Halo maaf kalo ada yang tidak nyaman dengan bab ini. Di bab ini Richard tidak benar-benar menghidangkan sate daging kucing ya itu hanya berbohong untuk mengancam Jeany, cek penjelasan di bab 36 ya bahwa itu bukan daging kucing melainkan daging domba muda
Untungnya, tidak lama kemudian, Mayes kembali ke kamar. Ketika aku mendengar bahwa kereta sudah siap, aku segera turun sendirian. Untungnya aku tidak bertemu dengan kepala pelayan, dan Richard sudah berangkat ke kantor di jam seperti ini. "Kamu tidak perlu ikut, Mayes"Saat aku naik mobil yang terparkir di depan, Mayes mencoba ikut, yang segera aku tahan. "Apa? Tapi tugasku adalah melayani dan menemani Anda, nyonya," jawab Mayes, bingung. "Sssst, ini adalah hadiah surprise untuk suamiku tercinta, dia akan curiga kalau kepala pelayanan melihat kamu tidak ada di sini dan ternyata ikut denganku. Rencana surprise ku akan hancur berantakan," ucapku dengan raut menyesal. Mayes yang sepertinya tersihir dengan wajah memelasku dan benar-benar percaya bahwa aku ingin membelikan surprise untuk Richard, akhirnya mengangguk. "Jadi begitu. Kalau begitu, selamat jalan dan hati-hati," ucapnya. "Ya. Aku akan segera kembali. Jadi tolong lakukan pekerjaanmu untuk membantuku memberi Richard supris
Aku tak bisa menjawab rentetan pertanyaan Damien dan hanya tersenyum canggung. Itu karena sangat sulit menjelaskan situasiku sekarang, di mana aku tiba-tiba sudah menikah dengan seorang pria dan kini sedang melarikan diri ke rumah saudara tiriku karena konflik internal di antara kami. Untungnya Damien tidak bertanya lebih jauh dan hanya tersenyum lebar sambil memegang kedua tanganku. "Apa pun masalah yang sedang kamu hadapi, percayalah, bahwa aku sangat senang sekarang. Kamu akhirnya kembali, Jeany. Aku sudah lama menunggu.""Apa?"Bingung, aku menyahuti ucapan Damien. Kamu sudah menungguku, untuk apa? Bukankah kita tidak terikat hubungan darah? Begitu ibuku meninggal, aku dan Damien bahkan sebenarnya tak ada hubungan apa pun. Aku tadi memutuskan untuk lari ke sini karena sangat terburu-buru dan tak mengenal orang yang mungkin kedudukannya sekuat Richard kecuali Damien, aku benar-benar tak menyangka, Damien telah lama menunggu aku kembali ke rumah ini. Tentu saja karena kami s
"Kamu ingin aku memberi tahu Jeany? Sama sekali jangan berharap," cibir Damien begitu Richard pergi. Damien sama sekali tidak berniat menyampaikan kata-kata peringatan Dante Richardo kepada Jeany. Bagaimana pun sekarang Jeany sudah kembali ke sini, dan Damien tidak akan membiarkannya pergi dari rumah ini lagi.Setelah Jeany pergi dari rumah ini selepas kematian ibunya, Damien tidak pernah melupakannya satu hari pun. Mungkin ini yang dinamakan cinta pertama, Damien tak tahu. Namun, saat pertama kali bertemu Jeany setelah memasuki gadis itu memasuki kediaman Freed bersama ibunya, Damien tiba-tiba saja sangat bertekad ung melindungi gadis cantik ini selama sisa hidupnya.Damien tak pernah ragu memberikan semua perhatian kepada Jeany, menumpahkan semua kasih sayang yang dia miliki. Namun, Jeany selalu berusaha menghindari dirinya dan tak menerima sedikit pun perasaan tulus Damien. Damien pikir, selamanya dia tidak akan memiliki Jeany di sisinya, meski begitu Damien tak pernah berhenti
Aku langsung teringat kepada Mayes, serta sopir yang dulu membawaku ke kediaman Damien.Siapa dari mereka yang dimasukkan Richard ke penjara? "Apa kamu tidak tahu, kabarnya akhir-akhir ini dokter keluar masuk ke rumah itu setiap hari."Pelayan itu bicara lagi, sehingga aku kembali menajamkan pendengaran. "Kudengar tuan Dante Richardo benar-benar menggila, dia bahkan mengadakan pertandingan gladiator di rumahnya dengan hadiah besar. Tapi apa kamu tahu, itu bukan pertandingan gladiator biasa, tapi seperti keinginan tuan Dante untuk mengakhiri hidupnya. Kabarnya, senjata yang dipakai untuk pertandingan juga senjata asli."Mendengar itu, wajahku langsung pucat. "Apa yang kamu bicarakan?"Tanpa sadar, aku keluar dan bertanya. Kedua pelayan itu tampaknya sangat kaget dengan kemunculan diriku. "A-aku minta maaf, Nyonya."Mereka langsung membungkuk untuk meminta maaf. Percakapan yang mengejutkan itu membuatku muncul di hadapan mereka tanpa menyadarinya. Dan begitu mereka melihatku, waj
Ucapan Damien membuat keningku berkerut dan segera berkata dengan ketus. "Kita adalah saudara laki-laki dan perempuan. Apakah menurutmu itu masuk akal sekarang?"Damien malah tertawa mendengar itu dan menjawab dengan santai. "Lagi pula, kita bukan saudara kandung. Jadi apa yang salah?"Setelah mengatakan hal itu, Damien berjalan mendekat ke arahku, dengan senyuman yang makin lebar. "Dulu, ayahku menolak hubungan kita. Dia menentang keras perasaanku padamu karena baginya kamu dan aku sama, sama-sama anaknya. Tapi aku sudah menyingkirkan ayahku yang mengganggu dan hanya tersisa kita berdua di sini mulai sekarang. Tidak ada siapa pun yang akan mengganggu lagi, jadi kenapa tidak tinggal di sini saja, Jeany?"Damien menyemburkan fakta yang sangat mengejutkan dari mulutnya, di mana dia dengan kesadaran sendiri mengatakan bahwa dialah yang telah membunuh ayah kandungnya, sehingga membuat langkahku mundur dengan ekspresi tegang. Pria ini, dia benar-benar gila. "Jangan mendekatiku," ucapk
Tidak peduli berapa kali aku memanggil, dia membuat jalan merah, meneteskan darah tanpa menjawab. Aku segera mengejarnya dan segera sampai di dalam rumah. "Rich...."Semua pelayan hanya menatap kami dari jauh. Tentu saja, tidak ada yang mau mendekat. Aku terus mengikuti Richard yang berjalan masuk ke kamar kami di lantai dua, mengabaikan tatapan dan suaraku yang memanggil dari belakang.Namun, dia tidak menutup pintu kamar sepenuhnya karena itu berarti aku harus masuk. Aku ragu-ragu sejenak dan masuk ke kamar. Aku sangat takut, tapi, tidak, ini belum terlambat. Namun aku bingung harus berkata apa padanya. Apa yang harus kukatakan pertama-tama? Maaf aku lari tanpa berkata apa-apa? Bukan karena aku membencimu, tapi karena aku takut? Sekarang, apakah itu ada gunanya? Aku merasa kepalaku akan meledak karena banyaknyapertanyaan.Meski begitu, aku nekat melangkah maju. "Rich, ada yang ingin kukatakan...!"Penyesalan tidak akan bisa diubah, tapi harus diperbaiki.Aku berdiri dengan p
Saat melihat wajahku dari dekat, Richard tiba-tiba tersenyum dan membelai pipiku. "Kamu tahu, Jeany? Sejujurnya, ini lebih lambat dari yang diharapkan. Apakah saudara tersayangmu itu menutup mata dan telingamu sehingga kamu sama sekali tidak mendengar tentang kegemparan yang kuciptakan?"Kegemparan? Apakah yang dia maksud adalah menjebloskan pelayan ke penjara dan melakukan pertunjukan gladiator di rumahnya dengan dalih pelatihan untuk perusahaan keamanan yang dia kelola? Apakah... dia melakukan semua itu untuk menarik perhatianku? Menyadari fakta itu, lagi-lagi aku tak bisa menjawab, ketika aku masih tidak menjawab, dia terus mengatakan apa yang dia katakan.Richard yang sedang membelai pipiku, tiba-tiba menghentikan gerakannya dan berkata dengan suara termenung. "Entah kenapa aku terus merasa jika tatapannya padamu sangat berbeda. Hm, apakah rasanya seperti sedang menatap lawan jenis, bukan keluarga?" Richard mengatakan itu dengan nada yang menakutkan. Ucapan Richard membuat
"TIDAK. K-kamu sedang terluka!" seruku. Panik. Aku menolak permintaannya dengan ketakutan. Bagaimana bisa, dia dengan tubuh luka seperti itu, malah mengajak seseorang bercinta, bukannya mengobati lukanya? "Kamu pikir aku tidak bisa memuaskanmu saat sedang terluka seperti ini?"Dia bertanya padaku dengan suara rendah. Itu memalukan. Aku merasa malu pada dirinya sendiri karena terlihat konyol."B-bukan begitu, Rich. Bukannya aku menolak, tapi aku benar-benar menghawatirkan keadaanmu saat ini. Please, ayo kita obati dulu lukamu, oke?"Aku menatapnya dengan mata memohon, merasa ngeri setiap kali melihat darah merembes dari kemejanya. Richard mungkin melihat kesungguhan di mataku, sehingga dia mengangguk. "Yah, jika maumu. Aku akan menahannya untuk saat ini, tapi tidak tahu besok," ucapnya. Mungkin karena aku membujuk dengan sangat baik, dia sudah merasa lebih baik. Untuk pertama kalinya aku melihat Richard tersenyum dengan lembut hari ini. "Tentu, tentu. Kamu boleh melakukan apa sa
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men