Wanita itu terkekeh, ia melepaskan rangkulan dari Ezra dan duduk di sofa depannya. "Aku Pakai baju ini cantik gak?"Ezra mengangguk antusias. "Meskipun lebih cantik tante Helena, sih!"Wanita itu berdecih. "Pikiran kau memang ke Tante terus, deh! Lagian mau apa sih menyuruh aku datang ke sini?""Ca, aku bingung harus melakukan apa lagi?" keluh Ezra menampakkan raut wajah lesunya. Meskipun suasana di club malam tersebut begitu ramai, itu semua sama sekali tidak membuat Ezra terhibur. Ia justru merasa sirik karena dikelilingi oleh beberapa pasangan yang sedang bercumbu.Aca, wanita yang setia menemani Ezra saat ini menjadi jajaran terdepan mendukung perjuangan Ezra. Ternyata selain menjadi sekretarisnya, gadis itu pun menjadi teman dekat Ezra dari duli. Bahkan tempat mengeluh untuk Ezra."Kenapa kamu begitu cinta kepada Tante Helena, apa kamu sudah di butakan olehnya?" tanya gadis berbaju merah."Bukan di butakan, tetapi entah kenapa hati aku selalu tertuju padanya!" ketus Ezra mendengu
Netra redup yang sedang bersandiwara itu, tiba-tiba membulat sempurna. Raut wajah cemberut dari Ezra, kini mendadak senyum semringah. "Ta– tante gak bohong, 'kan?'Helena menggeleng. "Asal kamu pulang!""Ok!" Entah siluman apa yang merasuki tubuhnya. Ia begitu lincah menggendong Helena dengan gaya bridal style, membuat Mateo menganga di tempat. "Astaga ... tipuan macam apa ini!""Siapa yang menipu? kamu saja yang bodoh. Bukannya kamu tahu sendiri kalau aku tidak minum-minuman seperti itu!"Mateo menepuk jidatnya seraya berjalan. Dalam keadaan panik, ia sulit sekali berpikir jernih.Di perjalanan, Ezra tak lepas menggenggam tangan Helena, wanita itu pun tidak menolak karena cengkeraman darinya begitu erat. "Zra, ini sudah sampai!" protes Helena. Ezra tetap menggenggam tangannya. "Memangnya kenapa?""Ezra, ini sudah malem. Jangan bikin kesel bisa gak, sih?" jangankan Helena, Mateo pun jengkel padanya karena kunci pintu tidak segera di bukakan.Akhirnya Ezra membukakan pintu untuk Mate
Mateo— pemuda yang selalu bersama Helena diam. Pikirannya terus bekerja antara merestui atau tidak. Pasangan beda usia di depannya itu adalah dua orang yang berarti bagi hidupnya. Namun, siapa sangka takdir berkata lain yang nyatanya Ezra menyukai sang Mamah."Hmm ... jujur aku masih ragu." Mateo yang sedari tadi menundukkan kepala, kini ia melirik kepada Ezra. "Buktikan jika kamu benar-benar serius kepada Mamah.""Setelah aku menikah kamu yang berkuasa di perusahaan ini. Aku dan Tante akan mengurus hotel yang sudah lama terbengkalai. Hotel itu masih milik Ayah," jawab Ezra dengan santai."Aku tidak bisa membuktikan dengan spontan, butuh banyak waktu untuk aku berjuang mendapatkan hati Tante Helena, Mateo," ujarnya kembali.Mateo mengangguk perlahan, nyatanya menaklukkan seorang wanita yang sama sekali tidak menaruh hati pada kita itu sulit. "Baiklah. Aku restui hubungan kalian," Helena membulatkan matanya dengan sempurna.Sungguh, wanita berusia tiga puluh sembilan tahun itu tidak me
"Tante pilih yang mana, perjaka atau duda?" Ezra tertawa terbahak-bahak. Helena yang di sampingnya hanya menggeleng.Kini keduanya sedang berada di sebuah tempat yang menyediakan beberapa gedung khusus untuk pesta acara pernikahan. Namun, bukannya Ezra dan Helena memilih gedung-gedung yang tertera di sebuah buku, pemuda itu terus bercanda sampai satu jam lamanya."Zra, bisa serius?" Ezra menutup mulutnya, menahan tawa. Entah kenapa hari itu terlihat sekali begitu bahagia."Jadi, kamu pilih yang mana? Perawan atau janda?" sindir Helena mengulum senyum, membuat Ezra tertawa lagi."Janda perawan seperti Tante," jawab Ezra santai.Helena menghela napas panjang, sedikit melirik kepada pemuda itu. Pasalnya kondisi dirinya menjadi janda perawan masih jadi rahasia yang tertutup rapat. 'kenapa Ezra tahu?'"Tan, katanya serius?" Helena menggeleng cepat, memudarkan lamunannya."Kalau Tante gimana kamu aja.""Menurut aku semua bagus. Kalau Tante suka semuanya pun, aku gak keberatan memakai lima ge
Menata hati yang sempat tidak beraturan, membuat Helena senyum-senyum sendiri sambil memandangi atap kamar sampai tertidur pulas. Bahkan Ezra yang sudah selesai mengganti pakaiannya untuk melanjutkan perjalanan, tersenyum semringah. Di pandangnya Helena yang manis meskipun tertutup mata."Indahnya bidadari duniaku ini."Ezra menggeleng seraya mendekati Helena. Meskipun tubuhnya di balut selimut putih, tetapi aura wanita itu selalu memancarkan ke cantikkannya.Sampai akhirnya Ezra sendiri yang menghidangkan beberapa makanan yang sudah di pesan untuknya di atas meja. Tring!Suara gelas dan piring beradu mengganggu Helena, kemudian perlahan membuka mata. "Loh, Ezra?"Ezra menyeringai berdiri di depannya. Melihat Helena terkejut melihatnya. "Maaf, aku gak sengaja!" Helena bangkit meskipun ia berat sekali membuka mata karena masih mengantuk. "Kamu ngapain di sini, Zra?"Helena menghela napas panjang. Ia melirik kepada pakaiannya yang masih tertutup rapat. Ia khawatir, pemuda itu berbuat n
"Awww ... Zra, sakit!" Helena meringis perih."Tahan, ya, cantiknya Ezra. Sebentar lagi selesai." Dengan cekatan Ezra perlahan mengobati luka di bagian kaki Helena.Helena memerhatikan gerakan jemari kekarnya, seketika ulasan senyum mengulas di raut wajahnya. Ia merasa puas karena Ezra melindunginya. "Cukup, Zra. Kita pulang saja bagaimana?"Ezra mengangguk. "Apa Tante sudah puas menikmati liburan hari ini denganku?" "Ke mana pun aku pergi, asal bersamamu pasti puas. Terima kasih, ya." Ezra bangkit ia pun duduk di depan Helena."Setelah pulang kita langsung mengadakan pesta pernikahan. Makanya aku ajak Tante liburan dulu, karena besok kita sibuk di gedung." Ezra mengelap sisa saus yang menempel di dekat bibir Helena menggunakan tisu. Helena yang sedang menikmati semangkuk mie ayam mengulum senyum, menahan malu.Keduanya sedang berada di tepi pantai, awalnya Ezra dan Helena begitu senang menikmati ombak laut yang menepi, tetapi tiba-tiba Helena menginjak karang membuat kakinya terluka.
"Kok, gitu?" protes Aca. Bagaimana pun kuasa perusahaan masih di tangan Nico. Ia khawatir jika pria paruh baya itu tidak mengetahui hubungan kekasihnya dengan sang anak, ke depannya akan menimbulkan masalah baru."Hmm ... ma– maksud aku biar Ezra saja yang memberitahukannya," jawab Helena ragu. Ia tidak yakin jika Ezra akan mengundang Ayahnya. Mengingat Ezra sempat mengatakan sudah tidak mau mempunyai urusan dengannya."Baiklah. Segera beristirahat, Tan. Besok aku akan datang ke sini untuk merias wajahmu. Bye-bye!" Aca bangkit. Berhubung waktu sudah siang, akhirnya Aca pergi dari hadapan Helena. ****"Huhf! Zra, tunggu!" Keluh Mateo. Ia lelah membawa banyak sekali bingkisan di tangannya. Sedangkan Ezra dengan santainya berjalan tanpa membawa apa pun yang sudah berada di depan."Jangan manja, Mateo. Ini juga demi pernikahan Mamahmu!" sindir Ezra tanpa menoleh, bahkan ia membiarkan Mateo sendiri yang menata barang bawaannya di bagasi."Kamu memang kejam!" gerutu Mateo menyeka bulir ker
"Jika seperti itu jadinya, aku yang menemui om Nico duluan. Enak saja memainkan perasaan Mamah!" Celetukan dari Mateo di belakang Aca, membuatnya terperanjat."Maaf, aku hanya takut itu terjadi.""Seharusnya jangan kamu ucapkan itu, karena perkataan adalah doa!" ketus Mateo, ia duduk di sofa kosong.Helena hanya diam tak berkomentar, ia tahu jika Aca sedang gugup di temui Mateo, karena jemari lentik yang bergetar mengenai pipinya. "Santai aja, Ca. Mateo gak gigit kok!"Aca mengangguk perlahan. Peluh keringat membutir di keningnya. Helena merasa lucu sekali dengan tingkah gadis di depannya itu. "Selesai, Tan. Silakan berkaca!" Helena perlahan bangkit, ia menjiwir gaun yang mengembang seraya berjalan ke dalam kamar. Aca menghela napas pajang, ia duduk di kursi bekas Helena karena lelah terus berdiri. "Gunakan baju ini."Aca mengernyitkan kening, saat Mateo memberikan bingkisan kepadanya sambil pergi begitu saja tanpa menjelaskan. "Kau pikir pakaianku tidak menarik, Mateo?" "Gunakan sa