Bugh!Aziya memukul Galih sekuatnya. Siapa yang bisa menolongnya saat ini kecuali dirinya sendiri? Berada di kamar berduaan saja dengan Galih, dia tidak bisa membiarkan pria ini berbuat kurang ajar sesuka hatinya.Galih meringis kesakitan karena lengannya mendapatkan sasaran tinju yang sangat kuat. Akan tetapi anehnya rasa sakit itu membuatnya semakin bersemangat menggoda Aziya."Uh, kenapa kamu memukulku? Tak ada yang melihat meskipun kita bersenang-senang, kau juga istriku sekarang, jangan terlalu jual mahal, oke?""Jual mahal? Ya, aku memang terkesan murahan bukan? Demi uang aku harus melayani lelaki psikopat sepertimu. Hentikan, atau aku akan berteriak sekarang!" ancamnya garang.Pria itu malah tertawa mengejek."Yang bener saja, apa kau tak malu mengatakan pada semua orang kalau sedang kuperkosa? CK, kau terlalu serius padahal aku cuma menggodamu."Menggoda katanya? Apa wajar candaan itu dengan ciuman seorang pria? Dasar mesum! rutuknya.Akan tetapi selagi berdebat pintu kamar di
Mereka bangun bersamaan dan sama-sama terkejut. Mendapati tubuh mereka tanpa busana membuat mereka berlarian mencari pakaian masing-masing.Kepala masih terasa berat dan pusing seperti orang yang baru saja mabuk berat."Apa yang kau lakukan? Sudah kubilang menjauhlah dariku tapi kau malah masuk selimutku," gerutu Aziya begitu kesal."Kau kira aku mau melakukannya? Aku tahu diri untuk tidak sampai terjadi hal seperti ini, tapinkau malah menggodaku," kata Galih menolak disalahkan."Menggodamu? Mana mungkin? Aku harus berpikir seratus kali kalau harus menyerahkan tubuhku padamu.""Nyatanya? Kenapa kau tidak menolakku?!"Aziya melotot tajam, kesal karena Galih berusaha menyalahkan dirinya padahal dirinya hanyalah korban. "Kau selalu saja egois!""Apa? Aku egois? Yang benar saja? Kau tahu berapa uang yang aku keluarkan demi membuat hidup kamu kayak?!""Oh, jadi kau mengungkit semua uang yang kau berikan?! Baik, sekarang aku akan pergi dari hidup kalian, aku sudah muak!!"Aziya mengambil t
Aziya sudah menelan habis isi cangkir mungil itu. Menikmati rasa yang nikmat dari paduan dedaunan herbal dan juga akar apapun namanya, terasa asing tapi memang menyegarkan."Kenapa? Kau seperti melihat hantu?" jawab Aziya keheranan."Kau meminum semua teh itu?""Benar, kau bilang ini demi kesehatan kita, dan aku merasa tubuhku memang fit setelah minum ramuan teh ini. Aku merasa sangat capek sekarang, dan mungkin teh ini akan membantuku memulihkan tubuhku."Jawaban Aziya membuat Galih menelan ludah kasar. Apakah wanita itu sungguh tak tahu kalau sedang masuk perangkap ibunya? Apa dia tidak tahu malam yang begitu bergairah dan membuat mereka lupa segalanya adalah akibat dari teh tersebut?"Jadi... apa yang membuat kamu terkejut seperti melihat hantu begitu?" kata Aziya dengan mimik polosnya.Galih sangat ragu untuk menjelaskan semuanya. Apa yang terjadi jika ia menceritakan atas apa yang dilakukan ibunya. Bisa saja Aziya marah dan tidak lagi menghormati ibunya."Tidak ada, hanya saja se
Mendengar jawaban putrinya, pria itu terbelalak kaget. Selama ini putrinya memang selalu bersikap manja, namun ia tidak pernah berpikir soal pemikiran jahatnya ini. Mengencani dua kakak beradik pria hanya karena bersenang-senang, lalu memilih pria yang lebih menguntungkan. Apa yang ia rencanakan sebenarnya?"Jangan lakukan itu Isabella, kau akan menyakiti mereka. Sekarang biarkan hal itu menjadi masa lalu.""Tapi ayah...""Kau harus pulih segera supaya bisa menyelesaikan hal itu, ayah akan membantumu agar tidak terjadi salah faham diantara mereka. Selain itu...""Kenapa ya?"Pria itu termenung sebentar, haruskah ia berterus-terang bahwa Galih sudah menikahi seorang wanita? Ya, pernikahan itu bahkan belum lama ini dan pasti akan membuat Isabella sangat terkejut.Akan tetapi bukankah kebenaran itu lebih baik daripada kebohongan yang menyedihkan?"Ah sudahlah, nanti kalau kau sudah sehat, kau bisa memberikan kejutan padanya. Oke?""Hmm, itu ide bagus, ayah. Aku akan membuatnya terkejut."
Aziya terpaku dalam pertanyaan Galih itu yang seolah perduli dengan perasaannya. Apakah itu mungkin? Bahkan dirinya tak ubahnya sebagai tawanan yang tidak pernah bisa menyelamatkan diri dan harga dirinya.Ia harus mengakui bahwa hatinya hancur karena bercerai dengan Reza dalam keadaan memiliki dua putra, dan sejenak ia bernapas dalam masalah ekonomi di sisi pria kaya ini. Lalu apakah ia punya hak untuk memikirkan perasaannya?"Aku tidak merasakan apapun untuk dikhawatirkan, apakah itu penting bagimu? Aku cuma sandera yang menunggu nasib saja," jawabnya singkat sambil memandang ke arah luar kendaraan yang mereka tumpangi.Meskipun Aziya tahu di luar sana gelap dan hanya melihat sedikit cahaya yang terkadang memantul di kaca mobil."Tentu saja, kau juga manusia sepertiku, aku mengerti perasaanmu, tentang bagaimana kita menjalani semua ini. Aku minta maaf karena telah membuatmu terluka, tapi sebenarnya... aku merasa membutuhkan orang sepertimu. Bersabarlah sebentar lagi, aku ingin memast
Mendengar itu, Aziya menelan ludah kasar. Rasa sakit makin menusuk di dadanya.Tidak, seharusnya dia merasa puas dan senang atas keputusan Galih untuk melepaskan dirinya. Bukankah itu yang dia maksudkan tadi?Mereka telah kembali ke Villa. Aziya dan Galih mengambil posisi tidurnya masing-masing.Galih terlihat sangat lelah dan iapun merebahkan tubuhnya di sofa. Meskipun ia sebenarnya tidak bisa memejamkan matanya saat teringat keinginan Aziya untuk pergi.Begitu juga Aziya, ia diam di dalam selimutnya tanpa bisa memejamkan matanya karena merasa terpukul dengan keinginan Galih untuk mengakhiri semuanya.Pagi harinya mereka terlihat bangun kesiangan. Baik Galih ataupun Aziya merasakan tubuhnya sangat letih.Merasa sudah siang, secara tidak sengaja mereka sama-sama bergegas ke kamar mandi dan bertemu tepat di pintu kamar mandi.Kebetulan Aziya lebih dulu melangkah dan sebelah kakinya sudah masuk di lantai kamar mandi."Aku duluan, pergilah ke tempatmu dulu," pinta Aziya."Kenapa begitu,
Aziya masih menatap dengan hati yang bergolak. Setidaknya inilah kata-kata yang ia ingin untuk mendengar dari pria ini, inilah yang ia inginkan selama ini. Mana mungkin ia menolak kesempatan ini?"Ka-u serius?"Galih mengangguk pasti, ia memang sedang berusaha mewujudkan semua itu, keinginan orang tuanya yang berharap ia hidup layak, memiliki istri dan anak di usianya. Bukan di dalam harapan kosong menunggu wanita yang sekarat... ia harus membuat Aziya bertahan di sisinya lalu ia akan mencintai wanita ini selamanya."Aku yakin menyukaimu, Aziya. Kau harus mengerti itu," lirihnya di telinga Aziya membuat Aziya membalas pelukan Galuh yang erat dan hangat, sehangat hatinya saat ini.Sementara itu, seorang wanita paruh baya merasa lega mendengar pembicaraan di dalam kamar putranya. Bukan sengaja menguping, tadi mereka bertengkar keras dan membuatnya begitu khawatir.Akan tetapi setelah mendengar apa yang terjadi barusan, ia justru merasa mereka dalam perkembangan yang sangat luar biasa.S
Batin Aziya mencelos, saat Galih merawat Isabella penuh perhatian. Pria itu tidak menoleh sedikitpun ke arahnya, seolah dirinya tidak pernah ada di hatinya.Iapun menjauh, menyingkir dari pemandangan yang menyesakkan dadanya itu.Padahal, mereka baru saja menikmati hari-hari yang indah, dan sekarang cobaan itu datang lagi.Di kamarnya, Aziya menangis sendirian.Apakah dia berhak untuk menangis seperti ini? Bukankah inilah kenyataan yang dulu sudah pernah ia pikirkan?"Baiklah, terserah saja, aku akan menerima saja apapun keputusanmu nantinya. Aku yakan perduli lagi," katanya pelan, berbicara pada dirinya sendiri. Iapun memeluk sebuah bantal dan menikmati tidurnya yang bahkan belum menjelang siang. Ia ingin bersikap tak perduli dengan semua yang akan dilakukan Galih saat ini, meskipun batinnya sangat sakit.Galih mencari keberadaan Aziya, akan tetapi saat melihat Aziya bergumul di tempat tidur, iapun memutuskan untuk menemani Isabella.Ia tidak mau mengganggu istrinya yang sedang isti