"Apa kamu sudah gila, Hugo? Keluar dari keluarga Harron hanya demi seorang perempuan? Apalagi perempuan itu bukanlah perempuan yang setara dengan keluarga kita!"
"Ayah, tolong jaga ucapan Ayah," ujar Hugo dengan suara yang nyaris menggeram. Apabila dilihat dari ekspresi wajahnya, lelaki itu jelas sedang berusaha menahan amarah. "Keputusanku untuk keluar dari keluarga Harron bukan semata-mata karena Ansia, tapi karena aku merasa bahwa diriku sudah tidak lagi dianggap ada di sini.""Nak, apa maksudmu bicara seperti itu?" Kali ini, Maria Harron yang ikut berbicara. "Kenapa kamu bisa beranggapan seperti itu?"Hugo menatap ke arah Ibunya selama beberapa saat, sebelum akhirnya menjawab, "Adakah salah satu dari kita yang sudah menyempatkan datang menemui mereka, sekedar untuk meminta maaf?"Hening sesaat, sampai akhirnya Derrick Harron berkata dengan nada membentak, "Memangnya, kenapa kita harus meminta maaf kepada mereka? Keluarga Harron tidak berbuat kesalahan apa pun. KecelaDerrick Harron pulang dengan sikap marah.Memasuki ruang kerjanya, lelaki baya itu segera saja menggebrak meja kerja dan menyapu semua yang ada di atasnya. Terakhir, dia mengeluarkan suara geraman mengerikan bernada marah."Ada apa ini?" tanya Maria Harron, yang kebetulan saja melintas di depan ruang kerja. Kalau dilihat dari penampilannya, sepertinya perempuan yang berusia nyaris separuh abad itu berencana akan keluar. "Derrick, kenapa kamu marah-marah begini? Memangnya, apa yang sudah terjadi?"Bukannya langsung menjawab, tapi Derrick hanya memandang istrinya sekilas sebelum kemudian mendengus kesal."Apa kamu masih belum mendengar berita soal itu?" tanyanya, masih dengan nada marah."Berita? Berita apa?" Maria balas bertanya dengan dahi berkerut dan wajah kebingungan. "Derrick, kalau aku tahu, tentu aku tidak akan bertanya. Sebenarnya, ada apa, sih?""Itu
Apa lebih baik kalau anak itu benar-benar aku coret dari kartu keluarga, ya? Selama setengah jam terakhir, Ivona benar-benar serius memikirkan satu kemungkinan tersebut. Saat ini pun, sudah ada kedutan-kedutan kecil yang mulai muncul di pelipisnya. Yah, hal yang wajar sebenarnya. Mengingat dia harus tetap bisa tersenyum dan memasang sikap ramah, sementara di dalam hati perempuan yang masih terlihat cantik di usia separuh bayanya itu sebenarnya sedang luar biasa merasa dongkol. "Selamat datang, Nyonya Agentine. Mohon maaf karena sudah membuat Anda menunggu terlalu lama." Ivona mengeratkan gerahamnya dan menarik napas dalam terlebih dulu, sebelum akhirnya melebarkan senyum dan membalas sapaan dari Maria Harron dengan tidak kalah ramahnya. "Tidak apa-apa, Nyonya Harron. Saya menyadari bahwa memang sayalah yang bersalah karena sudah datang tanpa memberi pemberitahuan sebelu
Liliana nyaris melompat-lompat ketika berjalan.Wajah mungilnya dihiasi senyuman dan kedua pipinya yang menggemaskan pun bergerak naik turun dengan lucu, mengikuti gerak langkahnya."Sepertinya kamu bahagia sekali, ya?" tanya Ashin, yang sekarang tengah menggandeng gadis cilik itu, berjawab anggukan kepala yang penuh semangat."Apakah kamu sesuka itu karena akan bertemu dengan Bos?" tanyanya lagi. Namun kemudian, dia lebih seperti sedang menggumam sendiri. "Aneh. Padahal Bos itu orang yang sangat menyeramkan, tapi kenapa kamu malah merasa gembira untuk bertemu dengannya? Apa kamu sama sekali tidak takut?"Liliana sedikit memiringkan kepalanya, menatap Ashin dengan pandangan tidak mengerti."Lihat saja." Ashin masih asyik berkata sendiri. "Hari ini Bos tiba-tiba memintaku untuk menjemputmu dari sekolah. Dia juga memberikan perintah untuk langsung membawamu ke kantor menemuinya. Di
Selena menatap tidak percaya ke layar ponselnya.Apa benar kalau panggilan teleponnya baru saja ditolak?"Ini ...," bisiknya, kesulitan untuk mencari kata-kata. "Ya, Tuhan! Apa-apaan, sih? Kenapa Kills justru menolak panggilanku pada saat seperti sekarang?"Terbelah antara perasaan kesal dan panik, Selena lantas mengetikkan sebuah pesan dan mengirimkannya. Namun, bahkan setelah lima menit dia menunggu pun, tidak kunjung ada pesan yang masuk sebagai balasannya."Padahal pesannya sudah dibaca, tapi kenapa belum dibalas-balas juga?" Perempuan itu mengeluarkan suara bernada geram. "Apa-apaan sebenarnya ini?"Berjalan dalam amarah, Selena lantas masuk ke mobil dan berkata, "Tolong antarkan aku ke gedung Ardhana.""Tapi, Nona, untuk apa?" tolak Ronald dengan segera. Sejak kejadian di rumah sakit beberapa waktu lalu, Andreas memang menempatkannya untuk selalu menema
"Apa kamu baik-baik saja?"Ansia mengambil tisu yang disodorkan Killian dan membersit hidungnya kuat-kuat. Dia lalu mengembalikan tisu bekas yang sudah basah oleh ingusnya ke tangan Killian, sebelum akhirnya kembali terisak.Killian menatap gumpalan tisu bekas di tangannya dan segera membuangnya. Kalau saja mereka sedang berada di situasi yang lain, kemungkinan besar dia akan mengomeli Ansia karena sikap joroknya tadi. Namun melihat kondisi perempuan itu saat ini, membuatnya lantas berubah pikiran."Ans, ayolah," ujarnya kemudian, berusaha membujuk. "Kalau kamu seperti ini terus, nanti lama-lama aku akan disangka sudah melakukan sesuatu yang tidak baik terhadapmu."Meski kedua matanya sudah membengkak sekalipun, Ansia masih bisa memberi Killian tatapan tajam."Perempuan itu," kata Ansia kemudian dengan suara yang sengau. "Siapa dia?""Bukankah tadi kamu juga
Killian sengaja menghentikan mobilnya, beberapa meter sebelum sampai di kediaman utama keluarga Ardhana. Sudah beberapa tahun berselang, semenjak dia tidak pernah lagi menginjakkan kaki di rumah yang sebenarnya menjadi tempat tinggalnya dari kecil. Sejak peristiwa tragis yang menimpa Aila lima tahun lalu, Killian benar-benar tidak sanggup untuk tetap tinggal di kediaman mewah tersebut. Sesak sekali rasanya. Di setiap sudut rumah yang ada, selalu ada ingatan soal Aila dan itu membuatnya semakin putus asa dan tenggelam dalam kesedihan. Kediaman itu kini bagai sebuah tempat yang menyimpan semua mimpi buruknya. "Tidak apa-apa," gumamnya, mencengkeram erat setir mobilnya. "Tidak apa-apa. Sekarang, ada sesuatu yang benar-benar perlu aku lakukan." Menarik napas panjang, lelaki itu pun kembali menjalankan mobilnya. Hari ini, setelah beberapa tahun berselang, Killian kembali mem
"Nyaris tidak ada bukti apa pun yang bisa saya temukan, Tuan Muda. Hanya ada sedikit sekali petunjuk yang bisa saya jadikan sebagai pegangan." Ada kerutan tipis yang mulai muncul di dahi Killian. "Yang pertama adalah adanya bekas ban yang berasal dari dua jenis mobil yang berbeda. Jejak yang pertama, menandakan ada bekas mengerem dan alur ban yang tertinggal pun cocok dengan ban mobil yang digunakan oleh Nyonya Muda. Sementara untuk jejak ban yang kedua, apabila dilihat dari bekas yang ditinggalkan, seperti berasal dari ban mobil yang digas secara mendadak." "Apa polisi tidak bisa menyadari hal tersebut?" "Mereka sebenarnya juga sudah mengetahui soal itu, termasuk mengenai kondisi bagian belakang mobil Nyonya Muda yang rusak parah. Namun, yang menjadi kendala adalah tidak adanya bukti lain, sehingga hal tersebut membuat pihak kepolisian mengalami kesulitan untuk memperkirakan kejadian yang se
"Nona Harron bisa sampai berhubungan dengan lelaki itu adalah melalui bantuan salah satu pegawai yang bekerja di keluarganya. Kalau menurut pendapat saya, sepertinya beliau melakukan hal tersebut tanpa sepengetahuan Tuan dan Nyonya Besar Harron, juga Tuan Muda Hugo."Killian tidak memberi tanggapan apa pun. Jangankan menjawab, melirik ke arah Erick pun tidak. Lelaki itu hanya bertopang dagu dengan sebelah tangan dan membuang pandangan ke luar jendela mobil."Lelaki itu, Evan, dia berhasil mencelakakan Nyonya Muda karena sudah mengintai gedung kantor kita selama beberapa hari sebelumnya," ujar Erick lagi, melanjutkan laporannya. Sebab setelah Killian pergi, lelaki baya itu lantas memutuskan untuk meneruskan kembali proses interogasi. "Lalu, kebetulan saja pada hari itu Nyonya Muda datang ke kantor, sehingga dia pun bergegas membuntuti ketika beliau pergi. Sampai kemudian ...."Erick tidak lagi meneruskan ucapannya. Dia me
Halo, Semua. Apa kabar? Semoga semua dalam keadaan sehat & bahagia. Hari ini, akhirnya cerita Aila dan Killian pun berakhir. Terima kasih atas satu tahun yang begitu mengagumkan. Terima kasih juga karena sudah berkenan mengikuti cerita ini sampai akhir. Saya menyadari bahwa novel ini masih sangat jauh dari kata sempurna dan saya meminta maaf atas segala hal yang tidak memuaskan. Semoga kita bisa bertemu lagi!
Orion menoleh. Bocah lelaki yang biasanya begitu pendiam itu pun seketika memasang wajah ceria, lantas berlari-lari sambil berseru riang, "Mom!" "Halo, Sayang," sahut Aila, yang juga memburu menyambut putranya dengan kedua tangan terkembang, lalu memeluknya. "Maaf karena Mommy terlambat." "Tidak apa-apa, Mom. Oh, apa Mom tahu kalau Rigel tadi terjatuh dari pohon?" Sepertinya predikat pendiam Orion pun menghilang seketika, sebab anak itu sekarang berceloteh dengan begitu bersemangat. "Oh, ya? Benarkah? Kenapa sampai bisa begit—" "Itu karena tadi ada anak kucing, lalu dia—" "Mommy!" Tidak mau berlama-lama sampai Aila mengomelinya, Rigel langsung memeluk Aila dan sengaja sedikit menggeser posisi Orion agar sedikit menjauh. "Kenapa Mommy lama sekali, sih? Apa Mommy tahu, kalau sewaktu tidak ada Mommy, Kak Lills selalu mengomeliku habis-habisan?" Tersenyum, Aila lantas menepuk-nepuk kepala kedua putra kembarnya. Setelah itu, dia mengulurkan tangan, meminta agar Liliana mendekat. Se
"Kills, apa yang kamu lakukan?""Sst, Queen. Aku sedang berusaha mendengarkan anak kita. Kira-kira mereka sedang apa, ya, di dalam perutmu?"Aila tertawa. Lelaki itu bisa menghabiskan waktu bermenit-menit hanya untuk menempelkan telinga di perut Aila. Sambil mengelus-elus dan menciumi perut istrinya, Killian terus saja berbisik dan tertawa bahagia ketika mendapatkan tendangan kecil sebagai balasan."Kills, sudah dong.""Sebentar lagi saja, Queen. Lihat, anak kita gerakannya begitu aktif.""Kamu, sih, senang melihatnya, tapi aku yang merasakan nyeri."Killian terdiam seketika, lalu buru-buru berbisik, "Sayang, kalian kalau menendang jangan terlalu kuat. Kasihan Mommy. Tuh, lihat. Kalau nanti Mommy sampai ngambek terus Daddy tidak diberi jatah, bagaimana?"Aila membelalak. Dengan wajah memerah dia lantas menjewer suaminya itu."Queen, aduh. Sakit. Lepaskan, Queen. Memangnya, aku salah apa?""Salah apa, katamu? Ya Tuhan, Kills. Apa yang baru saja kamu katakan kepada anak-anak kita, ha?"
Bukankah kehamilan Aila masih menginjak usia tujuh bulan? Killian memang bukan seorang dokter, tapi dia tahu betapa seriusnya situasi saat ini. "Dokter Aiden!" seru seorang dokter laki-laki yang datang berlari-lari menyambut, sesampainya mereka di bagian IRD (Instalasi Rawat Darurat). "Bagaimana status pasien?" "Dokter Cedric, selamat malam! Pasien mengalami preterm PROM (Premature Rupture of Membrane)." "Berapa usia kandungannya?" "Tiga puluh satu minggu." Killian masih sempat menangkap ekspresi tegang yang sekilas melintas di wajah dokter Cedric dan ada perasaan tidak enak yang seketika dia rasakan. "Aiden! Katakan padaku. Apakah ini buruk?" tanyanya, dengan nada panik yang bisa tertangkap jelas dalam suaranya. Dia mencengkeram kemeja Aiden dan menahan dokter muda itu ketika akan menyusul Aila, yang sudah dibawa masuk ke ruang perawatan terlebih dulu oleh dokter Cedric. Ada beberapa detik yang dilewatkan Aiden untuk terdiam. "Begini, Ian. Akan ada beberapa prosedur yang tid
Keadaan menjadi semakin baik. Mereka mungkin saja menggerutu, merasa kesal dan kalau bisa, maka akan memilih untuk pergi saja. Namun, nyatanya tidak. Meski dengan perasaan tidak puas, nyatanya tidak ada seorang pun yang beranjak dari tempat duduknya. Entah mengapa, seolah ada sesuatu yang membuat mereka untuk tetap bertahan di tempatnya masing-masing. Ah, bukan. Bukan sesuatu, tapi lebih tepatnya mungkin adalah ... seseorang. "Lihat. Bukankah kalau begini, jadi lebih menyenangkan?" ujar Aila dengan wajah ceria, seolah tidak menyadari apa pun. "Lills, kamu juga suka kan?" Liliana segera mengangguk-angguk, membuat kedua pipinya yang menggemaskan pun terlihat naik turun dengan lucunya. Lalu, dengan penuh semangat dia berseru, "Suka, Mommy! Kalau Mommy suka, Lills juga suka!" Berakhir sudah. Meski masih belum yakin sepenuhnya, tapi mereka seolah memiliki perasaan bahwa dengan ucapan kedua Ibu dan anak itu maka sebuah keputusan telah diambil. Mereka akan makan malam bersama dalam sa
Ada berbagai macam hal tidak jelas yang silih berganti mengisi mimpi Aila.Seorang perempuan yang berbalik lantas keluar dari sebuah tempat yang seperti ruang kantor; seorang lelaki yang tengah dipeluk oleh perempuan lain, tapi sepasang mata birunya terus memandang ke arah perempuan pertama yang tadi pergi; selembar kertas yang sepertinya berisi hasil pemeriksaan rumah sakit yang disertai oleh sebuah testpack; sebuah tempat yang begitu ramai yang tampaknya adalah bandara dan perempuan yang pertama tadi tengah berjalan menyeret sebuah koper, sembari menunduk dan mengelus-elus perutnya.Tunggu, apakah dia sedang menangis? Ah, iya. Perempuan itu memang sedang menangis.Sebab, kemudian ada sepasang lelaki dan perempuan berusia separuh baya yang lantas menghampiri dan memeluknya, berusaha menenangkan serta menghiburnya. Ketiga orang tersebut lantas berjalan di garbarata, menuju pintu sebuah pesawat dengan posisi perempuan tadi berjalan paling akhir.Lalu, sesaat sebelum melewati kedua pram
Ada begitu banyak hal yang terjadi sejak keributan di pusat perbelanjaan waktu itu.Yang pertama adalah Killian yang segera memburu Aiden dan membuat dokter muda itu uring-uringan nyaris sepanjang hari."Demi Tuhan, Ian! Harus berapa kali lagi aku harus memberi tahumu? Sudah kukatakan bahwa hal itu tidak bisa!"Aiden bahkan harus mencengkeram stetoskopnya erat-erat. Kalau saja tidak ingat bahwa alat medisnya itu keluaran Littmann, pasti dia sudah akan menyumpalkannya ke mulut Killian."Kalau begitu, setidaknya beri aku solusi Aiden! Aku ingin pergi berlibur bersama Queen dan Princess, tapi terkendala dengan paspor dan visa yang Queen miliki."Permasalahan yang dimaksud Killian adalah perbedaan antara wajah dan foto di dokumen perjalanan yang Aila miliki, sehingga jelas tidak memungkinkan bagi perempuan itu untuk bepergian ke luar negeri dengan menggunakan identitas miliknya.Satu-satunya hal yang memungkinkan adalah apabila Aila menggunakan dokumen identitas milik Selena Hills. Namun
"Kami pulang!"Ansia berseru gembira, dengan senyuman lebar di wajah dan kedua tangan yang terentang lebar. Baik dia maupun Hugo mengira bahwa akan ada banyak orang yang menyambut kepulangan mereka yang lebih awal ini dengan bahagia.Namun, nyatanya tidak."Ke mana semua orang?" tanya Hugo, memeluk pinggang istrinya, memberi kecupan sekilas di pipi, sebelum akhirnya menjatuhkan diri ke atas sofa. Tampak jelas kalau lelaki itu merasa sangat lelah. "Jam berapa sekarang? Apakah Lexis dan Alden masih belum pulang sekolah?"Istrinya hanya menggeleng kecil dan menaikkan bahu sekilas, terlihat sedikit muram. Syukurlah tidak lama kemudian kepala pelayan datang dan menyambut mereka, serta memberi tahu di mana Risa dan kedua anak kembar mereka berada."Kediaman Ardhana?" Ansia balik bertanya sekedar untuk memastikan. "Jadi, mereka bertiga pergi ke sana?""Betul, Nyonya. Tadi Nyonya Risa memang mengatakan begitu."Bahkan tanpa mau membuang waktu meski sekedar untuk beristirahat sejenak, Ansia d
"Lills, hati-hati." Ivona berseru, memandang khawatir ke arah cucu perempuannya. "Jangan lari-lari, Sayang.""Jangan terlalu khawatir," ujar Risa, sembari tersenyum menenangkan. "Lexis dan Alden bersamanya, mereka pasti akan menjaga Lills. Lagi pula, juga ada beberapa pengawal yang sekarang sedang menyertai kita."Ivona tersenyum balik dan mengangguk. "Anda benar, Nyonya Roxanne. Sepertinya memang saya saja yang terlalu khawatir.""Tidak apa-apa. Hal yang wajar, sebab itu berarti Anda sangat menyayangi Lills. Ngomong-ngomong, bagaimana kalau mulai sekarang Anda memanggil saya 'Risa' saja? Yah, agar tidak terlalu kaku."Sekali lagi, Ivona tersenyum dan mengangguk. "Ah, iya. Tentu saja. Kalau begitu, panggil saya dengan 'Ivona' saja. Bagaimana, Risa?"Kali ini, Risa tertawa kecil dan bersambut dengan tawa dari Ivona. Sejak lebih sering menghabiskan waktu dengan makan malam bersama nyaris setiap hari, kedua perempuan baya itu menjadi jauh lebih dekat dibanding sebelumnya.Tentu saja tida