Ia tak mengerti bahwa sejauh ini apakah semuanya akan baik-baik saja. Apakah dirinya akan baik-baik saja dan apakah bayinya akan baik-baik saja, lalu bagaimana dengan Galih... apakah pria itu juga akan baik-baik saja?Deo mengantarkan Aziya ke dalam klinik untuk memeriksakan kandungannya. Dengan telaten pria itu menemani Aziya seperti seorang suami terhadap istrinya.Aziya begitu terharu melihat janin yang tumbuh di dalam perutnya. Ia bahkan merasa sangat bahagia."Tentu saja aku sangat bahagia memilikimu," ujarnya lirih, mengenang perjalanannya bersama Galih, jujur ia masih belum bisa melupakan bagaimana ia sempat begitu mencintai Galih meskipun hanya sesaat.Dan kini, bagaimana ia tak berharap untuk bisa bersama Galih lagi? Dia adalah ayah dari bayi yang dikandungnya."Bayinya sangat sehat, selamat ya. Oh ya, anda suaminya?" tanya dokter wanita yang memeriksa Aziya."Benar, saya adalah suaminya. Apakah kondisi istriku baik?""Hmm, sangat baik. Ini adalah triwulan pertama dan semuany
"Jaga dirimu, Aziya...," suara serak Galih menghanyutkan perasaan wanita yang menatap sendu ke arahnya itu. Ingin rasanya Aziya memeluk dan mengungkapkan semuanya sekarang ini, akan tetapi ia merasa sangat bodoh jika melakukannya.Ia harus meyakinkan dirinya bahwa Galih bukan untuknya lagi. Ia harus menempuh jalan ini seorang diri dan melupakan segalanya.Aziya melepaskan tangan Galih dan menatap pria itu sambil tersenyum."Kau juga, jagalah dirimu baik-baik ya, kuharap kau bahagia di sana. Tapi maaf, aku tidak memiliki apapun untuk membalas hadiahmu." kata Aziya dengan perasaannya yang mendalam, ia sungguh mengatakannya penuh cinta, bukan benci!"Bisa bertemu denganmu adalah hadiah terbesar bagiku, Aziya. Aku tidak akan pernah lupa dengan senyum indahmu, tidak sekalipun. Percayalah, aku selalu berharap kamu bahagia."Mereka hanyut dalam tatapan cinta dan rindu, namun tidak ada yang bisa mengatasi kejujuran saat ini kecuali tatapan itu sendiri.Pertemuan singkat dalam perpisahan itu
"Apa kau bilang? Anak Aziya itu mirip denganku?" tanya Galih semakin penasaran, membayangkan bagaimana bisa Aziya memiliki anak yang mirip dengannya sementara wanita itu bersama laki-laki lain.Leo menyesal sekarang dengan menyebutkan semua itu yang sebenarnya cuma iseng, karena Sekar Galih malah ingin tahu lebih banyak lagi soal keluarga Aziya. Seharusnya ini semua tidak terjadi kalau saja Galih mau berpikir waras dengan melupakan saja wanita itu. Rasanya dirinya pun jadi terlibat hubungan konyol diantara mereka."Galih, kau tidak harus melakukan semua ini bukan? Sudahlah, lupakan saja keluarga mereka. Kau juga harus menemukan kebahagiaan tanpa harus seperti ini. Aku sedih kalau kau selalu begini," keluh Leo. "Leo, kau sahabatku bukan? Aku bahagia kok, kamu nggak usah kuatir soal hidupku. Oh ya, aku memang mau melihat mereka akhir bulan ini, aku ingin melihatnya secara langsung, anak itu pasti sangat tampan karena ibunya cantik," cicitnya tanpa perduli kekesalan Leo."Huh, terserah
"Sa-saya Hana," katanya sedikit ragu."Apakah kau sudah lama berpacaran dengan Deo?""Tidak, aku baru mengenalnya dua bulan. Aku tak percaya dia sudah beristri dan mempunyai anak. Andaikan tahu, saya tidak akan menoleh sedikitpun kepadanya. Memuakkan!" katanya mengomel lagi."Jadi... kau merasa jadi korban?""Tidak. Aku malah bersyukur tidak sampai menikah. Hmm, tolong nasehati saja suamimu, dia tidak boleh menjalin hubungan dengan wanita lain setelah menikah. Aku benci dengan lelaki semacam itu."Lagi-lagi Aziya tersenyum dan saling memandang ke arah Elena."Tapi... kenapa kalian tertawa? Apakah kamu tidak cemburu setelah tahu suamimu punya pacar baru?""Kau salah faham, Hana," kata Elena berusaha memberi pengertian Hana. "Putraku belum menikah, dia bukan istrinya atau pacarnya seperti yang kau kira, kau sungguh salah faham."Gadis itu menautkan alisnya seakan memikirkan sesuatu."Salah faham? Apa maksudnya?"Tiba-tiba seseorang datang dari arah depan dengan tergesa-gesa."Hana?" sua
Pujian Galih dan senyuman pria itu membuat Aziya tidak bisa mengalihkan pandangannya. Terlebih lagi saat pria itu membelai pipi chubby Azga dengan kasih sayang, seharusnya ia tidak sekejam ini menyembunyikan sebuah fakta.Akan tetapi jujur di saat seperti ini tidak akan membuat Galih memaafkannya bukan?Andaikan Galih tahu, apakah pria itu akan merebut Azga darinya? Ah, itu lebih menakutkan!"Tapi Aziya... kenapa dia sangat mirip denganku?" tiba-tiba suara itu berdengung di telinga Aziya dan sukses membuatnya ketakutan."Hah?" katanya terkejut. "Tidak, tidak mungkin.""Aziya, kenapa denganmu? Aku cuma bercanda kok, maaf kalau aku salah bicara ya. Aku cuma ingat rambutku dulu seperti ini waktu kecil," katanya merasa heran karena candaannya membuat Aziya terlihat tidak nyaman."Uhm... itu pastilah cuma kebetulan. Sudahlah... maaf aku harus cepat pulang, Humaira dan Farhan pasti sedang menungguku di rumah, aku pergi dulu," jawab Aziya.Galih bingung dengan perubahan tiba-tiba Aziya, dan
Leo memang sedang berhadapan dengan orang gila, dan semakin gila dengan keadaan putra Aziya yang mirip dengannya."Cobalah sedikit waras, Galih! Kamu harus berpikir normal. Bagaimana kau bisa menikahi perempuan lain kalau otakmu dipenuhi obsesi gila kamu!" Leo semakin emosi."Tenanglah, Leo. Setidaknya aku menikmati hidupku saat ini. Lagipula aku tidak akan muncul di hadapannya dengan sengaja. Aku percaya takdir kok, pertemuan itu hanyalah sebuah takdir. Begitu juga pertemuan yang akan datang, aku hanya akan mengandalkan takdirku."Leo hanya bisa menggelengkan kepalanya merasa prihatin dengan psikologis Galih. Dia berpikir tidak akan sanggup menjalani kehidupan seperti sahabatnya ini yang selalu menyiksa diri."Oke, jalani saja takdirmu, tapi tolong jangan menjadi gila, aku bisa ikut gila karenamu," ocehnya dan hal itu membuat mereka tertawa bersama-sama.###Seperti biasa Galih berjalan-jalan di sekitar area dimana mungkin saja ia bisa melihat Aziya atau kedua anaknya. Akan tetapi ia
"Ka-kau... apa yang kau katakan sebenarnya?" netra Aziya meredup saat membalas tatapan Galih di hadapannya.Galih bisa merasakan Aziya di dalam sebuah dilema, tapi ia tidak bisa memastikan."Jujurlah padaku, aku akan membantumu. Kau bisa berpisah dengan Deo dan kembali padaku, bukankah itu lebih baik dari pada seperti ini hidupmu."'Oh... ternyata dia masih berbicara soal Deo. Sayang sekali, dia tidak menyadari dia tidak ubahnya seperti Reza atau Deo dalam pandangannya,' batin Aziya. "Aku? Kembali padamu? Kenapa? Kau juga sudah hidup bahagia, aku tidak akan menjadi duri dalam rumah tangga orang lain apapun yang terjadi," katanya. "Sudahlah, jangan ikut campur dengan hidupku lagi, dan jangan juga muncul dalam hidupku untuk waktu yang akan datang."Penolakan Aziya membuat Galih tertegun, terutama karena Aziya menyangka hidupnya bahagia dalam sebuah rumah tangga sehingga Aziya tidak akan mau menjadi duri dalam rumah tangga orang lain."Bagaimana kalau kau bukanlah duri dalam rumah tangg
Gadis itu menggeleng sambil terus menatap mata Galih."Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau tidak mengakui Om Deo sebagai ayahmu? Apa dia jahat padamu?"Humaira menggelengkan kepalanya lagi. "Kalau begitu katakan, ada apa dengan kalian? Kenapa ada di bandara sendirian?"Humaira mengisyaratkan tangannya, menunjuk ke suatu arah sehingga Galih menoleh ke arah yang ditunjukkan Humaira.Ternyata di sana Aziya baru keluar dari toilet sambil mendorong stoler bayinya."Ouh, kalian bersama dengan ibu ya, hmm, baik..."Aziya juga melihatnya, melihat Galih bersama Humaira. Sebenarnya Aziya sudah mendapatkan informasi dari bibi Elena bahwa dia melihat Galih menuju bandara.Tiga puluh menit yang lalu, Aziya masih berada di rumahnya bersama ketiga anaknya.Tiba-tiba Bibi Elena datang dengan tergopoh-gopoh mendatanginya."Aziya! Cepatlah bersiap ke Bandara. Aku akan mengantarkan kalian! Cepat!"Aziya tak mengerti apapun maksud perkataan bibi Elena. "Aku? Ke bandara? Kenapa?" tanyanya kebingungan."Kau