Dino mengalihkan pandangan pada Danish. Seingatnya waktu itu dia sudah memberitahu Danish. Namun, waktu itu Danish mengabaikannya.“Bukankah waktu itu kamu tidak tertarik?” Dino mengulas senyum. Meledek temannya itu.Danish terdiam. Memang sejak awal dia tidak tertarik sama sekali tentang Isha. Hanya informasi penting-penting saja yang disimpan di otak Danish.“Itu dulu, sekarang lain.”“Apa kamu mulai jatuh cinta padanya?” Dino melebarkan senyum manisnya. Dia begitu penasaran dengan temannya itu.Danish memicingkan matanya. “Aku hanya ingin tahu saja. Tidak lucu bukan jika ada yang tanya dia punya toko apa, dan aku tidak tahu.” Danish mengelak tuduhan temannya itu.Dino percaya. Mengingat tidak akan semudah itu temannya itu jatuh cinta. Dino tahu pasti jika Danish masih begitu mencinta mendiang istrinya.“Isha buka toko baju anak-anak. Toko itu disewanya setiap tahun. Dia memiliki satu pegawai. Pegawainya itu adalah teman sekolah Isha.” Dino menjelaskan pada Danish beberapa informasi
“Selamat datang di toko Kaula.” Ina menyambut Danish yang masuk ke toko.Danish masuk ke toko milik Isha langsung disambut seorang wanita muda. Dia yakin jika wanita itu adalah karyawan satu-satunya toko Isha yang diceritakan oleh Dino.“Cari baju untuk anak laki-laki atau perempuan, Pak?” Ina dengan sopan bertanya padanDanish.“Aku cari Isha.” Ditanya apa, jawabnya apa. Itulah yang terjadi saat ini. Saat ditanya oleh Ina produk yang dicari, Danish justru mengatakan mencari sang istri.Ina bingung siapa gerangan pria tampan di depannya yang mencari Isha. Jika dilihat dari penampilannya, jelas seperti orang kaya, dan Ina tahu pasti jika Isha tidak kenal pria-pria kaya. Jadi aneh jika ada yang mencari Isha.“Sebentar, saya akan panggilkan.”Ina langsung buru-buru pergi ke gudang. Tadi Isha memberitahu ingin mengecek barang sebelum pulang. Jadi dia pergi ke gudang untuk mencari Isha.Saat karyawan Isha pergi ke gudang, Danish memilih untuk melihat-lihat toko Isha. Toko tampak rapi, meski
Danish seketika menghentikan langkah ketika mendengar Isha berbicara. Dia memutar tubuhnya untuk menatap Isha.“Bicarakan nanti saja. Aku ingin segera mandi.” Danish menolak tegas permintaan Isha. Dia sudah merasa gerah sekali. Apalagi tadi dia sempat turun ke toko Isha.Isha tidak punya pilihan lain ketika ditolak Danish. Lagi pula, jika dipaksakan dan Danish menolak, pasti dia akan sangat kecewa. “Baiklah.” Dia mengangguk. Memilih menunggu nanti saja untuk bicara dengan Danish.Danish segera masuk ke kamar. Meninggalkan Isha yang masih berdiri di depan pintu kamar. Melihat Danish masuk ke kamar, membuat Isha akhirnya melanjutkan niatnya untuk ke kamarnya. Sama seperti Danish, dia ingin segera membersihkan tubuhnya.Tepat jam setengah tujuh, Isha turun ke lantai bawah. Tempat yang ditujunya adalah dapur. Membantu asisten rumah tangga untuk merapikan makanan di atas meja.“Bu, apa saya bisa pulang lebih awal. Kebetulan anak saya demam.” Saat melihat Isha yang membantunya menyajikan ma
Isha memilih kalimat yang pas untuk diberikan pada Danish. Memastikan jika permintaannya nanti akan diterima oleh Danish.“Sudah lama sejak saya bercerai, tidak pernah bertemu dengan mantan suami saya. Apa boleh saya menjenguknya ke penjara?” Dengan penuh kehati-hatian Isha meminta izin untuk menjenguk Abra.Danish cukup terkejut dengan permintaan Isha. Tidak menyangka jika yang diminta adalah menjenguk mantan suaminya.“Apa kamu sedang merindukannya?” tanya Danish mencibir.Isha melihat senyum tipis di sudut bibir Danish. Senyum itu tampak merendahkan sekali. Seolah sedang meledeknya.“Iya, saya memang merindukannya.” Dengan penuh percaya diri Isha menjawab.Danish jelas melihat Isha yang tampak merindukan mantan suaminya itu. Hal itu membuatnya kasihan sekali.“Aku ….” Danish mengantung ucapannya.Isha menunggu Danish memberikan izin. Dia menaruh harapan penuh agar Danish mau memberikannya izin.“Aku tidak mengizinkanmu.” Danish dengan penuh keyakinan memberikan jawaban.Isha membul
Mendapatkan tawaran itu membuat Isha merasa jika tidak ada salahnya jika Ina yang mengantarkan makanan. Lagi pula juga dia masih bisa menjaga toko sendiri.“Baiklah, kamu saja yang antar.” Isha memberikan makanan tersebut. “Terima kasih, Ina.” Dia mengulas senyum manis di wajahnya.“Sama-sama.” Ina mengangguk.Ina akhirnya pergi ke penjara, sedangkan Isha menunggu toko sambil mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan kemarin.“Kenapa stok gudang dan pendapatan berbeda?”Isha yang mengecek stok gudang kemarin, menyamakan dengan data yang berada di buku. Tentu saja itu membuatnya merasa aneh. Karena selama ini jarang sekali hal itu terjadi.“Aku akan tanyakan saja pada Ina nanti.” Isha memilih untuk mengonfirmasi pada Ina dibanding dibuat bertanya-tanya.Setengah hari Isha sendiri di toko. Mengerjakan pekerjaanya seperti biasa. Karena tidak ada Ina, dia lebih fokus melayani para pembeli. Karena letaknya di dekat pasar, toko Isha memang ramai.Tepat jam dua siang, Ina baru k
Danish mendorong pintu agar dapat masuk ke kamar Isha. Isha yang tidak dapat menahan pintu membuatnya akhirnya memundurkan tubuhnya. Membiarkan Danish untuk masuk ke kamar.“Kamu marah padaku?” tanya Danish seraya mengayunkan langkah untuk masuk ke kamar Isha. “Aku tidak marah.” Isha mengelak tuduhan Danish. Walaupun dia tahu jika yang dikatakan adalah dusta.“Kamu pikir aku bisa dibohongi.”Danish terus mengayunkan langkah maju sambil menutup pintu. Langkah Danish yang terus maju membuat Isha memundurkan tubuhnya. Tanpa sadar tubuh Isha terjatuh ke tempat tidur. Danish yang melihat Isha terjatuh ke tempat tidur, membuatnya langsung mengunci pergerakan Isha. Meletakkan tangannya di kanan dan kiri tubuh Isha.“Punya kuasa apa kamu marah padaku?” Danish menatap tajam pada Isha yang berada tepat di bawahnya. “Di sini aku yang berkuasa. Jadi jangan berusaha untuk berlagak.” Danish tidak suka sekali dengan sikap Isha yang marah padanya.Aroma mint dari mulut Danish membuat Isha berdebar-d
Danish yang sedang memakai pakaiannya pun segera mengalihkan pandangan pada Isha. Tadi dirinya sendiri yang berjanji. Jadi tentu, kini tidak bisa mengelak lagi. Jika dia berbohong, tentu saja orang tidak akan percaya padanya.“Pergilah, tetapi Dino akan menemanimu.” Danish tidak mau kecolongan dengan pertemuan Abra dan Isha. Karena itu dia mencari aman.“Baiklah.” Isha tidak masalah jika harus pergi dengan Dino sekali pun. Yang penting dia bisa pergi untuk mengunjungi Abra.Danish segera melanjutkan kembali memakai bajunya. Kemudian segera mengayunkan langkahnya keluar dari kamar Isha. Namun, tiba-tiba langkah Danish terhenti.“Buang foto mantanmu dari rumahku. Aku tidak mau kamu memasangnya di rumahku.” Danish memberikan peringatan tanpa menoleh ke arah Isha. Tak menunggu jawaban, Danish segera keluar dari kamar Isha.Isha segera mengalihkan pandangan ke arah nakas setelah mendengar ucapan Danish tadi. Dia ingat betul menaruh foto Abra di atas nakas. Namun, tiba-tiba tidak ada di ata
Ina tampak terkejut dengan pertanyaan Isha. “Apa stok gudang dan buku berbeda?” Ina memastikan pada Isha.“Iya.” Isha mengangguk.“Mungkin aku salah catat. Kamu tahu sendiri, sejak kamu tidak masuk, aku sendiri di toko. Mengurus semuanya sendiri tentu saja membuat aku tidak fokus karena banyak hal yang aku kerjakan.” Ina mencoba menjelaskan semua pada Isha.Isha menyadari, mengerjakan stok, melayani pembeli, serta merapikan toko sendiri tentu saja adalah pekerjaan berat. Jadi wajar jika Ina salah dalam melakukan salah satu pekerjaan.“Sha, aku minta maaf.” Ina menarik tangan Isha.“Tenanglah, aku tidak marah. Aku hanya ingin memastikan saja. Aku tahu betapa sulitnya kamu yang mengerjakan semua sendiri.” Isha mengulas senyumnya.Ina bernapas lega karena Isha percaya. Dia memang sebenarnya cukup kewalahan. Bersyukur Isha mau mendengarkannya.Isha sadar jika dia memang harusnya mempekerjakan satu pegawai lagi agar pekerjaannya lebih ringan. Dari kemarin, dia berpikir belum punya cukup da