"Itu semata demi kerahasiaan informasi, Dave. Aku sangat terpaksa melakukan itu, maafkan aku."Jawaban Kyle tak membuat Dave puas sama sekali, tapi hanya semakin membuat dadanya jadi semakin sesak. "Tuan .... ""Sudahlah. Lanjutkan saja misimu. Hari ini aku dan tuan Dante mengevaluasi hasil kerjamu dan cukup memuaskan. Jadi kenapa kamu mundur?" tanya Kyle dengan suara enteng. "Mengevaluasi?"Dave bertanya dengan kebingungan. Bagaimana cara Kyle dan bos besarnya mengevaluasi pekerjaan Dave padahal mereka berada di luar negeri? Dave benar-benar tak mengerti. "Ya. CCTV ada di mana-mana, Dave. Sangat mudah memantau pergerakanmu," jawab Kyle, yang membuat Dave semakin ketakutan. "Ya Tuhan...."Kalau begitu itu artinya... Bosnya memantau Dave setiap saat? Apakah dia akan benar-benar aman? Mereka, mereka tidak melihat adik kecil Dave yang membengkak tiap dekat Jeany, kan?Ya Tuhan, semoga tidak! Dave berteriak dalam hati. Dave, yang mendengar pengakuan Kyle, diam-diam berkeringat dera
Setelah melepaskan masker dan kaca mata hitamnya lalu memperbaiki riasan agar tetap terlihat seperti wanita, Dave pun perlahan menaiki tangga menuju kamar Jeany. Saat dia tadi dipuji oleh Jeany cantik, dia merasa bangga karena mendapat pujian. Namun, saat dia melihat wajahnya sendiri dicermin saat memakai riasan, Dave hanya bisa menghela napas panjang. "Hah, aku benar-benar terlihat cantik dengan make up seperti ini, menyedihkan. Ternyata wanita yang ku cintai tidak melihat diriku sebagai laki-laki," ucapnya, menyadari fakta bahwa selama ini mungkin dari hanya jatuh cinta dan bahagia sendirian. Dave akhirnya menyingkirkan sedikit imajinasinya tentang disukai Jeany dan berjalan ke kamar wanita itu karena Mayes mengatakan jika Dave sudah siap, dia harus memberi tahu Jeany yang sekarang berada di kamar. "Ini pertama kali aku naik ke lantai ini, lantai di mana kamar nyonya berada... "Pria muda itu bergumam dengan perasaan campur aduk. Hari ini dia melihat begitu banyak ekspresi Jeany
Raisa yang berdiri di samping Dave, menarik napas panjang dan berbicara serius ke arah pria di sampingnya itu saat melihat reaksi Dave. "Makanya kamu harus hati-hati menyembunyikan perasaan kamu karena sekarang semakin banyak mata yang akan mengawasi kamu."Dave yang masih pura-pura tak mengerti apa yang dimaksud Raisa, bertanya dengan wajah bodoh. "Apa maksudmu? Aku benar-benar tidak mengerti apa yang kamu bicarakan sejak tadi," elak Dave. Raisa tersenyum dengan ekspresi sedikit sinis bercampur kasihan kepada Dave, lalu berkata dengan nada yang cukup tajam. "Aku sudah memperhatikan dirimu sejak tadi, jadi aku tahu kalau kamu selalu memandang Jeany diam-diam, lalu berpaling sambil menghela napas. Kamu suka dia, kan?"Ditanya secara langsung seperti itu, muka Dave tentu saja langsung kembali memerah. "Hey, itu, itu.... "Dave tergagap, tak bisa menjawab. Raisa yang tak berniat melihat atau mendengar pernyataan cinta dari Dave untuk Jeany, mengibaskan tangannya dengan malas. "Sud
"Kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali, kan?"Dave memandang lurus ke arah Jeany dengan pikiran berkecamuk. Godaan untuk menculik Jeany, terus berputar di kepala Dave. Dia mengawasi Jeany berkali-kali, tapi setiap kali melihat wajah manis Jeany, Dave langsung menghela napas saat ingat bahwa wanita yang terus menarik hatinya seperti tali kekang itu sekarang sudah berstatus sebagai istri orang. "Kenapa dia harus sudah menjadi istri orang?"Dave mendesah dengan kesakitan. "Suasananya sangat pas, apa kuculik sekarang?"Dave bertanya pada dirinya sendiri. Dave sebenarnya sudah memperhitungkan banyak hal tentang cara menculik Jeany yang tidak akan pernah terpikirkan oleh orang waras.Banyak sekali kesempatan di depan mata. Namun, apa yang membuatnya takut adalah jika saat menculik Jeany, suami Jeany yang sangat menakutkan, akan langsung menebas lehernya. "Tuan Dante Richardo jelas tidak akan pernah melepaskan aku hidup-hidup," bisiknya dengan wajah ngeri. Sayangnya, mesk
Ini sudah larut malam, Dave yang masih menghawatirkan sistem keamanan di rumah ini, akhirnya memutuskan untuk keluar dan memeriksa. "Aku sudah memberi tahu tuan Kyle, beliau dan tuan Dante berkata akan memperbaiki sistem keamanan di sini begitu kembali, tapi sebelum mereka datang, aku, sebagai pengawal satu-satunya nyonya Jeany, harus bersiap siaga," ucap Dave dengan penuh tekad untuk menjaga Jeany sampai akhir. Ini bukan kekhawatiran tanpa alasan, tapi, Dave sendiri mendengar dari bosnya, Kyle, bahwa akhir-akhir ini ada orang yang terus secara diam-diam sedang mengawasi Jeany. "Sejauh ini memang tidak ada yang terjadi, tapi siapa yang tahu masa depan?"Dave bergumam sendiri, dia yang sekarang mendedikasikan diri untuk hidup sebagai pengawal Jeany, merasa tak boleh lengah sedikit pun. Itu karena Dave mendengar dari Kyle ada rumor bahwa musuh lama tuan Dante Richardo, kini muncul kembali. Meski belum diketahui kebenarannya apakah yang mengintai Jeany beberapa hari terakhir ini an
"A-apa ini?"Jeany memandang ponselnya dengan mata bergetar. Pesan yang dikirim oleh nomor yang tadi menghubungi dirinya membuat Jeany tentu saja sangat ketakutan. [Siapa kamu? Apakah kamu salah satu komplotan penculik itu?! ] Jeany mengetik pesan, bertanya dengan gelisah saat membalas chat tak dikenal tersebut. [Bukan. Aku di pihakmu, jadi percaya padaku. Ikuti arahan dari ku dengan tenang.] Membaca pesan balasan dari nomor itu, bukannya tenang tapi pikiran Jeany justru semakin kusut, dia menjambak pelan rambutnya untuk menyalurkan rasa frustrasi. Siapa dia? Sangat mencurigakan! [Aku tidak percaya padamu. Katakan saja di mana Richard sekarang, aku akan membebaskannya dari penculikan meskipun harus membayar tebusan yang sangat banyak! ] Pesan dari Jeany tersebut sayangnya tak dibalas oleh nomor misterius yang tadi menghubungi dirinya. "Ugh, aku harus bagaimana?"Jeany terduduk dengan lemas di pinggir ranjang. Uang berapa pun tak masalah asal suaminya, Richard, selamat. Dia t
"Cih. Sial."Ken menganggap orang yang ditelepon Jeany lebih menyebalkan daripada polisi, karena saat ini wanita itu sedang menelepon temannya. Raisa. "Damn! Bos besar melarang wanita itu dekat-dekat istri bos. Kalau sampai dia ikut campur urusan ini, semuanya akan kacau!" Ken bergumam panik. Tak ingin masalah menjadi rumit karena campur tangan orang luar, tanpa berpikir panjang Ken pun lantas keluar dari mobilnya dan berjalan ke arah Jeany dengan tergesa-gesa. "Nyonya.... "Ken memanggil Jeany dengan cemas, sambil tangannya terulur ke arah ponsel Jeany, mencegah wanita itu berbicara apa pun pada temannya. "Hah?"Jeany yang tak pernah bertemu Ken sebelumnya dan tak tahu bahwa dia orang Richard, langsung panik saat pria tinggi dengan setelan serba hitam itu berjalan cepat ke arahnya. "S-siapa kamu?" Jeany mundur satu langkah dengan panik, tapi Ken tak memberinya kesempatan untuk bereaksi lebih jauh. "Permisi," ucap Ken. Tangannya yang panjang segera merebut ponsel di tangan J
Ken berteriak saat beberapa senjata api mengarah padanya. Seperti tak ragu untuk menghabisi nyawa Ken di tempat. Ken yang kalah jumlah dan sudah terluka, berteriak dengan panik. "Apakah ini perintah tuan Dante Richardo?" tanya Ken sambil menahan rasa sakit karena luka tembak. Dia yang tak ingin mati konyol, jika memang orang-orang ini suruhan Richard, merasa harus menjelaskan kesalahpahaman jika memang mereka orang-orang bawahan Richard yang lain. Yang tidak dia kenal. Mendengar pertanyaan tersebut, orang yang berdiri di depan Ken dan mengarahkan senjatanya pada kepala Ken, menggeleng sambil tertawa sinis. "Bukan. Kami adalah bawahan seseorang yang sudah menunggu hal ini sejak lama. Kamu begitu bodoh dengan pergi sendirian seperti ini membawa perempuan itu." Mendengar itu, kening Ken berkerut, tapi dia tak bisa berkutik saat satu kakinya ditembak lagi seperti pecundang sambil menatap tubuh Jeany yang dipindahkan ke mobil orang-orang tak dikenal itu. Ken tidak membawa senjata ap