Jeany bertanya dengan badan gemetar halus, bukan gemetar karena takut, melainkan secara aneh saat ini dia malah bersemangat atas pertanyaan suaminya."Kamu tidak tahu maksudnya apa?" Richard bertanya sembari dengan gerakan ringan mengambil handuk di tangan istrinya, lalu pria itu mengulurkan tangannya dan menyentuh bibir sang istri dengan ujung jempol. "Aku bilang jangan memancingku. Memancing untuk memakanmu."Richard mengatakan itu dengan nada rendah. Ucapannya itu membuat Jeany reflek tersenyum kaku sambil menelan ludah kering. "Tapi aku ... aku bukan makanan," jawab Jeany, dengan jantung yang rasanya mau meledak padahal Richard bhanya membelai bibir bawah Jeany, dengan ujung jemarinya. "Hm, kamu memang bukan makanan," sahut Richard, menggerakkan jari telunjuknya ke dagu Jeany, gerakannya sangat lembut tapi gilanya, Jeany merasa tubuh bagian bawahnya justru berdenyut. Richard menyeringai dengan ekspresi yang membuat wajahnya menjadi semakin tampan, menggerakkan jari telunjukn
"Kenapa?" tanya Richard dengan nada menggoda. "Aku ... aku malu kamu menjilati bagian pribadiku," jawab Jeany seraya menutup mukanya dengan kedua tangan, meski dia sangat suka diperlakukan seperti itu, dia tak bisa menutupi rasa malunya. Richard hanya tertawa melihat ekspresi Jeany dan kini bersiap untuk memasuki tubuh Jeany segera setelah membuat bagian bawah wanita yang dicintainya itu basah kuyup."H-hey!"Mata Jeany membelalak kaget saat melihat Richard yang melepas pakaiannya dan melihat celana dalam pria itu. Karena fisiknya sangat sempurna. Otot-ototnya seimbang. Bahu lebar, lengan berotot, dan pandangan ke bawah yang mantap di pangkalan….Pusaka milik Richard yang besar dan terangkat dengan kuat menarik perhatian Jeany dan seketika membuat wajah wanita itu merah padam karena malu. Tanpa disadari, Jeany menelan ludah saat melihat ukuran Richard. Itu... sangat besar. "Jeany-ku.... "Richard tersenyum dengan begitu menawan kepada Jeany saat memanggil namanya dan meminta iz
"Haaaa."Setelah mengeluarkan cairannya di dalam diri Jeany, , tubuh Richard kini jatuh ke sisi sebelah istrinya yang berbaring telentang. Sebelum ini, mereka telah bernafsu terhadap tubuh satu sama lain, tetapi mereka tidak dapat memiliki kepuasan yang memuaskan saat saling berpelukan di tempat tidur bersebelahan. Rasanya mencapai puncak satu kali masih terasa sangat kurang. Keduanya saling berpelukan dengan tubuh basah oleh keringat, Richard dengan lembut mencium kening Jeany yang basah, dan membisikkan kata terima kasih. Jeany yang baru merasa malu saat mereka kini berpelukan tanpa mengenakan sehelai benang pun, membenamkan wajahnya di dada Richard yang hangat, untuk menutupi wajahnya yang memerah. Richard tertawa rendah melihat ekspresi malu-malu Jeany, membenahi anak rambut Jeany yang menyentuh pipi sang istri dan berbisik dengan suara lembut dan menggoda. "Jeany, lanjut ronde kedua, yuk? Aku belum puas, nih."Mendengar itu, mata Jeany seketika terbelalak lebar. "H-hah? Tun
"Aduh, lelahnya."Jeany menggeliat di atas tempat tidurnya. Hari ini dia merasa lelah sekali. Apalagi tadi malam, Richard mengajaknya 'lembur' lagi, seperti membalas waktu tiga bulan yang mereka lewatkan. "Dia bahkan lebih beringas dibandingkan saat pengantin baru. Bagaimana dia memiliki tenaga sebanyak itu," gumam Jeany, keheranan dengan kekuatan yang fisik yang dimiliki Richard suaminya. Itu karena malam hari dia akan menghabiskan waktu bertempur dengan Jeany, tapi pagi harinya langsung berangkat bekerja. Benar-benar luar biasa."Apakah aku harus mulai olahraga dari sekarang? Untuk mengimbangi Richard?"Jeany bergumam lagi. "Haaa, tapi aku harus segera membicarakan masalah amnesia ini. Richard sepertinya sudah tidak mempermasalahkan apakah aku amnesia atau tidak, tapi... jika aku dibawa ke rumah sakit lagi...."Jeany takut jika dia akan mempermalukan diri jika tidak segera berkata dengan jujur kepada Richard, apalagi samar-samar tadi malam dia mendengar jika Richard akan membawa
Bukannya mengangguk, Jeany malah menggeleng. "Tidak mau."Jeany dengan sengaja menjauhkan wajahnya dari Richard, menghindari dijilat pria itu karena dia sedang ingin menggoda suaminya yang memiliki nafsu luar biasa. "Jeany, hm. Sekarang begini ya ke suami sendiri."Richard mengajukan protes, memandang Jeany dengan cemberut, yang membuat Jeany tertawa gemas dalam hati tapi di luar dia pura-pura memasang tampang sok polos. "Begini bagaimana, aku hanya menyentuhmu saja, tidak bermaksud melakukan hal lain. Kamu tidak mau aku sentuh? Tidak suka?" balas Jeany tanpa rasa bersalah, menangkupkan kedua tangannya di wajah Richard, lalu memainkan hidung mancung suaminya yang sangat tampan dan sedang cemberut tersebut. Jeany tertawa saat melihat bibir merah muda Richard yang cemberut, lalu mencubitnya lembut.Sebelum kemudian kedua tangannya turun ke leher Richard dan bermain-main dengan jakun Richard yang sangat macho. Richard yang akhirnya sadar bahwa saat ini Jeany sedang menggodanya, lang
Richard mengatakan hal itu dengan nada tak bisa dibantah, meski dia mengucapkannya dengan nada santai. Jeany memandang suaminya, bertanya. "Benar-benar cuma satu kali, kan?" Jeany yang kedua tangannya terangkat ke atas dan berada di cengkeraman Richard, mengeluarkan pertanyaan seperti itu untuk memastikan. Itu karena Jeany bertekad akan membicarakan tentang kebohongannya hari ini, Jeany ingin memastikan Richard benar-benar hanya akan bercinta dengan dirinya satu kali saja. "Kenapa memangnya?"Richard yang tak pernah bisa merasa puas hanya dengan satu kali permainan, bertanya sambil menciumi leher mulus Jeany, yang penuh bekas kissmark darinya di sana. "Satu jam lagi ada drama Korea yang mau aku tonton," kilah Jeany, membuat Richard segera menghentikan ciumannya dan mendongak menatap sang istri. "Drama Korea?"Richard bertanya dengan mengerutkan kening. Terbayang wajah-wajah pria tampan di drama-drama seperti itu yang akan dilihat Jeany, yang langsung membuat dirinya cemburu s
"Jujur? Jujur tentang apa, Jeany?"Richard bertanya dengan ekspresi lebih khawatir. "Apa perlu kubawa ke rumah sakit sekarang? Apakah amnesiamu semakin memburuk? Kamu... kamu mulai kehilangan banyak ingatan secara tak terduga?" berondong Richard sembari memegang kedua pundak Jeany, tampak sangat cemas. "T-tidak, Rich. Bukan begitu, tapi...!""Ayo ke rumah sakit sekarang! Sudah kusiapkan ruangan VVIP untukmu, Sayang. Jangan khawatir, aku akan menyembuhkanmu!" seru Richard, yang tampak panik mengambil ponselnya. "Hey, Rich. Bukan begitu! Kamu salah paham, sebenarnya aku.... "Belum selesai Jeany bicara, Richard yang sudah terlalu tenggelam dalam kesalahpahaman, menarik lembut lengan Jeany untuk mengajaknya pergi. Richard bahkan sudah mengambil jaket untuk istrinya, secepat itu dia bergerak. "Ayo berangkat sekarang sebelum penyakitmu semakin serius!" ucap Richard dengan gelisah, mengajak istrinya keluar kamar. "Richard, tunggu! Bukan, aku tidak sedang kesakitan atau apa pun. Dengar
"Jeany, benarkah aku bau?"Richard bertanya dengan cemas, kembali mencium tubuhnya sendiri untuk memastikan sudah tak ada bau darah di sana. Jeany bukannya menjawab, malah mendorong tubuh suaminya semakin mendekati kamar mandi dan memaksa sang suami mandi dulu. "Pokoknya mandi dulu," tegas Jeany. "Ada parfum baru yang aku belikan buat kamu juga, aku yakin aromanya pasti cocok sekali jika kamu pakai, makanya aku mau kamu mandi dulu," lanjutnya. Tak mau berdebat dengan sang istri, Richard akhirnya pasrah menuruti perintah Jeany untuk pergi mandi. Setelah memastikan suaminya masuk kamar mandi, Jeany tersenyum sendiri dan mengambil sebuah paper bab di almari yang berisi lingerie seksi yang dulu pernah dibelikan Richard untuknya. "Aduh, ini benar terbuka. Aku tidak sanggup memakainya, tapi aku harus melakukan ini untuk menyenangkan Richard karena dia telah menerima kebohonganku," ujar Jeany, meringis saat memandang lingerie yang benar-benar sangat menonjolkan bagian bagian sensitif d
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men