Untuk sesaat, dunia tiba-tiba menjadi gelap dan kembali lagi. Ini adalah pertama kalinya bagiku merasakan sensasi segila ini.Saat aku menciumnya, aku merasa seperti akanterjun bebas, tapi sekarang aku berada di level yang berbeda.Aku merasa seperti tidak akan pernah bisa keluar dari tempat ini sendirian karena aku benar-benar berubah menjadi tempat tanpa akhir, yang terlihat dan tanpa dasar."Haet, haa...."Aku yang sudah kacau di bawah Richard, mengulurkan tangan, berusaha mengambil apa pun sebagai pelampiasan. Namun, hanya rambut Richard yang ada di tanganku. Mungkin dia juga merasakan saat aku memegangi rambutnya, sehingga kepalanya kembali terangkat.Menatap matanya yang tulus, tiba-tiba akumenurunkan pandangan sedikit, dan akumelihat bibirnya yang berkilau. Aku ingat apayang baru saja dia lakukan, jadi aku mencobamenoleh karena malu. Tapi dia lebih cepat dariku.Dia menyerangku lagi sehingga mengeluarkan erangan keras dengan reflek. "Heu... mmmm!"Karena aku belum sepenuhn
"Siapa ini, Jeany sayang?"Richard bertanya lagi. Tampak sedikit menekankan pertanyaan itu padaku. Aku terus mengerang dari mulutku, tetapi sulit untuk mengeluarkan setiap kata ketika aku diminta untuk berbicara."R-Richard. Ahngh!""Siapamu Jeany?"Suaraku menjadi serak karena erangan yangterus-menerus, sedangkan Richard, menurunkan suaranya ke nada rendah karena kegembiraan. Sepertinya saat ini Richard juga merasa sangat bersemangat."S-suamiku! Ha!"Saat aku memanggil dia dengan sebutan suami untuk menutup mulutnya, aku merasakan pusakanya semakin besar di dalam."Ah, apa ini, hm! Ah, ugh!"Aku mengoceh tidak jelas di tengah kenikmatan yang aneh. Alat kelamin berukuran sangat besar terusbergerak dengan liar di dalam dan napasku menjadi lebih cepat.Pada saat yang sama, gerakan yang tampaknya tak ada habisnya akhirnya berhenti, lalu pada akhirnya, senjata itu masuk dengan kuat dan dalam.Kami kini mengerang secara bersamaan."ahh! Nnggh!"Aku sekali lagi mencapai klimaksku dan t
Mengingat lagi apa yang sudah terjadi, mau tak mau aku berpikir bahwa bagaimanapun, itu sangat bagus. Mengingat karakter dan tindakan Richard elama ini, menurutku dia tidak akan begitu lembut dan ramah seperti tadi malam. "Haaa."Aku mendesah. Tidak menyangka bahwa hubungan kami akan menjadi seperti ini. Richard tadi malam, benar-benar versi berbeda dari Richard yang bilang menculik dan menangkapku untuk membuat hidupku sengsara. "Semua tindakannya membingungkan. Apakah sebenarnya Richard masih cinta padaku?"Bukankah apa pun alasannya, jika seorang pria dan wanita saling berbagi tubuh, setidaknya mereka akan merasakan sedikit perasaan. Apalagi jika itu terlalu memuaskan."Jadi wajar jika aku berpikir Richard mungkin masih cinta aku, kan?"Aku menggumamkan hal itu, lalu tiba-tiba tertawa sendiri. "Hah. Aku berharap apa? Dia mungkin hanya akan lembut saat bercinta. Jangan pernah lupakan apa tujuannya menikahimu, Jeany," ucapku pada diri sendiri. Bagaimanapun dia akan berubah piki
Aku merasakan kecupan hangat di kening dan pipiku sehingga membuka mata perlahan, mendapati suamiku lah yang rupanya tadi mengecup keningku. "Mmm, Richard? Jam berapa sekarang?" tanyaku, saat melihat Richard yang tampak sudah rapi dengan jas hitam dan dasi. "Masih sangat pagi, tidurlah lagi, Jeany."Richard menjawab sambil menutup mataku dengan tangannya yang besar, suaranya begitu lembut sehingga membuat diriku merasa mengantuk. "Kamu... mau ke mana?"Aku bertanya saat Richard menepuk-nepuk lembut puncak kepalaku dan berdiri sambil mencium keningku. "Ada pekerjaan yang harus ku selesaikan jadi aku berangkat pagi-pagi. Tidur yang nyenyak, kalau ingin pergi jalan-jalan gunakan kartu kredit," jawabnya, yang kujawab dengan anggukan kepala. "Baik. Terima kasih, Richard."Richard tersenyum dan mengucapkan selamat tinggal sambil berkata bahwa aku dibolehkan berbelanja dan jalan-jalan ke mana saja hari ini menggunakan kartu kredit miliknya.Aku memandang punggung lebar Richard yang berj
Meski merasa aneh dan malu dengan permintaan Richard, tentu saja aku tidak berani mengajukan protes langsung pada suamiku yang tampan itu. "Bisa-bisa aku langsung dikurung di penjara bawah tanah, hiyyy!" Aku bergidik ngeri. Akhirnya, berniat mengubah permintaannya yang memalukan, aku pun mengirim chat balasan. [Rich, kamu serius? Bagaimana caranya aku mengirim foto telanjang padamu?]Balasan Richard membuat aku langsung cemberut. [Apa susahnya? Kamu tinggal lepas pakaian, berbaring di ranjang dan melakukan selfie. Apa kamu perlu bantuan Mayes sebagai kameramen? Aku akan bilang padanya kalau begitu.]"Tidak! Apa maksudnya malah menyuruh Mayes?! Ini akan jadi aib seumur hidupku."Kugelengkan kepala dengan ekspresi ngeri. Bisa-bisanya dia malah menawarkan seseorang jadi fotoghrafer? Richard memang gila! [T-tapi, Rich. Bukannya itu ilegal? Mengirim foto, ehm, porno.]Aku mengetik pesan dengan pipi semerah kepiting rebus. [Ilegal kenapa? Kita suami istri yang sah secara hukum, jad
"Kamu bilang apa? Jatuh cinta pada siapa?"Richard langsung menelepon, suaranya terdengar sangat dingin sehingga aku dibuat kebingungan dengan perubahan sikapnya. "Hm? Apa maksudmu, Rich?" tanyaku, benar-benar tak paham dengan arah pembicaraan Richard. "Jawab saja, Jeany."Pria itu menjawab dengan nada mendesak, yang membuat aku tentu saja semakin kebingungan. Jawab? Apanya yang dijawab? Aku benar-benar tak mengerti kenapa dia tiba-tiba marah! Kudengar di sebelah, Richard seperti sedang menarik napas panjang. Suara napasnya saja sudah menunjukkan bahwa dia sedang sangat marah sekarang. "Kamu mengirim pesan padaku, mengatakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Pada siapa itu?"Dia bertanya dengan suara berat. Saat Richard menyebutkan tentang pesan, aku langsung paham arah pembicaraannya. "Ahh?"Apakah dia sedang membahas tentang betapa senangnya aku saat bertemu kucing hitam gemuk di taman tadi?"Ehm, Rich. Kalau maksudmu tentang pesanku yang baru, bukannya... aku tadi membicar
"Richard."Aku yang menutupi bahuku yang terbuka dengan selendang tipis, masuk ke ruang kerja Richard. "Apa ini, Jeany?"Richard mendongak dari posisi awal yang sedang menekuri dokumen, melihat bagaimana penampilanku saat datang padanya, kening pria itu seketika berkerut. Gugup, aku menjawab. "A-ah? Tidak. Kupikir... kamu sedang marah jadi aku.... ""Hm?"Dia berdeham, bangkit dan berjalan ke arahku. "Oke, aku ke sini karena ingin membuatmu tersenyum dan tidak marah lagi," ujarku, menundukkan kepala karena merasa terintimidasi dengan tatapannya. "Dengan baju seperti ini?"Richard bertanya, menyentuh daguku dan membuatku mendongak ke arahnya. "Ah, itu.... "Ku gigit bibir bawah, tak sanggup berkata-kata. "Bukannya kamu seperti sedang menggodaku untuk memakanmu, Jeany?" Richard bertanya lagi, menelusuri leherku dengan jarinya. "Hah? Ah, maksudnya.... "Richard tiba-tiba membalik tubuhku dan memelukku dari belakang. Suara Richard yang datang dari belakang terdengar kaku."Apaka
Kupikir, kemarahan Richard sudah mereda setelah aku menggodanya untuk bercinta tadi malam. Namun, meski aku sudah berhasil membuat dia puas, sepertinya Richard masih dendam perihal kucing hitam yang aku ceritakan kemarin. Buktinya, pagi hari, Mayes tiba-tiba membangunkanku. "Nyonya, tuan ingin sarapan bersama," ucap Mayes dengan lembut dan menawarkan untuk membantuku bersiap. "Hm? Tumben. Biasanya dia tidak pernah sarapan, kan?"Aku menyahut dengan kebingungan, selain itu aku juga masih sangat mengantuk setelah melayani Richard semalaman. "Katanya hari ini hari istimewa. Tuan bilang beliau sudah menunggu Anda di ruang makan."Mayes mengatakan itu dengan nada sedikit mendesak sehingga aku segera bangun dan bebersih, sebelum kemudian mendatangi Richard di ruang makan. "Selamat pagi, Rich," sapaku dengan senyum lebar karena berpikir jika Richard sudah benar-benar tidak marah. "Pagi juga, Jeany. Silakan duduk," jawab Richard seraya menunjuk tempat duduk. Dia tersenyum seperti biasa
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men