"Tante pilih yang mana, perjaka atau duda?" Ezra tertawa terbahak-bahak. Helena yang di sampingnya hanya menggeleng.Kini keduanya sedang berada di sebuah tempat yang menyediakan beberapa gedung khusus untuk pesta acara pernikahan. Namun, bukannya Ezra dan Helena memilih gedung-gedung yang tertera di sebuah buku, pemuda itu terus bercanda sampai satu jam lamanya."Zra, bisa serius?" Ezra menutup mulutnya, menahan tawa. Entah kenapa hari itu terlihat sekali begitu bahagia."Jadi, kamu pilih yang mana? Perawan atau janda?" sindir Helena mengulum senyum, membuat Ezra tertawa lagi."Janda perawan seperti Tante," jawab Ezra santai.Helena menghela napas panjang, sedikit melirik kepada pemuda itu. Pasalnya kondisi dirinya menjadi janda perawan masih jadi rahasia yang tertutup rapat. 'kenapa Ezra tahu?'"Tan, katanya serius?" Helena menggeleng cepat, memudarkan lamunannya."Kalau Tante gimana kamu aja.""Menurut aku semua bagus. Kalau Tante suka semuanya pun, aku gak keberatan memakai lima ge
Menata hati yang sempat tidak beraturan, membuat Helena senyum-senyum sendiri sambil memandangi atap kamar sampai tertidur pulas. Bahkan Ezra yang sudah selesai mengganti pakaiannya untuk melanjutkan perjalanan, tersenyum semringah. Di pandangnya Helena yang manis meskipun tertutup mata."Indahnya bidadari duniaku ini."Ezra menggeleng seraya mendekati Helena. Meskipun tubuhnya di balut selimut putih, tetapi aura wanita itu selalu memancarkan ke cantikkannya.Sampai akhirnya Ezra sendiri yang menghidangkan beberapa makanan yang sudah di pesan untuknya di atas meja. Tring!Suara gelas dan piring beradu mengganggu Helena, kemudian perlahan membuka mata. "Loh, Ezra?"Ezra menyeringai berdiri di depannya. Melihat Helena terkejut melihatnya. "Maaf, aku gak sengaja!" Helena bangkit meskipun ia berat sekali membuka mata karena masih mengantuk. "Kamu ngapain di sini, Zra?"Helena menghela napas panjang. Ia melirik kepada pakaiannya yang masih tertutup rapat. Ia khawatir, pemuda itu berbuat n
"Awww ... Zra, sakit!" Helena meringis perih."Tahan, ya, cantiknya Ezra. Sebentar lagi selesai." Dengan cekatan Ezra perlahan mengobati luka di bagian kaki Helena.Helena memerhatikan gerakan jemari kekarnya, seketika ulasan senyum mengulas di raut wajahnya. Ia merasa puas karena Ezra melindunginya. "Cukup, Zra. Kita pulang saja bagaimana?"Ezra mengangguk. "Apa Tante sudah puas menikmati liburan hari ini denganku?" "Ke mana pun aku pergi, asal bersamamu pasti puas. Terima kasih, ya." Ezra bangkit ia pun duduk di depan Helena."Setelah pulang kita langsung mengadakan pesta pernikahan. Makanya aku ajak Tante liburan dulu, karena besok kita sibuk di gedung." Ezra mengelap sisa saus yang menempel di dekat bibir Helena menggunakan tisu. Helena yang sedang menikmati semangkuk mie ayam mengulum senyum, menahan malu.Keduanya sedang berada di tepi pantai, awalnya Ezra dan Helena begitu senang menikmati ombak laut yang menepi, tetapi tiba-tiba Helena menginjak karang membuat kakinya terluka.
"Kok, gitu?" protes Aca. Bagaimana pun kuasa perusahaan masih di tangan Nico. Ia khawatir jika pria paruh baya itu tidak mengetahui hubungan kekasihnya dengan sang anak, ke depannya akan menimbulkan masalah baru."Hmm ... ma– maksud aku biar Ezra saja yang memberitahukannya," jawab Helena ragu. Ia tidak yakin jika Ezra akan mengundang Ayahnya. Mengingat Ezra sempat mengatakan sudah tidak mau mempunyai urusan dengannya."Baiklah. Segera beristirahat, Tan. Besok aku akan datang ke sini untuk merias wajahmu. Bye-bye!" Aca bangkit. Berhubung waktu sudah siang, akhirnya Aca pergi dari hadapan Helena. ****"Huhf! Zra, tunggu!" Keluh Mateo. Ia lelah membawa banyak sekali bingkisan di tangannya. Sedangkan Ezra dengan santainya berjalan tanpa membawa apa pun yang sudah berada di depan."Jangan manja, Mateo. Ini juga demi pernikahan Mamahmu!" sindir Ezra tanpa menoleh, bahkan ia membiarkan Mateo sendiri yang menata barang bawaannya di bagasi."Kamu memang kejam!" gerutu Mateo menyeka bulir ker
"Jika seperti itu jadinya, aku yang menemui om Nico duluan. Enak saja memainkan perasaan Mamah!" Celetukan dari Mateo di belakang Aca, membuatnya terperanjat."Maaf, aku hanya takut itu terjadi.""Seharusnya jangan kamu ucapkan itu, karena perkataan adalah doa!" ketus Mateo, ia duduk di sofa kosong.Helena hanya diam tak berkomentar, ia tahu jika Aca sedang gugup di temui Mateo, karena jemari lentik yang bergetar mengenai pipinya. "Santai aja, Ca. Mateo gak gigit kok!"Aca mengangguk perlahan. Peluh keringat membutir di keningnya. Helena merasa lucu sekali dengan tingkah gadis di depannya itu. "Selesai, Tan. Silakan berkaca!" Helena perlahan bangkit, ia menjiwir gaun yang mengembang seraya berjalan ke dalam kamar. Aca menghela napas pajang, ia duduk di kursi bekas Helena karena lelah terus berdiri. "Gunakan baju ini."Aca mengernyitkan kening, saat Mateo memberikan bingkisan kepadanya sambil pergi begitu saja tanpa menjelaskan. "Kau pikir pakaianku tidak menarik, Mateo?" "Gunakan sa
Ruangan bernuansa putih dan biru navy itu menjadi saksi malam pertama Helena dan Ezra. Lilin-lilin dibiarkan menyala memutari pasangan suami-istri itu duduk di tepi ranjang.Bukan Ezra jika lalai menjaga Helena, meskipun umurnya masih terbilang muda, tetapi pria yang sudah menggunakan baju piyama hitam itu selalu menyiapkan kebutuhan istrinya. Terutama menyambut malam kebahagiaan yang di nanti oleh pengantin baru."Ko–kondom buat apa, Zra?" Pikiran Helena terus penasaran kepada benda bertekstur karet itu. "Gunakan ini!" Ezra memberikan sebuah kain seperti jaring kepada Helena, membuat wanita itu terbelalak. "Lingerie?""Ayolah ..." Ezra menarik tangan Helena, bahkan tak segan pria itu mendorong tubuhnya ke dalam kamar mandi. Membawa lingerie berwarna hitam.Seperti sedang menunggu seseorang, Ezra berdiri bolak-balik tidak tenang. Yang akhirnya ia merogoh saku untuk menghubungi orang yang di harapkan kedatangannya. Tuuut!Tuuut!Tuuut!Ezra meremas ponselnya erat, wajahnya mendadak m
"Jika aku mengatakan yang sebenarnya, apa kamu akan percaya?" tanya Ezra. Helena yang masih penasaran yang mengangguk perlahan.Pria muda yang menggunakan kaos putih serta celana hitam mendekati Helena yang sudah memakai dress putihnya. "Kamu yakin?""Memangnya apa, sih, Zra?" ketus Helena. Emosinya sedikit memuncak karena keperawanannya itu hanya dirinya yang tahu. "Dulu om Farel meninggal karena apa?" tanya Ezra. Farel— pria yang pernah menikahi Helena selama seminggu tiba-tiba ditakdirkan tiada."Dokter mengatakan Mas Farel mempunyai penyakit jantung," jawab Helena. Karena mendiang tiada saat berseteru dengannya. Saat Helena pulang, keadaannya sudah tidak berdaya yang akhirnya Helena segera membawanya ke rumah sakit."Salah!" jawab Ezra santai.Helena mengernyitkan kening. "Memangnya kamu kenal Mas Farel?""Aku yang membunuhnya!"Jeder!Detak jantung Helena mendadak berhenti ditemani matanya yang membulat sempurna. Ia betul-betul percaya karena Ezra menunjukkan sebuah foto kepada H
Sulit bagi Helena percaya, apa yang diucapkan Ezra. Namun, hatinya bergetar seakan meyakinkan perasaannya jika Ezra— pria muda yang ternyata dari dulu melindunginya melebihi Mateo yang tidak tahu apa-apa."Sekarang Tante masih menuduhku jahat sama seperti Ayah?" tanya Ezra dengan serius. Helena menggeleng seraya menggeleng perlahan."Aku percaya, Zra. Walaupun sulit bagiku menerima apa yang terjadi.""Tante menyesal menikah denganku?" tanya Ezra lirih, raut wajahnya mendadak murung. Ia takut mengecewakan Helena. "Tidak. Untuk apa?""Tante pasti kecewa padaku, 'kan?" tanya Ezra."Ya, pastinya Tante kecewa. Bukan kecewa karenamu, tetapi Tante terlalu bodoh percaya kepada seorang laki-laki. Tante pun sangat-sangat kesal padamu. Kenapa kamu tidak memberitahu kepada Tante dari dalu?" Ezra yang sedang berbaring, bangkit duduk di samping Helena. "A– aku? Dari dulu aku menyatakan cinta pada Tante, siapa yang terus menolak?"Hati Helena merasa tertampar mendengar ucapan Ezra, karena ia menyada