Arkan tersenyum kecut, "Bagaimana aku tau kau menyesal atau tidak? Kau suaminya, kau juga kaya, tapi dia tidak terlihat bahagia atau menuruti apa yang kau mau. Hubungan macam apa yang terjadi diantara kalian?" cibir Arkan mencemooh Galih."Sial! Ini bukan urusanmu!""Benarkah? Aziya tadi bilang... aku mungkin punya kesempatan untuk bisa bersama dengannya, kalian sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi bukan?" kata Arkan semakin menggoda emosional Galih. Arkan hanya ingin tahu sebenarnya seberapa besar Galih mencintai Aziya.Galih sangat marah sekarang. Hidupnya serasa semakin kacau. Batu saja kehilangan Aziya karena wanita itu telah lepas landas, sekarang Arkan berbicara omong kosong."Apa maksudmu tidak ada apa-apa? Dia istriku, aku tidak akan membiarkan siapapun memilikinya!" katanya sambil mencengkram kerah leher kemeja Arkan."Ssst, lepaskan tanganmu, banyak orang di sini yang melihat kita," kata Arkan, berusaha melepaskan cengkraman Galih."Begini saja, aku akan berusaha mendekatin
"Deo Anggara adalah putra sulungku yang bekerja di entertainment. Aku benci melihatnya selalu membawa wanita jalang pulang ke rumah. Akhir-akhir ini aku bersyukur dia sudah tidak lagi melakukannya, tapi kau tetap harus berhati-hati, aku tidak suka kalau dia sampai mengganggumu," begitu kata wanita itu memperingatkan Aziya dari putranya sendiri."Baiklah, Bibi. Aku malah merasa menjadi beban di rumah ini.""Tidak Aziya, kau samasekali bukan beban, tapi kau malah menjadi hiburan bagiku. Dan ini, aku juga sudah menyiapkan semua kebutuhan kamu dari pakaian dan juga perlengkapan di ruangan ini, jadi kau bisa leluasa di dalam sini."Aziya tertegun dengan semua yang diberikan bibi Elena untuknya. Kamar besar itu lebih seperti sebuah apartemen mewah yang sudah komplit dengan dapur minimalis dan juga kamar mandi dengan bathtub. Ditambah lagi balkon yang bisa melihat pemandangan sebuah taman di samping rumah."Tapi ini terlalu berlebihan, Bibi," ujar Aziya, ia hanya bisa merasa sangat berhutang
Aziya benar-benar terkejut, ucapan Deo seperti mengintimidasi dirinya saat ini."Apa maksudmu? Apa yang harus diikuti? Aku tidak pernah berpikir seperti itu, sebab keadaan seseorang di dalam pernikahan bukankah tidak bisa diprediksi?" kata Aziya balik bertanya."Siapa sih yang mau pernikahannya hancur? Pastilah tidak ada yang berharap kehancuran itu terjadi.""Kau sangat kejam karena memisahkan anak dari ayahnya, bukankah itu jejak yang sama dengan ibuku?"Aziya yang merasa dihakimi semakin kesal."Terserah! Kau tahu, lelaki semacam kamu adalah lelaki yang sama dengan ayah kedua anakku. Siapa yang kejam sebenarnya ini? Tentu saja pria brengsek yang tidak tahu perasaan seorang wanita, bukankah begitu?!"Deo langsung tersenyum saat ia dikatai brengsek oleh seorang wanita lusuh seperti Aziya. Hidupnya yang biasa bersenang-senang dengan wanita cantik cukup heran dengan nyali Aziya."Justru karena aku sangat memahami perasaan wanita, itulah sebabnya aku sudah mengatakan bahwa aku tidak aka
Dari dekat, barulah Via mengerti siapa yang sedang berada di restoran miliknya. Dia adalah Galih, pria brengsek yang mempermainkan perasaan sahabatnya. Dia adalah seorang pria yang menjadikan pernikahan sebuah permainan, bagaimanapun ia tidak bisa menerima perlakuan lelaki ini pada sahabatnya."Apa ini? Kenapa makanan restoran kita dikembalikan? Sebaiknya komplain harus ditangani dengan tegas karena bisa jadi seseorang sedang berusaha merusak reputasi restoran kita," kata Via, ia bersedekap ketus saat berbicara pada karyawannya demi menyinggung Galih."Begini Bu... ""Ini restoran ku, kalau tidak suka siapapun boleh mencari restoran lain tanpa melakukan perbuatan-perbuatan tidak hormat."Galih juga heran, apa yang telah membuat wanita ini tersinggung? Tentu saja ia akan membayar penuh semua yang dia beli, tanpa mengurangi rasa hormat. Akan tetapi ia tidak bisa menelan masakan yang baru saja dihidangkan. Ia harus membeli makanan yang lain dan tidak berbau amis.Galih berdiri, berhadapa
Elena begitu tercengang dengan putra yang dengan terang-terangan berani melamar Aziya, tamu terhormatnya. Ia tidak bisa membayangkan perasaan Aziya saat ini, apakah wanita itu baik-baik saja mendengarkan ocehan putranya?"Pergilah, Deo, kau tidak harus mengganggu kami," tegas ibunya mengusir putranya."Astaga, ibu sangat protektif sama dia, aku jadi penasaran, sebenarnya siapa sih yang anak ibu," gerutunya tapi tetap menurut pergi karena Aziya terlihat canggung. "Biasanya, ibu yang memohon supaya aku datang, tapi sekarang ibu malah mengusirku, tapi baiklah... demi calon menantu ibu, aku rela buat pergi," oceh Deo lagi.Elena menggelengkan kepalanya karena kelakuan Deo yang sangat membuatnya resah. "Maafkan Deo, Aziya. Dia memang suka jadi biang kerok kalau di rumah," terang wanita itu karena menyesali suasana yang tadi tenang malah jadi tegang karena ulah Deo."Nggak apa-apa, Bibi, Deo memang masih suka bebas, sehingga ia mengatakan apapun yang dia mau," jawab Aziya."Benar katamu, a
"Kau yakin?" sekali lagi Reza bertanya soal kesanggupan Davina merawat kedua anaknya. Hanya saja siapa yang akan mbawa mereka datang?"Aku yakin, Mas. Aku bisa menjaga mereka kok."Reza termenung, ia bahkan belum memikirkan hal lain. Ia tidak yakin Davina bisa sebaik Aziya dalam merawat kedua anaknya, mengingat Davina selalu sibuk dengan hal-hal di luar rumah."Kita akan memikirkannya nanti, Davina. Selain itu kalian mengatakan bahwa Aziya berada di Malaysia di rumah kerabat kalian, akan sulit kalau kita harus ke Malaysia mengambilnya, aku yakin Aziya tidak akan melepaskan anak-anak.""Tenang saja, Mas. Aku tahu di mana rumah bibi Elena. Kita akan mengambilnya diam-diam tanpa sepengetahuan Aziya."Reza sebenarnya merasa ragu, tapi ia sangat penasaran dimana Aziya sekarang berada, dan bagaimana kondisinya saat ini. Apa yang sebenarnya terjadi pada wanita itu sehingga harus pergi begitu jauh. Jadi ia memutuskan untuk mengiyakan saja ide Davina."Baiklah, tetapi terserah saja jika itu ya
Wanita yang sangat dikenali Reza karena telah menjadi istrinya itu berlari bersembunyi dibalik tubuh Reza dengan ketakutan. Ia menangis dan mengatakan, "Di-dia... melecehkanku, dia memaksaku berada di ruangan ini," ujarnya membuat empat atau lima orang yang ada di situ membuka telinganya lebar-lebar, merasa tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.Galih sangat terkejut, ini adalah fitnah dari mulut keji seorang perempuan, bawahannya sendiri. Bagaimana mungkin ia melecehkan seorang perempuan bersuami dan bahkan memiliki sejarah menyedihkan dengan istrinya."Davina... kau bicara... kau gila?!" pekik Galih. "Apa maksudmu, Davina? Mana mungkin pak Galih melecehkan....," kata yang lainnya."Apa kalian tidak melihatnya, bagaimana lelaki ini menarik pakaianku?" balasannya untuk meyakinkan semua orang yang ada di sana dengan menunjukkan robekan pada pakaiannya.Mereka saling melihat, antara percaya dan tidak. Hanya saja bukti yang ditunjukkan Davina membuat mereka ragu."Kalian p
Galih sungguh terperangah, disisi lain ia tahu Davina pasti punya rencana lain. Bagaimana mungkin ia tiba-tiba menjadi baik hati kepadanya?"Hmm, itu cukup menarik, tapi apa sebenarnya tujuan kamu sehingga berpikir untuk memberitahu keberadaan Aziya? Aku merasa khawatir kau punya tujuan lain, bukankah begitu?"Aziya tertunduk, Galih memang tidak sebodoh itu memahami sikapnya yang seketika ingin membantu."Saya hanya berpikir itu adalah informasi yang Pak Galih butuhkan, dan sebagai gantinya saya minta maaf atas kejadian tadi... uhmm, Pak Galih tahu sendiri, di sana ada Reza suamiku, aku tidak tahu harus bagaimana," ujarnya seolah-olah dia bisa mengatasi Galih dengan sandiwara palsu itu."Hanya itu yang kau mau?""Uhm... iya Pak," angguk Davina."Baik, sekarang katakan padaku di mana Aziya berada. Kalau perlu berikan nomor telepon yang bisa kuhubungi di sana."Wajah Davina langsung berubah senang, tak sia-sia ia berusaha meyakinkan Galih dan iapun mendapatkan pengampunan dari atasannya
"SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"Mana kutahu, sejak tadi cuma sambutan tapi belum juga kelihatan siapa orangnya," balas Aziya.Galih hanya tersenyum dan melihat ke arah podium. Acara sambutan masih dilangsungkan, dan iapun harus bersikap lebih terhormat karena sambutan itu memang untuk dirinya.Pembicaraan terputus setelah sebuah nama disebutkan."Mari kita perkenalan direktur muda baru kita malam ini. Beliau adalah Bapak Galih Purnama yang berasal dari Jakarta... mohon kehadirannya di podium...."Aziya yang mendengar hal itu langsung membelalakkan saking terkejut."Ka-kau...""Demi putraku, aku akan disini untuk kalian, Aziya," bisik Galih pada Aziya sejenak sebelum pria itu pergi menuju podium.Aziya masih gagap tak percaya. Bagaimana mungkin Galih mengatakannya. Bagaimana mungkin dia harus menjadi bawahan Galih untuk yang kedua kalinya."Oh tidak, apakah ini cuma mimpi?" gumamnya.###Setelah berlalu acara penyambutan tersebut Aziya masih belum bisa percaya. Ia telah terperangkap sekuat ini dalam kehidupan Galih
Arkan hanya memandang wanita itu tergesa berlari ke ruangannya, sementara itu Galih memandang dari sudut tersembunyi di dalam ruangan itu juga.Arkan menghampiri Galih."Kau harus berterimakasih kepadaku setelah ini," katanya memberikan ultimatum."Ah, bilang saja kamu nggak bakal memenangkan kompetisi ini, sehingga kau menyerahkan kekalahan mu sebelum memulai.""Jangan gila, kau punya anak darinya, aku tidak akan membuatnya semakin menderita hanya karena kalian berebut anak. Soal perasaan Aziya, apa kau mau coba aku merayunya?"Galih langsung mendelik, "Jangan coba-coba! Jangan pernah!"Arkan hanya nyengir melihat Galih ketakutan. Ia tak menyangka, lelaki yang terkenal wibawa dan piawai dalam bisnisnya ini hanya jatuh karena Aziya.Tuan Alfonso sangat mengakui kehebatan Galih sehingga ketika mereka membuat rencana menempatkan Galih di salah satu posisi perusahaan tersebut, pria tua itu samasekali tidak menolak. Itu karena kehebatan Galih memang tidak diragukan.Akan tetapi saat disen
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, memangnya aku bisa apa?""Tentu saja kau sangat bisa. Kau bahkan lebih baik dariku sekarang ini, aku bisa mengandalkan kamu tanpa ragu lagi, bukankah begitu?" kata Galih.Barulah Guntur mengerti bahwa Galih bermaksud menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya. Dan itu bukan masalah ringan karena semua akan mengalami kendala tanpa kehadiran Galih."Apa kau gila? Demi perempuan itu?""Hei, ayolah, demi aku, ya?""Tidak, aku juga punya tanggung jawab lebih besar sekarang ini, istriku sedang hamil, aku tidak mau membuatnya menderita karena sibuk dengan pekerjaan," ujarnya seolah menolak mentah-mentah kemauan Galih."Ayolah, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, Hmm? Kau harus melakukannya demi kita bersama, oke?""Tidak mau, aku tidak yakin untuk kepentingan bersama, apalagi yang lebih penting sekarang adalah Celine, aku tidak perduli padamu," ejek Guntur semakin membuat Galih kesal.Akan tetapi akhirnya Guntur tidak bisa mengelak karen
Putranya itu makin tersenyum aneh. Raut wajahnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahagia, haru dan entah apalagi yang membuat ayah ibunya penasaran. "Apa yang sebenarnya kau dapatkan di sana? Kau seperti kesurupan," kata ayahnya mengomentari sikap aneh putranya."Iya, ini juga merasa aneh dengan tingkahmu. Ada apa sih sebenarnya?"Lagi Galih tersenyum, menunjukkan sikap senang dan bahagia."Anak Aziya... namanya Azga, anak itu sangat mirip denganku, wajahnya... matanya... rambutnya...""Tunggu, kau bicara apa? Apa kaitannya dengan wajah anak Aziya dengan kemiripannya denganmu?" sang Ayah mulai punya firasat sesuatu.Begitu juga ibunya yang terlihat kebingungan dan menautkan alisnya."Apa maksudmu? Apa kalian tidak sekedar punya kemiripan? Astaga, apakah itu mungkin?" kata sang ibu terkejut sendiri.Galih mengangguk menunjukkan ucapan kedua orang tuanya benar, dugaan mereka benar meskipun itu hanya sekedar pengakuan Aziya."Dia tidak menikah atau menjal
"Tidak, aku tidak setuju, kau bisa saja menganggap itu bukan masalah. Akan tetapi bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa sebuah ikatan pernikahan? Setidaknya suatu hari sang anak harus tahu bagaimana rupa ayah yang sebenarnya. Aku ingin kau melakukan test DNA untuk memastikannya."Galih merenungi ucapan Leo. Mungkin ada baiknya ia melakukannya, memastikan apakah itu darah dagingnya atau bukan, meskipun itu semua tidak akan mengubah segalanya. ###Keesokan harinya Galih menemui Aziya.Ia sangat penasaran dan sangat berharap Aziya memberikan kesempatan untuknya bersama lagi apapun yang terjadi."Aziya... jelaskan padaku, kenapa kamu melakukan semua ini sehingga kau menghadapinya seorang diri semuanya. Aku ingin kau tahu bahwa semua ini begitu sulit bagiku," tanya pria itu sementara Aziya duduk di hadapannya dengan tertunduk.Aziya pun tahu, semua itu sulit bagi semuanya, untuknya juga. Akan tetapi waktu tidak mungkin terulang kembali. Apapun yang Galih ucapkan untuk menyalahkan diriny
Mata Galih membola, setelah mencerna apa yang baru saja ia dengar dari penjelasan Aziya."Maksudmu... kau tidak menikah tapi memiliki anak?""Uhm... maaf, itu...""Tunggu, katakan padaku, Aziya!" Aziya membeku, keringatnya sudah menetes di tengkuknya. Telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin karena cemas.Sementara itu tangan Galih mencengkram pundak Aziya menuntut penjelasan. Akan tetapi wanita itu diam seribu bahasa."Ada apa denganmu? Kenapa kamu diam?"Ketegangan terlihat diantara mereka sehingga Azga melihat mereka dengan ketakutan. Bocah itu menangis dan merengek menyaksikan Aziya dibentak sedikit kasar.Galih menoleh, melihat ke arah bocah yang menangis itu sementara hatinya bercampur aduk tak menentu. Ia menatap atas pola wajah bocah itu dan tatapan matanya, seolah mengenali garis wajahnya berada di sana.Aziya menangis, lalu iapun melepaskan diri dari Galih, ia merasa sangat sedih saat ini, akan tetapi iapun merasa lega karena Galih telah tahu maksud dan arah pembicar
Seolah Galih bisa tahu apa yang dirasakan wanita itu. Pria itu seperti tidak pernah putus asa untuk mengejarnya. Aziya bisa merasakan, meskipun Galuh berusaha bersikap hormat untuk menghargainya sebagai istri orang lain, Aziya bisa merasakan betapa Galih mencintainya."Kenapa kau berkata begitu?" jawab Aziya lemah."Karena aku melihat kamu tidak bahagia, Aziya. Jujur, aku merasa sakit dan tidak adil, aku tidak bisa melepaskan begitu saja jika kau seperti ini," kata Galih kemudian."Sama sepertiku, aku tidak bisa mencintai wanita lain setelah berpisah denganmu, dan maafkan aku karena terpaksa mengatakan semua ini, tapi itulah yang terjadi. Aku datang bukan karena tanpa tujuan... itu semua karena aku belum bisa melepaskan kamu bersama orang lain."Aziya tercenung dalam pikirannya yang kalut. Ia berfikir Galih telah bahagia bersama Isabella. Ya, ia pergi dengan hati yang perih di malam itu karena rasa cemburunya yang tak tertahankan. Ia merasa tidak percaya diri dan direndahkan oleh suam