“Kenapa mereka berpikir seperti itu? Padahal aku sama sekali tidak pernah memaksa Ezra untuk memberikan asetnya padaku. Dari dulu, kau pun tahu Ezra selalu mengejar-ngejar Mama.” Gerutu Mateo sesampainya di rumah. Pria berjas hitam itu begitu kepada sang istri, karena Aca terus menahannya untuk sabar. Padahal emosinya sudah memuncak, mungkin jika tidak ada Aca di sana, bibir beberapa karyawan itu sudah di sumpel menggunakan sempak olehnya. Aca menghela napas panjang sambil duduk di depan suaminya, ia tidak mungkin membiarkan Mateo mencoreng nama baiknya di sana. Mengingat kini jabatannya sudah menjadi CEO yang pastinya harus bersikap dermawan. “Aku pun menyadari jika Mamah sudah nenek-nenek, tetapi mereka tidak tahu bagaimana kita berusaha menolak permintaan Ezra!” “Mateo, lihat perlakuan Ezra. Apa dia langsung marah dalam menyikapi permasalahan seperti ini? Kamu seharusnya sabar, jangan sampai emosi itu membawa nama baikmu tercoreng di pabrik.” Celetukan dari Aca, membuat Mateo
Kejadian menakutkan untuk Ezra akhirnya datang juga. Begitu cemasnya saat melihat brankar yang terdapat Helena di atasnya beranjak memasuki ruangan operasi. Dokter memutuskan untuk Helena melakukan tindakan Caesar, selain janinya prematur daya tahan tubuh Helena pun lemah. Tak banyak berpikir akhirnya Ezra menyetujui saran dari Dokter wanita beralmamater putih itu. Helena justru bersikap tenang, karena Ezra selalu di sampingnya. Jarum infusan serta beberapa alat medis terpasang di tubuhnya. Namun, Helena sesaat terkekeh melihat Ezra menangis sambil mengusap-usap keningnya. “Kamu tenang, Suamiku. Aku akan baik-baik saja.” Ezra tertegun. Ia lirik bagian perut istrinya yang mulai ditutup kain berwarna hijau. “A– aku takut, istriku. Pokoknya kamu rileks, ada aku di sini.”“Jika Bapak takut, Bapak Keluar saja. Istri Bapak pasti baik-baik saja.” Ezra menggeleng cepat. “Aku tidak mungkin meninggalkannya. Pokoknya jangan sampai istriku terluka!”Ujaran dari Ezra mengundang tawa para Dokter
“Bagaimana, Pak? Jika ada kendala terkait pasien segera hubungi kami,” Ujar seorang tim medis yang ikut ke rumah megah itu. Selain membantu memasangkan alat yang akan ditempelkan ke badan sang bayi, nantinya ketiga tim medis itu diperintahkan untuk mengontrol keadaan Helena dan bayi tersebut. Ezra perhatikan alat medis yang terkait sempurna di badan bayi laki-lakinya, seketika ia mengangguk. “Besok pukul 6 pagi kalian datang ke sini. Rawat bayi sampai pukul 6 sore.”Lagi-lagi permintaan Ezra membuat tiga tim medis itu keberatan. “Maaf, Pak. Kita juga ada pekerjaan di rumah sakit.”“Tidak ada alasan. Saya sudah meminta izin kepada rumah sakit.” Nyatanya, biaya sekitar 1milyar sudah masuk ke pihak rumah sakit. Selain untuk menyewa alat medis di sana, pun tiga tim medis dan beberapa dokter sudah ia jadwalkan untuk menjaga kondisi Helena dan Bayinya agar terjamin pulih dengan baik.“Ba– baik, Pak. Kami akan kembali rapat waktu.” Pamit ketiga tim medis itu lalu bergegas pergi. Kini ruma
Emosi yang sudah memuncak menyelimuti perasaan Helena, membuat Ezra saat ini tidak bisa berkutik. Akhirnya pria itu membawa sang istri ke dalam ruangan bayinya. Sesaat derai air mata membasahi pipi Helena. Begitu nyeri rasanya di dada, melihat bayi yang tak berdaya Tergeletak ditemani beberapa alat medis yang tertempel di dada serta perutnya. “Kau tega melihat bayi ini, Zra?” Isak tangis Helena menjadi-jadi. Ia terus mencecar suaminya karena perbuatannya atas kesengajaan Ezra membuang asinya. Tiga tim medis itu hanya diam karena tidak tahu apa-apa. Mereka berisi di belakang pasangan yang sedang berdebat.Helena belai pipi bayi mungil itu, derai air matanya terus bercucuran seakan ingin sekali menggendongnya. “Kau memang Bubukan dari hasil benih suamiku. Namun, kau tidak perlu khawatir. Akan ada aku yang selalu menemanimu setiap saat.”Seketika Helena menoleh kepada tiga tim medis yang sengaja Ezra perintahkan untuk menemani bayinya. “Kapan Bayiku bisa keluar dari box ini?”“Setelah
Akhirnya setelah Helena mengizinkan keduanya pulang ke rumah yang sempat ia huni, Aca dan Mateo terbebas oleh rengekan bayi terutama perintah Ezra. Kini tepat pukul 8 malam, pasangan suami-istri itu sedang berduduk santai sambil menonton siaran televisi. Pasangan baru itu terlihat sedang menikmati masa pengawalan yang indah. Namun, sekilas keindahan itu mendadak sirna saat Aca mengingat kedua orang tuanya. “Jangan besok, Ca. Kita cari waktu yang pas,” tegur Mateo, ia keberatan mengikuti permintaan Aca yang menginginkan pulang ke kampung halamannya. Wanita berbaju dress hitam selutut itu mendengus kesal seraya melihat kedua tangannya di dada. “Aku khawatir kepada orang tuaku, Mateo. Jika kamu tidak bisa pergi, biarkan aku sendiri yang pulang.”Mateo menggeleng cepat. “Untuk sekarang ini kamu bisa Videocall. Kamu itu tanggung jawabku, tidak mungkin aku membiarkan kamu pergi begitu saja.”Akhirnya karena rasa rindu yang sulit terbendung, Aca segera meraih ponselnya untuk menghubungi k
"Sial!" umpat Ezra, di atas ranjang. Meski sudah ditepisnya, entah mengapa Helena terus saja menari-nari di pikirannya. Parasnya yang cantik dengan hidung bangir itu, tak jarang masuk ke alam mimpi Ezra. Bahkan ia terpesona dengan bentuk tubuhnya yang tidak seperti wanita berusia 39 tahun pada umumnya. Tidak ada garis keriput sama sekali di sekujur tubuhnya, kalah dengan gadis-gadis kembang desa di sana. “Ahh ... tante Helena, kenapa kamu begitu cantik, sih? Aku, ‘kan jadi pengen!”Ezra semakin menggila. Bahkan pria itu sudah berandai-andai menikahi ibu dari sahabatnya. Tak peduli umur berselisih 15 tahun, yang penting ia harus mendapatkan hati wanita yang mengelabui pikirannya.'Pokoknya aku harus mendapatkan tante Helena,' pikirnya.Diambilnya, ponsel lalu mengirimkan pesan pada Helena.[Tepat jam 8 malam, aku tunggu di Restoran biasa kita bertemu.]Di sisi lain, Helena mengulas senyumnya kala membaca pesan dari seorang yang tidak dikenal. Meski demikian, ia yakin bahwa sang kekas
Bisikan dari Nico, menggema ke gendang telinganya, membuat Ezra tidak bisa lagi menahan kesabarannya."Tapi bukan Tante Helena juga, Yah. Aku tidak terima!" sentak Ezra ditemani netranya berubah merah, menahan amarah yang tak mungkin diluapkan. Karena wanita berpakaian seksi itu menghadang, berdiri di tengah-tengah."Helena siapa, Mas?" tanya wanita bertubuh seksi itu. "Sebaiknya kamu pergi. Jangan ganggu urusan Ayah!" ujar Nico menatap tajam padanya, ia bergegas pergi sambil menggandeng tangan wanita seksi itu.Ezra mendengus kesal. Ia beranjak kembali masuk ke mobil. Mengacak-ngacak rambutnya yang tertata rapi. Bingung, berkutat di dalam pikirannya yang terus mencari solusi.Brugh! Ezra membanting pintu kamarnya, bahkan merentangkan tubuh di atas ranjang tanpa melepas jas hitam yang di kenakannya."Ezra, keluar!" teriak Nico.Pria muda yang sedang menenangkan pikiranya, mendengus kesal. Bergegas menemui sang ayah yang berada di balik pintu."Ada apa?""Baru kali ini kamu peduli kep
Helena tercengang. Kali ini, wanita itu tidak bisa berkomentar. Ia pikir ucapan kekasihnya beberapa hari yang lalu hanya omong kosong biasa."Sayang?" Panggilan dari Nico menyadarkan lamunan Helena."I–iya Mas?" tanya Helena terbata-bata.Nico mengulas senyumnya. "Kenapa? Kamu bisa menemani Mas, 'kan?" Helena mengangguk, tanpa mengeluarkan suara.Kedua pasangan itu segera pergi ke suatu tempat. Helena duduk di samping Nico yang sedang fokus melajukan mobil. Tak lama Nico memarkirkan mobilnya di depan gedung yang begitu megah. Bahkan sangat jelas namanya menghias di depan gedung tersebut. Di ukir menggunakan bunga berwarna-warni yang begitu indah."Helena dan Nico?" tanya Helena, melirik Nico yang sedang tersenyum kepadanya."Memangnya kamu lupa dengan pesta pernikahan kita yang akan di langsungkan seminggu kemudian?" Nico mencolek dagu Helena, membuat wanita itu mengulum senyum."Ti– tidak, tidak. Rasanya tidak percaya saja, mas Nico akan menikahiku secepat ini." "Ayo, kita masuk!"