan menarik pelan tangan wanita cantik itu. Bibi Ann bisa melihat jelas wajah Olla yang lelah dan penuh tekanan. Bibi Ann, sedih melihat Olla tapi dia berusaha tersenyum agar Olla tidak sedih. "Iya, Bibi. Olla akan layani suami dengan baik. Terima kasih atas semuanya," ucap Olla dengan senyuman tulusnya. Bibi Anne segera mengobati Olla dengan penuh kasih sayang. Setelah selesai, Olla segera pergi meninggalkan Bibi Anne. Bibi Anne sedih dengan nasib Olla. Dia menyesal sudah membawa Olla ke sini. "Olla, semoga akan ada kebahagiaan yang mengiringi langkah kakimu. Bibi yakin suatu saat nanti Tuan Rafly akan menyayangimu. Tuan Rafly pria baik, dia memang terlihat diam dan arogan juga keras, tapi dia pria yang baik, hatinya juga lembut. Tuhan selalu memberkati kamu dan suamimu, Tuan Rafly," ucapan tulus dari Bibi Anne kepada Olla dan suaminya Rafly Julio Alexander. Rafly yang sudah berpakaian rapi, bergegas turun ke bawah untuk sarapan. Saat, hendak keluar dia tidak melihat istrinya sama sekali. Apakah dia mencarinya? Jawabnya, tidak. Saat, Rafly membuka pintu dan saat bersamaan juga dirinya dan Olla berhadapan satu sama lain. Rafly mengabaikan Olla yang menatapnya, dia melewati Olla yang berdiri di depan pintu. Olla yang melihat Rafly sudah siap sedih karena pakaian yang digunakan oleh Rafly bukan pakaian yang dia siapkan. "Anda sudah mau turun, Tuan?" tanya Olla yang masih memanggilnya dengan sebutan itu. Rafly tidak menjawabnya, dia melangkahkan kakinya terus keluar. Tapi, sekilas dia melirik pelipis Olla yang diplester dan pakaian Olla yang terlihat kucel. Akhirnya, Rafly berhenti sejenak sebelum dia turun tangga. “Bukan urusanmu, Olla,” ucap Rafly dingin tanpa menatap wajah istrinya. Baru berapa langkah, Rafly tiba-tiba berhenti kembali dan berbalik menatap istrinya itu dengan tajam. “Dan, tidak perlu repot-repot menyiapkan pakaianku.” Olla tidak berani memandang Rafly, dia terus menundukkan kepala, dia takut memandang Rafly. Alasan dia melakukan itu, dikarenakan permintaan dari Rafly sendiri. Mendengar perintah Rafly, nyeri di dada Olla seketika menjalar cepat. Mungkin ia bisa menahan cacian dari mertuanya sendiri. Tapi, dari suaminya? Tidak. Olla mengambil pakaian Rafly dan menyimpannya di suatu tempat. Dia pun bergegas untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Olla segera melangkahkan kaki keluar kamar. Akan tetapi, saat dia membuka setengah pintu kamar, Olla mendengar suara yang tidak asing. Hingga membuat Olla menutup mulutnya. Tubuh Olla bergetar, dia mengerjapkan matanya saat orang itu berbicara. Olla dapat mendengar jelas pembicaraan orang itu dan karena takut ketahuan, Olla tidak berani untuk lebih dekat. Saat ini, Olla bersembunyi di belakang pintu agar tidak ada yang mengetahui jika dia menguping. "Ap-apa, aku tidak salah dengar? Benarkah itu?" tanya Olla dengan suara pelan. Tangan Olla gemetar saat dirinya memegang handle pintu. Dia takut jika orang yang berbicara itu mengetahui dirinya ada di balik pintu. Dan mengetahui apa yang orang itu bicarakan. Cukup lama Olla berada di balik pintu dan akhirnya, suara seseorang yang dia dengar akhirnya menghilang begitu saja. Olla merosot ke bawah, jantungnya berdebar, Olla mengusap bulir keringat yang turun. Olla ketakutan dan tidak mengerti, kenapa orang tersebut mengatakan hal itu. Olla penasaran siapa yang mereka maksudkan itu. Olla ingin bergerak, tapi kakinya kaku dan dia juga takut jika dia bergerak sedikit saja maka dia akan ketahuan menguping di sini."Siapa yang mau dibunuh? Apakah aku? Tidak-tidak, aku tidak salah, jadi mereka eh maksudnya orang tadi, tidak bisa membunuhku tanpa alasan," ucapnya meyakinkan diri jika dia bukan target dari orang yang tadi dia dengar pembicaraan dan orang itu adalah suaminya sendiri.Olla mendengar percakapan antara suaminya dengan seseorang, dia tidak percaya jika suaminya sangat kejam. Olla mengusap keringat yang mulai muncul di pori-pori keningnya dengan tangan gemetar.Olla yang masih melamun, dibuat terkejut karena pintu kamarnya terbuka hingga kepalanya terbentur di pintu. Olla meringis kesakitan saat pintu mengenai belakang kepalanya. Rafly masuk ke dalam kamar kembali dan menatap ke arah Olla. Olla terkejut melihat Rafly masuk kembali ke kamar dan pria itu melihat Olla mengusap belakang kepalanya."Apa yang kamu lakukan di bawah, Olla? Bangun, cepat!" bentak Rafly dengan suara datar dan dingin.Rafly tidak tahu kenapa Olla duduk dibawah, Rafly mulai curiga kepada Olla, apakah Olla mendengar
Olla, hanya melihat kepergian dari Rafly tanpa ada sepatah kata pun yang diucapkan ke Rafly. Olla segera merapikan meja makan akan tetapi dicegah oleh Tuan Mathias. “Jangan kamu kerjakan itu, di rumah ini ada pelayan. Kamu istirahat saja. Oh, ya Olla, kakek mau keluar, kamu mau titip sesuatu?” Tanya Tuan Mathias. Olla menggelengkan kepala ke arah Tuan Mathias dan langsung menjawabnya. “Tidak, kakek,” jawab Olla singkat sembari tersenyum. Olla takut untuk meminta kepada pria sepuh itu karena mertuanya memandangnya tajam. Tuan Mathias pun tersenyum dan pergi dengan anaknya. Nyonya Monalisa mengantar suami dan mertuanya itu ke depan. Baru setelah itu dia kembali dan dia mendekati Olla. “Kamu, bersihkan rumah ini jangan ada yang kotor. Pulang nanti, saya akan periksa. Dan, kalian semua jangan ada yang membantunya, ingat itu!” tegas Nyonya Megumi. “Baik, Nyonya,” jawab Olla singkat. Olla mengiyakan perintah mertuanya dan para pelayan tidak ada yang berani membantu Olla. Nyony
Olla menggelengkan kepala, dia tidak terima diperlakukan seperti itu. Poin itu membuat hatinya terluka. Kenapa melarang dia hamil. Sebenci itukah pria yang di depannya ini kepadanya? Dia yang sudah membuat dirinya seperti ini, tapi kenapa dia yang marah. Seharusnya, dialah yang marah kepada pria tidak punya hati ini. “Aku tidak akan tanda tangan. Ini sama saja, Anda kejam dan benar-benar tidak punya hati. Tapi, Anda jangan khawatir, saya tidak akan merayu Anda dan menggoda Anda, dan saya juga tidak akan berdekatan dengan Anda, apalagi jatuh cinta dengan Anda. Saya akan jaga jarak dengan Anda agar saya tidak hamil. Dan untuk harta, saya tidak akan sudi menerima satu sen pun dari Anda karena saya bukan pengemis. Saya akan pergi setelah Anda mendapatkan harta dari kakek. Jika tidak ada yang ingin Anda katakan, saya permisi,” ucap Olla yang segera pergi. Rafly yang melihat Olla pergi semakin murka. Dia tidak suka dibantah oleh siapapun. “Olla, dengar baik-baik. Saya tidak akan perna
Rafly menunjukkan amplop coklat yang tadi siang dia minta kepada Olla untuk tanda tangan. Olla memandang ke arah amplop coklat yang membuat dia mengingat kembali apa isi dari amplop tersebut. "Anda benar-benar tidak punya hati, Tuan Rafly. Anda kejam, tidak bisakah Anda menghapus perjanjian itu?" tanya Olla kembali. Rafly hanya diam dan menggelengkan kepala. Rafly tidak memperdulikan dengan penolakan Olla. Rafly tetap memberikannya dan melemparkan amplop tersebut hingga jatuh ke bawah. Rafly perlahan mendekati Olla. Rafly menatap Olla lekat tanpa rasa bersalah. Rafly bisa lihat dari sorot mata Olla ada rasa amarah, putus asa dan semua rasa bisa dia lihat di mata Olla, terlebih lagi rasa bencinya kepadanya, tapi Rafly tidak peduli sama sekali. "Tanda tangan," jawab Rafly singkat. Setelah mengucapkan itu, Rafly segera meninggalkan Olla. Dia keluar dari kamar dan tidak peduli dengan kondisi Olla saat ini.Olla masih berdiri di depan pintu, dia terpaku mendengar jawaban Rafly yang si
Olla menundukkan kepala saat ibu mertuanya menatap dirinya dengan tatapan mengintimidasi akan tetapi, Olla berusaha untuk tenang dan tersenyum. "Tidak perlu, kakek. Olla ingin di rumah saja. Lagipula, lagi Olla tidak terbiasa dengan perawatan yang seperti itu," jawab Olla yang akhirnya menjawab apa yang ditanyakan oleh Tuan Mathias. Tuan Mathias menoleh ke arah menantunya, dia ingin tahu apakah menantunya yang mengintimidasi cucunya itu itu. Nyonya Megumi tidak menyadari jika mertuanya menatap dirinya. Dia masih terus mengintimidasi Olla dan mendengar jawaban dari Olla dia senang dan tersenyum puas dengan jawaban Olla. Nyonya Megumi menoleh ke arah Tuan Mathias, karena dia ingin memberitahukan kalau Olla menolaknya bukan karena dia. Akan tetapi, saat Nyonya Megumi menoleh ke mertuanya, alangkah terkejutnya dia melihat sorot mata Tuan Mathias. Hingga dirinya, gugup dan jadi salah tingkah. "Ada apa, Daddy?" tanya Nyonya Molen yang raut wajahnya ketakutan. "Kenapa kamu tersenyum?
"Rafly, kenapa kamu tidak mengundang aku saat menikah? Apa kamu melupakan aku? Aku temanmu, tapi kamu melupakan aku. Jika bukan karena kakek, aku tidak akan tahu kamu menikah," ucap seseorang yang berjalan ke arah Rafly dan duduk telat di depannya. Edgar Emiliano, seorang pengusaha hotel dan dia juga teman masa kecil Rafly dan Edgar sama seperti Rafly, dia memiliki klan mafia yang sangat terkenal kejam. "Jangan dengarkan dia. Aku tidak pernah menikah. Kenapa kamu ke sini? Apa tidak dikejar FBI?" tanya Rafly menatap Edgar yang tersenyum mengejek ke arahnya.. "FBI? Mereka yang takut denganku. Lagipula, aku hanya ingin bertemu denganmu. Siapa yang kamu bunuh, Rafly?" tanya Edgar dengan serius. Rafly menaikkan alisnya, dia tidak tahu kemana arah pembicaraan sahabatnya ini. "Apa maksudmu?" tanya Rafly. Edgar men ondongkan tubuhnya ke Rafly dan dia tersenyum menyeringai ke Rafly hingga membuat Rafly kesal dengan Edgar. Rafly segera berdiri dari kursinya dan mengabaikan pertanyaan dar
Olla melihat kedatangan dari suaminya. Dia tidak menyangka kalau Rafly ada di sini. Olla gugup dan takut karena Rafly menatapnya dengan cukup tajam dan Olla juga melihat ada Dion serta satu pria yang Olla tidak tahu siapa. "Kalian siapa? Apa kalian kenal dia? Kalau kenal bagus, jadi saya minta ganti rugi dengan kalian. Lihat, dia sudah mengotori pakaianku. Lebih tepatnya mereka berdua yang membuat pakaianku seperti ini," jawab wanita tersebut menuju ke arah Olla dan juga pelayan yang saat ini menundukkan kepala.Keduanya tidak berani untuk menatap ke arah Rafly dan yang lainnya. Akan tetapi, pelayan yang menumpahkan makanan ke pakaian wanita itu angkat bicara. "Maaf, Tuan. Sebenarnya, saya yang salah. Saya tidak melihat Nona ini berdiri saya tidak sengaja menyenggol lengannya sehingga Nona ini terkejut hingga membuat nampan yang saya pegang jatuh, sekali lagi maaf," jawab pelayan tersebut mengakui kalau kesalahannya ada pada dia. Wanita tersebut tidak terima, baginya Olla juga sal
Dion segera membawa Olla pergi, dia tidak ingin menjadi tumbal dari tuannya. Jika tuannya itu marah maka dia harus tidur dengan si Bella, pelihara milik tuannya, walaupun si Bella tersebut jinak dengannya, tapi tetap saja semalaman tidur dengan si Bella akan membuat dia frustasi."Ayo, kakak kita lari. Sekarang, kita dalam bahaya kalau sampai suamimu marah, maka aku akan tidur dengan si Bella, bisa-bisa aku akan begadang selamanya eh semalaman," jawab Dion yang berlari mengejar Rafly yang sudah jauh meninggalkan mereka. Olla yang mendengarnya langsung terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Dion. Olla langsung bertanya ke Dion maksud dari perkataan Dion. "Apa maksudmu, Tuan, apa kamu tidak punya rumah, makanya tidur dengan Bella. Dan Bella itu siapa?" tanya Olla yang membuat Dion melotot."Apa maksudmu aku tidak punya rumah,kakak ipar? Aku punya rumah, siapa yang mengatakan aku tidak punya rumah? Suamimu itu tidak akan maafkan aku dan dia akan marah kepadaku karena kejadian ini. Apa
"Tenanglah, biarkan istrimu yang melakukannya karena istrimu yang bersalah karena mengikuti kemauan Niken dan dia juga yang memulainya. Jika dia tidak memulainya, maka wanita itu maksudnya Niken tidak akan seperti ini, jadi kamu tenang, Daddy yakin kalau istrimu itu akan bersikap seperti ibu pada umumnya," ucap Tuan Mathias mencoba menenangkan anaknya. Nyonya Megumi benar-benar melakukan apa yang diminta oleh suaminya. Dia menghubungi Niken dan saat sambungan telpon masuk. Amarah Nyonya Niken menggebu saat mendengar suara Niken yang manja padanya tapi karena terlanjur kesal dan marah karena tidak bisa menggendong si kembar dia balik memarahi Niken. "Niken, keterlaluan kamu. Kenapa kamu mengatakannya? Apa maksud kamu. Aunty tidak menyangka kamu malah nuduh aunty yang tidak-tidak. Rencana itu kamu yang buat kenapa limpahkan ke aunty? Aunty tidak mau tahu, kamu jangan ke rumah aunty lagi. Kamu benar-benar keterlaluan," amuk Nyonya Megumi kepada Niken yang hanya diam dan sekali-kali dia
"Bukan, ibunya. Sebentar aku jawab dulu," ucap Niken yang segera menekan tombol hijau di ponselnya. "Halo, ada apa aunty?" tanya Niken. Niken mendengar ocehan dan amukan dari Nyonya Niken. Niken mengepalkan tangannya, dia tidak percaya jika dia dimaki oleh wanita tersebut. "Aku tidak mengatakannya, sumpah demi Tuhan, buat apa aku mengatakan ke Rafly. Itu ideku, jadi mana mungkin ideku aku kasih tahu. Cari mati itu, aunty," jawab Niken membela dirinya. Niken lagi-lagi diam dan menahan emosinya saat Nyonya Megumi terus memarahi Niken. "Aunty, dengar a ...." Panggilan berakhir. Niken tidak bisa berkata-kata lagi, dia sudah selesai bicara lebih tepatnya ponselnya sudah padam. "Wanita tua tidak tahu diri, bisa-bisanya dia memarahi aku, apa dia tidak tahu kalau aku ingin sekali membunuhnya. Tapi, dari mana Rafly tahu rencanaku mengusir pembantu itu? Apa dia dengar aku bicara dengan ibunya ? Tapi, dia di rumah sakit, mana mungkin dia di sana," ucap Niken pda dirinya sendiri dan tentu s
"Bukan, aku tidak berpikiran seperti itu, carikan saja setelah ketemu beritahukan denganku, sekarang aku pergi dulu, aku tunggu rencananya," jawab Adrian yang segera turun dari mobil Niken. Adrian tidak ingin memberitahukan dulu kepada Niken dia tidak begitu yakin jika Niken bisa menyimpan rahasia, dia takut jika Niken memberitahukannya lebih dulu kepada Olla dan Olla akan menanyakan kepada Rafly dan dia yakin kalau Rafly akan menyangkalnya dan tentu saja itu membuat Olla akan membencinya. Jika Olla tahu kalau dia ingin menghasut dirinya dan memfitnah Rafly lebih baik dia mencari bukti dulu. Niken yang melihat Adrian keluar memicingkan mata, dia penasaran kenapa bisa Adrian meminta dia mencarikan mafia dan paling tidak detektif."Hmm, mau apa Adrian dengan detektif dan mafia ya? Apakah dia mau melakukan sesuatu, apa dia menyembunyikan sesuatu dariku, tapi apa. Hah, tunggu saja aku akan mencari tahu apa itu," jawab Niken. Niken yang segera mengambil ponselnya dan menekan nomor, set
Olla menggelengkan kepala, dia tidak mempunyai kekasih dan saat datang ke rumah Rafly dia juga masih sendiri dan kejadian malam itu pertama kalinya dia alami dan membuatnya hancur.Saat Olla membukanya apa yang diberikan Tia, Olla terkejut karena ada boneka yang memang dari dulu dia suka dan ingin dia beli yaitu, boneka labubu. Olla tersenyum. "Tia, apakah pria itu memakai kacamata?" tanya Olla kepada Tia. "Hmm. Iya benar, Olla, dia memakai kacamata , tinggi dan dia juga tampan tapi suamimu lebih tampan dari dia. Apa kamu kenal dia, Oll?" tanya Olla kepada Tia. Olla menoleh ke arah di mana Rafly berada, dia takut jika Rafly mengetahuinya atau mendengar apa yang akan dia katakan. Dia pun ikut melihat ke arah pandangan Olla. "Olla, kalau kamu takut untuk mengatakannya, lebih baik tidak perlu diam saja," jawab Tia. Olla menghela napas, dia mengatakan apa yang terjadi."Ini dari dokter Adrian, dia yang dulunya pernah menabrak aku karena aku lari dari rumah Rafly. Mungkin kamu sudah
Nyonya Megumi segera pergi dari ruangan tersebut dia tidak mau sampai suami dan mertuanya tahu jika dia berniat untuk mengusir Olla. Olla hanya bisa diam, dia tahu kalau mertuanya itu baik tidak jahat hanya terhasut saja dan belum menerima dia sebagai menantunya karena dia seorang pembantu. "Megumi, mau kemana kamu?" tanya Tuan Abraham kepada Megumi yang sudah kabur dari tempat tersebut. Rafly menatap tajam ke arah Nyonya Megumi yang pergi tanpa menjelaskan benar atau tidaknya. Tapi, Rafly tidak peduli sama sekali. Baginya, anak dan istrinya selamat. Dari yang dia lihat, semuanya benar. Harusnya kalau itu salah, maka dia akan menyangkalnya, ini tidak sama sekali malah pergi. Kedua orang tua Rafly keluar dari ruangan tersebut. Tuan Mathias hanya bisa melihat keduanya pergi dan dia menggelengkan kepala ke arah anak dan menantunya itu. "Rafly, kamu jangan bersikap seperti itu. Salah atau tidaknya menantuku, dia ibumu. Kamu sudah keterlaluan memperlakukan menantuku seperti itu. Kakek
Nyonya Megumi memperhatikan bagaimana anaknya mengurus Olla dengan cukup baik dan dia juga melihat Rafly tersenyum. Rafly benar-benar berbeda dari yang pernah dia lihat. Rafly tidak seperti ayahnya, Tuan Abraham. Saat dirinya hamil Tuan Abraham memilih bersenang-senang dengan wanita lain dan saat melahirkan pun, Tuan Abraham tidak seperti anaknya Rafly yang memperhatikan istrinya dengan luar biasa. Ada rasa iri di hati Nyonya Megumi melihat Olla diperlakukan seperti itu dengan anaknya. Kenapa dia tidak sama seperti Rafly yang memperlakukan istrinya. Rafli itu anak dari tuan Abraham tapi perlakuan mereka berbeda. Tuan Abraham melihat cucunya, dia tersenyum karena dirinya merasa dulu tidak pernah memperhatikan Rafly dan momen itu hilang sejak Rafly beranjak dewasa dan Rafly pun bersikap acuh dengannya dan sekarang Rafly malah lebih dekat dengan istri dan anak-anaknya. "Kamu kenapa? Menyesali semuanya, ya? Tidak ada yang perlu disesali. Semuanya sudah terlambat, anakmu seperti itu ka
Rafly hanya bisa diam, dia bingung mau jawab apa. Apakah dia akan jawab tidak? Tapi, nanti Olla akan bertanya atas alasan apa dan dia akan meminta untuk menghubungi Dion, kalau tidak bisa pasti akan menangis. Sekarang saja sudah hampir menangis dia. "Sayang, apakah yang aku katakan itu benar? Dia mau lecehkan sahabat aku? Kenapa? Huaaaa! Dion kejam, kamu juga jahat sahabat aku di sakiti, kembalikan sahabat aku, kenapa kalian tega dengan sahabat aku?" tanya Olla sambil menangis. Rafly yang duduk di sofa segera bangun dan meletakkan kembali ponselnya. Dia ingin menenangkan Olla. Sampai di dekat Olla, Rafly memeluk Olla dan dia menepuk-nepuk punggung Olla dengan pelan. "Bagaimana ini, aku harus apa saat ini, aku sedih sekali. Sahabat aku pasti saat ini meminta tolong. Seperti ini, tolong Pak Dion jangan sakiti aku, aku masih muda dan tidak boleh disentuh sama sekali. Nah, seperti itu kira-kira yang akan dia katakan, apakah kamu tahu itu?" tanya Olla yang membuat Rafly menggelengkan ke
Dion yang sudah selesai mandi segera bertemu dengan istri barunya. Tia. Dia tidak kesepian jika pulang ke apartemen. Sekarang dia sudah ada yang menemani. "Malam ini malam pertama aku, wah bagaimana gayanya, ya. Kuda laut atau kuda yang ...." Dion menghentikan ucapannya dan dia tersenyum sendiri saat dia memikirkan apa yang akan terjadi saat malam pertama. Dion bersiul saat keluar dari kamarnya, dia benar-benar senang karena akan melakukan malam pertama. Dion sudah memikirkan gaya apa yang akan dilakukan. Dia juga sudah melihat di media sosial caranya, akan tetapi Dion menyudahinya dan bertekad akan melakukan sesuai yang dia inginkan. Saat berada di luar dan melihat istrinya menata makanan, Dion tersenyum kecil, istrinya benar-benar seksi, rambut di cepol, memakai baju khusus memasak dan keringat mengalir di sisi kiri dan kanannya. "Sayang, apa sudah selesai makanannya?" tanya Dion kepada Tia. Tia yang mendengar suara Dion segera mengangkat kepalanya dan membalas senyum Dion.
Dion merasakan kecupan manis dari Tia. Dia bujang dan Tia gadis cocok dan sikatlah. Dion yang puas membuat Tia tidak bernapas akhirnya melepaskan ciuman panas penuh membara. Napas keduanya naik turun. Dion mengusap sisa salivanya dengan lembut yang ada di bibir Tia. Dirinya menatap Tia dengan lembut. "Maafkan aku," ucap Dion yang berbisik pelan akan tetapi bisikkam Dion yang seksi dan wow membuat bulu kuduk Tia merinding. Dia normal, tentu yang dilakukan oleh Dion membuat hasratnta bergelora dan sesuatu yang ada di dalam dirinya naik. "Aku juga minta maaf. Izinkan aku pergi, permisi," ujar Tia yang segera melepaskan pelukan Dion. Semakin lama dia bersama pria tampan ini, semakin dirinya tidak bisa memakai akal sehatnya. Berbahaya jika dia terus bersama pria tampan ini, jiwanya tidak sehat akalnya juga lebih baik pergi. Dion melihat Tia pergi setelah pintu lift terbuka segera mengejarnya. Tidak mau dia melepaskan Tia. Dion menarik tangan Tia hingga wanita tersebut masuk kembali d