Ezra tertawa terbahak-bahak di dalam kamar, setelah membaca pesan seseorang yang sengaja ia suruh untuk mengikuti Mateo.[Bagaimana? Apa Dia sudah masuk rumah sakit?]Ezra kembali mengirim pesan pada seseorang yang di perintahkan karena penasaran. Tak lama ia membalasnya.[Aku tidak mengikuti permintaanmu, Pak. Di sini ramai, bisa-bisa aku habis di pukuli mangsa.]Ezra semakin tertawa, ia merasa puas sekali. "Ezra di lawan!" Ia mengangkat kerah bajunya angkuh. Lalu berdiri, berkaca di cermin yang retak. Menatap ketampanannya yang jambang tipis itu semakin lebat, akhirnya sebelum pergi ke kantor Ezra mengikis rambut di pipinya itu."Nah, pacarnya tante Helena, 'kan jadi lebih tampan." Ia mengibaskan poni rambutnya. Sedikit mengangkat kedua alisnya. Baginya, ia sangat tampan untuk penampilannya saat ini.Tas hitam yang jinjing Ezra menemaninya pergi ke kantor, menggunakan kendaraan setianya yaitu mobil keluaran terbaru di tahun ini yang berwarna hitam. "Doakan aku, ya, Tan. Aku lagi be
Bulu kuduk Helena terasa merinding. Ia segera bangkit, tetapi pergelangan tangannya di cekal oleh seseorang yang berbisik padanya. "Mau ke mana, Tan?"Mendadak gorden terbuka dengan sendirinya. Helena tercengang, mendapati pria muda tampan yang sangat ia kenal. "Ezra?"Ezra mengangguk. "Makanlah!"Dengan santainya, ia mengambil Kentang goreng yang dipotong panjang, Helena masih terpaku dengan ketampanan pria muda yang duduk di depannya. "Ngapain menjebak Tante di sini?"Ezra gerak cepat meraih kembali tangan Helena yang akan bangkit. "Aku suruh Tante makan, bukan Marah-marah."Helena mendengus kesal, cengkeraman dari Ezra sangat erat, membuat ia sulit melangkah pergi. Akhirnya Helena duduk kembali. "Aaaaaa ..." Helena menyingkirkan tangan Ezra yang menjulurkan sesuap nasi padanya."Tante udah makan. Ezra, biarkan Tante pergi!" Pekik Helena, sekuat tenaga menepis tangan kekarnya dan bergegas pergi.Ezra berusaha berlari untuk mengejarnya, tetapi baru sampai depan pintu ia sudah lelah
Helena menggaruk tengkuk yang tidak gatal, ia bingung mendapatkan pertanyaan dari anak semata wayangnya.Di pikirannya, Mateo akan marah jika saat ini Helena menyepakati bekerja di perusahaan Ezra— sahabatnya itu."Tadi aku gak sengaja ketemu Tante Helena di jalan. Memangnya kamu tega liat Mamah kamu jalan sendirian? Akhirnya aku mengantarkan Tante pulang." Celetukan dari Ezra, membuat Helena menghela napas panjang. Karena pikirannya sudah lelah untuk berputar mencari solusi.Tanpa meninggikan gengsinya, akhirnya Mateo duduk di samping Helena yang berhadapan dengan Ezra. "Bagaimana? udah dapet kerja belum?" tanya Ezra berbasa-basi. Mateo menggeleng."Masa tadi ada yang bilang kalau aku buronan," keluh Mateo, Ezra mengulum senyumnya. Mengingat seorang wanita yang ia suruh untuk mengikuti Mateo benar-benar cerdik."Tan, Dede gemes pulang dulu, ya? tadi malem habis lembur soalnya. Jadi, belum istirahat sama sekali," pamit Ezra.Setelah menghabiskan sepiring nasi beserta lauk pauknya, Ezr
"Halo, Ca, tolong belikan pelumas di apotek."Wanita yang sedang duduk menghadap layar laptop mengernyitkan kening. "untuk apa, Pak?""Potong gaji 50% kalau kamu banyak tanya. O, ya, aku juga tidak segan memotong gajimu sebesar 70% kalau kamu banyak ngomong ke karyawan yang lain!" jawab seorang pria di seberang telepon, bahkan ia sendiri yang mematikan sambungannya.Wanita berpakaian seksi itu mendengus kesal, perintah dari sang bos membuatnya malu. Tidak mungkin seorang gadis membeli benda cairan seperti jelly itu."Apa katanya?" tanya temannya."Udah ayo ikut aku." Ia pun menarik pergelangan tangannya untuk bergegas mengabulkan permintaan sang bos.****"Aww ... Zra, sakit! Pelan-pelan.""Ii-iya, Tan. Sebentar lagi masuk.""Ahhh ... Zra. Ini kulit Tante udah berdarah. Jangan di paksa in, ah. Nanti malah robek!""Tantenya jangan tegang, jangan ditarik. Ok, aku akan berhenti. Tunggu sampai pelumas itu datang!"Deg!Kedua karyawan yang mendengar suara aneh dibalik pintu terperanjat. Men
"Aku bukan buronan! Memangnya Bapak tahu dari siapa perkataan tidak benar itu?" cecar Mateo kepada seorang pria paruh baya, pemilik toko roti di sebuah pasar swalayan.Semenjak Helena pergi dari rumah, Mateo pun pergi karena jenuh. Niatnya hanya ingin menghirup udara segar, sesekali mengunjungi toko yang ramai, berharap ia mendapatkan pekerjaan. Namun, tak di sangka banyak sekali yang mengatakan jika Mateo adalah seorang buronan. Entah kasus apa, membuat Mateo mengamuk di pasar tersebut."Kami juga gak tahu. Yang jelas kemarin di setiap sudut pasar, ada yang menempelkan kertas ini!" Seorang pria memberikan selembar kertas kepada Mateo, karena amarah Mateo yang menggelegar, mengundang orang-orang berdatangan.'PERINGATAN! JANGAN COBA-COBA MENERIMA ORANG DI BAWAH INI. BERDALIH MENCARI PEKERJAAN. IA HANYA PURA-PURA, NAMANYA MATEO YANG SEBENARNYA ADALAH BURONAN POLISI.'Mateo meremas kertas bertulisan itu, bahkan foto nya pun terpampang nyata di sana, netranya semakin merah padam dengan ta
Ezra mengangguk antusias. Tak peduli jika nantinya syarat dari Mateo sulit di tempuh olehnya. Yang terpenting ia sudah berhasil membujuk sahabatnya."Syaratnya ... semua aku serahkan kepada Mamah!" Mateo mengangkat kedua alisnya menatap Ezra, pria muda itu, melirik kepada Helena."Tan, bagaimana? Jika Tante berkata tidak, aku tidak akan mengganggu hidup Tante lagi. Ini pertanyaan terakhir dariku, Tan." Ezra memohon dengan tatapan binar, bahkan kali ini posisinya pun sedang berlutut di depan Helena.Helena menggeleng perlahan. "Maaf, Zra!"Hati Ezra mencelos lagi-lagi ia mendapatkan penolakan dari pujaan hatinya. "Ya sudah. Hari ini aku tidak akan mengganggu Tante!" "Tante jangan pergi dari perusahaan ini. Sekarang anggap aku sebagai bos Tante, mungkin jika Mateo belum mendapatkan pekerjaan dia juga boleh bekerja di sini." Ujar Ezra menampakkan senyum manisnya.Atas perjanjian yang sudah disepakati, Ezra pergi meninggalkan Helena dan Mateo. Kali ini hatinya benar-benar kacau. Ternyata
Wanita itu terkekeh, ia melepaskan rangkulan dari Ezra dan duduk di sofa depannya. "Aku Pakai baju ini cantik gak?"Ezra mengangguk antusias. "Meskipun lebih cantik tante Helena, sih!"Wanita itu berdecih. "Pikiran kau memang ke Tante terus, deh! Lagian mau apa sih menyuruh aku datang ke sini?""Ca, aku bingung harus melakukan apa lagi?" keluh Ezra menampakkan raut wajah lesunya. Meskipun suasana di club malam tersebut begitu ramai, itu semua sama sekali tidak membuat Ezra terhibur. Ia justru merasa sirik karena dikelilingi oleh beberapa pasangan yang sedang bercumbu.Aca, wanita yang setia menemani Ezra saat ini menjadi jajaran terdepan mendukung perjuangan Ezra. Ternyata selain menjadi sekretarisnya, gadis itu pun menjadi teman dekat Ezra dari duli. Bahkan tempat mengeluh untuk Ezra."Kenapa kamu begitu cinta kepada Tante Helena, apa kamu sudah di butakan olehnya?" tanya gadis berbaju merah."Bukan di butakan, tetapi entah kenapa hati aku selalu tertuju padanya!" ketus Ezra mendengu
Netra redup yang sedang bersandiwara itu, tiba-tiba membulat sempurna. Raut wajah cemberut dari Ezra, kini mendadak senyum semringah. "Ta– tante gak bohong, 'kan?'Helena menggeleng. "Asal kamu pulang!""Ok!" Entah siluman apa yang merasuki tubuhnya. Ia begitu lincah menggendong Helena dengan gaya bridal style, membuat Mateo menganga di tempat. "Astaga ... tipuan macam apa ini!""Siapa yang menipu? kamu saja yang bodoh. Bukannya kamu tahu sendiri kalau aku tidak minum-minuman seperti itu!"Mateo menepuk jidatnya seraya berjalan. Dalam keadaan panik, ia sulit sekali berpikir jernih.Di perjalanan, Ezra tak lepas menggenggam tangan Helena, wanita itu pun tidak menolak karena cengkeraman darinya begitu erat. "Zra, ini sudah sampai!" protes Helena. Ezra tetap menggenggam tangannya. "Memangnya kenapa?""Ezra, ini sudah malem. Jangan bikin kesel bisa gak, sih?" jangankan Helena, Mateo pun jengkel padanya karena kunci pintu tidak segera di bukakan.Akhirnya Ezra membukakan pintu untuk Mate