“Selamat datang di toko Kaula.” Ina menyambut Danish yang masuk ke toko.Danish masuk ke toko milik Isha langsung disambut seorang wanita muda. Dia yakin jika wanita itu adalah karyawan satu-satunya toko Isha yang diceritakan oleh Dino.“Cari baju untuk anak laki-laki atau perempuan, Pak?” Ina dengan sopan bertanya padanDanish.“Aku cari Isha.” Ditanya apa, jawabnya apa. Itulah yang terjadi saat ini. Saat ditanya oleh Ina produk yang dicari, Danish justru mengatakan mencari sang istri.Ina bingung siapa gerangan pria tampan di depannya yang mencari Isha. Jika dilihat dari penampilannya, jelas seperti orang kaya, dan Ina tahu pasti jika Isha tidak kenal pria-pria kaya. Jadi aneh jika ada yang mencari Isha.“Sebentar, saya akan panggilkan.”Ina langsung buru-buru pergi ke gudang. Tadi Isha memberitahu ingin mengecek barang sebelum pulang. Jadi dia pergi ke gudang untuk mencari Isha.Saat karyawan Isha pergi ke gudang, Danish memilih untuk melihat-lihat toko Isha. Toko tampak rapi, meski
Danish seketika menghentikan langkah ketika mendengar Isha berbicara. Dia memutar tubuhnya untuk menatap Isha.“Bicarakan nanti saja. Aku ingin segera mandi.” Danish menolak tegas permintaan Isha. Dia sudah merasa gerah sekali. Apalagi tadi dia sempat turun ke toko Isha.Isha tidak punya pilihan lain ketika ditolak Danish. Lagi pula, jika dipaksakan dan Danish menolak, pasti dia akan sangat kecewa. “Baiklah.” Dia mengangguk. Memilih menunggu nanti saja untuk bicara dengan Danish.Danish segera masuk ke kamar. Meninggalkan Isha yang masih berdiri di depan pintu kamar. Melihat Danish masuk ke kamar, membuat Isha akhirnya melanjutkan niatnya untuk ke kamarnya. Sama seperti Danish, dia ingin segera membersihkan tubuhnya.Tepat jam setengah tujuh, Isha turun ke lantai bawah. Tempat yang ditujunya adalah dapur. Membantu asisten rumah tangga untuk merapikan makanan di atas meja.“Bu, apa saya bisa pulang lebih awal. Kebetulan anak saya demam.” Saat melihat Isha yang membantunya menyajikan ma
Isha memilih kalimat yang pas untuk diberikan pada Danish. Memastikan jika permintaannya nanti akan diterima oleh Danish.“Sudah lama sejak saya bercerai, tidak pernah bertemu dengan mantan suami saya. Apa boleh saya menjenguknya ke penjara?” Dengan penuh kehati-hatian Isha meminta izin untuk menjenguk Abra.Danish cukup terkejut dengan permintaan Isha. Tidak menyangka jika yang diminta adalah menjenguk mantan suaminya.“Apa kamu sedang merindukannya?” tanya Danish mencibir.Isha melihat senyum tipis di sudut bibir Danish. Senyum itu tampak merendahkan sekali. Seolah sedang meledeknya.“Iya, saya memang merindukannya.” Dengan penuh percaya diri Isha menjawab.Danish jelas melihat Isha yang tampak merindukan mantan suaminya itu. Hal itu membuatnya kasihan sekali.“Aku ….” Danish mengantung ucapannya.Isha menunggu Danish memberikan izin. Dia menaruh harapan penuh agar Danish mau memberikannya izin.“Aku tidak mengizinkanmu.” Danish dengan penuh keyakinan memberikan jawaban.Isha membul
Mendapatkan tawaran itu membuat Isha merasa jika tidak ada salahnya jika Ina yang mengantarkan makanan. Lagi pula juga dia masih bisa menjaga toko sendiri.“Baiklah, kamu saja yang antar.” Isha memberikan makanan tersebut. “Terima kasih, Ina.” Dia mengulas senyum manis di wajahnya.“Sama-sama.” Ina mengangguk.Ina akhirnya pergi ke penjara, sedangkan Isha menunggu toko sambil mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan kemarin.“Kenapa stok gudang dan pendapatan berbeda?”Isha yang mengecek stok gudang kemarin, menyamakan dengan data yang berada di buku. Tentu saja itu membuatnya merasa aneh. Karena selama ini jarang sekali hal itu terjadi.“Aku akan tanyakan saja pada Ina nanti.” Isha memilih untuk mengonfirmasi pada Ina dibanding dibuat bertanya-tanya.Setengah hari Isha sendiri di toko. Mengerjakan pekerjaanya seperti biasa. Karena tidak ada Ina, dia lebih fokus melayani para pembeli. Karena letaknya di dekat pasar, toko Isha memang ramai.Tepat jam dua siang, Ina baru k
Danish mendorong pintu agar dapat masuk ke kamar Isha. Isha yang tidak dapat menahan pintu membuatnya akhirnya memundurkan tubuhnya. Membiarkan Danish untuk masuk ke kamar.“Kamu marah padaku?” tanya Danish seraya mengayunkan langkah untuk masuk ke kamar Isha. “Aku tidak marah.” Isha mengelak tuduhan Danish. Walaupun dia tahu jika yang dikatakan adalah dusta.“Kamu pikir aku bisa dibohongi.”Danish terus mengayunkan langkah maju sambil menutup pintu. Langkah Danish yang terus maju membuat Isha memundurkan tubuhnya. Tanpa sadar tubuh Isha terjatuh ke tempat tidur. Danish yang melihat Isha terjatuh ke tempat tidur, membuatnya langsung mengunci pergerakan Isha. Meletakkan tangannya di kanan dan kiri tubuh Isha.“Punya kuasa apa kamu marah padaku?” Danish menatap tajam pada Isha yang berada tepat di bawahnya. “Di sini aku yang berkuasa. Jadi jangan berusaha untuk berlagak.” Danish tidak suka sekali dengan sikap Isha yang marah padanya.Aroma mint dari mulut Danish membuat Isha berdebar-d
Danish yang sedang memakai pakaiannya pun segera mengalihkan pandangan pada Isha. Tadi dirinya sendiri yang berjanji. Jadi tentu, kini tidak bisa mengelak lagi. Jika dia berbohong, tentu saja orang tidak akan percaya padanya.“Pergilah, tetapi Dino akan menemanimu.” Danish tidak mau kecolongan dengan pertemuan Abra dan Isha. Karena itu dia mencari aman.“Baiklah.” Isha tidak masalah jika harus pergi dengan Dino sekali pun. Yang penting dia bisa pergi untuk mengunjungi Abra.Danish segera melanjutkan kembali memakai bajunya. Kemudian segera mengayunkan langkahnya keluar dari kamar Isha. Namun, tiba-tiba langkah Danish terhenti.“Buang foto mantanmu dari rumahku. Aku tidak mau kamu memasangnya di rumahku.” Danish memberikan peringatan tanpa menoleh ke arah Isha. Tak menunggu jawaban, Danish segera keluar dari kamar Isha.Isha segera mengalihkan pandangan ke arah nakas setelah mendengar ucapan Danish tadi. Dia ingat betul menaruh foto Abra di atas nakas. Namun, tiba-tiba tidak ada di ata
Ina tampak terkejut dengan pertanyaan Isha. “Apa stok gudang dan buku berbeda?” Ina memastikan pada Isha.“Iya.” Isha mengangguk.“Mungkin aku salah catat. Kamu tahu sendiri, sejak kamu tidak masuk, aku sendiri di toko. Mengurus semuanya sendiri tentu saja membuat aku tidak fokus karena banyak hal yang aku kerjakan.” Ina mencoba menjelaskan semua pada Isha.Isha menyadari, mengerjakan stok, melayani pembeli, serta merapikan toko sendiri tentu saja adalah pekerjaan berat. Jadi wajar jika Ina salah dalam melakukan salah satu pekerjaan.“Sha, aku minta maaf.” Ina menarik tangan Isha.“Tenanglah, aku tidak marah. Aku hanya ingin memastikan saja. Aku tahu betapa sulitnya kamu yang mengerjakan semua sendiri.” Isha mengulas senyumnya.Ina bernapas lega karena Isha percaya. Dia memang sebenarnya cukup kewalahan. Bersyukur Isha mau mendengarkannya.Isha sadar jika dia memang harusnya mempekerjakan satu pegawai lagi agar pekerjaannya lebih ringan. Dari kemarin, dia berpikir belum punya cukup da
Isha melihat ruangan ini aneh sekali. Tidak seperti ruangan yang biasa didatangi. Biasanya ruangan yang didatangi ada kursi dan mejanya di mana keluarga napi bisa mengobrol leluasa. Ditempat itu juga, keluarga bisa menemani napi makan. Namun, ruangan ini justru hanya ada tempat tidur. Karena merasa aneh dengan ruangan itu, dia segera menutup kembali pintunya. Tepat saat itu juga, Abra datang menghampiri.“Isha.” Abra tampak terkejut ketika melihat Isha berada di penjara.“Kak Abra.” Isha berbinar ketika melihat Abra. Akhirnya setelah sekian lama, Isha dapat bertemu dengan pria yang begitu dicintainya itu.“Kamu di sini?” Abra masih bingung dengan keberadaan Isha di tempat ini.Isha mengalihkan pandangan ke arah pintu yang baru saja ditutupnya. “Iya, aku ke sini untuk menjenguk Kak Abra. Tadi polisi mengantarkan aku ke sini, tetapi aneh, ruangan ini tidak seperti biasanya aku kunjungi.” Isha mencoba menjelaskan sambil melihat ke ruangan yang baru saja ditutupnya.“Iya, pasti polisi sal
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan