Wanita yang sangat dikenali Reza karena telah menjadi istrinya itu berlari bersembunyi dibalik tubuh Reza dengan ketakutan. Ia menangis dan mengatakan, "Di-dia... melecehkanku, dia memaksaku berada di ruangan ini," ujarnya membuat empat atau lima orang yang ada di situ membuka telinganya lebar-lebar, merasa tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.Galih sangat terkejut, ini adalah fitnah dari mulut keji seorang perempuan, bawahannya sendiri. Bagaimana mungkin ia melecehkan seorang perempuan bersuami dan bahkan memiliki sejarah menyedihkan dengan istrinya."Davina... kau bicara... kau gila?!" pekik Galih. "Apa maksudmu, Davina? Mana mungkin pak Galih melecehkan....," kata yang lainnya."Apa kalian tidak melihatnya, bagaimana lelaki ini menarik pakaianku?" balasannya untuk meyakinkan semua orang yang ada di sana dengan menunjukkan robekan pada pakaiannya.Mereka saling melihat, antara percaya dan tidak. Hanya saja bukti yang ditunjukkan Davina membuat mereka ragu."Kalian p
Galih sungguh terperangah, disisi lain ia tahu Davina pasti punya rencana lain. Bagaimana mungkin ia tiba-tiba menjadi baik hati kepadanya?"Hmm, itu cukup menarik, tapi apa sebenarnya tujuan kamu sehingga berpikir untuk memberitahu keberadaan Aziya? Aku merasa khawatir kau punya tujuan lain, bukankah begitu?"Aziya tertunduk, Galih memang tidak sebodoh itu memahami sikapnya yang seketika ingin membantu."Saya hanya berpikir itu adalah informasi yang Pak Galih butuhkan, dan sebagai gantinya saya minta maaf atas kejadian tadi... uhmm, Pak Galih tahu sendiri, di sana ada Reza suamiku, aku tidak tahu harus bagaimana," ujarnya seolah-olah dia bisa mengatasi Galih dengan sandiwara palsu itu."Hanya itu yang kau mau?""Uhm... iya Pak," angguk Davina."Baik, sekarang katakan padaku di mana Aziya berada. Kalau perlu berikan nomor telepon yang bisa kuhubungi di sana."Wajah Davina langsung berubah senang, tak sia-sia ia berusaha meyakinkan Galih dan iapun mendapatkan pengampunan dari atasannya
"Maafkan aku, sepertinya aku tidak berpikir untuk menikah lagi meskipun harus bercerai dengan suamiku. Selain itu aku tidak mau lagi mendengar candaanmu lagi, karena itu sangat menyakiti perasaanku. Bisakah kau melakukannya untukku, Deo? Jika tidak, aku mungkin harus segera pergi dari rumah ini, supaya semua menjadi lebih baik untuk kita berdua," kata Aziya dan iapun pergi meninggalkan ruang makan tersebut, menahan rasa sakit dan beban yang begitu menghimpit dadanya.Ia bahkan harus meneteskan air matanya untuk yang kesekian kalinya, ia tak bisa menahan kesedihannya saat ini.Deo terpaku, ia menatap kepergian Aziya yang terlihat sangat kecewa padanya. Ia sedikit menyesal sekarang karena membuat Aziya sedih. Padahal ia bermaksud ingin menjadi bagian dari kehidupan Aziya dengan tulus."Sial! Kenapa mulutku selalu saja terlalu terburu-buru?" kesalnya pada dirinya sendiri.###"Davina, apa yang sebenarnya terjadi kemarin? Bisakah kau berterus terang kepadaku?" tanya Reza setelah tiga hari
Davina benar-benar tercekat dengan keputusan Reza saat ini. Bagaimana bisa lelaki ini berusaha mencampakkan dirinya setelah kesalahan kecil yang ia lakukan? Ini sungguh tidak masuk akal baginya.Ia menatap benci dan marah dengan pria itu, ia tidak sudi dengan ketidak adilan Reza."Mas... kau sadar dengan apa yang kau ucapkan? Bukankah aku melakukannya demi kita berdua? Bagaimana bisa hanya aku yang menanggung semuanya?" protes Davina."Hmm, terserah padamu, yang jelas aku hanya memberimu dua pilihan itu!""Tidak! Aku tidak mau bercerai, Mas!" jawab Davina sambil terus menggelengkan kepalanya.Reza tersenyum miring mendengar betapa ketakutannya Davina jika diceraikan, "Bagus, aku akan menerimamu dengan syarat kau harus menunjukkan di mana Aziya dan kedua anakku berada."Davina menggigit bibirnya pilu, ia tak tahu apakah ini rencana Reza sebenarnya, pria ini sungguh ingin berkumpul dengan mantan istrinya itu? Dia pun teringat dengan Galih yang juga berusaha mati-matian mencari keberada
Galih benar-benar kaget sehingga kedua bola matanya membola. Suasana tegang membuatnya terpaku pada gadis kecil yang melongok ke dalam mobilnya. "Om Direktur mau masuk rumah?" tanya gadis kecil itu kemudian."Humaira, bisakah masuk mobil ini saja?" kata Galih sedikit tergagap.Gadis itu tersenyum, akan tetapi menurut dengan permintaan Galih. Setelah masuk dan duduk manis di sana, bocah itu mengikuti pandangan Galih yang sedang melihat Reza dan Davina di sana, menunggu seseorang membuka pintu gerbang setelah menekan bel rumah."Sepertinya ayahmu datang, Humaira?" tanya Galih pada gadis itu."Entahlah, aku yakin ibu tidak tahu hal ini," jawab gadis itu singkat."Apakah ibu baik-baik saja، Humaira?"Gadis kecil itu mengangguk cepat dan tersenyum, seolah mengerti keinginan tahuan Galih dan tidak ingin Galih merasa cemas."Oh, syukurlah. Tapi ... kenapa kau tidak lagi memanggilku papa Galih? Apakah aku tidak lagi menjadi ayahmu?"Kali ini Humaira menunduk, sembari melihat ayahnya yang mas
Ini adalah mimpi buruk jika semua itu benar adanya. Akan tetapi baik Reza, Davina ataupun Galih masih belum percaya dengan semua ini.Pria itu menatap tajam pada Deo yang menggandeng Aziya. Ia tidak menyukai pria yang berpenampilan urakan seperti ini, apalagi kalau sampai jadi suami Aziya."Kita belum bercerai, kau tak mungkin bisa menikah dengan orang lain," tegas Galih saat itu.Status mereka masih sah suami istri, dan ia tidak akan pernah menceraikan Aziya."Oh, kalau begitu kau bisa menceraikan dengan segera, toh kamu juga mau menikahi wanita mengambil putriku bersamaku," katanya dan membuat Aziya sangat terkejut.###Galih termenung di kamarnya. Kejadian di rumah Elena membuatnya terpuruk. Tak sedetikpun ia bisa melupakan kekacauan yang ada di sana. Baik dirinya ataupun Reza adalah tamu asing yang mendapatkan pengusiran dari Aziya.Wanita itu marah dan mengamuk saat disebutkan bahwa Reza hendak mengambil Humaira putrinya sehingga Aziya kalap dan melempari mereka semua barang yang
Aziya terperangah dengan ucapan Deo yang mengetahui soal kehamilannya. Ia menatap cemas pada pria di hadapannya."Ba-bagaima kamu tahu kalau aku hamil... kau...""Entahlah, aku cukup tahu dari guratan wajahmu, aku punya banyak teman wanita dan mereka akan terlihat seperti itu jika hamil. Anggap saja aku menebak dan ternyata aku benar," ujarnya meskipun sebenarnya tidak seperti itu. Ia tidak sedang menebak, tapi ia menemukan selembar kertas pemeriksaan kehamilan yang terjatuh di lantai semalam.Ia sempat terkejut dan kecewa, tapi ia ingin tahu siapa ayah dari bayi itu sebenarnya."Benarkah? Ta-tapi...""Oke, aku bisa merahasiakannya dari siapapun termasuk ibuku, Aziya. Akan tetapi apakah kau akan menjalani kehidupan menyedihkan ini selamanya?"Aziya hanya terdiam, ia memainkan dengan meremas jemarinya sendiri."Bagaimana kalau kita menikah saja untuk melindungi bayimu itu? Aku yakin kau punya rencana mempertahankan bayi itu dan bersembunyi, bukankah begitu?"Aziya menelan ludah sendiri
Ia tak mengerti bahwa sejauh ini apakah semuanya akan baik-baik saja. Apakah dirinya akan baik-baik saja dan apakah bayinya akan baik-baik saja, lalu bagaimana dengan Galih... apakah pria itu juga akan baik-baik saja?Deo mengantarkan Aziya ke dalam klinik untuk memeriksakan kandungannya. Dengan telaten pria itu menemani Aziya seperti seorang suami terhadap istrinya.Aziya begitu terharu melihat janin yang tumbuh di dalam perutnya. Ia bahkan merasa sangat bahagia."Tentu saja aku sangat bahagia memilikimu," ujarnya lirih, mengenang perjalanannya bersama Galih, jujur ia masih belum bisa melupakan bagaimana ia sempat begitu mencintai Galih meskipun hanya sesaat.Dan kini, bagaimana ia tak berharap untuk bisa bersama Galih lagi? Dia adalah ayah dari bayi yang dikandungnya."Bayinya sangat sehat, selamat ya. Oh ya, anda suaminya?" tanya dokter wanita yang memeriksa Aziya."Benar, saya adalah suaminya. Apakah kondisi istriku baik?""Hmm, sangat baik. Ini adalah triwulan pertama dan semuany
"SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"Mana kutahu, sejak tadi cuma sambutan tapi belum juga kelihatan siapa orangnya," balas Aziya.Galih hanya tersenyum dan melihat ke arah podium. Acara sambutan masih dilangsungkan, dan iapun harus bersikap lebih terhormat karena sambutan itu memang untuk dirinya.Pembicaraan terputus setelah sebuah nama disebutkan."Mari kita perkenalan direktur muda baru kita malam ini. Beliau adalah Bapak Galih Purnama yang berasal dari Jakarta... mohon kehadirannya di podium...."Aziya yang mendengar hal itu langsung membelalakkan saking terkejut."Ka-kau...""Demi putraku, aku akan disini untuk kalian, Aziya," bisik Galih pada Aziya sejenak sebelum pria itu pergi menuju podium.Aziya masih gagap tak percaya. Bagaimana mungkin Galih mengatakannya. Bagaimana mungkin dia harus menjadi bawahan Galih untuk yang kedua kalinya."Oh tidak, apakah ini cuma mimpi?" gumamnya.###Setelah berlalu acara penyambutan tersebut Aziya masih belum bisa percaya. Ia telah terperangkap sekuat ini dalam kehidupan Galih
Arkan hanya memandang wanita itu tergesa berlari ke ruangannya, sementara itu Galih memandang dari sudut tersembunyi di dalam ruangan itu juga.Arkan menghampiri Galih."Kau harus berterimakasih kepadaku setelah ini," katanya memberikan ultimatum."Ah, bilang saja kamu nggak bakal memenangkan kompetisi ini, sehingga kau menyerahkan kekalahan mu sebelum memulai.""Jangan gila, kau punya anak darinya, aku tidak akan membuatnya semakin menderita hanya karena kalian berebut anak. Soal perasaan Aziya, apa kau mau coba aku merayunya?"Galih langsung mendelik, "Jangan coba-coba! Jangan pernah!"Arkan hanya nyengir melihat Galih ketakutan. Ia tak menyangka, lelaki yang terkenal wibawa dan piawai dalam bisnisnya ini hanya jatuh karena Aziya.Tuan Alfonso sangat mengakui kehebatan Galih sehingga ketika mereka membuat rencana menempatkan Galih di salah satu posisi perusahaan tersebut, pria tua itu samasekali tidak menolak. Itu karena kehebatan Galih memang tidak diragukan.Akan tetapi saat disen
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, memangnya aku bisa apa?""Tentu saja kau sangat bisa. Kau bahkan lebih baik dariku sekarang ini, aku bisa mengandalkan kamu tanpa ragu lagi, bukankah begitu?" kata Galih.Barulah Guntur mengerti bahwa Galih bermaksud menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya. Dan itu bukan masalah ringan karena semua akan mengalami kendala tanpa kehadiran Galih."Apa kau gila? Demi perempuan itu?""Hei, ayolah, demi aku, ya?""Tidak, aku juga punya tanggung jawab lebih besar sekarang ini, istriku sedang hamil, aku tidak mau membuatnya menderita karena sibuk dengan pekerjaan," ujarnya seolah menolak mentah-mentah kemauan Galih."Ayolah, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, Hmm? Kau harus melakukannya demi kita bersama, oke?""Tidak mau, aku tidak yakin untuk kepentingan bersama, apalagi yang lebih penting sekarang adalah Celine, aku tidak perduli padamu," ejek Guntur semakin membuat Galih kesal.Akan tetapi akhirnya Guntur tidak bisa mengelak karen
Putranya itu makin tersenyum aneh. Raut wajahnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahagia, haru dan entah apalagi yang membuat ayah ibunya penasaran. "Apa yang sebenarnya kau dapatkan di sana? Kau seperti kesurupan," kata ayahnya mengomentari sikap aneh putranya."Iya, ini juga merasa aneh dengan tingkahmu. Ada apa sih sebenarnya?"Lagi Galih tersenyum, menunjukkan sikap senang dan bahagia."Anak Aziya... namanya Azga, anak itu sangat mirip denganku, wajahnya... matanya... rambutnya...""Tunggu, kau bicara apa? Apa kaitannya dengan wajah anak Aziya dengan kemiripannya denganmu?" sang Ayah mulai punya firasat sesuatu.Begitu juga ibunya yang terlihat kebingungan dan menautkan alisnya."Apa maksudmu? Apa kalian tidak sekedar punya kemiripan? Astaga, apakah itu mungkin?" kata sang ibu terkejut sendiri.Galih mengangguk menunjukkan ucapan kedua orang tuanya benar, dugaan mereka benar meskipun itu hanya sekedar pengakuan Aziya."Dia tidak menikah atau menjal
"Tidak, aku tidak setuju, kau bisa saja menganggap itu bukan masalah. Akan tetapi bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa sebuah ikatan pernikahan? Setidaknya suatu hari sang anak harus tahu bagaimana rupa ayah yang sebenarnya. Aku ingin kau melakukan test DNA untuk memastikannya."Galih merenungi ucapan Leo. Mungkin ada baiknya ia melakukannya, memastikan apakah itu darah dagingnya atau bukan, meskipun itu semua tidak akan mengubah segalanya. ###Keesokan harinya Galih menemui Aziya.Ia sangat penasaran dan sangat berharap Aziya memberikan kesempatan untuknya bersama lagi apapun yang terjadi."Aziya... jelaskan padaku, kenapa kamu melakukan semua ini sehingga kau menghadapinya seorang diri semuanya. Aku ingin kau tahu bahwa semua ini begitu sulit bagiku," tanya pria itu sementara Aziya duduk di hadapannya dengan tertunduk.Aziya pun tahu, semua itu sulit bagi semuanya, untuknya juga. Akan tetapi waktu tidak mungkin terulang kembali. Apapun yang Galih ucapkan untuk menyalahkan diriny
Mata Galih membola, setelah mencerna apa yang baru saja ia dengar dari penjelasan Aziya."Maksudmu... kau tidak menikah tapi memiliki anak?""Uhm... maaf, itu...""Tunggu, katakan padaku, Aziya!" Aziya membeku, keringatnya sudah menetes di tengkuknya. Telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin karena cemas.Sementara itu tangan Galih mencengkram pundak Aziya menuntut penjelasan. Akan tetapi wanita itu diam seribu bahasa."Ada apa denganmu? Kenapa kamu diam?"Ketegangan terlihat diantara mereka sehingga Azga melihat mereka dengan ketakutan. Bocah itu menangis dan merengek menyaksikan Aziya dibentak sedikit kasar.Galih menoleh, melihat ke arah bocah yang menangis itu sementara hatinya bercampur aduk tak menentu. Ia menatap atas pola wajah bocah itu dan tatapan matanya, seolah mengenali garis wajahnya berada di sana.Aziya menangis, lalu iapun melepaskan diri dari Galih, ia merasa sangat sedih saat ini, akan tetapi iapun merasa lega karena Galih telah tahu maksud dan arah pembicar
Seolah Galih bisa tahu apa yang dirasakan wanita itu. Pria itu seperti tidak pernah putus asa untuk mengejarnya. Aziya bisa merasakan, meskipun Galuh berusaha bersikap hormat untuk menghargainya sebagai istri orang lain, Aziya bisa merasakan betapa Galih mencintainya."Kenapa kau berkata begitu?" jawab Aziya lemah."Karena aku melihat kamu tidak bahagia, Aziya. Jujur, aku merasa sakit dan tidak adil, aku tidak bisa melepaskan begitu saja jika kau seperti ini," kata Galih kemudian."Sama sepertiku, aku tidak bisa mencintai wanita lain setelah berpisah denganmu, dan maafkan aku karena terpaksa mengatakan semua ini, tapi itulah yang terjadi. Aku datang bukan karena tanpa tujuan... itu semua karena aku belum bisa melepaskan kamu bersama orang lain."Aziya tercenung dalam pikirannya yang kalut. Ia berfikir Galih telah bahagia bersama Isabella. Ya, ia pergi dengan hati yang perih di malam itu karena rasa cemburunya yang tak tertahankan. Ia merasa tidak percaya diri dan direndahkan oleh suam