"Hah, Tuan. Apa lagi yang harus saya lakukan?" Apa yang kurang dari Jamie? Tampan, kaya raya, dan matang. Semua wanita dipastikan akan rela mengantre untuk menjadi istrinya, atau bahkan hanya untuk menjadi teman satu malamnya. Namun, sang atasan benar-benar dingin—seperti es kutub. Luke benar-benar tak habis pikir. Wanita seperti apa yang sedang dicari oleh Jamie? Semua wanita yang telah dia seleksi hampir mendekati sempurna—dari segi penampilan, masa depan, masa lalu, pendidikan, bahkan latar belakang keluarga. Lalu, apa yang masih kurang? Luke menatap atasannya dengan putus asa, tidak tahu lagi harus menyodorkan wanita seperti apa kepada Jamie. Luke bahkan telah menyelidiki masa lalu Jamie, dan ia tidak menemukan satu pun wanita yang pernah menjadi bagian dari kehidupan pria itu. Apa yang menahan Jamie hingga enggan menikah? Adiknya saja yang usia terpaut cukup jauh, kini sudah memiliki anak. Luke benar-benar frustrasi. Itu karena ia peduli pada Jamie dan ingin atasannya itu b
"Luke, apa maksud semua ini? Aku telah membatalkan rapat penting demi menghargai usahamu, tapi di mana wanita yang kamu rekomendasikan itu? Mengapa aku harus menunggu seperti ini?" Jamie, yang tampak kehilangan kesabaran setelah mengetahui ia harus menunggu di lokasi pertemuan, bertanya dengan nada dingin kepada Luke. "E-ehm, Tuan. Mohon tunggu sebentar. Saya sudah menghubungi Tuan Marcel, dan beliau mengatakan bahwa putrinya sudah dalam perjalanan ke sini," jawab Luke dengan suara tergagap. Jamie melirik jam tangannya dan berkata dengan nada tegas yang tak terbantahkan. "Aku tidak dapat menunggu terlalu lama. Kalau dalam lima menit dia belum tiba, aku akan pergi." "T-Tolong beri waktu sepuluh menit saja, Tuan! Tuan Marcel sedang berusaha melacak keberadaan putrinya," mohon Luke dengan panik, sambil kembali menelepon. "Apakah aku serendah itu hingga harus diperlakukan seperti ini? Kalau bukan karena ini adalah kesempatan terakhirmu, aku tidak akan sudi berada di sini, Luke," cet
"Luke." Jamie melirik tajam ke arah Luke saat melihat kekacauan di depannya, sedangkan Luke yang mulutnya melongo mendengar ada anak SMA yang memanggil Jamie kakek tua, langsung menatap Jamie ndan menggeleng panik karena tahu Jamie sedang menuduh dia ada di balik semua ini. "Bukan, bukan saya, Tuan! Saya tidak tahu siapa dia dan kenapa anak kecil ini ada di sini!" elak Luke, menggerakkan tangannya ke sana kemari dengan panik dan gugup. Dia sendiri tak tahu siapa bocil kematian ini! "Heh, Bocah. Siapa kamu?! Kenapa kamu datang-datang ke sini dan memanggil bosku kakek tua?!" hardik Luke, galak. "Di sini kantor Jamie Jung, kan?" Gadis itu balas bertanya tanpa takut. "Ya, benar. Lalu?" "Aku bilang, aku mau nikah sama kakek-kakek kayak dia!" serunya dengan suara lantang. "Kakek-kakek? Siapa yang kamu maksud kakek?" sergah Jamie sambil berdiri tak terima, ekspresinya begitu dingin karena sangat kesal dipanggil kakek-kakek. "Kamu... kamu siapa?" Gadis itu, yang baru melihat sosok
"Astaga! Anak nakaaaaal!!! Kenapa kamu ke sini lagi???" Luke berseru dengan kesal, sedangkan Lyodra tanpa rasa malu langsung masuk dan duduk di sofa yang ada di ruangan Axelle. "Kenapa? Ya nggak kenapa-kenapa. Aku kangen sama calon suamiku. Salah emang?" jawabnya, santai. "SIAPA YANG KAMU MAKSUD CALON SUAMI???" Teriakan Luke membuat Lyodra menyumbat telinganya dengan tangan dan berkata kesal pada sekretaris Jamie itu. "Aduh, Pak Tua. Berisik banget deh. Mending kamu diem." "BERANINYA KAMU MANGGIL AKU PAK TUA??!" Luke semakin marah dipanggil pak tua oleh Lyodra, tapi gadis itu tampak tak peduli dan malah bertanya dengan genit pada Jamie yang duduk di depan meja kerjanya dan tampak sibuk mengerjakan sesuatu. "Om, kok gak peluk aku, sih?" "Anak ini emang benar-benar, ya! Sini, aku jewer kamu!!" Luke yang sudah tak tahan dengan kenakalan Lyodra akhirnya bangkit untuk menjewer telinga gadis itu, tapi Lyodra lebih gesit, dia langsung bangkit dan lari menjauh. "Iiiisss
"Tentu!" jawab Lyodra dengan semangat saat Jamie mengatakan akan memberi dirinya uang dan makanan. Jamie yang merasa pusing dengan keributan yang diciptakan Lyodra, akhirnya menoleh pada Luke dan memberi perintah. "Luke, belikan makanan buat dia. Kamu mau makan apa saja?" tanyanya pada gadis yang setiap kedatangannya itu membuat kepala Jamie berdenyut.Jamie memutuskan untuk mengabulkan keinginan gadis itu, agar dia segera pergi dari hadapannya. Ditanya seperti itu, Lyodra tentu saja senang bukan main. "Hah? Serius?? Om, kamu benar-benar yang terbaik! Aku mau makan ayam goreng, pizza, burger, kentang goreng.... " Gadis yang sedang kelaparan itu pun menyebutkan semua jenis makanan dan minuman yang dia inginkan. Bukan dalam porsi kecil, tapi porsi yang sangat besar! "Banyak amat! Kamu minta makan apa morotin orang, sih!" sindir Luke, yang dibalas Lyodra dengan bibir cemberut. "Biarkan. Dia mungkin sedang masa pertumbuhan," jawab Jamie dengan suara tenang. Ia hanya ingin
Sesampainya di rumah sakit... " Tolong periksa keadaannya secara menyeluruh," perintah Jamie kepada dokter rumah sakit dan meminta Lyodra dibawa ke ruangan VVIP agar mendapatkan pemeriksaan secara intensif dan sempurna."Baik, Tuan."Dokter menyanggupi perintah Jamie dan segera memberi tahu bawahan untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh kepada gadis yang dibawa Jamie tersebut.Setelah dokter pergi, Luke yang berdiri di samping Jamie dan menemani pria itu ke rumah sakit mengantarkan Lyodra yang tiba-tiba pingsan di depan ruangan kantornya, akhirnya tak tahan untuk membuka mulutnya."Tuan, kenapa Anda begitu repot-repot.... "Luke tak sanggup melanjutkan ucapan. Jujur, dia sangat terkejut dengan tindakan Jamie.Pertama, Jamie tak pernah terlihat tertarik sedikit pun pada orang lain kecuali orang itu anggota keluarga, atau target balas dendamnya. Selain dua jenis itu, Jamie seperti menganggap manusia lain adalah kecoa, alias serangga tak berguna dan menjijikkan.Apalagi dengan wa
"Luke, jangan telepon Marvel," larang Jamie dengan suara tegas, tatapan matanya benar-benar teguh seakan menunjukkan bahwa dia sudah mengambil sebuah keputusan. Luke yang sedikit tak terima saat bosnya mengambil keputusan seperti itu, mencoba membantah. "Tapi, Tuan. Lyodra adalah putrinya dan dia bukan tanggung jawab kit—" "Haruskah aku mengulang perintah dua kali?" potong Jamie dengan suara dingin, yang langsung membuat Luke diam dan menundukkan kepala dengan patuh. "Maafkan saya." Luke menjawab dengan gugup saat merasakan aura membunuh dari bosnya. "Jangan hubungi Marvel. Aku yang akan mengurus masalah ini. Secara pribadi." Jamie menegaskan perintahnya sekali lagi. Luke yang tahu betul dengan perangai bosnya jika dia sudah menegaskan perintah dua kali berarti sudah tak ada celah untuk dilanggar sama sekali, mengangguk dengan sigap. "Baik, Tuan. Sesuai perintah Anda." Jamie mengambil ponsel dan segera menghubungi Kyle seraya berjalan keluar dari ruangan tempat Lyodra diraw
Pertanyaan sederhana dari Jamie itu segera menyadarkan Luke dari kesalahannya. "Anda benar, Tuan," jawab Luke dan menoleh ke arah Lyodra yang sedang tak sadarkan diri. "Maafkan aku, Anak nakal. Aku hampir bikin kamu celaka karena prasangkaku," gumam Luke dengan perasaan bersalah. Jamie merasa lega saat melihat Luke mulai menerima keberadaan Lyodra dan menunggu dengan tenang hasil investigasi Kyle yang tak pernah mengecewakan. Dan benar saja, beberapa saat kemudian, ayahnya yang pintar seperti biasa, menelepon Jamie dengan suara menggebu-gebu. "Nak, gila! Tikus yang kamu perintahkan aku untuk menyelidikinya, haruskah aku mencincangnya? Dia... dia pria berengsek yang tidak pantas hidup di dunia ini!" "Bukti apa saja yang ayah temukan? Apakah benar dia menyiksa putrinya?" tanya Jamie dengan suara tenang saat mendengarkan ayahnya yang mengomel di seberang tentang masalah tikus ini. Berikut versi kalimatmu yang sudah diubah menjadi lebih formal meski tetap menggunakan sapaan "aku"
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men