"Cih. Sial."Ken menganggap orang yang ditelepon Jeany lebih menyebalkan daripada polisi, karena saat ini wanita itu sedang menelepon temannya. Raisa. "Damn! Bos besar melarang wanita itu dekat-dekat istri bos. Kalau sampai dia ikut campur urusan ini, semuanya akan kacau!" Ken bergumam panik. Tak ingin masalah menjadi rumit karena campur tangan orang luar, tanpa berpikir panjang Ken pun lantas keluar dari mobilnya dan berjalan ke arah Jeany dengan tergesa-gesa. "Nyonya.... "Ken memanggil Jeany dengan cemas, sambil tangannya terulur ke arah ponsel Jeany, mencegah wanita itu berbicara apa pun pada temannya. "Hah?"Jeany yang tak pernah bertemu Ken sebelumnya dan tak tahu bahwa dia orang Richard, langsung panik saat pria tinggi dengan setelan serba hitam itu berjalan cepat ke arahnya. "S-siapa kamu?" Jeany mundur satu langkah dengan panik, tapi Ken tak memberinya kesempatan untuk bereaksi lebih jauh. "Permisi," ucap Ken. Tangannya yang panjang segera merebut ponsel di tangan J
Ken berteriak saat beberapa senjata api mengarah padanya. Seperti tak ragu untuk menghabisi nyawa Ken di tempat. Ken yang kalah jumlah dan sudah terluka, berteriak dengan panik. "Apakah ini perintah tuan Dante Richardo?" tanya Ken sambil menahan rasa sakit karena luka tembak. Dia yang tak ingin mati konyol, jika memang orang-orang ini suruhan Richard, merasa harus menjelaskan kesalahpahaman jika memang mereka orang-orang bawahan Richard yang lain. Yang tidak dia kenal. Mendengar pertanyaan tersebut, orang yang berdiri di depan Ken dan mengarahkan senjatanya pada kepala Ken, menggeleng sambil tertawa sinis. "Bukan. Kami adalah bawahan seseorang yang sudah menunggu hal ini sejak lama. Kamu begitu bodoh dengan pergi sendirian seperti ini membawa perempuan itu." Mendengar itu, kening Ken berkerut, tapi dia tak bisa berkutik saat satu kakinya ditembak lagi seperti pecundang sambil menatap tubuh Jeany yang dipindahkan ke mobil orang-orang tak dikenal itu. Ken tidak membawa senjata ap
Richard merasa frustasi saat jaraknya masih begitu jauh dengan lokasi Jeany, hanya bisa mengandalkan Dave sekarang. "Secepatnya datang ke lokasi dan kepung mereka! Kalau mereka mencoba membunuh salah satu anggota kita, habisi di tempat," titah Richard kepada seluruh tim yang bergerak menuju lokasi mobil penculik Jeany. Semua tim menjawab siap dengan serempak dan Richard kembali fokus mengemudi untuk segera sampai ke lokasi tempat Dave berada dengan Jeany. Para penculik itu sepertinya tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa. Di mana mereka berhadapan dengan Richard, pria yang bahkan mengerahkan seluruh tim khusus yang dia miliki hanya untuk mengambil kembali istrinya. ***Sementara itu, Dave yang paling pertama menemukan lokasi mobil penculik Jeany, segera menghentikan mereka. "Berhenti! Serahkan kembali nyonya Jeany padaku!" seru Dave seraya mengacungkan pistol yang dia bawa. Dua mobil dengan delapan orang-orang berpakaian serba hitam keluar, mereka tertawa terbahak-bahak saat
Richard dengan mulus membawa Jeany menuju vilanya, saking mulusnya bahkan mereka bisa sampai di vila itu dengan cepat. Sayangnya, meski sudah sampai di vila, Jeany belum juga sadar dari pengaruh obat bius. "Hah, sial. Kapan dia bangun? Ken nggak ngasih dia obat yang aneh-aneh, kan?" desah Richard, yang saat ini membaringkan tubuh istrinya di atas ranjang, lalu mendekat ke arah hidung dan mulut Jeany untuk mencium bau mencurigakan apakah ada racun atau semacamnya."Hmm, sepertinya aman."Setelah memastikan bahwa tidak ada racun atau apa pun, Richard yang bosan menunggu Jeany bangun, akhirnya menghabiskan waktu dengan mendandani sang istri, mengganti baju wanita cantik itu dengan lingerie warna hitam yang Jayden beli di luar negeri. "Cantik," gumam Richard, saat melihat tubuh seksi istrinya yang kini hanya terbalut lingerie seksi berwarna hitam, yang hanya menutup puncak buah dada dan sedikit area intimnya. Membuat penampilan Jeany benar-benar menggoda. "Aaah, kenapa kamu masih sela
Jeany bergumam dengan gelisah, memandang sekeliling untuk mencari jalan keluar dari rumah besar dengan taman indah ini. "Rumah... apa ini?"Jeany memandang sekeliling dengan putus asa. Itu karena rumah ini dikelilingi pagar yang sangat tinggi jadi tak mungkin untuk Jeany menyelinap keluar. Mau tak mau dia harus mencari pintu keluar rumah ini dan segera kabur. Jeany memandang semua makanan di meja sekali lagi. Makanan-makanan itu begitu menggugah selera, sehingga tanpa sadar Jeany menelan ludah. "Aku lapar.... "Dia berkata sambil memegangi perutnya. Tadi saking paniknya gara-gara mendapat telepon bahwa suaminya diculik, Jeany sampai melewatkan makan siang. Dan sekarang sudah senja, perutnya keroncongan. Dia berjalan mendekat untuk melihat semua makanan lezat itu dari dekat, saat tiba-tiba seseorang memeluk dirinya dari belakang. "S-siapa...!"Jeany tentu saja langsung berteriak dengan panik, mencoba melepaskan diri saat merasakan pelukan tiba-tiba dari seorang pria di belakang
“Aku ingin melakukannya di sini.”Richard menjawab dengan tegas. Dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi.Keinginan Richard sudah dalam keadaan dimana dia tidak bisa menunda-nunda lagi. Apalagi saat melihat istrinya yang begitu menggoda seperti sekarang, siapa yang akan tahan? Mata Jeany yang terkejut saat mendengar jawaban suaminya, bergetar.“Yah, ini bahkan bukan kamar tidur. Kita hanya perlu beberapa langkah untuk sampai ke sana. Jadi, kenapa kamu tidak bisa menahannya sedikit lagi, Rich? Cuma beberapa langkah aja, kumohon?"Jeany mencoba membujuk. Saat Richard melihat Jeany ragu-ragu untuk bercinta di taman yang luas dan indah ini, matanya menyipit.“Oke, baiklah, kalau kamu mengizinkan aku melayanimu, aku akan bersabar sampai kita pergi ke kamar tidur," jawab Richard akhirnya. "Ya? M-maksudnya?"Jeany tak mengerti apa yang dikatakan suaminya. Meski begitu, yang jelas, Richard saat ini tampak sedikit gila.“Ya. Jadi, kalau kamu membiarkan aku memakanmu, aku akan berhenti men
Lutut Jeany yang goyah dibentangkan lebar-lebar oleh tangan Richard. Sambil berlutut, Richard mengulurkan kelopaknya."Ah!"Jeany seketika mengerang kuat atas ransangan yang diberikan suaminya. Richard membentangkan kelopak Jeany dari kedua sisi, memperlihatkan bunganya yang meneteskan anggur. Richard melihatnya dan menarik napas. Sementara itu, Jeany menelan napasnya yang gemetar, saat ujung lidah Richard yang lembab membelai bunganya.“Ahhhh….”Jeany mengerang sekali lagi, badannya terasa gemetar karena rangsangan manis itu.Richard melirik kuncup bunga yang mulai berdiri.Saat ujung lidahnya menggelitik mata bunga itu, sensasi aneh mulai menyebar."Ah…."Richard memutuskan untuk mencicipi hanya bagian mata bunganya tanpa menyentuh tempat lainnya. Dia menggosoknya ke atas dan ke bawah, mendorongnya dari sisi ke sisi, menggigitnya dengan bibir, dan meremasnya.“Ughhh?! Ahhhh. berhenti…."Jeany mengerang semakin keras. Semua sarafnya seperti beralih ke tempat-tempat yang bahkan ti
Beberapa hari setelah Jeany dan Richard menghabiskan malam yang begitu panas di vila milik Richard.... "Bagaimana hasilnya?"Richard bertanya kepada Kyle tentang hasil penyelidikan peristiwa penculikan Jeany dan menangkap seseorang yang ingin mencelakai istrinya itu. Keduanya hari ini bertemu di kantor Richard. "Sayangnya, semua jejak seperti dihapus dengan rapi, baru kali ini saya kesulitan mencari jejak dari sebuah kejahatan. Maafkan ketidak kompetenan saya, Tuan" jawab Kyle dengan perasaan bersalah. Melihat Richard memijat keningnya, Kyle semakin merasa menyesal karena untuk hal penting seperti ini, dia malah tidak dengan mudah membantu sang bos. "Maafkan saya, Bos."Kyle meminta maaf lagi. "Tidak apa-apa, ayo kita cari pelan-pelan. Aku sudah cukup lega karena bisa menyelamatkan Jeany tepat pada waktunya, meski tentu saja aku tidak akan membiarkan hal seperti ini terjadi lagi di masa depan."Richard menyahut setelah menghela napas dalam-dalam. Dia merasa cukup kesal karena kec
Saat keluar dari ruangan Kyle, Luana berusaha tegar dan bersikap seakan tak ada apa-apa. Namun, begitu sampai depan kamar mandi kantor, langkahnya mulai goyah. "Ah." Luana membuka pelan pintu kamar mandi, duduk dia atas toilet dan membuang celana dalamnya yang basah ke tempat sampah dengan ekspresi lunglai. "Kenapa.... " Gadis itu mendesah, menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis tersedu-sedu. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar suara isakannya tidak terdengar sampai luar. "Kyle, kenapa kamu begini padaku?" gumamnya nelangsa. Menangis seperti itu rasanya lebih sakit dan menyesakkan, tapi hal itu tidak sesakit yang di rasakannya sekarang. Dirinya merasa hancur saat diusir seperti wanita murahan oleh Kyle tadi, hati gadis itu kini remuk redam. "Teganya kamu, Kyle. Teganya.... " Dia menangis sampai bahunya naik-turun, menekan dadanya yang terasa sangat sesak sampai kesulitan bernapas. Dengan pandangan penuh kaca-kaca air mata yang siap tumpah,
"Luana? Bolehkah?" Pria itu meminta izin untuk menjilati leher dan dadanya yang penuh keringat. Saat Luana dengan malu-malu mengangguk, Kyle segera dengan tekun melakukan apa yang dia inginkan. Kyle baru tahu, bahwa keringat gadis ini ketika sedang terangsang ternyata bisa membantu mengembalikan kekuatan miliknya yang sempat menghilang. Magic stone bahkan tak ada apa-apanya dibandingkan ini. Saat keringat Luana habis dijilat oleh Kyle, kyle memandang Luana dengan ekspresi lapar. "Lun, cara bikin kamu berkeringat bagaimana?" bisiknya dengan suara menggoda, membuat gadis itu memandang Kyle dengan pipi merona merah, sementara Kyle menggesek penis miliknya yang sudah tegak di antara paha Luana. "Kenapa tiba-tiba ingin membuat saya berkeringat, Tuan?" Luana yang gugup, sampai tanpa sadar berbicara formal kepada Kyle. Kyle tidak menjawab, malah melesak kan mulutnya di buah dada Luana yang benar-benar menggoda, membuat gadis itu mengerang pelan dan menggeliat. "Hah
"Kamu tahu.... " Kyle berkata dengan napas tersengal-sengal. "Cuma tubuh kamu yang bisa membuat suhu tubuhku hangat kembali, Luana," lanjutnya dengan suara lemah. Mendengar itu, Luana tanpa ragu segera berdiri dan melempar jas yang ia pakai ke lantai. "Baiklah. Aku akan melakukannya, aku akan melakukan hal itu, Kyle. Aku akan melakukan apa pun! Kamu harus sembuh, kamu nggak boleh pergi!" teriak Luana dengan penuh tekad. Gadis itu segera berlari ke pintu untuk menguncinya dan menepuk tangan satu kali sebagai sensor lampu, membuat ruangan itu seketika gelap gulita. "Kyle, tunggu. Aku akan membantumu!" Luana tanpa ragu dia melepas blush hijau muda yang dia pakai dan melempar bra miliknya ke lantai, kemudian dengan tubuh atas tanpa memakai apa pun, mulai naik ke atas tubuh Kyle yang terbaring di sofa. "Kamu percaya sama aku, oke? Aku akan melakukan seperti saat membuat kamu bisa kembali normal ketika SMA, aku akan membuat kamu sembuh lagi, Kyle. Jangan pergi dulu, jang
Jam kerja selesai. Kyle semakin panik saat melihat Luana yang mulai berkemas, sementara Jasmine dan Gio belum juga meninggalkan meja kerja mereka. Kyle memutar otak untuk mencari cara supaya Luana masuk ke dalam ruangannya tanpa membuat Gio dan Jasmine tahu sehingga kedua makhluk brengsek itu tidak merecoki pertemuan mereka dengan alasan yang mengada-ada. Sementara itu, sakit kepala Kyle semakin parah dan demamnya mulai tinggi. Kyle meraih ponsel di meja, mengetik sesuatu dengan jemari yang gemetar karena demam. [Lun.] Bahkan untuk mengirimkan pesan singkat seperti itu, Kyle membutuhkan usaha yang sangat keras. Kepalanya seperti berputar-putar dan demam yang dideritanya membuat pria itu tidak fokus. Matanya sampai menyipit untuk menyelesaikan chat yang ia kirim ke Luana. [Sini, ke aku.] Tak sanggup lagi mengetik banyak, Kyle melempar ponselnya dan memijat kepala yang seperti meledak. Dia tak sanggup menahan sakit ini lagi, sepertinya magic stone yang dipinjamk
Gio lagi-lagi tersenyum dengan ekspresi licik, sebelum kemudian menjawab. "Karena aku yang menukar sendiri barang itu sebelum sampai ke Kyle, jadi tentu saja aku tahu." Ekor mata Gio melirik ke Kyle yang sedang memijat keningnya dengan ekspresi puas. "Sayangnya, karena kekuatannya melemah, Kyle bahkan nggak sadar kalau barang itu palsu dan terus bergantung pada benda itu seperti orang bodoh," lanjutnya dengan bibir mencibir. "Kamu gila!" Jasmine berseru, menggeleng tak percaya, tapi juga salut pada pria yang sepertinya lebih kuat dari Kyle ini. Sepertinya, pria yang wajahnya mirip Kyle ini sedang tidak berbohong, kini Jasmine baru menyadari bahwa aura Kyle hari ini, memang tidak sekuat dan semenusuk biasanya. "Sekarang, kamu percaya padaku, kan?" Gio bertanya dengan ekspresi penuh kemenangan. Jasmine ingin mengangguk tapi dia sadar bahwa harus berhati-hati dengan pria di sampingnya ini, jadi dia menjawab. "Aku masih harus berpikir lebih dalam lagi." Gio yang
"Kamu bicara apa? Aku nggak ngerti." Masih seperti sebelumnya, Jasmine menjawab ketus perkataan Gio. Gio hanya tertawa geli melihat reaksinya tersebut, menyandarkan punggung ke kursi dengan kedua tangan bersilang di dada. "Nggak usah pura-pura polos." Ucapan sinis Gio itu, direspons Jasmine dengan kerutan kening. "Aku nggak tahu apa maksud kamu ngomong seperti itu tadi, dan aku nggak paham, siapa yang tadi kamu panggil gadis setengah vampir," sergah Jasmine dengan nada tersinggung. Gio tidak menjawab, tapi segera menjentikkan jemarinya dengan santai. Wajah Jasmine memucat saat Gio menunjukkan bukti, bahwa dirinya juga bukan manusia biasa. Bahkan tingkat kekuatannya di atas Jasmine. "K-kamu.... " Jasmine tak bisa berkata-kata. "Santai saja," ucap Gio sambil menyugar rambut peraknya dengan santai saat melihat wajah pucat Jasmine. "Aku tahu, tujuan kita sama," lanjutnya seraya melirik ke arah Kyle, yang diikuti oleh lirikan mata Jasmine. "Kamu...." Gio menunjuk dada Jas
"Minggir." Jasmine yang sudah kini berada di depan mereka, menatap Luana dengan muka ditekuk. "Pindah posisi," lanjutnya judes, bibirnya yang bergincu merah terang maju beberapa centimeter. "Eh, kenapa?" Luana yang tak tahu maksud kedatangan Jasmine ke meja kerjanya, bertanya dengan bingung. Sementara gadis tinggi semampai yang kini memakai dress hitam selutut dan terbalut jas warna krem tersebut menatap Luana dengan gerah. "Aku sekarang kerja di sini menggantikan Katy, geser. Jauh-jauh dari aku, jangan terlalu dekat," ucapnya ketus. Luana dengan masih linglung, menatap tak percaya apa yang sedang didengarnya saat ini. "Cepetan. Dasar lelet." Keluhan yang keluar dari mulut jasmine tersebut membuat Luana segera mengangkat barang-barangnya dan bergeser, tapi kemudian kembali lagi. Dia menaruh barang-barang miliknya itu di tempat semula dan memberanikan diri menatap Jasmine yang duduk di sebelah Gio dan sibuk dengan ponselnya. "Kalau kamu menggantikan tempat Katy,
"Halo, Sayangku." Seorang pria menyapa Luana dengan begitu mesra. Luana memandang pria dengan rambut berwarna perak seperti bulan purnama dan memakai setelan jas hitam dengan kemeja putih itu dengan setengah hati. "Siapa yang kamu panggil sayang?" ketusnya dengan bibir cemberut. Gio yang kini berdiri di depan meja kerja Luana tersenyum-senyum sendiri dengan ekspresi menggoda. "Siapa lagi memangnya kalau bukan kamu? Nggak ada makhluk mungil yang terlihat sangat imut di mataku kecuali kamu, Luana sayang." Mendengar itu Ahra hanya memutar bola matanya dengan ekspresi bosan. "Nggak usah gombal, aku tahu kamu bukan Kyle," balas Luana, masih dengan muka ditekuk. Dia masih kesal dengan vampir ini karena wajahnya mirip Kyle, sehingga dirinya pernah mengalami insiden salah mengenali orang beberapa kali. Terlepas dari pria inilah yang telahmenyelamatkan dirinya dengan dari teror vampir baru di pulau itu, Luana nmasih tidak bisa melupakan rasa kesalnya. Gio tertawa geli d
"Aku tidak perlu bertemu orang itu untuk menilai bagaimana dia, Kyle," jawab tuan Ivander dengan tegas. Kyle tertawa sumbang mendengar ucapan ayahnya tersebut. "Ayah selalu mengajariku bahwa kita harus bertatap mata dengan seseorang agar tahu bagaimana dia sebenarnya.Ucapan ayah sekarang penuh kontradiksi, Yah," sindir Kyle dengan tajam, sedang sang ayah hanya mengendikkan bahu. "Aku nggak peduli," jawab tuan Ivander, acuh tak acuh. Kyle hanya menyugar rambutnya ke belakang. kehabisan kata-kata. "Jasmine dan kamu punya kesamaan, kalian pasti akan bahagia jika menikah, Nak. Nasibmu tidak akan seperti ayah kalau kamu menikah dengan Jasmine." Tuan Ivander mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh. Ada luka yang dalam di sorot matanya saat menyebut tentang nasibnya sendiri. Melihat Kyle yang terdiam, ayahnya melanjutkan. "Kalian sama-sama anak yang lahir dari pasangan manusia dan vampir, jadi, jika kalian menikah, tidak akan ada yang berkorban atau ditinggalkan. Kamu akan