Keesokan harinya, Aziya tidak bisa terbangun dan hanya meringkuk di tempat tidur. Rasanya lemah dan membuatnya ingin bermalas-malasan.Saat melihat Via datang dengan berbagai macam bahan makanan, ia beranjak dengan sangat malas."Kau kenapa? Kalau kurang enak badan, cepat sana beli obat. Kau bisa ke dokter dan meminta resep obat.""Iya Vi, rencananya aku memang mau ke dokter siang ini, tapi setelah memasak pesanan pelanggan.""Nggak perlu, Zi. Kau bisa pergi ke dokter dan beristirahat. Biar aku yang menyelesaikan."Aziya merasa tak enak kalau harus meninggalkan pekerjaan, tapi tidak ada pilihan lain karena tubuhnya memang lemah. Iapun beranjak ke meja kerja untuk melihat list pesanan hari ini. Setidaknya ia akan membantu Via sedikit pekerjaan itu dengan merapikannya.Ia terkejut kemudian setelah membaca semua list pesanan ternyata ada nama Galih purnama di sana."Galih... dia memesan ayam kecap? Dia sungguh tak berubah...," gumamnya. Ia teringat dengan seleranya saat ini, ia sungguh t
Anggap saja seperti itu, bahwa Guntur telah merayu Isabella untuk menjadi kekasihnya. Semua orang tahu bahwa Guntur dulu adalah seorang bad boy.Rayuan gombal seorang anak muda yang selalu penuh sensasi membuat Isabella juga merasa terhanyut dalam buaian Guntur.Akan tetapi semua itu memudar saat dia tahu bahwa Guntur hanyalah anak angkat Gala Purnama.Sebelum semua itu benar-benar berakhir, kecelakaan maut itu terjadi.Mereka harus menjalani kehidupan baru dan ternyata sangat berbeda keadaannya."Isabella... kau adalah kekasih kakakku, tapi semua kebaikanku kau tanggapi berbeda. Aku merasa sulit untuk menolakmu saat itu. Akan tetapi seharusnya kita mengerti sekarang, bahwa kau juga bukan type wanita yang kusukai," terang Guntur.Isabella kecewa mendengarnya. Ia tak menyangka Guntur mengingat segalanya saat ini. Lalu apa semua itu telah membuat dirinya hilang harapan? Apa yang harus ia lakukan?"Kau mempermainkan aku, Guntur? Aku juga tidak melupakan bagaimana kau berusaha membuatku t
Sosok mungil yang dulu selalu ia idamkan, tapi kenapa sekarang terasa sangat berat di hatinya?Memiliki anak lagi bukan masalah, tapi sekarang ia bahkan tidak punya tempat kembali kecuali mendompleng pada Via temannya."Haruskah aku kembali padanya dan mengatakan soal janin ini?" lirihnya nyaris tak terdengar.Membayangkan betapa Galih tak perduli pada saat terakhir hatinya mulai sakit dan marah. Pria itu pasti akan mengejeknya jika ia mengatakan telah hamil dari hubungan mereka. "Tidak, bahkan sebaiknya aku pergi saja dari hidupnya sejauh mungkin," ujarnya sambil terus menatap ke layar monitor USG."Usianya enam Minggu, dia sehat," kata dokter itu menginterupsi lamunannya."Oh, syukurlah, Dokter," katanya sedikit terkejut dengan senyuman dipaksakan."Ini pasti akan membuat suamimu bahagia, selamat," kata dokter itu menyelamati.Setelah selesai pemeriksaan dan resep vitamin, Aziya melangkah pergi dari klinik tersebut dalam hati yang gundah. Menjalani kehidupan seorang ibu tunggal san
Galih mengambil ponsel ayahnya, melihat kebenaran gambar yang telah ayahnya dapatkan dari seseorang. Ia sungguh penasaran dan sangat berharap semua itu benar adanya.Dengan menatap layar ponsel tak berkedip, Galih melihat sisi itu dan wajahnya langsung berubah. Terlihat senyum bercampur cemas menjadi satu."Ini Humaira ayah, ibu... mereka benar-benar masih hidup," ucapnya bergetar. "Dimana ini? Aku harus mencarinya sendiri," katanya lagi."Tenanglah Galih... kita akan mencarinya, tapi kau harus tenang.""Bagaimana bisa ayah, bagaimana aku bisa tenang? Rasanya aku sudah hampir gila karena tidak bisa menemukan mereka. Dan sekarang aku percaya, bahwa mereka memang masih hidup dan tinggal tak jauh dari kita, aku harus mencarinya sebelum aku menjadi semakin gila."Setelah mengatakannya, kini Galih memperhatikan secara seksama lokasi dimana foto itu diambil. Sayangnya ia tak mengenali tempat tersebut.Dengan cepat Iapun mengirimkan gambar tersebut kepada salah seorang asistennya."Ayah, ibu
Alih-alih menggubris ancaman Arkan, Galih malah sangat bersemangat karena mendapatkan titik terang keberadaan Aziya dan kedua anaknya."Menelantarkan katanya? Mana mungkin aku sekejam itu, mereka yang pergi dariku dengan kejam, aku tidak mungkin membiarkan mereka hidup dalam kekacauan," omel Galih pada dirinya sendiri saat melaju dengan kencang menuju Bandara. Ia harus mendapatkan mereka bagaimanapun juga."Kalian mau kemana? Kenapa harus pergi? Ah tidak, bahkan aku masih trauma soal kecelakaan itu," ocehnya penuh kekhawatiran.Membayangkan hari-hari mendapatkan berita kecelakaan itu, rasanya Galih sudah sangat putus asa. Hidupnya serasa tidak lagi berguna dan penyesalan menyiksanya setiap waktu."Kau tidak boleh pergi, Aziya. Kau harus kembali padaku," katanya.Sementara itu, Arkan menghampiri Aziya dan kedua anaknya."Kau terlihat sangat pucat dan kurus, Aziya. Apa kau sedang sakit?" tanya Arkan sembari memperhatikan wajah Aziya yang tirus. "Apa kau tak bahagia hidup bersama Galih?
Arkan tersenyum kecut, "Bagaimana aku tau kau menyesal atau tidak? Kau suaminya, kau juga kaya, tapi dia tidak terlihat bahagia atau menuruti apa yang kau mau. Hubungan macam apa yang terjadi diantara kalian?" cibir Arkan mencemooh Galih."Sial! Ini bukan urusanmu!""Benarkah? Aziya tadi bilang... aku mungkin punya kesempatan untuk bisa bersama dengannya, kalian sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi bukan?" kata Arkan semakin menggoda emosional Galih. Arkan hanya ingin tahu sebenarnya seberapa besar Galih mencintai Aziya.Galih sangat marah sekarang. Hidupnya serasa semakin kacau. Batu saja kehilangan Aziya karena wanita itu telah lepas landas, sekarang Arkan berbicara omong kosong."Apa maksudmu tidak ada apa-apa? Dia istriku, aku tidak akan membiarkan siapapun memilikinya!" katanya sambil mencengkram kerah leher kemeja Arkan."Ssst, lepaskan tanganmu, banyak orang di sini yang melihat kita," kata Arkan, berusaha melepaskan cengkraman Galih."Begini saja, aku akan berusaha mendekatin
"Deo Anggara adalah putra sulungku yang bekerja di entertainment. Aku benci melihatnya selalu membawa wanita jalang pulang ke rumah. Akhir-akhir ini aku bersyukur dia sudah tidak lagi melakukannya, tapi kau tetap harus berhati-hati, aku tidak suka kalau dia sampai mengganggumu," begitu kata wanita itu memperingatkan Aziya dari putranya sendiri."Baiklah, Bibi. Aku malah merasa menjadi beban di rumah ini.""Tidak Aziya, kau samasekali bukan beban, tapi kau malah menjadi hiburan bagiku. Dan ini, aku juga sudah menyiapkan semua kebutuhan kamu dari pakaian dan juga perlengkapan di ruangan ini, jadi kau bisa leluasa di dalam sini."Aziya tertegun dengan semua yang diberikan bibi Elena untuknya. Kamar besar itu lebih seperti sebuah apartemen mewah yang sudah komplit dengan dapur minimalis dan juga kamar mandi dengan bathtub. Ditambah lagi balkon yang bisa melihat pemandangan sebuah taman di samping rumah."Tapi ini terlalu berlebihan, Bibi," ujar Aziya, ia hanya bisa merasa sangat berhutang
Aziya benar-benar terkejut, ucapan Deo seperti mengintimidasi dirinya saat ini."Apa maksudmu? Apa yang harus diikuti? Aku tidak pernah berpikir seperti itu, sebab keadaan seseorang di dalam pernikahan bukankah tidak bisa diprediksi?" kata Aziya balik bertanya."Siapa sih yang mau pernikahannya hancur? Pastilah tidak ada yang berharap kehancuran itu terjadi.""Kau sangat kejam karena memisahkan anak dari ayahnya, bukankah itu jejak yang sama dengan ibuku?"Aziya yang merasa dihakimi semakin kesal."Terserah! Kau tahu, lelaki semacam kamu adalah lelaki yang sama dengan ayah kedua anakku. Siapa yang kejam sebenarnya ini? Tentu saja pria brengsek yang tidak tahu perasaan seorang wanita, bukankah begitu?!"Deo langsung tersenyum saat ia dikatai brengsek oleh seorang wanita lusuh seperti Aziya. Hidupnya yang biasa bersenang-senang dengan wanita cantik cukup heran dengan nyali Aziya."Justru karena aku sangat memahami perasaan wanita, itulah sebabnya aku sudah mengatakan bahwa aku tidak aka