"Aku suamimu dan selamanya hanya suami kamu, Jeany. Maafkan aku karena terlalu terlambat menemukan keberadaan kamu."Jawaban Richard yang begitu tegas saat terus meng klaim dirinya sebagai suami Jeany, membuat wanita itu tersenyum dan memegangi kepalanya. "Tidak masalah, hanya saja maafkan aku. Aku masih bingung karena semuanya terasa sangat mendadak," ucap Jeany, yang membuat Richard mengangguk. "Aku mengerti," jawab Richard dengan penuh pengertian. menepuk lembut punggung Jeany. "Kalau begitu, maukah kamu pergi dengaku, Jeany? Aku berjanji akan mengembalikan ingatanmu seperti semula," ajak Richard. "Ehm... baiklah," jawab Jeany setelah ragu beberapa saat. Richard tersenyum lega mendengar itu dan tanpa menunggu lama, langsung mengurus kepergian Jeany. Setelah melalui beberapa prosedur, Richard akhirnya membawa Jeany kembali ke kota, dia juga mempersilahkan kepada Jeany untuk melakukan perpisahan kepada nenek yang telah merawatnya dan berjanji untuk membuatkan rumah yang layak b
"Ahh, gila. Semuanya kacau," ucap Jeany begitu dia pulang ke rumah bersama Richard. Saat ini Richard sedang di kamar mandi saat Jeany dibawanya masuk ke kamar untuk tidur bersama. Awalnya Jeany menunggu dengan tenang di atas ranjang sambil mengedarkan pandangan ke seluruh interior kamar Richard yang memiliki gaya minimalis dan hanya ada warna-warna monokrom di sana. Namun, setelah Richard benar-benar sibuk di kamar mandi, dia akhirnya mendesah panjang. "Huft, aku harus tenang dan mencari kesempatan untuk menjelaskan semuanya kepada Richard," gumam Jeany, memandang cemas ke arah kamar mandi tempat Richard berada sekarang. Jeany menggigit bibir bawahnya dan mengeluarkan desahan putus asa sekali lagi. "Ugh, gila. Gila. Kenapa sih kemarin aku melakukan hal itu?"Jeany memukul kepalanya sendiri, menyesali drama yang baru saja dia mainkan untuk menggoda Richard. Jadi, sebenarnya Jeany sama sekali tidak menderita hilang ingatan. Saat Richard mendatangi dirinya siang itu di dapur ruma
Jeany bertanya dengan badan gemetar halus, bukan gemetar karena takut, melainkan secara aneh saat ini dia malah bersemangat atas pertanyaan suaminya."Kamu tidak tahu maksudnya apa?" Richard bertanya sembari dengan gerakan ringan mengambil handuk di tangan istrinya, lalu pria itu mengulurkan tangannya dan menyentuh bibir sang istri dengan ujung jempol. "Aku bilang jangan memancingku. Memancing untuk memakanmu."Richard mengatakan itu dengan nada rendah. Ucapannya itu membuat Jeany reflek tersenyum kaku sambil menelan ludah kering. "Tapi aku ... aku bukan makanan," jawab Jeany, dengan jantung yang rasanya mau meledak padahal Richard bhanya membelai bibir bawah Jeany, dengan ujung jemarinya. "Hm, kamu memang bukan makanan," sahut Richard, menggerakkan jari telunjuknya ke dagu Jeany, gerakannya sangat lembut tapi gilanya, Jeany merasa tubuh bagian bawahnya justru berdenyut. Richard menyeringai dengan ekspresi yang membuat wajahnya menjadi semakin tampan, menggerakkan jari telunjukn
"Kenapa?" tanya Richard dengan nada menggoda. "Aku ... aku malu kamu menjilati bagian pribadiku," jawab Jeany seraya menutup mukanya dengan kedua tangan, meski dia sangat suka diperlakukan seperti itu, dia tak bisa menutupi rasa malunya. Richard hanya tertawa melihat ekspresi Jeany dan kini bersiap untuk memasuki tubuh Jeany segera setelah membuat bagian bawah wanita yang dicintainya itu basah kuyup."H-hey!"Mata Jeany membelalak kaget saat melihat Richard yang melepas pakaiannya dan melihat celana dalam pria itu. Karena fisiknya sangat sempurna. Otot-ototnya seimbang. Bahu lebar, lengan berotot, dan pandangan ke bawah yang mantap di pangkalan….Pusaka milik Richard yang besar dan terangkat dengan kuat menarik perhatian Jeany dan seketika membuat wajah wanita itu merah padam karena malu. Tanpa disadari, Jeany menelan ludah saat melihat ukuran Richard. Itu... sangat besar. "Jeany-ku.... "Richard tersenyum dengan begitu menawan kepada Jeany saat memanggil namanya dan meminta iz
"Haaaa."Setelah mengeluarkan cairannya di dalam diri Jeany, , tubuh Richard kini jatuh ke sisi sebelah istrinya yang berbaring telentang. Sebelum ini, mereka telah bernafsu terhadap tubuh satu sama lain, tetapi mereka tidak dapat memiliki kepuasan yang memuaskan saat saling berpelukan di tempat tidur bersebelahan. Rasanya mencapai puncak satu kali masih terasa sangat kurang. Keduanya saling berpelukan dengan tubuh basah oleh keringat, Richard dengan lembut mencium kening Jeany yang basah, dan membisikkan kata terima kasih. Jeany yang baru merasa malu saat mereka kini berpelukan tanpa mengenakan sehelai benang pun, membenamkan wajahnya di dada Richard yang hangat, untuk menutupi wajahnya yang memerah. Richard tertawa rendah melihat ekspresi malu-malu Jeany, membenahi anak rambut Jeany yang menyentuh pipi sang istri dan berbisik dengan suara lembut dan menggoda. "Jeany, lanjut ronde kedua, yuk? Aku belum puas, nih."Mendengar itu, mata Jeany seketika terbelalak lebar. "H-hah? Tun
"Aduh, lelahnya."Jeany menggeliat di atas tempat tidurnya. Hari ini dia merasa lelah sekali. Apalagi tadi malam, Richard mengajaknya 'lembur' lagi, seperti membalas waktu tiga bulan yang mereka lewatkan. "Dia bahkan lebih beringas dibandingkan saat pengantin baru. Bagaimana dia memiliki tenaga sebanyak itu," gumam Jeany, keheranan dengan kekuatan yang fisik yang dimiliki Richard suaminya. Itu karena malam hari dia akan menghabiskan waktu bertempur dengan Jeany, tapi pagi harinya langsung berangkat bekerja. Benar-benar luar biasa."Apakah aku harus mulai olahraga dari sekarang? Untuk mengimbangi Richard?"Jeany bergumam lagi. "Haaa, tapi aku harus segera membicarakan masalah amnesia ini. Richard sepertinya sudah tidak mempermasalahkan apakah aku amnesia atau tidak, tapi... jika aku dibawa ke rumah sakit lagi...."Jeany takut jika dia akan mempermalukan diri jika tidak segera berkata dengan jujur kepada Richard, apalagi samar-samar tadi malam dia mendengar jika Richard akan membawa
Bukannya mengangguk, Jeany malah menggeleng. "Tidak mau."Jeany dengan sengaja menjauhkan wajahnya dari Richard, menghindari dijilat pria itu karena dia sedang ingin menggoda suaminya yang memiliki nafsu luar biasa. "Jeany, hm. Sekarang begini ya ke suami sendiri."Richard mengajukan protes, memandang Jeany dengan cemberut, yang membuat Jeany tertawa gemas dalam hati tapi di luar dia pura-pura memasang tampang sok polos. "Begini bagaimana, aku hanya menyentuhmu saja, tidak bermaksud melakukan hal lain. Kamu tidak mau aku sentuh? Tidak suka?" balas Jeany tanpa rasa bersalah, menangkupkan kedua tangannya di wajah Richard, lalu memainkan hidung mancung suaminya yang sangat tampan dan sedang cemberut tersebut. Jeany tertawa saat melihat bibir merah muda Richard yang cemberut, lalu mencubitnya lembut.Sebelum kemudian kedua tangannya turun ke leher Richard dan bermain-main dengan jakun Richard yang sangat macho. Richard yang akhirnya sadar bahwa saat ini Jeany sedang menggodanya, lang
Richard mengatakan hal itu dengan nada tak bisa dibantah, meski dia mengucapkannya dengan nada santai. Jeany memandang suaminya, bertanya. "Benar-benar cuma satu kali, kan?" Jeany yang kedua tangannya terangkat ke atas dan berada di cengkeraman Richard, mengeluarkan pertanyaan seperti itu untuk memastikan. Itu karena Jeany bertekad akan membicarakan tentang kebohongannya hari ini, Jeany ingin memastikan Richard benar-benar hanya akan bercinta dengan dirinya satu kali saja. "Kenapa memangnya?"Richard yang tak pernah bisa merasa puas hanya dengan satu kali permainan, bertanya sambil menciumi leher mulus Jeany, yang penuh bekas kissmark darinya di sana. "Satu jam lagi ada drama Korea yang mau aku tonton," kilah Jeany, membuat Richard segera menghentikan ciumannya dan mendongak menatap sang istri. "Drama Korea?"Richard bertanya dengan mengerutkan kening. Terbayang wajah-wajah pria tampan di drama-drama seperti itu yang akan dilihat Jeany, yang langsung membuat dirinya cemburu s