"Kenapa?" tanya Richard dengan nada menggoda. "Aku ... aku malu kamu menjilati bagian pribadiku," jawab Jeany seraya menutup mukanya dengan kedua tangan, meski dia sangat suka diperlakukan seperti itu, dia tak bisa menutupi rasa malunya. Richard hanya tertawa melihat ekspresi Jeany dan kini bersiap untuk memasuki tubuh Jeany segera setelah membuat bagian bawah wanita yang dicintainya itu basah kuyup."H-hey!"Mata Jeany membelalak kaget saat melihat Richard yang melepas pakaiannya dan melihat celana dalam pria itu. Karena fisiknya sangat sempurna. Otot-ototnya seimbang. Bahu lebar, lengan berotot, dan pandangan ke bawah yang mantap di pangkalan….Pusaka milik Richard yang besar dan terangkat dengan kuat menarik perhatian Jeany dan seketika membuat wajah wanita itu merah padam karena malu. Tanpa disadari, Jeany menelan ludah saat melihat ukuran Richard. Itu... sangat besar. "Jeany-ku.... "Richard tersenyum dengan begitu menawan kepada Jeany saat memanggil namanya dan meminta iz
"Haaaa."Setelah mengeluarkan cairannya di dalam diri Jeany, , tubuh Richard kini jatuh ke sisi sebelah istrinya yang berbaring telentang. Sebelum ini, mereka telah bernafsu terhadap tubuh satu sama lain, tetapi mereka tidak dapat memiliki kepuasan yang memuaskan saat saling berpelukan di tempat tidur bersebelahan. Rasanya mencapai puncak satu kali masih terasa sangat kurang. Keduanya saling berpelukan dengan tubuh basah oleh keringat, Richard dengan lembut mencium kening Jeany yang basah, dan membisikkan kata terima kasih. Jeany yang baru merasa malu saat mereka kini berpelukan tanpa mengenakan sehelai benang pun, membenamkan wajahnya di dada Richard yang hangat, untuk menutupi wajahnya yang memerah. Richard tertawa rendah melihat ekspresi malu-malu Jeany, membenahi anak rambut Jeany yang menyentuh pipi sang istri dan berbisik dengan suara lembut dan menggoda. "Jeany, lanjut ronde kedua, yuk? Aku belum puas, nih."Mendengar itu, mata Jeany seketika terbelalak lebar. "H-hah? Tun
"Aduh, lelahnya."Jeany menggeliat di atas tempat tidurnya. Hari ini dia merasa lelah sekali. Apalagi tadi malam, Richard mengajaknya 'lembur' lagi, seperti membalas waktu tiga bulan yang mereka lewatkan. "Dia bahkan lebih beringas dibandingkan saat pengantin baru. Bagaimana dia memiliki tenaga sebanyak itu," gumam Jeany, keheranan dengan kekuatan yang fisik yang dimiliki Richard suaminya. Itu karena malam hari dia akan menghabiskan waktu bertempur dengan Jeany, tapi pagi harinya langsung berangkat bekerja. Benar-benar luar biasa."Apakah aku harus mulai olahraga dari sekarang? Untuk mengimbangi Richard?"Jeany bergumam lagi. "Haaa, tapi aku harus segera membicarakan masalah amnesia ini. Richard sepertinya sudah tidak mempermasalahkan apakah aku amnesia atau tidak, tapi... jika aku dibawa ke rumah sakit lagi...."Jeany takut jika dia akan mempermalukan diri jika tidak segera berkata dengan jujur kepada Richard, apalagi samar-samar tadi malam dia mendengar jika Richard akan membawa
Bukannya mengangguk, Jeany malah menggeleng. "Tidak mau."Jeany dengan sengaja menjauhkan wajahnya dari Richard, menghindari dijilat pria itu karena dia sedang ingin menggoda suaminya yang memiliki nafsu luar biasa. "Jeany, hm. Sekarang begini ya ke suami sendiri."Richard mengajukan protes, memandang Jeany dengan cemberut, yang membuat Jeany tertawa gemas dalam hati tapi di luar dia pura-pura memasang tampang sok polos. "Begini bagaimana, aku hanya menyentuhmu saja, tidak bermaksud melakukan hal lain. Kamu tidak mau aku sentuh? Tidak suka?" balas Jeany tanpa rasa bersalah, menangkupkan kedua tangannya di wajah Richard, lalu memainkan hidung mancung suaminya yang sangat tampan dan sedang cemberut tersebut. Jeany tertawa saat melihat bibir merah muda Richard yang cemberut, lalu mencubitnya lembut.Sebelum kemudian kedua tangannya turun ke leher Richard dan bermain-main dengan jakun Richard yang sangat macho. Richard yang akhirnya sadar bahwa saat ini Jeany sedang menggodanya, lang
Richard mengatakan hal itu dengan nada tak bisa dibantah, meski dia mengucapkannya dengan nada santai. Jeany memandang suaminya, bertanya. "Benar-benar cuma satu kali, kan?" Jeany yang kedua tangannya terangkat ke atas dan berada di cengkeraman Richard, mengeluarkan pertanyaan seperti itu untuk memastikan. Itu karena Jeany bertekad akan membicarakan tentang kebohongannya hari ini, Jeany ingin memastikan Richard benar-benar hanya akan bercinta dengan dirinya satu kali saja. "Kenapa memangnya?"Richard yang tak pernah bisa merasa puas hanya dengan satu kali permainan, bertanya sambil menciumi leher mulus Jeany, yang penuh bekas kissmark darinya di sana. "Satu jam lagi ada drama Korea yang mau aku tonton," kilah Jeany, membuat Richard segera menghentikan ciumannya dan mendongak menatap sang istri. "Drama Korea?"Richard bertanya dengan mengerutkan kening. Terbayang wajah-wajah pria tampan di drama-drama seperti itu yang akan dilihat Jeany, yang langsung membuat dirinya cemburu s
"Jujur? Jujur tentang apa, Jeany?"Richard bertanya dengan ekspresi lebih khawatir. "Apa perlu kubawa ke rumah sakit sekarang? Apakah amnesiamu semakin memburuk? Kamu... kamu mulai kehilangan banyak ingatan secara tak terduga?" berondong Richard sembari memegang kedua pundak Jeany, tampak sangat cemas. "T-tidak, Rich. Bukan begitu, tapi...!""Ayo ke rumah sakit sekarang! Sudah kusiapkan ruangan VVIP untukmu, Sayang. Jangan khawatir, aku akan menyembuhkanmu!" seru Richard, yang tampak panik mengambil ponselnya. "Hey, Rich. Bukan begitu! Kamu salah paham, sebenarnya aku.... "Belum selesai Jeany bicara, Richard yang sudah terlalu tenggelam dalam kesalahpahaman, menarik lembut lengan Jeany untuk mengajaknya pergi. Richard bahkan sudah mengambil jaket untuk istrinya, secepat itu dia bergerak. "Ayo berangkat sekarang sebelum penyakitmu semakin serius!" ucap Richard dengan gelisah, mengajak istrinya keluar kamar. "Richard, tunggu! Bukan, aku tidak sedang kesakitan atau apa pun. Dengar
"Jeany, benarkah aku bau?"Richard bertanya dengan cemas, kembali mencium tubuhnya sendiri untuk memastikan sudah tak ada bau darah di sana. Jeany bukannya menjawab, malah mendorong tubuh suaminya semakin mendekati kamar mandi dan memaksa sang suami mandi dulu. "Pokoknya mandi dulu," tegas Jeany. "Ada parfum baru yang aku belikan buat kamu juga, aku yakin aromanya pasti cocok sekali jika kamu pakai, makanya aku mau kamu mandi dulu," lanjutnya. Tak mau berdebat dengan sang istri, Richard akhirnya pasrah menuruti perintah Jeany untuk pergi mandi. Setelah memastikan suaminya masuk kamar mandi, Jeany tersenyum sendiri dan mengambil sebuah paper bab di almari yang berisi lingerie seksi yang dulu pernah dibelikan Richard untuknya. "Aduh, ini benar terbuka. Aku tidak sanggup memakainya, tapi aku harus melakukan ini untuk menyenangkan Richard karena dia telah menerima kebohonganku," ujar Jeany, meringis saat memandang lingerie yang benar-benar sangat menonjolkan bagian bagian sensitif d
"Bermain? Bermain apa, Rich?"Jeany mengangkat bulu matanya dan menatap Richard dengan rasa ingin tahu pada suara sang suami yang terdengar begitu manis dan menggoda.Richard hanya tersenyum dengan sangat tampan, lalu tiba-tiba menarik ujung lingerie Jeany. Buah dada yang tumbuh begitu indah dan segar yang tadinya sedikit tersembunyi oleh lingerie, kini melompat keluar dengan kekuatan tangan suaminya. "R-Richard!"Jeany menjerit sedikit melengking dan mencoba menutupi dadanya dengan tangan karena malu melihat bagaimana gundukan besar itu kini terpampang begitu jelas tanpa pengaman.Dia berusaha menutupinya dengan kedua tangan, tapi tangan Richard tentu saja lebih cepat. Dia meraih pergelangan tangan sang istri dengan satu tangan dan memegangnya di atas kepala Jeany. Karena kedua lengannya yang tiba-tiba terangkat, menyebabkan dadanya yang bengkak bergerak ke atas dan ke bawah. Jeany pun memejamkan mata erat-erat tak sanggup melihat bagaimana penampilannya saat ini. Berbeda den
"Lun, lo tau nggak kira-kira kenapa ada sisa bau Venus di tubuh lo?" Sekali lagi Kyle mengulang pertanyaan kenapa ada aroma Venus di baju sehingga netra Luana bergetar sedikit karena tak mampu memberi jawaban yang memuaskannya. Luana benar-benar tidak sedang dalam kondisi bisa berbohong sambil tersenyum sekarang, tidak ketika seluruh tubuhnya memanas secara tak jelas begini. Seperti mengetahui kelemahan Luana, Kyle mengelus dengan lembut pinggang sang gadis yang terbalut kemeja tipis, lalu mendekatkan hidung mancungnya ke badan Luana, sambil memejamkan mata dia mengendus pelan. "Baunya jelas banget, kenapa ya? Bilang ke gue coba, ini cuma parfum yang sama, kan? Tolong jawab gitu," ucapnya. Meski nadanya sangat tenang, Luana tahu jika ada aura mengancam di dalamnya. Luana tidak menggeleng atau mengangguk, hanya menatap wajah tampan teesebut dalam diam. Nadanya menyakitkan, sehingga Luana takut, jika salah menjawab maka semua akan berubah fatal. Beberapa detik kemudian, karena
"Cara apa?" Bodohnya Luana malah bertanya. Tak sadar bahwa Kyle sedang menjebaknya. "Biar nggak kedinginan kita harus mengeluarkan keringat, kan? Nah, ada cara yang mudah dan efektif serta menyenangkan, mau coba?" Kyle mengatakan dengan ceria, tampak sedikit bersemangat. "Emang gimana?" Luana yang masih tak paham maksud Kyle, bertanya lagi. "Begini." Seperti sudah tak sabar, Kyle segera mencondongkan badan ke arah gadis itu, lalu tanpa ba-bi-bu menempelkan bibirnya ke bibir Luana. Untuk mencegah Luana melarikan diri, dia mengunci belakang kepala Luana dengan tangannya lalu memasukkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. "K-Kyle...!" Mata Luana terbelalak lebar. Sensasi manis lollipop yang tadi dimakan Kyle, menyebar di seluruh mulut Luana, rasa hangat bibir Kyle dan rasa permen yang dia makan seakan melebur jadi satu di dalam mulut gadis itu. Kyle semakin mencondongkan badannya sehingga dada mereka saling menempel, melanjutkan sentuhan bibirnya ketika tak mendapat pen
Setelah menjawab seperti itu, Luana segera berlari dengan kecepatan penuh, mengambil peralatan mandi dan kemeja dan rok di tumpukan paling atas, lalu mandi, keramas dan ber-make up sederhana sebelum kembali berlari menuju perpustakaan. Untunglah, untung jarak antara asrama dan perpustakaan bisa ia potong lewat jalan pintas, kalau tidak, bisa celaka semuanya. Cemas, Luana melirik jam tangan, masih ada empat menit lagi. Huft. Semoga Luana bisa bertemu dengannya. Kembali Luana berlari menuju tempat biasa mereka bertemu, dan di sana... Tubuh gadis itu langsung merosot ke lantai ketika melihat Venus yang tampak tertidur nyenyak di meja biasa mereka bertemu saking leganya. Jackson tak ada di mana-mana, mungkin pulang setelah marah marah pada Luana tadi. Jantung gadis itu masih berdegup kencang ketika duduk di sebelah pria muda yang tengah tertidur, memandangi Venus yang tidur dengan memiringkan kepala, tampak tenang dan damai. Tangan Luana tiba-tiba tergelitik untuk merapikan ramb
Luana segera berbalik menghadap Kyle dan tersenyum semanis mungkin, menyembunyikan niatnya yang ingin menyelinap pergi untuk menemui Venus. "Kamu janji bakal ngeberesin kekacauan ini, kan, Kyle?" tanya Luana, masih tersenyum manis.Kyle tampak mengerucutkan bibir tipisnya dengan kening berkerut ketika menatap asrama Luana yang porak-poranda, lalu tersenyum lebar saat menatap wajah cemas gadis itu. Mengendikkan bahu, dengan santai dia pun menjawab."Mmm, Oke."Suaranya terdengar riang. Namun, Kata-katanya tak berhenti sampai situ. "Tapi... "Kyle seperti sengaja menggantung kalimatnya, sehingga Luana pun bertanya."Tapi apa, Kyle?""Tapi malem ini lo harus ikut sama gue pulang, ya?" jawabnya, dengan senyum lebar.Luana lagi-lagi tersenyum canggung. Luana tahu itu bukan permintaan meski Kyle berkata dengan nada ringan, tapi perintah yang harus ia taati.Jadi dengan pelan, Luana pun menganggukkan kepala.Senyum Kyle berubah semakin cerah melihat Luana yang menganggukkan kepala, dia p
Mati-matian Luana menahan tubuhnya supaya tidak ambruk ke lantai dan berusaha terlihat setenang mungkin."Yaaahhh, karena lo kayaknya suka gue yang kayak iblis begini, jadi rencananya gue mau bikin dia pisah sama jiwanya sebentar, lalu tubuhnya mau gue lempar dari atap gedung ini. Gimana? Seru, kan, pasti? Jadi gue nggak perlu sakit hati lagi."Kyle yang berada dalam tubuh Theo, mengucapkan semua rencana pembunuhan untuk Venus dengan sangat santai seakan Venus hanyalah seekor lalat saja.Luana tentu saja bergidik ngeri mendengar pengakuannya tersebut.'Jangan bunuh kak Venus, jangan!'Dia berteriak dengan putus asa. "Ky, Kyle... aku ... aku...."Tak sanggup rasanya luana meneruskan ucapan karena tenggorokan terasa kering, jadi ia menelan ludah dan membasahi bibir. Memandang Kyle dengan mata bergetar."Karena lo udah di sini, gimana cara lo ngehentiin gue, Luana? Gimana cara lo bikin gue nggak nyentuh si bajingan itu? Gue mau lihat."Kyle bertanya dengan suara manis, seakan memberi k
Sosok jangkung berkulit putih berlari ke arah Luana dengan terengah-engah, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Dia adalah Vincent, ketua kelas tiga. "Kamu di sini? Kamu baik-baik saja, kan? Lebih baik kamu pergi jauh untuk sementara, Lun. Theo saat ini kehilangan kendali, dia–""Theo di mana sekarang, Vin?"Luana memotong ucapan Vincent dengan terburu, melihat wajah panik gadis itu, Vincent memilih menjawab pertanyaan dari Luana. "Setelah bikin sebagian besar penghuni asrama putri seperti ini, dia melesat lari ke asrama putra, seperti mencari seseorang atau sesuatu entahlah. Akibatnya korban semakin bertambah banyak karena semakin banyak anak yang di sentuh Theo, sebaiknya kamu sembunyi yang jauh sebelum dia juga membuatmu seperti yang lain, Lun!"Wajahnya yang lelah terlihat cemas, Luana mau mengucapkan terima kasih karena telah mencemaskan dirinya tapi tangan Karios lebih dulu menyeret pergi."Mereka siapa? Boleh aku mengantarmu, Lum?"Vincent mengejar langkah kami dan menjajari Lu
Sungguh, Luana benar-benar tak tahu alasan mengapa Kyle melakukan ini semua.Mereka kini bergerak dengan satu tujuan yaitu membuat Kyle sadar kembali. Karena kalau lusa Kyle belum sadar juga, maka Luana pasti akan kehilangan nyawa di tangan Karios, sebelum kedua orang ini akan kehilangan nyawa di tangan ayah Kyle, yaitu tuan Ivander. 'Kyle, aku btahu ini semua balasan atas semua kekasaranku padamu, tapi kumohon, bangunlah.'Luana membatin dengan putus asa. Ia mengepalkan tangan yang basah oleh keringat untuk meredam rasa gugup yang terus membelenggu dirinya seperti rantai. Beberapa saat kemudian sebuah Limosin mengkilap terparkir di depan pintu gerbang rumah mewah itu dan dengan cekatan para bawahan menempatkan tubuh Kyle yang tak sadarkan diri dengan nyaman di sana.Kyle saat ini terbaring tenang dengan selang infus dan alat bantu pernapasan.Wajahnya terlihat sangat damai seperti orang mati."Itu membuat aku merinding, semoga kamu nggak mati, Kyle," bisik Luana dengan tangan basa
"Tolong, Luana. Tolong bangunkan anakku! Bagaimana pun caranya tolong buat dia terbangun kembali sebelum lusa!"Nyonya glory memohon dengan begitu putus asa. Cengkeraman nyonya Glory di lengan Luana sedikit mengeras bersamaan dengan air mata yang mulai jatuh ke pipi cantiknya, wanita itu menekankan untuk membangunkan Kyle lagi sebelum lusa.Luana tidak tahu alasannya apa, tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan tuan Ivander yang kabarnya akan pulang dari luar negeri.Nyonya Glory yang terisak-isak tak mampu melanjutkan ucapannya, sehingga posisi berbicara pun digantikan oleh Karios. "Waktu kami hanya sampai besok, kalo sampe kamu nggak bisa bikin tuan muda Kyle sadar kembali, aku ngga bakal ragu lagi buat menyingkirkanmu dari muka bumi ini."Geraman Karios mengirimkan gelombang ketakutan pada Luana. Luana tahu wajahnya saat mengatakan itu tidak main-main, seakan Karios benar-benar bisa dengan mudah melakukan semua itu ...."Tolong lakukan apa pun, Luana. Tolong! Tolong! Kalau sa
Kyle dalam sekejap kembali menjadi seperti mayat hidup. Luana memandang sekeliling dengan panik. Di manakah jiwanya saat ini? Kenapa dia pergi lagi seperti ini? "Kyle, kamu di mana, Kyle? Di mana?!" teriak Luana, meski tak ada jawaban. Tanpa berpikir panjang, segera gadis itu meraih tangan Karios dan menyeretnya ke luar kamar. "Tunjukkan aku jalan ke luar rumah!" ucapnya. Luana pikir, mungkin saja ... mungkin saja jiwa Kyle sekarang berkeliaran di luar seperti saat sebelum luana masuk ke sini tadi. Luana harus menemukan dirinya dan membujuk untuk kembali ke tubuhnya atau nyawanya benar-benar melayang di tangan bodyguard Kyle yang menurut ketika ia seret pergi ini. Di luar rumah, sayangnya tetap tak ia jumpai siapa pun meski Luana terus meneriakkan nama Kyle sampai suaraku serak. Tanda-tanda kehadirannya seakan lenyap. Kyle saat ini tak ada di mana-mana dan Luana tak bisa melihatnya lagi. 'Tidak, ini tidak boleh terjadi! Bagaimana nasibku kalau terus seperti ini? Aku tid