Mengingat lagi apa yang sudah terjadi, mau tak mau aku berpikir bahwa bagaimanapun, itu sangat bagus. Mengingat karakter dan tindakan Richard elama ini, menurutku dia tidak akan begitu lembut dan ramah seperti tadi malam. "Haaa."Aku mendesah. Tidak menyangka bahwa hubungan kami akan menjadi seperti ini. Richard tadi malam, benar-benar versi berbeda dari Richard yang bilang menculik dan menangkapku untuk membuat hidupku sengsara. "Semua tindakannya membingungkan. Apakah sebenarnya Richard masih cinta padaku?"Bukankah apa pun alasannya, jika seorang pria dan wanita saling berbagi tubuh, setidaknya mereka akan merasakan sedikit perasaan. Apalagi jika itu terlalu memuaskan."Jadi wajar jika aku berpikir Richard mungkin masih cinta aku, kan?"Aku menggumamkan hal itu, lalu tiba-tiba tertawa sendiri. "Hah. Aku berharap apa? Dia mungkin hanya akan lembut saat bercinta. Jangan pernah lupakan apa tujuannya menikahimu, Jeany," ucapku pada diri sendiri. Bagaimanapun dia akan berubah piki
Aku merasakan kecupan hangat di kening dan pipiku sehingga membuka mata perlahan, mendapati suamiku lah yang rupanya tadi mengecup keningku. "Mmm, Richard? Jam berapa sekarang?" tanyaku, saat melihat Richard yang tampak sudah rapi dengan jas hitam dan dasi. "Masih sangat pagi, tidurlah lagi, Jeany."Richard menjawab sambil menutup mataku dengan tangannya yang besar, suaranya begitu lembut sehingga membuat diriku merasa mengantuk. "Kamu... mau ke mana?"Aku bertanya saat Richard menepuk-nepuk lembut puncak kepalaku dan berdiri sambil mencium keningku. "Ada pekerjaan yang harus ku selesaikan jadi aku berangkat pagi-pagi. Tidur yang nyenyak, kalau ingin pergi jalan-jalan gunakan kartu kredit," jawabnya, yang kujawab dengan anggukan kepala. "Baik. Terima kasih, Richard."Richard tersenyum dan mengucapkan selamat tinggal sambil berkata bahwa aku dibolehkan berbelanja dan jalan-jalan ke mana saja hari ini menggunakan kartu kredit miliknya.Aku memandang punggung lebar Richard yang berj
Meski merasa aneh dan malu dengan permintaan Richard, tentu saja aku tidak berani mengajukan protes langsung pada suamiku yang tampan itu. "Bisa-bisa aku langsung dikurung di penjara bawah tanah, hiyyy!" Aku bergidik ngeri. Akhirnya, berniat mengubah permintaannya yang memalukan, aku pun mengirim chat balasan. [Rich, kamu serius? Bagaimana caranya aku mengirim foto telanjang padamu?]Balasan Richard membuat aku langsung cemberut. [Apa susahnya? Kamu tinggal lepas pakaian, berbaring di ranjang dan melakukan selfie. Apa kamu perlu bantuan Mayes sebagai kameramen? Aku akan bilang padanya kalau begitu.]"Tidak! Apa maksudnya malah menyuruh Mayes?! Ini akan jadi aib seumur hidupku."Kugelengkan kepala dengan ekspresi ngeri. Bisa-bisanya dia malah menawarkan seseorang jadi fotoghrafer? Richard memang gila! [T-tapi, Rich. Bukannya itu ilegal? Mengirim foto, ehm, porno.]Aku mengetik pesan dengan pipi semerah kepiting rebus. [Ilegal kenapa? Kita suami istri yang sah secara hukum, jad
"Kamu bilang apa? Jatuh cinta pada siapa?"Richard langsung menelepon, suaranya terdengar sangat dingin sehingga aku dibuat kebingungan dengan perubahan sikapnya. "Hm? Apa maksudmu, Rich?" tanyaku, benar-benar tak paham dengan arah pembicaraan Richard. "Jawab saja, Jeany."Pria itu menjawab dengan nada mendesak, yang membuat aku tentu saja semakin kebingungan. Jawab? Apanya yang dijawab? Aku benar-benar tak mengerti kenapa dia tiba-tiba marah! Kudengar di sebelah, Richard seperti sedang menarik napas panjang. Suara napasnya saja sudah menunjukkan bahwa dia sedang sangat marah sekarang. "Kamu mengirim pesan padaku, mengatakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Pada siapa itu?"Dia bertanya dengan suara berat. Saat Richard menyebutkan tentang pesan, aku langsung paham arah pembicaraannya. "Ahh?"Apakah dia sedang membahas tentang betapa senangnya aku saat bertemu kucing hitam gemuk di taman tadi?"Ehm, Rich. Kalau maksudmu tentang pesanku yang baru, bukannya... aku tadi membicar
"Richard."Aku yang menutupi bahuku yang terbuka dengan selendang tipis, masuk ke ruang kerja Richard. "Apa ini, Jeany?"Richard mendongak dari posisi awal yang sedang menekuri dokumen, melihat bagaimana penampilanku saat datang padanya, kening pria itu seketika berkerut. Gugup, aku menjawab. "A-ah? Tidak. Kupikir... kamu sedang marah jadi aku.... ""Hm?"Dia berdeham, bangkit dan berjalan ke arahku. "Oke, aku ke sini karena ingin membuatmu tersenyum dan tidak marah lagi," ujarku, menundukkan kepala karena merasa terintimidasi dengan tatapannya. "Dengan baju seperti ini?"Richard bertanya, menyentuh daguku dan membuatku mendongak ke arahnya. "Ah, itu.... "Ku gigit bibir bawah, tak sanggup berkata-kata. "Bukannya kamu seperti sedang menggodaku untuk memakanmu, Jeany?" Richard bertanya lagi, menelusuri leherku dengan jarinya. "Hah? Ah, maksudnya.... "Richard tiba-tiba membalik tubuhku dan memelukku dari belakang. Suara Richard yang datang dari belakang terdengar kaku."Apaka
Kupikir, kemarahan Richard sudah mereda setelah aku menggodanya untuk bercinta tadi malam. Namun, meski aku sudah berhasil membuat dia puas, sepertinya Richard masih dendam perihal kucing hitam yang aku ceritakan kemarin. Buktinya, pagi hari, Mayes tiba-tiba membangunkanku. "Nyonya, tuan ingin sarapan bersama," ucap Mayes dengan lembut dan menawarkan untuk membantuku bersiap. "Hm? Tumben. Biasanya dia tidak pernah sarapan, kan?"Aku menyahut dengan kebingungan, selain itu aku juga masih sangat mengantuk setelah melayani Richard semalaman. "Katanya hari ini hari istimewa. Tuan bilang beliau sudah menunggu Anda di ruang makan."Mayes mengatakan itu dengan nada sedikit mendesak sehingga aku segera bangun dan bebersih, sebelum kemudian mendatangi Richard di ruang makan. "Selamat pagi, Rich," sapaku dengan senyum lebar karena berpikir jika Richard sudah benar-benar tidak marah. "Pagi juga, Jeany. Silakan duduk," jawab Richard seraya menunjuk tempat duduk. Dia tersenyum seperti biasa
Untungnya, tidak lama kemudian, Mayes kembali ke kamar. Ketika aku mendengar bahwa kereta sudah siap, aku segera turun sendirian. Untungnya aku tidak bertemu dengan kepala pelayan, dan Richard sudah berangkat ke kantor di jam seperti ini. "Kamu tidak perlu ikut, Mayes"Saat aku naik mobil yang terparkir di depan, Mayes mencoba ikut, yang segera aku tahan. "Apa? Tapi tugasku adalah melayani dan menemani Anda, nyonya," jawab Mayes, bingung. "Sssst, ini adalah hadiah surprise untuk suamiku tercinta, dia akan curiga kalau kepala pelayanan melihat kamu tidak ada di sini dan ternyata ikut denganku. Rencana surprise ku akan hancur berantakan," ucapku dengan raut menyesal. Mayes yang sepertinya tersihir dengan wajah memelasku dan benar-benar percaya bahwa aku ingin membelikan surprise untuk Richard, akhirnya mengangguk. "Jadi begitu. Kalau begitu, selamat jalan dan hati-hati," ucapnya. "Ya. Aku akan segera kembali. Jadi tolong lakukan pekerjaanmu untuk membantuku memberi Richard supris
Aku tak bisa menjawab rentetan pertanyaan Damien dan hanya tersenyum canggung. Itu karena sangat sulit menjelaskan situasiku sekarang, di mana aku tiba-tiba sudah menikah dengan seorang pria dan kini sedang melarikan diri ke rumah saudara tiriku karena konflik internal di antara kami. Untungnya Damien tidak bertanya lebih jauh dan hanya tersenyum lebar sambil memegang kedua tanganku. "Apa pun masalah yang sedang kamu hadapi, percayalah, bahwa aku sangat senang sekarang. Kamu akhirnya kembali, Jeany. Aku sudah lama menunggu.""Apa?"Bingung, aku menyahuti ucapan Damien. Kamu sudah menungguku, untuk apa? Bukankah kita tidak terikat hubungan darah? Begitu ibuku meninggal, aku dan Damien bahkan sebenarnya tak ada hubungan apa pun. Aku tadi memutuskan untuk lari ke sini karena sangat terburu-buru dan tak mengenal orang yang mungkin kedudukannya sekuat Richard kecuali Damien, aku benar-benar tak menyangka, Damien telah lama menunggu aku kembali ke rumah ini. Tentu saja karena kami s
"Lun, lo tau nggak kira-kira kenapa ada sisa bau Venus di tubuh lo?" Sekali lagi Kyle mengulang pertanyaan kenapa ada aroma Venus di baju sehingga netra Luana bergetar sedikit karena tak mampu memberi jawaban yang memuaskannya. Luana benar-benar tidak sedang dalam kondisi bisa berbohong sambil tersenyum sekarang, tidak ketika seluruh tubuhnya memanas secara tak jelas begini. Seperti mengetahui kelemahan Luana, Kyle mengelus dengan lembut pinggang sang gadis yang terbalut kemeja tipis, lalu mendekatkan hidung mancungnya ke badan Luana, sambil memejamkan mata dia mengendus pelan. "Baunya jelas banget, kenapa ya? Bilang ke gue coba, ini cuma parfum yang sama, kan? Tolong jawab gitu," ucapnya. Meski nadanya sangat tenang, Luana tahu jika ada aura mengancam di dalamnya. Luana tidak menggeleng atau mengangguk, hanya menatap wajah tampan teesebut dalam diam. Nadanya menyakitkan, sehingga Luana takut, jika salah menjawab maka semua akan berubah fatal. Beberapa detik kemudian, karena
"Cara apa?" Bodohnya Luana malah bertanya. Tak sadar bahwa Kyle sedang menjebaknya. "Biar nggak kedinginan kita harus mengeluarkan keringat, kan? Nah, ada cara yang mudah dan efektif serta menyenangkan, mau coba?" Kyle mengatakan dengan ceria, tampak sedikit bersemangat. "Emang gimana?" Luana yang masih tak paham maksud Kyle, bertanya lagi. "Begini." Seperti sudah tak sabar, Kyle segera mencondongkan badan ke arah gadis itu, lalu tanpa ba-bi-bu menempelkan bibirnya ke bibir Luana. Untuk mencegah Luana melarikan diri, dia mengunci belakang kepala Luana dengan tangannya lalu memasukkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. "K-Kyle...!" Mata Luana terbelalak lebar. Sensasi manis lollipop yang tadi dimakan Kyle, menyebar di seluruh mulut Luana, rasa hangat bibir Kyle dan rasa permen yang dia makan seakan melebur jadi satu di dalam mulut gadis itu. Kyle semakin mencondongkan badannya sehingga dada mereka saling menempel, melanjutkan sentuhan bibirnya ketika tak mendapat pen
Setelah menjawab seperti itu, Luana segera berlari dengan kecepatan penuh, mengambil peralatan mandi dan kemeja dan rok di tumpukan paling atas, lalu mandi, keramas dan ber-make up sederhana sebelum kembali berlari menuju perpustakaan. Untunglah, untung jarak antara asrama dan perpustakaan bisa ia potong lewat jalan pintas, kalau tidak, bisa celaka semuanya. Cemas, Luana melirik jam tangan, masih ada empat menit lagi. Huft. Semoga Luana bisa bertemu dengannya. Kembali Luana berlari menuju tempat biasa mereka bertemu, dan di sana... Tubuh gadis itu langsung merosot ke lantai ketika melihat Venus yang tampak tertidur nyenyak di meja biasa mereka bertemu saking leganya. Jackson tak ada di mana-mana, mungkin pulang setelah marah marah pada Luana tadi. Jantung gadis itu masih berdegup kencang ketika duduk di sebelah pria muda yang tengah tertidur, memandangi Venus yang tidur dengan memiringkan kepala, tampak tenang dan damai. Tangan Luana tiba-tiba tergelitik untuk merapikan ramb
Luana segera berbalik menghadap Kyle dan tersenyum semanis mungkin, menyembunyikan niatnya yang ingin menyelinap pergi untuk menemui Venus. "Kamu janji bakal ngeberesin kekacauan ini, kan, Kyle?" tanya Luana, masih tersenyum manis.Kyle tampak mengerucutkan bibir tipisnya dengan kening berkerut ketika menatap asrama Luana yang porak-poranda, lalu tersenyum lebar saat menatap wajah cemas gadis itu. Mengendikkan bahu, dengan santai dia pun menjawab."Mmm, Oke."Suaranya terdengar riang. Namun, Kata-katanya tak berhenti sampai situ. "Tapi... "Kyle seperti sengaja menggantung kalimatnya, sehingga Luana pun bertanya."Tapi apa, Kyle?""Tapi malem ini lo harus ikut sama gue pulang, ya?" jawabnya, dengan senyum lebar.Luana lagi-lagi tersenyum canggung. Luana tahu itu bukan permintaan meski Kyle berkata dengan nada ringan, tapi perintah yang harus ia taati.Jadi dengan pelan, Luana pun menganggukkan kepala.Senyum Kyle berubah semakin cerah melihat Luana yang menganggukkan kepala, dia p
Mati-matian Luana menahan tubuhnya supaya tidak ambruk ke lantai dan berusaha terlihat setenang mungkin."Yaaahhh, karena lo kayaknya suka gue yang kayak iblis begini, jadi rencananya gue mau bikin dia pisah sama jiwanya sebentar, lalu tubuhnya mau gue lempar dari atap gedung ini. Gimana? Seru, kan, pasti? Jadi gue nggak perlu sakit hati lagi."Kyle yang berada dalam tubuh Theo, mengucapkan semua rencana pembunuhan untuk Venus dengan sangat santai seakan Venus hanyalah seekor lalat saja.Luana tentu saja bergidik ngeri mendengar pengakuannya tersebut.'Jangan bunuh kak Venus, jangan!'Dia berteriak dengan putus asa. "Ky, Kyle... aku ... aku...."Tak sanggup rasanya luana meneruskan ucapan karena tenggorokan terasa kering, jadi ia menelan ludah dan membasahi bibir. Memandang Kyle dengan mata bergetar."Karena lo udah di sini, gimana cara lo ngehentiin gue, Luana? Gimana cara lo bikin gue nggak nyentuh si bajingan itu? Gue mau lihat."Kyle bertanya dengan suara manis, seakan memberi k
Sosok jangkung berkulit putih berlari ke arah Luana dengan terengah-engah, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Dia adalah Vincent, ketua kelas tiga. "Kamu di sini? Kamu baik-baik saja, kan? Lebih baik kamu pergi jauh untuk sementara, Lun. Theo saat ini kehilangan kendali, dia–""Theo di mana sekarang, Vin?"Luana memotong ucapan Vincent dengan terburu, melihat wajah panik gadis itu, Vincent memilih menjawab pertanyaan dari Luana. "Setelah bikin sebagian besar penghuni asrama putri seperti ini, dia melesat lari ke asrama putra, seperti mencari seseorang atau sesuatu entahlah. Akibatnya korban semakin bertambah banyak karena semakin banyak anak yang di sentuh Theo, sebaiknya kamu sembunyi yang jauh sebelum dia juga membuatmu seperti yang lain, Lun!"Wajahnya yang lelah terlihat cemas, Luana mau mengucapkan terima kasih karena telah mencemaskan dirinya tapi tangan Karios lebih dulu menyeret pergi."Mereka siapa? Boleh aku mengantarmu, Lum?"Vincent mengejar langkah kami dan menjajari Lu
Sungguh, Luana benar-benar tak tahu alasan mengapa Kyle melakukan ini semua.Mereka kini bergerak dengan satu tujuan yaitu membuat Kyle sadar kembali. Karena kalau lusa Kyle belum sadar juga, maka Luana pasti akan kehilangan nyawa di tangan Karios, sebelum kedua orang ini akan kehilangan nyawa di tangan ayah Kyle, yaitu tuan Ivander. 'Kyle, aku btahu ini semua balasan atas semua kekasaranku padamu, tapi kumohon, bangunlah.'Luana membatin dengan putus asa. Ia mengepalkan tangan yang basah oleh keringat untuk meredam rasa gugup yang terus membelenggu dirinya seperti rantai. Beberapa saat kemudian sebuah Limosin mengkilap terparkir di depan pintu gerbang rumah mewah itu dan dengan cekatan para bawahan menempatkan tubuh Kyle yang tak sadarkan diri dengan nyaman di sana.Kyle saat ini terbaring tenang dengan selang infus dan alat bantu pernapasan.Wajahnya terlihat sangat damai seperti orang mati."Itu membuat aku merinding, semoga kamu nggak mati, Kyle," bisik Luana dengan tangan basa
"Tolong, Luana. Tolong bangunkan anakku! Bagaimana pun caranya tolong buat dia terbangun kembali sebelum lusa!"Nyonya glory memohon dengan begitu putus asa. Cengkeraman nyonya Glory di lengan Luana sedikit mengeras bersamaan dengan air mata yang mulai jatuh ke pipi cantiknya, wanita itu menekankan untuk membangunkan Kyle lagi sebelum lusa.Luana tidak tahu alasannya apa, tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan tuan Ivander yang kabarnya akan pulang dari luar negeri.Nyonya Glory yang terisak-isak tak mampu melanjutkan ucapannya, sehingga posisi berbicara pun digantikan oleh Karios. "Waktu kami hanya sampai besok, kalo sampe kamu nggak bisa bikin tuan muda Kyle sadar kembali, aku ngga bakal ragu lagi buat menyingkirkanmu dari muka bumi ini."Geraman Karios mengirimkan gelombang ketakutan pada Luana. Luana tahu wajahnya saat mengatakan itu tidak main-main, seakan Karios benar-benar bisa dengan mudah melakukan semua itu ...."Tolong lakukan apa pun, Luana. Tolong! Tolong! Kalau sa
Kyle dalam sekejap kembali menjadi seperti mayat hidup. Luana memandang sekeliling dengan panik. Di manakah jiwanya saat ini? Kenapa dia pergi lagi seperti ini? "Kyle, kamu di mana, Kyle? Di mana?!" teriak Luana, meski tak ada jawaban. Tanpa berpikir panjang, segera gadis itu meraih tangan Karios dan menyeretnya ke luar kamar. "Tunjukkan aku jalan ke luar rumah!" ucapnya. Luana pikir, mungkin saja ... mungkin saja jiwa Kyle sekarang berkeliaran di luar seperti saat sebelum luana masuk ke sini tadi. Luana harus menemukan dirinya dan membujuk untuk kembali ke tubuhnya atau nyawanya benar-benar melayang di tangan bodyguard Kyle yang menurut ketika ia seret pergi ini. Di luar rumah, sayangnya tetap tak ia jumpai siapa pun meski Luana terus meneriakkan nama Kyle sampai suaraku serak. Tanda-tanda kehadirannya seakan lenyap. Kyle saat ini tak ada di mana-mana dan Luana tak bisa melihatnya lagi. 'Tidak, ini tidak boleh terjadi! Bagaimana nasibku kalau terus seperti ini? Aku tid