Share

Bab. 7 Sedikit curiga

"Lebih baik kamu pergi dari sini. Jangan sampai gara-gara tingkahmu, aku di permalukan di tempat kerjaku sendiri!" perintah Ezra.

"Urusan kamu denganku belum selesai!" Mateo masih memasang tatapan tajam. Ia mendengus kesal, yang akhirnya pergi meninggalkan Ezra. 

Pemuda yang kini menjabat sebagai CEO di perusahaan sang Ayah, ia kembali lagi duduk di kursi berputar. Sedikit memijit keningnya karena pening, ia tak habis pikir kepada sahabatnya yang seharusnya marah kepada Nico, bukan pada dirinya.

Melanjutkan pekerjaannya pun sudah pusing, akhirnya Ezra bergegas pergi dari perusahaan itu.

"Selamat siang, Pak!" Seorang wanita sebagai karyawannya menyambut Ezra yang baru saja keluar dari ruangannya.

"Siang," jawab Ezra santai, la melanjutkan langkahnya, tetapi wanita itu mengejarnya.

"O, ya, Pak. lima belas menit lagi klien dari perusahaan sebelah akan datang." Mendengar ucapan wanita tersebut, Ezra menghentikan langkahnya.

"Wakilkan saja," sahut Ezra.

"Ta– tapi, Pak. Jika klien itu tidak mau?"

"Batalkan saja kontrak kerja sama dengannya. Lagian bukan perusahaan kita yang mengalami kerugian." sahut Ezra santai. Wanita itu hanya mengangguk, ia tidak bisa berbuat apa jika Ezra sudah memutuskan.

"Ca, bisa kamu membantuku?" tanya Ezra kepada wanita yang baru saja akan melangkah pergi darinya. 

"Apa, Pak?" 

"Ikut denganku!" Ezra meraih pergelangan tangannya, membawa ke ruangan pribadi dan keduanya duduk saling berhadapan.

"Ma– malam ini?" tanya Wanita bernama Aca, setelah Ezra menjelaskan rencana sesuatu padanya. Ezra mengangguk.

"Baiklah," baginya, membantu Ezra selaku teman lama nya itu bukan hak yang sulit. 

"Ca, potong gaji sebesar 70% jika seseorang tahu rencanaku!" ancam Ezra sambil menyunggingkan bibirnya.

"Aku sudah bosan mendengar ancamanmu, Pak. Bapak tenang saja!" jawabnya santai. Lalu bangkit dan pergi dari hadapannya Ezra.

****

Mateo yang Baru saja tiba di kediamannya, ia bingung melihat keadaan rumah yang sedikit ada barang. Ia pun mencari keberadaan Helena. 

"Loh, Mamah mau ke mana?" tanya Mateo. Pria muda itu bahkan terkejut mendapati Helena yang sudah menggunakan pakaian rapi. Ia sedang menata pakaiannya dimasukkan ke koper besar.

"Kita pergi dari sini, Mateo. Penghuninya sudah tidak membutuhkan kami di sini,' celetuk Helena.

Ia tidak membawa pakaiannya yang mewah, baju-bajunya yang dulu ia bawa kembali ke rumah orang tuanya yang sederhana. 

Helena benar-benar bertekad pergi dari rumah pemberian Nico itu. Rasanya tidak tahu diri jika Helena masih menetap di sana.

"Mah, kenapa bicara seperti itu? om Nico tidak mungkin membiarkan mamah pergi," ucap Mateo. 

"Memang, tetapi Mamah yang sengaja menjauh darinya, Mateo!" Helena berkata ditemani kesibukannya mengemas pakaiannya. Barang-barang seperti perias wajahnya pun sudah tertata rapi di koper.

"Apa semua ini gara-gara, Ezra?" Helena menggeleng cepat.

"Kamu salah paham. Mamah sengaja membatalkan pernikahan dengan om Nico, karena pria itu sendiri yang mengatakan jika dia mempunyai tiga istri."

"Mah ..." 

Mateo meraih tangan Helena, di seka nya air mata yang terus mengalir di pipi Helena. Hatinya terenyuh, karena ia jarang melihat Helena larut dalam kesedihannya.

"Itu semua hanya akal-akalan Ezra. Nyatanya, om Nico sengaja mengatakan seperti itu agar Ezra merasa puas, Mah."

"Kamu tahu dari siapa, Hah? Sudah jelas-jelas telinga mamah yang menjadi saksi kebusukannya!" ketus Helena.

"Om Nico mengatakan langsung padaku tadi. Coba pikirkan baik-baik. Pernikahan Mamah dan om Nico tinggal beberapa hari lagi," Mateo membujuk Helena atas permintaan Nico.

Begitu percayanya Mateo pada pria paruh baya itu. Mengingat semenjak Helena dan Nico menjalin kasih, apa yang diinginkan oleh Mateo terkabulkan oleh Nico.

"Astaga ... jadi, siapa yang benar dan salah?" Helena berjongkok dengan tangan meremas bagian kepalanya. Pusing terasa berdenyut, karena ia mendapatkan fakta lain tentang permasalahannya.

"Sebaiknya Mamah istirahat. Tenangkan pikiran Mamah." Mateo menuntun Helena duduk di tepi ranjang. Helena yang sangat merasa lelah, akhirnya membaringkan tubuhnya di ranjang. 

Melihat tubuh Helena sudah dibalut selimut putih, Mateo pun bergegas pergi ke dalam kamar. Sementara itu, ternyata Helena pura-pura tertidur. Membuka matanya kembali, saat Mateo menutup pintu kamar.

"Sebenarnya siapa yang berbohong? Tidak mungkin seorang Ayah nurut kepada ucapan anaknya, tetapi melihat Ezra, pria muda yang keras kepala. Masuk akal juga mas Nico mengikuti permintaannya," gumam Helena. Menjawab pertanyaan yang ada di pikirannya.

Ting!

Helena meraih ponsel di atas meja, tepat di sampingnya setelah mendengar gawai canggih itu terdapat notifikasi masuk.

[Hai ... bisa kita bertemu sekarang. Ada sesuatu penting yang akan saya bahas.]

Helena menghela napas panjang seraya membantingkan ponselnya di sampingnya. "Siapa lagi ini?" 

Pikirannya seperti akan meledak. Pertanyaan yang memutari isi kepala Helena saja belum terjawab kan, ia sudah mendapatkan pesan dari seorang yang tak di kenal.

[Siapa Anda? Di mana kita bertemu?]

[Restoran Oscar. Cepat. Jangan membuang waktu berharga mu, Helena!]

Rasa penasarannya semakin memuncak. Ia bergegas bangkit, membuka lemarinya dan mengganti pakaiannya. 

Setelah selesai, ia berjalan mengendap-endap bersembunyi kepada Mateo. Tidak mungkin ia meminta izin padanya. 

Brak!

Helena membanting pintu mobil. "Jika benar mas Nico mempunyai tiga istri, mungkin malam ini terakhir kalinya aku tidur di rumah ini."

Wanita yang menggunakan dress putih itu bergegas melajukan mobilnya. Tidak bisa tenang, karena pikirannya semakin menerka-nerka dengan apa yang akan terjadi.

****

"Helena ... Helena!" 

Suara bariton dari seorang pria mengganggu Mateo yang sedang tertidur. Ia mendengus kesal seraya mengibaskan selimutnya, lalu bangkit dan menghampiri sumber suara.

"Loh, om Nico?" Mateo mendapati Nico dengan nafasnya tergesa-gesa.

Pria paruh baya yang masih menggunakan jas hitamnya bergegas masuk ke rumah. 

"Helena ... Helena!" Dibukanya setiap ruangan oleh Nico yang memasang raut wajah panik. Membuat Mateo membantunya.

"Sepertinya Mamah tidak ada, Om!" karena saat Mateo masuk ke dalam kamarnya, wanita itu tidak ada.

"Astaga ..." keluh Nico membantingkan tubuhnya di sofa. Mateo yang berdiri di depan pintu Helena bergegas menghampirinya.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Om?" 

"Lagi-lagi Ezra mengancam ku, Nak. Sepulang dari kantor, ia marah besar kepada Om karena mengadu padamu. Ia berkata akan menculik Helena jika om tidak segera membatalkan pernikahan dengannya." 

Hati panas yang mendadak di serang bara api, membuat pikiran Mateo mendidih. Mateo bangkit, dengan tangan yang sudah mengepal.

"Ezra sekarang di mana, Om?" 

"Dengan santainya di tidur di rumah." Ucapan dari Nico, membuat Mateo kali ini ragu percaya padanya.

"Jika Ezra di rumah, itu tanda nya Mamahku tidak diculik olehnya, Om. Sebenarnya Mamah pergi ke mana dan dengan siapa?" 

Nico tertegun, sedikit bingung menghasut Mateo untuk percaya padanya lagi. "Banyak suruhan Ezra yang berkeliaran. Sekarang Helena pun tidak ada di rumah, bukan?"

Tak banyak berpikir, Mateo yang masih menggunakan piyama hitam bergegas menemui Ezra, Nico pun mengikutinya dengan hati yang bersorak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status