Aziya masih menatap dengan hati yang bergolak. Setidaknya inilah kata-kata yang ia ingin untuk mendengar dari pria ini, inilah yang ia inginkan selama ini. Mana mungkin ia menolak kesempatan ini?"Ka-u serius?"Galih mengangguk pasti, ia memang sedang berusaha mewujudkan semua itu, keinginan orang tuanya yang berharap ia hidup layak, memiliki istri dan anak di usianya. Bukan di dalam harapan kosong menunggu wanita yang sekarat... ia harus membuat Aziya bertahan di sisinya lalu ia akan mencintai wanita ini selamanya."Aku yakin menyukaimu, Aziya. Kau harus mengerti itu," lirihnya di telinga Aziya membuat Aziya membalas pelukan Galuh yang erat dan hangat, sehangat hatinya saat ini.Sementara itu, seorang wanita paruh baya merasa lega mendengar pembicaraan di dalam kamar putranya. Bukan sengaja menguping, tadi mereka bertengkar keras dan membuatnya begitu khawatir.Akan tetapi setelah mendengar apa yang terjadi barusan, ia justru merasa mereka dalam perkembangan yang sangat luar biasa.S
Batin Aziya mencelos, saat Galih merawat Isabella penuh perhatian. Pria itu tidak menoleh sedikitpun ke arahnya, seolah dirinya tidak pernah ada di hatinya.Iapun menjauh, menyingkir dari pemandangan yang menyesakkan dadanya itu.Padahal, mereka baru saja menikmati hari-hari yang indah, dan sekarang cobaan itu datang lagi.Di kamarnya, Aziya menangis sendirian.Apakah dia berhak untuk menangis seperti ini? Bukankah inilah kenyataan yang dulu sudah pernah ia pikirkan?"Baiklah, terserah saja, aku akan menerima saja apapun keputusanmu nantinya. Aku yakan perduli lagi," katanya pelan, berbicara pada dirinya sendiri. Iapun memeluk sebuah bantal dan menikmati tidurnya yang bahkan belum menjelang siang. Ia ingin bersikap tak perduli dengan semua yang akan dilakukan Galih saat ini, meskipun batinnya sangat sakit.Galih mencari keberadaan Aziya, akan tetapi saat melihat Aziya bergumul di tempat tidur, iapun memutuskan untuk menemani Isabella.Ia tidak mau mengganggu istrinya yang sedang isti
Galih bengong dengan ucapan ibunya. Ia tak mengerti apakah situasi ini begitu genting sehingga ibunya harus mengatakan yang demikian?"Menyesal? Apa maksud ibu sebenarnya?"Secara tidak sengaja Galih melihat ke arah atas jendela kamarnya dan melihat pantulan bayangan Aziya sedang melihatnya."Astaga, apakah maksud ibu adalah Aziya? Apa yang dikatakan wanita ini sehingga ibu sangat marah?" gumamnya."Sayang, apa yang ibu katakan? Apakah ada sesuatu yang penting?" tiba-tiba pelukan Isabella dari belakang membuat Galih terkejut.Ia masih bisa melihat Aziya memalingkan wajahnya dan pergi dari tempat tersebut.Galih bisa merasakan tatapan yang begitu tajam padanya.Tapi karena pelukan Isabella, iapun memutar tubuhnya."Isabella... kau sudah lebih baik sekarang? Ayo kita bersiap, aku akan mengantarmu pulang ke rumah orang tuamu."Isabella tersenyum."Tentu, ayo kita ke rumahku, tapi jangan katakan kalau kau sudah menikah, ya? Aku tidak mau ayah ibuku tahu saat ini, aku sangat malu karena dic
Galih termenung sendiri, suasana lengang membuat ganjalan penuh di hatinya.Ia teringat bagaimana Aziya mengatakan hendak pergi ke suatu tempat untuk berlibur dengan kedua anaknya. Tapi kemana?"Dia anggap apa aku ini? Aku suaminya, tapi bahkan dia tidak memberitahu kemana mau pergi. Ah, terserahlah, nanti juga balik sendiri. Dia pasti membutuhkan aku dan uangku, jadi aku hanya perlu menunggu saja."Lalu iapun menarik napas dalam. Iapun teringat dengan janjinya bertemu dengan Isabella di perusahaan. Ia telah berjanji untuk memberikan training untuk Isabella supaya bisa bekerja di perusahaan ayah Isabella sendiri nantinya. Ia tidak bisa menolak ayah Isabella yang meminta tolong padanya.Sementara itu Aziya sudah bersama beberapa temannya di sebuah restoran yang baru saja dirintis sahabatnya."Kau sudah memikirkannya, restoran ini nggak jauh dari perusahaan itu, apa tidak terlalu mudah baginya untuk menemukan kamu? Dan juga anak-anak... mereka juga kan harus bersekolah?""Aku mengerti,
Tangan Galih gemetaran hebat. Ia menatap penuh cemas pada layar televisi yang menampakkan jalannya kecelakaan pesawat tersebut.*** ...Dinyatakan pesawat yang membawa penumpang 287 penumpang dewasa dan sembilan penumpang anak-anak itu belum diketahui nasibnya... ***Keterangan tersebut membuatnya semakin gagap, seakan yakin bahwa Aziya dan kedua anaknya mengalami kejadian naas tersebut."Tidak mungkin! Tidak mungkin!" Galih bangkit dari duduknya dan menyambar jas miliknya. Ia harus memastikan sesuatu, ia tidak percaya akan mengalami hal ini."Galih! Kamu mau kemana?" Isabella memanggilnya, tapi pria itu tak menggubris. Ia hanya fokus dalam pikirannya yang cemas dengan kondisi Aziya dan juga Humaira.Galih menghubungi pihak bandara, untuk memastikan keberangkatan pesawat ke Malaysia pada hari ini.Akan tetapi sambungannya sangat sulit. Sepertinya pihak bandara sedang dilanda kesibukan luar biasa.Sesampainya di bandara, Galih bergegas mencari informasi. Iapun menuju sebuah kantor maska
Satu bulan berlalu, korban yang ada dalam kecelakaan pesawat tersebut belum bisa dievakuasi karena cuaca buruk. Hal itu membuat Galih seperti mayat hidup yang tidak bisa lagi tersenyum.Kesedihan itu begitu menyayat hatinya. Bahkan Isabella tidak mampu untuk mendekati atau menghiburnya.Galih cenderung dingin dan berdiam diri seperti tidak perduli dengan yang disekitarnya."Di mana kau memesan masakan ini?" tanya Galih pada asistennya. Ia merasa aroma masakan tersebut berbeda dari biasanya."Ekhem... maaf Tuan, restoran langganan kita sedang libur dalam beberapa hari, dan saya terpaksa membelinya dari restoran seberang. Jika tuan tidak suka...""Tidak, aku menyukainya. Kau bisa membelinya dari restoran itu lagi."Asisten itu langsung bernapas lega. Biasanya Galih akan sangat pemilih jika bukan dari restoran pelanggan."Baik, Tuan."Asisten itu langsung beranjak hendak pergi, tapi Galih memanggilnya."Oh ya, apa ada informasi soal korban kecelakaan pesawat itu?""Benar Tuan, beberapa
Keesokan harinya, Aziya tidak bisa terbangun dan hanya meringkuk di tempat tidur. Rasanya lemah dan membuatnya ingin bermalas-malasan.Saat melihat Via datang dengan berbagai macam bahan makanan, ia beranjak dengan sangat malas."Kau kenapa? Kalau kurang enak badan, cepat sana beli obat. Kau bisa ke dokter dan meminta resep obat.""Iya Vi, rencananya aku memang mau ke dokter siang ini, tapi setelah memasak pesanan pelanggan.""Nggak perlu, Zi. Kau bisa pergi ke dokter dan beristirahat. Biar aku yang menyelesaikan."Aziya merasa tak enak kalau harus meninggalkan pekerjaan, tapi tidak ada pilihan lain karena tubuhnya memang lemah. Iapun beranjak ke meja kerja untuk melihat list pesanan hari ini. Setidaknya ia akan membantu Via sedikit pekerjaan itu dengan merapikannya.Ia terkejut kemudian setelah membaca semua list pesanan ternyata ada nama Galih purnama di sana."Galih... dia memesan ayam kecap? Dia sungguh tak berubah...," gumamnya. Ia teringat dengan seleranya saat ini, ia sungguh t
Anggap saja seperti itu, bahwa Guntur telah merayu Isabella untuk menjadi kekasihnya. Semua orang tahu bahwa Guntur dulu adalah seorang bad boy.Rayuan gombal seorang anak muda yang selalu penuh sensasi membuat Isabella juga merasa terhanyut dalam buaian Guntur.Akan tetapi semua itu memudar saat dia tahu bahwa Guntur hanyalah anak angkat Gala Purnama.Sebelum semua itu benar-benar berakhir, kecelakaan maut itu terjadi.Mereka harus menjalani kehidupan baru dan ternyata sangat berbeda keadaannya."Isabella... kau adalah kekasih kakakku, tapi semua kebaikanku kau tanggapi berbeda. Aku merasa sulit untuk menolakmu saat itu. Akan tetapi seharusnya kita mengerti sekarang, bahwa kau juga bukan type wanita yang kusukai," terang Guntur.Isabella kecewa mendengarnya. Ia tak menyangka Guntur mengingat segalanya saat ini. Lalu apa semua itu telah membuat dirinya hilang harapan? Apa yang harus ia lakukan?"Kau mempermainkan aku, Guntur? Aku juga tidak melupakan bagaimana kau berusaha membuatku t