Share

Bab 3

"Awas!!!"

Brakkk!!!

Terlambat. Sarah sudah terjatuh terpental ke tengah-tengah jalan. Untung mobil itu cepat berhenti jika tidak habislah dirinya. Rasa sakit di tubuhnya membuat Sarah sulit bangun, tapi lebih dari itu ia kesal mendengar ucap pengendara itu yang malah menyalahkannya.

"Aduh, Mbak. Kalau jalan hati-hati dong, masa gak lihat mobil mau lewat." 

"Aduh, pak. Saya yang terluka kok di marahi sih. Saharusnya situ yang hati-hati bawa mobil,"

"Kok salah saya, Mbak. Kan situ yang nyebrang gak lihat-lihat, anda sengaja ya mau cari keuntungan!" 

Tudingan itu membuat muka Sarah memerah marah. "Lambe mu, pak! Kalau ngomong jangan sembarang, saya yang terluka udah tangung jawab anda untuk mengobati saya. Ini salah anda ya!!" Balasnya berteriak marah. Terang saja pria itu bergidik ngeri melihat Sarah mulai mengamuk tak ingin di salahkan.

Davin yang menunggu di dalam mobil segera turun. Ia melihat sopirnya tengah bertengkar dengan seorang gadis di pinggir jalan, ia mendengus kesal. Segera ia mengeluarkan dompetnya, mengambil sisa uang di dompetnya lalu melemparkannya pada gadis itu.

"Ini untuk pengobatanmu, Nona. Jangan di perpanjang lagi,"

Eh?

Uang?

Sarah berbinar melihat uang merah itu berterbangan di depan wajahnya. Huh, lupakan harga diri, ia lebih tertarik memungut uang itu sekarang.

"Ini baru benar. Tangung jawab kalau buat kesalahan itu, bukan malah marah-marah sama saya!" 

Davin yang mendengarnya hanya menatap sinis. Sesuai tebakannya, gadis ini hanya butuh uang, dengan mudah ia bisa membungkam mulutnya.

"Anda serius memberi ini semua?" Meskipun ia sedikit malu, tapi Sarah tak bisa menolak. Ia terkejut setelah mengumpulkan semua uang yang berserakan itu "Ini dua juta, kau serius memberiku semuanya tuan?"

"Ya, apa kau puas sekarang?" Sarah mengangguk puasa, "kalau begitu minggir, jangan menghalangi mobil saya!"

Sarah segera minggir. Tak peduli lagi pria tua tadi yang memarahinya. Uang dua juta itu setara gajinya sebulan di toko pakaian itu, dan sekarang ia mendapatkannya dalam waktu setengah jam. Mmm.... Apa ia ulangi lagi aja kejadian seperti tadi agar dapat uang lebih banyak lagi?

Eh, tapi gimana kalau dia ketabrak kencang? Mati dong!!

****

Sekarang ia benar-benar menjadi pengangguran. Sarah terlentang di atas kasur tipisnya, memikirkan apa lagi yang bisa ia lakukan untuk masa depannya.

"Bagaimana caranya agar aku bisa dapat uang lebih cepat?" 

Seharusnya ia mendatangi klub itu kemarin untuk mencari pekerjaan, tapi sayang ia belum sempat sebab kecelakaan itu. Tubuhnya terluka, sekarang bahkan masih terbalut perban. Ia tidak bisa banyak bergerak sekarang karena suka terasa sakit.

"Sialan! Dasar bos pelit, masa uang pesangon hanya di kasih lima ratus ribu?!" 

Lima ratus ribu berapa lama bisa tahan hidup di kota yang besar ini. Bahkan bayar sewa kosnya saja tak akan sampai, untung masih ada uang pemberian pria yang menabraknya kemarin. Ada baiknya juga dia ketabrak kemarin, uang dua juta dengan mudah ia dapatkan.

"Lebih baik aku siap-siap pergi cari kerja. Aku gak bisa berdiam diri aja gini."

Jam tiga sore ia keluar dari kosannya. Kali ini Sarah mengunakan pakaian terbaiknya, dress di atas lutut dan dipandu dengan sepatu hak tinggi bewarna hitam. Sangat indah, apalagi dengan tubuh langsingnya yang semapai. Andai saja tubuhnya sedikit berisi lagi akan terlihat lebih seksi, sayang saja sekarang karena sakit ia menjadi lebih kurus.

"Wah, cantik sekali kamu, Sar. Mau pergi pesta ya?" 

Sarah terkekeh mendengarnya. Pesta ya? Gadis seperti dirinya mana tahu apa itu pesta.

"Bukan mbak, aku mau pergi cari kerja."

"Hah... Kerja apa yang sore begini? Kalau mau cari kerjaan pagi atau siang dong, Sar."

Sarah hanya tersenyum kecil. Ia bukan mau cari kerja seperti biasa, ia sedang ingin pergi ke Klub malam tempatnya bekerja. Tentu jam seperti ini sangat cocok karena hampir buka.

"Iya, Mbak." 

Tak banyak bicara lagi Sarah pergi meninggalkan kos sore itu. Yuni yang melihat keanehan itu menatap penuh curiga. 

"Wah, ide bagus nih buat di aduin sama Ibu kos. Pasti si Sarah ini kerja gak bener, masa pulang malam terus." 

Benar. Teman itu memang tidak ada yang tulus untuk bisa di percaya. Di depan Yuni terlihat sangat lembut dan mudah senyum, tapi sebenarnya ia sering kali mengadu pada pemilik kos tentang kelakuan Sarah yang pulang tengah malam.

***$

Di sebuah ruangan yang terlihat agak sedikit gelap di temani dengan lampu kelap-kelip, Sarah sekarang sedang berhadapan dengan atasan yang dulu menawarkan pekerjaan padanya. 

"Aku butuh kerjaan, kakak. Apa di sini aku bisa bekerja?"

"Bukannya kamu sudah bekerja di sini? Kerja seperti apa lagi, Sarah." Ujar Dion yang menjadi kepercayaan pemilik tempat hiburan malam ini.

"Ya, maksudku itu kerja tiap hari kak. Bukan yang cuma akhir pekan."

"Pekerjaan mu yang lama?"

"Udah di pecat. Gak tahu kenapa tiba-tiba aja aku di keluarkan." 

Dion menarik nafas panjang. Ia tidak bisa mengambil tindakan sesuka hati di sini, ini bukan miliknya. Lagi pula gadis seperti Sarah ini ia takut, takut gadis ini rusak kalau harus benar-benar kerja di sini. Ia kasihan dengan kehidupannya yang malang, tapi bukankah lebih kasihan lagi jika tidak memiliki pekerjaan?

"Tunggu dulu. Akan saya tanyakan pada bos besar, dia masih nerima pelayan apa enggak." Senyum Sarah merekah seketika mendengar Dion mau membatunya.

"Terimakasih,"

"Jangan senang dulu. Aku hanya membantu, tapi kalau di tolak jangan salahkan saya."

"Iya iya. Udah di bantu gini aku juga udah senang kali. Apalagi kalau di terima," ujarnya tersenyum manis membuat Dion berdecak malas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status