"Iya iya. Udah di bantu gini aku juga udah senang kali. Apalagi kalau di terima," ujarnya tersenyum manis membuat Dion berdecak malas.Sarah di minta menunggu dulu, sedangkan Dion naik ke lantai paling atas tempat hiburan itu untuk menemui pemilik rumah hiburan ini.Tok...tok...tok.Tiga kali ketukan baru terdengar suara seorang pria tua untuk menyuruhnya masuk. Dion melangkah masuk, seperti yang dia duga bos besar sedang bersama wanita-wanita nya di sing bolong seperti ini."Maaf, tuan mengangu.""Dion... Tidak masalah, ada yang ingin kamu katakan?"Dian mengangguk. Ia mengatakan apa yang Sarah Samapi di bawah tadi. Lama pria paruh baya itu terlihat berpikir, mungkin sedang menimbang-nimbang posisi apa yang pantas ia berikan pada gadis muda itu.****"Bagiamana?" Sarah tak sabar. Bahkan Dion belum duduk, ia sudah bertanya penuh harap. "Bos nerima aku nggak? Gimana kak?""Sabar, Sar. Kamu di terima kok,""Alhamdulillah!""Tapi..."Eh, ada tapinya?Sarah urung merasa bahagia saat Dion
Devan tidak tahu mengapa tapi ia merasa dalam dua kali pertemuan gadis di hadapannya telah berhasil menarik perhatiannya. Saat koleganya menggoda gadis ini ada rasa tak rela yang ia rasakan, bukankah ini salah?Sarah?Nama ini membuat ia tersenyum sendiri. Ia masih ingat bagaimana dengan polosnya gadis itu menerima uang yang dia berikan dengan kurang ajarnya di pinggir jalan, malah dia tidak peduli dengan luka di tubuhnya dan menatap berbinar pada lembaran merah yang tidak seberapa itu.Dan hari ini ia kembali bertemu dengannya. Masih dengan polosnya gadis itu menatapnya berbinar, tanpa sadar ia mengucapkan pikiran gila itu."Kalau mau uangku apa kau siap menjadi ja*angku?"Sungguh ia tidak tahu mengapa lagi-lagi ia tidak memikirkan perasaan gadis itu, ia berucap dengan spontan. Ia pikir ia akan mendapatkan tamparan, siapa sangka dengan gilanya gadis itu malah membalas ucapannya."Om bisa bayar berapa agar aku bisa jadi simpanan mu?" Telak gadis itu dengan senyum menyeringai membuat i
Sarah menatap layar ponselnya dengan mata sayu khas bangun tidur. Tak langsung mandi atau pun sarapan, Ia lebih tertarik membaca berita menarik di beranda ponselnya.'Keluarga bahagia. Nyonya Amora bersama sang suami tercinta menghabiskan waktu berlibur keliling Eropa. Pagi ini di kabarkan baru kembali setelah satu Minggu menghabiskan waktu untuk bersenang-senang.'Sarah merasa akhir-akhir ini ia mulai tertarik mencari tahu semua tentang Pak Devan, dan berita pagi ini membuat dadanya berdesir melihat bertapa bahagia dua manusia itu berlibur bersama.Tak ada masalah sebenarnya. Hanya saja ada rasa iri yang menyerukan dalam hatinya melihat Davin tengah berpelukan mesra dengan istrinya sembari berpose romantis di bawah pepohonan yang berguguran."Huh, bahagia memang diperuntukkan untuk orang-orang berduit." Gumamnya.Semakin jarinya bergulir di layar ponsel semakin ia tertarik melihat Devan sang pria kaya yang memiliki kekayaan di mana-mana. Sarah jadi berpikir, bagaimana kalau dia di p
Apa ia harus terkejut sekarang. Bagaimana di tempat yang cukup sepi ini bisa-bisanya ia bertemu kembali dengan Pak Devan?"Kamu kenapa?" Sarah mengerjab saat tiba-tiba Devan mengambil tangannya dan memeriksa luka di kedua sikunya."Kamu terluka cukup parah. Kenapa tidak di obati?""Kenapa Pak Devan ada di sini?" Bukan menjawab ia balik bertanya, "lepas, pak! Nanti ada yang lihat," Devan hanya diam. Dia tak melepaskan Sarah, malah ia menarik gadis itu untuk masuk kedalam mobilnya. Awalnya Sarah menolak, tapi Devan bukan orang yang mudah di tolak dia tetap memaksa gadis itu mengikutinya."Masuk!""Tapi pak...""Udah, kamu gak usah membantah. Lihat itu pakaian mu sudah robek," ujarnya tetap mendorong tubuh Sarah memasuki mobilnya.Sarah hanya bisa pasrah. Padahal ia sudah ketar-ketir, melihat sikap Devan yang sok dekat ini membuat ia sedikit malu. Ia baru sadar ternyata pria itu sendiri yang menyetir mobilnya, bukan dengan supirnya yang tua kemarin."Eh, bapak mau bawa saya kemana?" "
Sarah merasa sangat senang saat pertama kali ia dapatkan gaji lagi, mana gajinya besar lagi. Lima juta, itu setara dengan gajinya dua bulan setengah di toko pakaian.Dengan uang ini ia bisa besok ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya, syukur-syukur jika ada kabar baik. Tapi kalau tidak ia akan menabung uang ini untuk beberapa bulan kedelapan, ia berharap sakitnya masih bisa menunggu."Sarah, kamu mau pulang?" Dion datang saat Sarah sudah selesai menyapu lantai dan menyusun botol-botol yang berserakan di atas meja barr.Sarah mengambil tasnya setelah pekerjaan selesai, mereka keluar dari sana dan begitu juga dengan Dion. Waktu sudah menunjukkan waktu 3 pagi, cukup telat pulang dari biasanya karena Bar hari ini cukup ramain"Oh, iya kak. Kenapa?""Tidak. Aku dengar dari Yara kamu terluka, apa benar?"Sarah tersenyum mendengar perhatian kecil itu, "iya. Tadi kecelakaan lagi, jatuh dari motor. Tapi udah di obati kok, nih..." Ujarnya memberi tahu. Ia menunjukkan sikunya yang sudah d
Malam sudah berlalu, mungkin sebentar lagi suara azan subuh akan berkumandang. Sarah terduduk diam di pinggir ranjang tidur dengan tatapan kosong. Akhirnya ia melakukan juga hal yang di benci oleh penciptanya. Dosa yang mungkin di anggap orang-orang tak bisa di maafkan, tapi ia apa punya pilihan lain?Pria itu benar-benar melakukannya dengan sangat buruk. Di bawah keadaan mabuk ia merenggut kehormatannya lalu meninggalkannya begitu saja setelah selesai. Sarah benar-benar merasa dirinya seperti wanita bayaran. Benar-benar bajingan!Devan bahkan telah meninggalkannya setelah merengkuh madu yang selama ini ia jaga. Apakah pria itu puas?Sarah menarik nafas lelah. Bahkan seikat uang merah yang telah di lemparkan oleh Davin tak menarik lagi di matanya. Tak ada kebahagiaan, yang ada rasa sakit dari sisa percintaan yang tidak meninggalkan kesan baik sedikitpun."Benar-benar murahan kamu, Sar." Ia terkekeh kecil mencemooh dirinya sendiri. Ia mantap kosong noda darah yang masih membekas di al
Rasa sakit di area bawahnya membuat Sarah tak bisa pulang dengan motor. Ia terpaksa memesan taksi menuju kosannya, ia bahkan merasa malu sepanjang jalan saat supir taksi itu menatap curiga dirinya yang pulang dalam keadaan kacau begini.Bagaimana mana tidak, ia tak sempat sekedar mandi di Vila milik Devan. Ia memilih pergi setelah menggunakan pakaian kembali dan mencari ayahnya di pagi-pagi buta. Lagi-lagi ia semakin kacau setelah menangis di sepanjang jalan karena pertengkaran mereka.Meskipun berucap benci berkali-kali, dalam hatinya ia masih berharap kasih sayang ayahnya. Sarah sangat lelah, ia ingin menyerah saja.Taksi berhenti di gang menuju kosannya. Ia harus jalan kaki lagi untuk masuk ke dalam sana, namanya juga kos-kosan murah tentu saja tempatnya terpencil."Terimakasih, pak."Setelah itu ia segera turun. Tepat saat ia hampir sampai di depan kosannya ia terkejut melihat banyak orang yang berkumpul di depan tepat tinggalnya. Ada apa? Kenapa juga ada ibu kosnya yang kumpul d
"Mas, kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini sulit banget di hubungi." Amora merajuk, "biasanya kamu keluar kota juga ajak aku deh, kok sekarang aneh gini.""Aneh gimana?" Devan tersenyum kecil, "jangan berpikir macam-macam, dek. Mas kan kerja."Devan memeluk Amora, ia tahu istrinya sangat mudah luluh jika sudah di peluk dan di manja seperti ini. Meskipun di luar sikap Istrinya di kenal angkuh dan sombong, tapi jika di hadapan suaminya ia hanya wanita penurut. Meskipun beberapa kali juga membuat suaminya kesal sih, masalah baik di luar maupun di dalam rumah sikap keras kepalanya tidak akan pernah hilang."Aku gak akan pikir macam-macam kalau kamu tetap seperti biasa." Ujarnya cemberut. Devan terkekeh mendengar istrinya merajuk. Pelukannya semakin mengerat, membuat rasa nyaman."Ra...""Mmm..." Amora terus memejamkan matanya menikmati dekapan hangat sang suami."Mas mau tanya, kamu kapan siapnya ke dokter?" "Maksud mas? Ngapain kita kedokter, aku gak sakit kok," ujarnya. Devan mendengus, Is
"apa maksud, Mama? Bukankan dia baik-baik saja tadi pagi. Lalu kenapa sekarang malah operasi sesar secepat ini?"Padahal tadi pagi mereka masih berbicara seperti biasa. Lalu kenapa tiba-tiba istrinya malah kembali drop dan harus melakukan operasi sekarang?"Baiklah, aku akan datang sekarang." Lekas Devan mengambil kunci mobil, meningalkan kantor meskipun sebentar lagi sebenarnya harus menghadiri rapat, tapi ia tak peduli lagi.Perjalanan ternyata begitu tidak mulus, terjebak macet membuka Devan frustasi. Pikiran buruk telah memenuhi otaknya, bagaimana kalau anaknya kenapa-napa? Lalu sarah?"Hey! Lebih cepat lagi nyetirnya!" Teriaknya tak sabaran."Baik tuan..." Untungnya Lim menit kemudian mereka sampai di rumah sakit. Devan sudah lebih dulu meloncat sebelum mobil benar-benar berhenti, sepertinya ia benar-benar hawatir sekarang "Mama!!!" Ratna yang melihat kedatangan sang anak lekas berlari memeluknya. "Devan... Mama hawatir. Bagaimana kalau cucu Mama kenapa-napa?" Tangisan Ratna
POV DevanAku tau aku adalah lelaki yang egois. Demi memenuhi impian aku rela mengorbankan dua wanita, demi seorang anak aku rela membagi rasa dan mengorbankan perasaan mereka hanya untuk kesenangan ku.Aku melakukan ini karena terpaksa. Diumurku yang sudah hampir kepala empat ini impian punya anak sendiri membuat ku melupakan segalanya. Bermain di sore hari bersama anakku, berbelanja diakhiri pekan, pulang kerja ada yang berlari manyambutku dengan kaki kecilnya, impian demi impian ini sayangnya Amora tak bisa berikan.Kenapa?Aku juga tak mengerti. Dia selalu bilang tak siap hamil karena takut tubuhnya rusak, tapi entah mengapa aku tak mempercayai alasan itu seratus persen. Apa yang sebenarnya istriku sembunyikan?Meskipun sudah menikah delapan tahun lebih, tapi aku tak merasakan Amora benar-benar mencintai ku. Dia selalu senang saat diberikan materi, barang mewah dan liburan keluar negeri. Hanya sekedar itu. Lalu apa dia melakukan tugasnya sebagai seorang istri?Ya, hanya sebatas
"Ma, kenapa mama ninggalin Mas Devan sama wanita itu? Aku gak rela ya mereka berduaan di sana." Ratna memijit dahinya. Sungguh ia pusing menghadapi Amora yang tidak mau mengerti, bukan salah dia juga sih karena seorang istri pasti akan merasakan sakit hati melihat suaminya memiliki wanita lain. Ratna tahu itu. Karena dia juga pemerasannya dulu. Saat suaminya berkhianat bahkan ia sampai pergi meninggalkan rumah, untung Amora ini lebih kuat."Ra, mama minta tolong ya. Sabar sedikit lagi," pinta Ratna. "Kamu bilang tidak mau hamil kan, tidak mau tubuhmu rusak kan karena mengandung?"Deg! Amora dibuat mati kutu mendengarkan ucapan mertuanya."Dari mana mama tahu tentang ini?"Ratna tersenyum kecil, "Devan sudah cerita tadi saat kami di musholla rumah sakit. Jadi benar yang Devan bilang itu?" Amora tidak punya kesempatan lagi untuk berbohong, jadi ia mengangguk membenarkannya ucapan suaminya itu. "Maaf, ma. Dari dulu sampai sekarang aku takut hamil, aku gak tahu mengapa tapi aku benar-
POV SarahAku tidak tahu ini kutukan atau karma. Tapi satu hal yang aku sadari, semua ucapan buruk yang pernah ku ucapkan hari ini berbalik padaku sendiri.Pelakor?Hahaha... Dulu aku bahkan berteriak penuh kebencian pada wanita yang bernama Rossi yang telah mencuri ayah dari ibu. Dulu, aku bahkan melabraknya dan memaki dirinya. Apalagi setelah kematian ibu, aku Semaki membenci mereka, mengangap semua kesialan yang terjadi pada ibu dan aku karena kehadiran rossi. Gara-gara mereka ibu meninggal, aku selalu mengingat kesalahan ayah sampai aku sendiri tak bahagia.Tapi sekarang... Bukankah aku juga menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Om Devan?Gila! Benar-benar gila!Aku bahkan berpikir setelah menikah dan menerima uang kopensasi itu aku akan hidup bahagia bergelimang harta. Membeli apa saja yang aku mau, berlibur keluar negeri seperti yang aku impikan menjadi nyonya muda yang bahagia.Tapi kenyataannya tidak. Aku tak bahagia! Malah aku merasa tertekan dan ketakutan oleh rasa bersal
Bagaimanapun Devan mencoba menjelaskannya semua tentu tak mudah di terima oleh Amora. Semakin suaminya bicara ia semakin merasa sakit hati, apalagi masalahnya anak lagi, sungguh membuat ia muak."Bawa aku bertemu dengannya!" "Tidak sekarang, Ra. Setelah bayi itu lahir...." "Gak mau! Aku mau sekarang. Aku mau lihat secantik apa di sampai kamu berpaling dariku."Sungguh keras kepala. Devan hanya bisa berpikir bagaimana caranya agar Amora tak menyakiti Sarah jika bertemu.Di tubuh gadis itu ada anaknya. Meskipun a mencintai Amora tapi ia juga tak akan rela darah dagingnya terluka."Baiklah... Aku akan membawamu bertemu dengan tapi dengan syarat," "Mas, kamu!!" "Jangan menyakitinya. Asalkan kamu berjanji tidak menyakitinya aku akan membuat kalian bertemu. Bagaimana?" Syarat dari Devan membuat Amora tidak senang. Bagaimanapun dia ingin menemui wanita itu agar memberi dia pelajaran, tapi lagi-lagi suaminya melindungi.Amora marah!Melihat ibu mertuanya juga setuju dengan pendapat Devan
Entah ada angin apa pagi-pagi sekali Ia harus dikejutkan dengan kedatangan dua manusia yang tak disukainya ini. Mana datangnya dengan wajah kusut lagi, kan ia jadi pikir buruk.Sarah menatap tajam Rossi yang tanpa malu berani datang ke villa ini, padahal jelas-jelas wanita itu tempo hari telah menghinanya habis-habisan. Apa dia tidak malu?Tapi mengingat wanita itu memang tidak punya malu ia tak ambil pusing lagi. Bahkan wanita seperti Rossi ini hanya tahu uang saja, mungkin dia sedang susah makanya ingat dengan dirinya ini. "Ada perlu apa ayah kesini?" Omar menatap nanar wajah sang putri. "Sarah, lama kita tak bertemu. Bagaimana kabarmu?" Basa basi sekali. Tentu saja dia tak menjawab, baik atau burukpun keadaannya selama ini memang ayahnya peduli? Jawabannya tentu saja tidak!Bahkan ia hampir mati menahan sakit dulu. Saat ia meminta bantuan malah di usir dengan kejam. Jika mengingat tentang itu ingin menangis rasanya. Untung saja diwaktu yang tepat Devan datang sebagai pahlawan.
Sepanjang hari Amora menunggu kepulangan Devan. Tapi sampai matahari terbenam batang hidung suaminya itu tak terlihat sedikitpun. Bukankah dia berjanji akan pulang hari ini?Ini bahkan sudah satu Minggu mereka tak bertemu.Dia awalnya percaya jika sang suami tengah pergi keluar kota untuk urusan bisnis. Tapi setelah mendapatkan foto-foto itu ia sudah tidak percaya lagi.Devan pasti berbohong! Siang ini bahkan ia kembali mendapatkan kiriman dari nomor yang tidak ia ketahui. Di sana terlihat suaminya tengah di pusat perbelanjaan bersama seorang wanita yang tengah hamil.Tentu saja ia sangat terkejut. Tapi pada siapa ia bertanya? Sampai sekarang ia bahkan tidak tahu dimana posisi suaminya. Benar-benar di luar kota atau masih di kota ini dan menginap di rumah selingkuhannya?"Brengsek kamu, Mas! Gak aku sangka kamu berani bermain api di belakang ku!" Beberapa kali umpatan yang keluar dari bibirnya. Rasa kesal tak juga hilang dari hatinya yang sedang memanas.Melihat wanita hamil di sisi
Hari berganti hari, tidak terasa sekarang kehamilan Sarah telah memasuki bulan ke delapan. Itu berarti tak lama lagi ia akan melahirkan, ia rasanya sudah tak sabar.Meskipun begitu dia juga merasa resah, rasa takut di pisahkan dengan buah hatinya semakin membuat hatinya berat.Apakah Devan akan memberinya kesempatan untuk bertemu anaknya nanti? Atau ia benar-benar tak di izinkan?Air mata Sarah menetes memikirkan bagaimana jika nanti ia tak lagi bisa bertemu dengan anaknya sendiri. "Kenapa?" Devan bertanya, "malam-malam malah bangun, ayo sini tidur lagi." Devan menarik dengan lembut membawa sang istri kembali kedalam pelukannya."Om...""Mmm..." Devan bergumam lirih."Aku gak bisa tidur, Om." Mendengarnya Devan kembali membuka matanya."Kenapa? Ada yang mengangu pikiran mu?" Semenjak kandungan Sarah membesar Devan sangat menjaga dan menjadi suami siaga. Terkadang Sarah merasa terharu, andai saja pria ini benar-benar suaminya, milik dia sendiri pasti ia sangat senang. Hanya saja
Mata Devan membulat sempurna. Ia mendadak berbalik, menatap Sarah dengan tajam menantikan jawab yang pasti."Kamu bercanda kan? Bagaimana bisa mama tau tentang kamu?"Sarah hanya menggeleng. Ia sendiri juga sedang ketakutan sekarang, pembicaraan mereka hari itu masih membekas di benaknya. Apa setelah anak ini lahir ia akan di usir dengan kejam?"Ahh... Sial! Kenapa jadi begini!" Devan meremas rambutnya frustasi. "Dia tanya apa saja sama kamu?""Gak ada, Om. Cuman sebentar..." Sarah engan mengatakan pembicaraan yang di katakan Ratna. Bagaimana pun juga ia akan sakit kembali jika mengulang bertapa kasar wanita itu kemarin.Devan tidak bertanya lagi. Ia pergi meninggalkan ruang rawat dengan wajah frustasinya. Kali ini ia tidak ingin mengurus pelayan yang bernama mawar, tapi ia harus menemui ibunya."Jika Mama tahu apa dia juga memberi tahu Amora? Sialan! Aku bahkan belum menyiapkan alasan yang baik." gumam Devan dalam hati.****Devan lekas kembali ke rumah dengan terburu-buru. Bahkan ia