Share

Bab 6

Sarah menatap layar ponselnya dengan mata sayu khas bangun tidur. Tak langsung mandi atau pun sarapan, Ia lebih tertarik membaca berita menarik di beranda ponselnya.

'Keluarga bahagia. Nyonya Amora bersama sang suami tercinta menghabiskan waktu berlibur keliling Eropa. Pagi ini di kabarkan baru kembali setelah satu Minggu menghabiskan waktu untuk bersenang-senang.'

Sarah merasa akhir-akhir ini ia mulai tertarik mencari tahu semua tentang Pak Devan, dan berita pagi ini membuat dadanya berdesir melihat bertapa bahagia dua manusia itu  berlibur bersama.

Tak ada masalah sebenarnya. Hanya saja ada rasa iri yang menyerukan dalam hatinya melihat Davin tengah berpelukan mesra dengan istrinya sembari berpose romantis di bawah pepohonan yang berguguran.

"Huh, bahagia memang diperuntukkan untuk orang-orang berduit." Gumamnya.

Semakin jarinya bergulir di layar ponsel semakin ia tertarik melihat Devan sang pria kaya yang memiliki kekayaan di mana-mana. Sarah jadi berpikir, bagaimana kalau dia di posisi Amora, pasti hidupnya sangat bahagia.

"Apa aku terima saja tawaran dia ya? Ah... Tapi masa orang hebat seperti pak Davin mau sama aku yang gak ada cantik-cantiknya ini, pasti malam itu dia hanya ingin mengejekku saja. Benar juga kata Mbak Yara... Cewek dekil seperti aku mana mungkin bisa menyaingi orang se cantik mbak Amora."

Rasanya masih terasa mimpi saat ia lagi dan lagi di pertemukan dengan pria itu.  Tak ingin berpikir lagi ia memilih melempar ponselnya dengan kesal. Biarlah dia bekerja lebih giat lagi untuk masa depannya, dan lupakan semua tentang Devan yang tidak mungkin ia gapai. 

Jadi pelakor itu gak cukup mudah ternyata!!

***

Satu bulan terlewati seperti biasa. Hanya saja bedanya Sarah bekerja dari sore sampai malam, dan siangnya ia akan tidur. Perubahan ini menarik perhatian orang-orang di sekelilingnya, gosip-gosip apnas mulai terdengar, meskipun begitu Sarah memilih acuh saja.

"Pergi kerja kamu, Sarah?" Yuni muncul dari balik pintu kosnya sembari tersenyum kecil.

"Eh, iya Mbak. Kenapa?"

"Gak ada, cuma mau nyapa doang. Soalnya kita udah jarang ketemu ya," ujarnya sembari tersenyum. "Ngomong-ngomong kamu kerja apaan sih, kok pulang malam terus?" 

Sarah yang tidak curiga dengan jujur mengatakan, "aku kerja di sebuah klub malam, Mbak. Makanya pulang malam terus, kadang jam dua, jam tiga."

Yuni merujar o saja. Tapi diam-diam dia senang, ternyata tebakannya benar. Kalau begini tak salah jika dia mengadukannya pada pemilik kos akan.

"Ya udah, aku pergi ya Mbak. Udah pada sore, takut telat." 

"Oh, ya. Gak apa-apa, hati-hati ya."

Sarah memilih menumpang ojek pengkolan untuk mengantarnya sampai tujuan, hari ini ia sedikit semangat pergi bekerja karena akan gajian. Tapi bar saja motor yang di tumpanginya berbelok di tikungan ada satu sedan mewah datang-datang langsung menghantam mereka.

"Pak, awas!!!" 

Brakkk!!!

Lagi-lagi kecelakaan di tempat yang sama. Sarah mengusap sikunya yang terasa nyeri, ah.. ternyata berdarah. Ingin sekali ia menangis rasanya, sakitnya luar biasa perih.

"Aduh!! Kalau bawa motor hati-hati dong!!" Terikkan nyaring terdengar menarik antensi Sarah yang masih belum mampu bangun.

"Kalian ini ya, pagi-pagi udah bikin hari saya sial. Mobil saya lecet, kalian mampu buat ganti rigi hah?!" 

"Kalau bicara yang benar mbak. Mbak yang salah sudah menabrak kami, kok malah playing victim." Ujar sang pemilik motor. 

"Orang miskin seperti kalian ini cuma tahu menyemak jalan saja. Tubuh kalian itu dengan mudah bisa saya bayar, kalian mampu gak ganti mobil mahal saya?!" 

"Astagfirullah!!" 

Sarah mengeram marah. Ia ingin membalas tapi tukang ojek tadi sudah menahannya, "jangan mbak. Mendingan kita pergi aja, orang kayak gini gak mau kalah. Kalau kita lawan yang ada kita yang masuk penjara."

Uang bisa melakukan apapun, bahkan membayar hukum pun di zaman sekarang. Orang kaya selalu benar, meskipun mereka yang terluka tapi tetap harus mengalah.

Sarah menatap nanar. Miskin benar-benar sangat buruk. Orang bisa berbicara sesuka hati, bahkan menganggap dirinya hanya seperti barang yang tak berharga.

"Kenapa kalian diam? Sadar diri kalian, hah!!" 

"Huh... Iya mbak. Kami yang salah, kami minta maaf." 

"Nah gitu dong. Miskin itu sadar diri," ujar wanita milik mobil dengan pongah, "karena saya sedang baik hati gak akan saya permasalahkan. Saya bukan orang susah juga yang harus minta ganti rugi sama kalian,"

Diam.

Sampai mobil itu menjauh mereka masih terpaku. Motor mereka pak Sopian terlihat rusak berarti harus dibawa ke bengkel. Sarah menatap tukang ojek pengkolan itu dengan prihatin.

"Maaf ya pak, motornya rusak."

"Udah lah neng, gak apa-apa. Masih untung kita gak di minta ganti rugi sama ibu-ibu tadi,"

"Kok bapak ngalah sih. Seharusnya bapak lawan aja tadi."

"Kita gak akan menang neng. Orang kaya begitu mana tahu nasib kita, yang ada kita yang di tuntut nanti. Maaf, saya gak bisa antar Neng Sarah sampai tujuan."

"Oh, gak apa-apa kok, pak. Ini, saya bantu sedikit untuk perbaikan motor bapak," Sarah menyerahkan selembar uang merah. Ia tahu tak seberapa tapi setidaknya sedikit membatu pria tua itu.

"Wah, gak usah neng..."

"Gak apa-apa, Pak. Ambil aja, saya ikhlas kok."

"Baiklah, terima kasih. Kalau begitu saya pergi dulu," 

Sarah melihat kasihan, sudah berumur masih juga bekerja keras. Ia jadi ingat ayahnya, tapi sayang pria yang menjadi cinta pertamanya itu telah membuangnya demi istri barunya. 

Ia meringis pelan. Seakan lupa ia melihat sikunya lagi, ternyata darah dilukainya telah mengering tanpa ia sadari. Sarah baru menyadari juga, perutnya mendadak merasa sakit, ya tuhan... Kenapa sakitnya kambuh di saat yang tidak tepat seperti sekarang ini.

Tin...tin...tin...

Klakson mobil menyentak Sarah dari lamunan. Ia mendongak siapa yang kurang ajar mengangu dirinya yang sedang kesakitan begini.

"Pak Devan?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status