"Bermain? Bermain apa, Rich?"Jeany mengangkat bulu matanya dan menatap Richard dengan rasa ingin tahu pada suara sang suami yang terdengar begitu manis dan menggoda.Richard hanya tersenyum dengan sangat tampan, lalu tiba-tiba menarik ujung lingerie Jeany. Buah dada yang tumbuh begitu indah dan segar yang tadinya sedikit tersembunyi oleh lingerie, kini melompat keluar dengan kekuatan tangan suaminya. "R-Richard!"Jeany menjerit sedikit melengking dan mencoba menutupi dadanya dengan tangan karena malu melihat bagaimana gundukan besar itu kini terpampang begitu jelas tanpa pengaman.Dia berusaha menutupinya dengan kedua tangan, tapi tangan Richard tentu saja lebih cepat. Dia meraih pergelangan tangan sang istri dengan satu tangan dan memegangnya di atas kepala Jeany. Karena kedua lengannya yang tiba-tiba terangkat, menyebabkan dadanya yang bengkak bergerak ke atas dan ke bawah. Jeany pun memejamkan mata erat-erat tak sanggup melihat bagaimana penampilannya saat ini. Berbeda den
Seminggu berlalu setelah pengakuan Jeany bahwa dia tak pernah mengalami amnesia. Dalam seminggu ini, baik Richard dan Jeany melewati hari dengan banyak pengalaman yang menyenangkan, di mana sebagian besar pengalaman itu tentu saja mereka lakukan di atas ranjang. Setelah satu minggu bergelut dengan Jeany di atas ranjang di malam hari sementara siangnya dia pergi ke kantor seperti biasa, Richard masih merasa belum puas sehingga dia selalu merasa waktu kerja di kantor berjalan sangat lambat. Dia masih haus dengan tubuh istrinya, ingin berlama-lama menghabiskan waktu berdua dengannya, tapi hari ini, Richard terpaksa harus melakukan perjalanan bisnis selama 3 hari ke luar negeri. "3 hari akan terasa sangat cepat, Tuan. Anda jangan terlalu gelisah, ayo kita selesaikan pekerjaan dan pulang dengan cepat setelah itu," hibur Kyle yang sangat memahami perasaan Richard, yang bertemu lagi dengan istrinya dan bertingkah layaknya pengantin baru. Richard hanya tersenyum tipis mendengar itu dan
"Hari ini aku ada pekerjaan penting, jadi mungkin akan pulang lembur, Sayang," ucap Richard, sebelum berangkat bekerja sambil seperti biasa mencium kening istrinya dengan penuh kasih sayang. "Ya, tidak apa-apa, Rich. Fokus saja dengan pekerjaan kamu di kantor," jawab Jeany sambil memperbaiki dasi Richard yang masih berantakan, karena tampaknya pria itu menghawatirkan dirinya. Setelah melewati sebulan pertemuan kembali mereka, temu kangen sudah selesai, meski begitu, gairah Richard tetap tak berubah.Dia masih enggan berpisah terlalu lama dengan istrinya dan akan menyerang Jeany setiap kali pulang dari pekerjaannya. "Kamu benar-benar tidak masalah kutinggalkan sendiri, Jeany? Tidak merasa bosan di rumah sendirian? Apa kamu ingin pergi ke suatu tempat agar tidak bosan, Sayang?"Richard yang khawatir Jeany akan bosan sendirian di rumah, menawari untuk berjalan-jalan. Namun, Jeany menggeleng."Sepertinya tidak, Rich. Aku ingin tinggal di rumah sendirian."Jeany menjawab dengan senyuma
"Haaa! Dikira cupu ternyata suhu!"Jeany masih ngedumel sendiri setelah mertuanya kembali ke rumah, dia sama sekali menghilangkan inti cerita nyonya Rosalie tentang gadis-gadis yang dekat dengan Richard tapi langsung diusir Richard karena mereka mengganggu dan hanya Jeany lah yang selama ini berhasil merebut hati Richard.Di mata Jeany, Richard pada masa lalu memiliki hubungan dengan banyak gadis. "Ini tidak adil! Aku hanya mencintai dirinya seumur hidupku, sedangkan dia???" Perempuan muda itu kembali marah, cemburu dengan gadis-gadis masal lalu Richard yang tak jelas bentuknya.Dia menyesal kenapa tadi setuju mendengarkan mertuanya bercerita tentang masa-masa remaja Richard, jika akhirnya seperti ini. "Hmmm, tapi kalau dipikir-pikir lagi, bukankah aku tidak begitu tahu tentang keluarga suamiku?" gumam Jeany, yang baru menyadari keanehan pernikahannya dengan Richard. Yah, bagaimana pun juga pernikahannya tidak bisa dibilang pernikahan normal, di mana dulu Richard menikahi dirinya u
Jeany yang kesal masih berbaring memunggungi Richard meski suaminya sudah keluar dari kamar mandi. Richard yang tak tahu alasan kenapa Jeany tiba-tiba bersikap dingin padanya setelah kedatangan ibunya, mendekati sang istri dengan duduk di pinggir ranjang. "Jeany, mau makan malam bersama?" tawar Richard, lembut.Dia pikir, jika mengajak istrinya makan malam di luar, mood wanita muda itu akan membaik dan dia mau bercerita apa masalahnya. "Tidak! Makan saja sendiri!" jawab Jeany dengan sengit, yang membuat Richard terheran-heran. "Mmm, ya sudah kalah begitu. Mungkin kamu terlalu lelah. Istirahatlah," ucap Richard akhirnya, mengulurkan tangan untuk membelai pipi Jeany, yang langsung ditepis kasar oleh sang istri. "Kenapa dia?" Richard membatin. Richard yang berpikir bahwa Jey mungkin butuh waktu untuk sendiri, akhirnya hanya menghela napas panjang dan mengatakan dia akan makan malam sendirian di lantai bawah. "Ya sudah kalau begitu aku pergi," ujar Richard, melangkah keluar kamar
Saat Richard tengah memikirkan alasan apa yang membuat Jeany marah, ibu Richard kembali menelepon. "Dante, sekarang ganti jawab dengan jujur, apa istrimu berubah setelah bertemu denganku? kamu terus bertanya tentang pertemuan kami dari kemarin, jadi aku curiga ada sesuatu yang terjadi di antara kalian. Jangan menutupinya dari ibu," cecar nyonya Rosalie. Karena terus didesak ibunya untuk bercerita, akhirnya Richard pun buka suara. "Ya. Sebenarnya aku yakin dia melakukan ini tidak ada hubungannya dengan ibu, tapi... kemarin dia tiba-tiba dia mendiamkan aku sampai sekarang. Itulah kenapa aku bingung apa sebabnya," jawab Richard seraya memijat keningnya. "Ah! Apakah karena ceritaku?"Nyonya Rosalie tiba-tiba berseru saat mendengar keluhan anaknya, sehingga Richard langsung bertanya apa maksudnya."Cerita apa itu, Ibu?"Nyonya Rosalie pun menceritakan tentang masa remaja Richard, di mana banyak perempuan yang mendekati dirinya tapi semua ditolak oleh Richard. Nyonya Rosalie juga menyeb
"Peluk aku, dengan lembut," jawab Jeany dengan ekspresi sungguh-sungguh. "Sampai aku baik-baik saja. Jadi aku bisa melupakan segalanya dan hanya mengingat kamu," lanjutnya dengan wajah tersipu. Mendengar itu, Richard menyeringai dan berbisik di telinganya. "Kalo itu maumu, tentu saja aku harus mematuhinya.”Saat suaminya mengatakan itu, Jeany merasa menggigil karena rasa senang yang membengkak dalam dirinya, dia segera menerima pelukan dari Richard dengan penuh suka cita. Mereka berpelukan cukup lama, seperti permintaan Jeany yang menginginkan dipeluk sampai tenang dan lupa dengan kecemburuannya, setelah berpelukan, Richard pun memberi istrinya ciuman manis. Richard kemudian membungkuk dan mengangkat roknya. Pria itu membelai kaki istrinya yang ramping dan mencium kakinya. Richard lantas dengan luwes membuntuti ciumannya perlahan ke paha bagian dalam Jeany. Akhirnya, bibir Richard mencapai pusatnya dan dia menciumnya dengan lembut dan penuh perasaan. "Hm? Mmmhhh!"Jeany tersent
Setelah kesalahpahaman kecil yang terjadi antara Jeany dan mertuanya, semua berjalan lancar. Namun, dari kejadian itu, Jeany memutuskan bahwa hanya diam di rumah, membuat pikirannya menjadi sempit. Jadi dia pun meminta izin kepada Richard untuk bekerja. "Rich, menurutmu, bagaimana kalau aku mencoba bisnis dengan membangun sebuah kafe? Aku merasa bosan menghabiskan waktu di rumah, jadi, bolehkah jika aku melakukan sebuah bisnis kecil-kecilan?"Malam hari, Jeany akhirnya mengutarakan keinginannya. Dia mengira Richard akan menolak ide itu, tapi ternyata tidak, suaminya memberi dukungan penuh. "Ya, tentu saja kamu boleh melakukan itu, Sayang. Di mana kamu ingin membangun kafe impianmu? Aku akan membiayai semuanya. Hanya saja, saranku, tempatnya jangan terlalu jauh dari rumah. Boleh?"Richard menyetujui permintaan Jeany hanya dengan satu syarat, yaitu tak boleh terlalu jauh dari rumah. "Tentu saja boleh, Rich!" jawab Jeany dengan penuh semangat. "Hmmm, baiklah. Aku akan mengurus semu
"Lun, lo tau nggak kira-kira kenapa ada sisa bau Venus di tubuh lo?" Sekali lagi Kyle mengulang pertanyaan kenapa ada aroma Venus di baju sehingga netra Luana bergetar sedikit karena tak mampu memberi jawaban yang memuaskannya. Luana benar-benar tidak sedang dalam kondisi bisa berbohong sambil tersenyum sekarang, tidak ketika seluruh tubuhnya memanas secara tak jelas begini. Seperti mengetahui kelemahan Luana, Kyle mengelus dengan lembut pinggang sang gadis yang terbalut kemeja tipis, lalu mendekatkan hidung mancungnya ke badan Luana, sambil memejamkan mata dia mengendus pelan. "Baunya jelas banget, kenapa ya? Bilang ke gue coba, ini cuma parfum yang sama, kan? Tolong jawab gitu," ucapnya. Meski nadanya sangat tenang, Luana tahu jika ada aura mengancam di dalamnya. Luana tidak menggeleng atau mengangguk, hanya menatap wajah tampan teesebut dalam diam. Nadanya menyakitkan, sehingga Luana takut, jika salah menjawab maka semua akan berubah fatal. Beberapa detik kemudian, karena
"Cara apa?" Bodohnya Luana malah bertanya. Tak sadar bahwa Kyle sedang menjebaknya. "Biar nggak kedinginan kita harus mengeluarkan keringat, kan? Nah, ada cara yang mudah dan efektif serta menyenangkan, mau coba?" Kyle mengatakan dengan ceria, tampak sedikit bersemangat. "Emang gimana?" Luana yang masih tak paham maksud Kyle, bertanya lagi. "Begini." Seperti sudah tak sabar, Kyle segera mencondongkan badan ke arah gadis itu, lalu tanpa ba-bi-bu menempelkan bibirnya ke bibir Luana. Untuk mencegah Luana melarikan diri, dia mengunci belakang kepala Luana dengan tangannya lalu memasukkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. "K-Kyle...!" Mata Luana terbelalak lebar. Sensasi manis lollipop yang tadi dimakan Kyle, menyebar di seluruh mulut Luana, rasa hangat bibir Kyle dan rasa permen yang dia makan seakan melebur jadi satu di dalam mulut gadis itu. Kyle semakin mencondongkan badannya sehingga dada mereka saling menempel, melanjutkan sentuhan bibirnya ketika tak mendapat pen
Setelah menjawab seperti itu, Luana segera berlari dengan kecepatan penuh, mengambil peralatan mandi dan kemeja dan rok di tumpukan paling atas, lalu mandi, keramas dan ber-make up sederhana sebelum kembali berlari menuju perpustakaan. Untunglah, untung jarak antara asrama dan perpustakaan bisa ia potong lewat jalan pintas, kalau tidak, bisa celaka semuanya. Cemas, Luana melirik jam tangan, masih ada empat menit lagi. Huft. Semoga Luana bisa bertemu dengannya. Kembali Luana berlari menuju tempat biasa mereka bertemu, dan di sana... Tubuh gadis itu langsung merosot ke lantai ketika melihat Venus yang tampak tertidur nyenyak di meja biasa mereka bertemu saking leganya. Jackson tak ada di mana-mana, mungkin pulang setelah marah marah pada Luana tadi. Jantung gadis itu masih berdegup kencang ketika duduk di sebelah pria muda yang tengah tertidur, memandangi Venus yang tidur dengan memiringkan kepala, tampak tenang dan damai. Tangan Luana tiba-tiba tergelitik untuk merapikan ramb
Luana segera berbalik menghadap Kyle dan tersenyum semanis mungkin, menyembunyikan niatnya yang ingin menyelinap pergi untuk menemui Venus. "Kamu janji bakal ngeberesin kekacauan ini, kan, Kyle?" tanya Luana, masih tersenyum manis.Kyle tampak mengerucutkan bibir tipisnya dengan kening berkerut ketika menatap asrama Luana yang porak-poranda, lalu tersenyum lebar saat menatap wajah cemas gadis itu. Mengendikkan bahu, dengan santai dia pun menjawab."Mmm, Oke."Suaranya terdengar riang. Namun, Kata-katanya tak berhenti sampai situ. "Tapi... "Kyle seperti sengaja menggantung kalimatnya, sehingga Luana pun bertanya."Tapi apa, Kyle?""Tapi malem ini lo harus ikut sama gue pulang, ya?" jawabnya, dengan senyum lebar.Luana lagi-lagi tersenyum canggung. Luana tahu itu bukan permintaan meski Kyle berkata dengan nada ringan, tapi perintah yang harus ia taati.Jadi dengan pelan, Luana pun menganggukkan kepala.Senyum Kyle berubah semakin cerah melihat Luana yang menganggukkan kepala, dia p
Mati-matian Luana menahan tubuhnya supaya tidak ambruk ke lantai dan berusaha terlihat setenang mungkin."Yaaahhh, karena lo kayaknya suka gue yang kayak iblis begini, jadi rencananya gue mau bikin dia pisah sama jiwanya sebentar, lalu tubuhnya mau gue lempar dari atap gedung ini. Gimana? Seru, kan, pasti? Jadi gue nggak perlu sakit hati lagi."Kyle yang berada dalam tubuh Theo, mengucapkan semua rencana pembunuhan untuk Venus dengan sangat santai seakan Venus hanyalah seekor lalat saja.Luana tentu saja bergidik ngeri mendengar pengakuannya tersebut.'Jangan bunuh kak Venus, jangan!'Dia berteriak dengan putus asa. "Ky, Kyle... aku ... aku...."Tak sanggup rasanya luana meneruskan ucapan karena tenggorokan terasa kering, jadi ia menelan ludah dan membasahi bibir. Memandang Kyle dengan mata bergetar."Karena lo udah di sini, gimana cara lo ngehentiin gue, Luana? Gimana cara lo bikin gue nggak nyentuh si bajingan itu? Gue mau lihat."Kyle bertanya dengan suara manis, seakan memberi k
Sosok jangkung berkulit putih berlari ke arah Luana dengan terengah-engah, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Dia adalah Vincent, ketua kelas tiga. "Kamu di sini? Kamu baik-baik saja, kan? Lebih baik kamu pergi jauh untuk sementara, Lun. Theo saat ini kehilangan kendali, dia–""Theo di mana sekarang, Vin?"Luana memotong ucapan Vincent dengan terburu, melihat wajah panik gadis itu, Vincent memilih menjawab pertanyaan dari Luana. "Setelah bikin sebagian besar penghuni asrama putri seperti ini, dia melesat lari ke asrama putra, seperti mencari seseorang atau sesuatu entahlah. Akibatnya korban semakin bertambah banyak karena semakin banyak anak yang di sentuh Theo, sebaiknya kamu sembunyi yang jauh sebelum dia juga membuatmu seperti yang lain, Lun!"Wajahnya yang lelah terlihat cemas, Luana mau mengucapkan terima kasih karena telah mencemaskan dirinya tapi tangan Karios lebih dulu menyeret pergi."Mereka siapa? Boleh aku mengantarmu, Lum?"Vincent mengejar langkah kami dan menjajari Lu
Sungguh, Luana benar-benar tak tahu alasan mengapa Kyle melakukan ini semua.Mereka kini bergerak dengan satu tujuan yaitu membuat Kyle sadar kembali. Karena kalau lusa Kyle belum sadar juga, maka Luana pasti akan kehilangan nyawa di tangan Karios, sebelum kedua orang ini akan kehilangan nyawa di tangan ayah Kyle, yaitu tuan Ivander. 'Kyle, aku btahu ini semua balasan atas semua kekasaranku padamu, tapi kumohon, bangunlah.'Luana membatin dengan putus asa. Ia mengepalkan tangan yang basah oleh keringat untuk meredam rasa gugup yang terus membelenggu dirinya seperti rantai. Beberapa saat kemudian sebuah Limosin mengkilap terparkir di depan pintu gerbang rumah mewah itu dan dengan cekatan para bawahan menempatkan tubuh Kyle yang tak sadarkan diri dengan nyaman di sana.Kyle saat ini terbaring tenang dengan selang infus dan alat bantu pernapasan.Wajahnya terlihat sangat damai seperti orang mati."Itu membuat aku merinding, semoga kamu nggak mati, Kyle," bisik Luana dengan tangan basa
"Tolong, Luana. Tolong bangunkan anakku! Bagaimana pun caranya tolong buat dia terbangun kembali sebelum lusa!"Nyonya glory memohon dengan begitu putus asa. Cengkeraman nyonya Glory di lengan Luana sedikit mengeras bersamaan dengan air mata yang mulai jatuh ke pipi cantiknya, wanita itu menekankan untuk membangunkan Kyle lagi sebelum lusa.Luana tidak tahu alasannya apa, tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan tuan Ivander yang kabarnya akan pulang dari luar negeri.Nyonya Glory yang terisak-isak tak mampu melanjutkan ucapannya, sehingga posisi berbicara pun digantikan oleh Karios. "Waktu kami hanya sampai besok, kalo sampe kamu nggak bisa bikin tuan muda Kyle sadar kembali, aku ngga bakal ragu lagi buat menyingkirkanmu dari muka bumi ini."Geraman Karios mengirimkan gelombang ketakutan pada Luana. Luana tahu wajahnya saat mengatakan itu tidak main-main, seakan Karios benar-benar bisa dengan mudah melakukan semua itu ...."Tolong lakukan apa pun, Luana. Tolong! Tolong! Kalau sa
Kyle dalam sekejap kembali menjadi seperti mayat hidup. Luana memandang sekeliling dengan panik. Di manakah jiwanya saat ini? Kenapa dia pergi lagi seperti ini? "Kyle, kamu di mana, Kyle? Di mana?!" teriak Luana, meski tak ada jawaban. Tanpa berpikir panjang, segera gadis itu meraih tangan Karios dan menyeretnya ke luar kamar. "Tunjukkan aku jalan ke luar rumah!" ucapnya. Luana pikir, mungkin saja ... mungkin saja jiwa Kyle sekarang berkeliaran di luar seperti saat sebelum luana masuk ke sini tadi. Luana harus menemukan dirinya dan membujuk untuk kembali ke tubuhnya atau nyawanya benar-benar melayang di tangan bodyguard Kyle yang menurut ketika ia seret pergi ini. Di luar rumah, sayangnya tetap tak ia jumpai siapa pun meski Luana terus meneriakkan nama Kyle sampai suaraku serak. Tanda-tanda kehadirannya seakan lenyap. Kyle saat ini tak ada di mana-mana dan Luana tak bisa melihatnya lagi. 'Tidak, ini tidak boleh terjadi! Bagaimana nasibku kalau terus seperti ini? Aku tid