Malam sudah berlalu, mungkin sebentar lagi suara azan subuh akan berkumandang. Sarah terduduk diam di pinggir ranjang tidur dengan tatapan kosong. Akhirnya ia melakukan juga hal yang di benci oleh penciptanya. Dosa yang mungkin di anggap orang-orang tak bisa di maafkan, tapi ia apa punya pilihan lain?Pria itu benar-benar melakukannya dengan sangat buruk. Di bawah keadaan mabuk ia merenggut kehormatannya lalu meninggalkannya begitu saja setelah selesai. Sarah benar-benar merasa dirinya seperti wanita bayaran. Benar-benar bajingan!Devan bahkan telah meninggalkannya setelah merengkuh madu yang selama ini ia jaga. Apakah pria itu puas?Sarah menarik nafas lelah. Bahkan seikat uang merah yang telah di lemparkan oleh Davin tak menarik lagi di matanya. Tak ada kebahagiaan, yang ada rasa sakit dari sisa percintaan yang tidak meninggalkan kesan baik sedikitpun."Benar-benar murahan kamu, Sar." Ia terkekeh kecil mencemooh dirinya sendiri. Ia mantap kosong noda darah yang masih membekas di al
Rasa sakit di area bawahnya membuat Sarah tak bisa pulang dengan motor. Ia terpaksa memesan taksi menuju kosannya, ia bahkan merasa malu sepanjang jalan saat supir taksi itu menatap curiga dirinya yang pulang dalam keadaan kacau begini.Bagaimana mana tidak, ia tak sempat sekedar mandi di Vila milik Devan. Ia memilih pergi setelah menggunakan pakaian kembali dan mencari ayahnya di pagi-pagi buta. Lagi-lagi ia semakin kacau setelah menangis di sepanjang jalan karena pertengkaran mereka.Meskipun berucap benci berkali-kali, dalam hatinya ia masih berharap kasih sayang ayahnya. Sarah sangat lelah, ia ingin menyerah saja.Taksi berhenti di gang menuju kosannya. Ia harus jalan kaki lagi untuk masuk ke dalam sana, namanya juga kos-kosan murah tentu saja tempatnya terpencil."Terimakasih, pak."Setelah itu ia segera turun. Tepat saat ia hampir sampai di depan kosannya ia terkejut melihat banyak orang yang berkumpul di depan tepat tinggalnya. Ada apa? Kenapa juga ada ibu kosnya yang kumpul d
"Mas, kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini sulit banget di hubungi." Amora merajuk, "biasanya kamu keluar kota juga ajak aku deh, kok sekarang aneh gini.""Aneh gimana?" Devan tersenyum kecil, "jangan berpikir macam-macam, dek. Mas kan kerja."Devan memeluk Amora, ia tahu istrinya sangat mudah luluh jika sudah di peluk dan di manja seperti ini. Meskipun di luar sikap Istrinya di kenal angkuh dan sombong, tapi jika di hadapan suaminya ia hanya wanita penurut. Meskipun beberapa kali juga membuat suaminya kesal sih, masalah baik di luar maupun di dalam rumah sikap keras kepalanya tidak akan pernah hilang."Aku gak akan pikir macam-macam kalau kamu tetap seperti biasa." Ujarnya cemberut. Devan terkekeh mendengar istrinya merajuk. Pelukannya semakin mengerat, membuat rasa nyaman."Ra...""Mmm..." Amora terus memejamkan matanya menikmati dekapan hangat sang suami."Mas mau tanya, kamu kapan siapnya ke dokter?" "Maksud mas? Ngapain kita kedokter, aku gak sakit kok," ujarnya. Devan mendengus, Is
Sarah menatap lembaran kertas di tangannya nanar. Ternyata benar di dunia ini tidak di letakkan adanya kebahagiaan untuknya. Sarah tertawa perih, kenapa perjalanan hidupnya begitu pahit."Aku bahkan harus menderita berkali-kali, tapi mengapa Tuhan memberi orang lain kebahagiaan begitu mudah."Andai dia tahu hidupnya akan semenyedihkan ini lebih baik ia ikut ibunya saja ke Surga. Ia merasa putus asa setia kali melihat ayahnya tak pernah lagi peduli, melihat orang-orang di sekelilingnya bahagia ia benar-benar merasa iri.'Kau hanya perlu memberiku seorang anak, maka aku akan membayarmu berapapun yang kamu minta.'Hanya dua tahun. Kita menikah selama dua tahun, dan setelah itu akan saya lepaskan kamu." Ujar Devan siang tadi.Sungguh sakit jika diingatkan lagi. Sekarang ia sudah tidak berhak lagi ada dirinya sendiri, harga dirinya telah di beli hanya dengan harga 500 juta.Tapi apa ia bisa menolak?Tentu saja tidak. Pria itu bahkan mengancam akan menyakitinya jika berani menolak, ia tidak
Jika cinta tak bisa lagi di jadikan pedoman dalam berumahtangga, tolong biarkan dirinya menikah tanpa cinta. Sarah mengambil kartu hitam yang di lemparkan Devan. Ia tersenyum senang, tapi sebenarnya ia tidak benar-benar bahagia. "Kamu bisa membeli apapun yang kamu mau dengan itu. Tapi ingat, jangan pernah kamu bercerita pada siapapun tentang pernikahan kita ini."Sarah tersenyum kecil, "gak masalah. Tapi aku mau Om menempati janji yang tadi.""Tentang ayah mu ya? Kamu tenang saja. Saya akan mengambil milikmu dengan mudah nanti," ujarnya.Sarah mengangguk mengerti. Tak masalah baginya Devan mengakui dia di depan publik atau tidak. Lagi pula perjanjian pernikahan mereka hanya dua tahun, jika ia hamil anaknya akan di ambil oleh Devan, tapi jika tidak juga perjanjian akan tetap berkahir."Dan satu lagi... Kamu segera berhenti bekerja di tempat itu. Saya tidak suka kamu di sentuh oleh pria lain!" Sarah mendelik. Dalam perjanjian gak ada seperti itu, bukankah dia di bebaskan untuk melaku
Amora mengepal erat tangannya. Masih terngiang terus ucapan ibu mertuanya yang ingin mencari wanita lain untuk suaminya, benar-benar tidak peduli dengan perasaan dia.Kenapa tidak ada yang mau mengerti dirinya? Lagi pula ini sudah zaman apa? Kenapa semua orang terus saja membahas anak? Di luar sana banyak yang tidak punya anak, mereka tetap bahagia. Bisa hidup bebas dan melakukan apa saja, Amora tidak mau di kekang, dia ingin selalu menikmati kebebasannya."Sialan! Kenapa hidup aku mereka yang atur. Anak, anak aja terus bahas. Gak mikir apa, aku gak suka anak kecil, aku gak mau nambah beban. Aku gak mau gara-gara anak tubuhku menjaga rusak. Akhhh!!!" Ia berteriak melepaskan rasa kesal yang sedari tadi menekan dadanya.Sungguh sesak membayangkan Devan akan bersama wanita lain. Bagaimana ia tidak akan rela jika harus berbagi suami, Devan hanya miliknya. Tapi jika harus mengandung dan merasakan sakit selama sembilan bulan ia juga rasanya tak sudi."Kamu kenapa, dek?"Devan keluar dari ka
Devan tak tahu mengapa saat pikirannya gundah seperti ini malah datang ke Vila. Saat ia merasa sangat lelah ia masalah mengingat Sarah, gadis yang baru kemarin ia nikahkan, dan dia tinggalkan di malam pertama. Kali ini ia tanpa sadar merindunya, ia sekarang terbayang kembali bagaimana ia menghabiskan malam hebat bersama gadis itu, kali ini apakah ia bisa mengulanginya lagi."Om Devan?" Sarah terkejut saat pintu kamar terbuka. Ia yang sudah ingin pergi tidur terpaksa kembali duduk dengan kikuk."Kenapa wajah kamu begitu? Apa gak senang saya datang kemari?" Terang saja Sarah mengeleng. Ia bukannya tidak senang, hanya saja ia masih agak takut dengan pria ini. Ia lebih suka jika Devan tak datang, dan ia bisa bebas menikmati waktu sendiri di villa mewah ini."Malam ini, persiapkan dirimu." "Ha?" Sarah tak mengerti, bersiap kemana? "Memangnya kita akan kemana, Om?"Devan berdecak malas. Itu saja tak mengerti, "maksud saya, persiapkan malam ini. Saya ingin kamu melayani saya," ujarnya.
Sarah tahu ia seperti manusia lupa diri saat ini, bagaimana tidak seharian ini ia tanpa henti berbelanja menghabiskan uang suaminya. Beli ini dan itu tanpa lihat harga, bahkan pelayan di butik itu sampai di buat melongo.Sangat menyenangkan. Akhirnya ia merasakan juga menjadi kaya, banyak duit dan bisa berbuat apa saja, bahkan bisa membeli hal termahal sekali pun."Enak banget jadi orang kaya, ya. Pantas saja Amora begitu sombong selalu memamerkan koleksi barang mewahnya, ternyata semenyedihkan ini." Sarah bergumam lirih. Tidak apa-apa, kali ini ia ingin melupakannya segalanya. Ia ingin mencoba bahagia dengan apa yang ia korbankan, tentang masa depan akan akan serahkan pada takdirnya nanti."Baik, Nona. Belanjaan anda totalnya seratus tiga puluh juta. Mau bayar pake apa?" Tentu saja dengan penuh senyum Sarah menyerahkan kartu yang di berikut suaminya. Dengan satu gesekan semua selesai, bahkan ia mendapatkan tatapan memuja dari orang-orang di sana. Mungkin mereka pikir dia orang kaya
"apa maksud, Mama? Bukankan dia baik-baik saja tadi pagi. Lalu kenapa sekarang malah operasi sesar secepat ini?"Padahal tadi pagi mereka masih berbicara seperti biasa. Lalu kenapa tiba-tiba istrinya malah kembali drop dan harus melakukan operasi sekarang?"Baiklah, aku akan datang sekarang." Lekas Devan mengambil kunci mobil, meningalkan kantor meskipun sebentar lagi sebenarnya harus menghadiri rapat, tapi ia tak peduli lagi.Perjalanan ternyata begitu tidak mulus, terjebak macet membuka Devan frustasi. Pikiran buruk telah memenuhi otaknya, bagaimana kalau anaknya kenapa-napa? Lalu sarah?"Hey! Lebih cepat lagi nyetirnya!" Teriaknya tak sabaran."Baik tuan..." Untungnya Lim menit kemudian mereka sampai di rumah sakit. Devan sudah lebih dulu meloncat sebelum mobil benar-benar berhenti, sepertinya ia benar-benar hawatir sekarang "Mama!!!" Ratna yang melihat kedatangan sang anak lekas berlari memeluknya. "Devan... Mama hawatir. Bagaimana kalau cucu Mama kenapa-napa?" Tangisan Ratna
POV DevanAku tau aku adalah lelaki yang egois. Demi memenuhi impian aku rela mengorbankan dua wanita, demi seorang anak aku rela membagi rasa dan mengorbankan perasaan mereka hanya untuk kesenangan ku.Aku melakukan ini karena terpaksa. Diumurku yang sudah hampir kepala empat ini impian punya anak sendiri membuat ku melupakan segalanya. Bermain di sore hari bersama anakku, berbelanja diakhiri pekan, pulang kerja ada yang berlari manyambutku dengan kaki kecilnya, impian demi impian ini sayangnya Amora tak bisa berikan.Kenapa?Aku juga tak mengerti. Dia selalu bilang tak siap hamil karena takut tubuhnya rusak, tapi entah mengapa aku tak mempercayai alasan itu seratus persen. Apa yang sebenarnya istriku sembunyikan?Meskipun sudah menikah delapan tahun lebih, tapi aku tak merasakan Amora benar-benar mencintai ku. Dia selalu senang saat diberikan materi, barang mewah dan liburan keluar negeri. Hanya sekedar itu. Lalu apa dia melakukan tugasnya sebagai seorang istri?Ya, hanya sebatas
"Ma, kenapa mama ninggalin Mas Devan sama wanita itu? Aku gak rela ya mereka berduaan di sana." Ratna memijit dahinya. Sungguh ia pusing menghadapi Amora yang tidak mau mengerti, bukan salah dia juga sih karena seorang istri pasti akan merasakan sakit hati melihat suaminya memiliki wanita lain. Ratna tahu itu. Karena dia juga pemerasannya dulu. Saat suaminya berkhianat bahkan ia sampai pergi meninggalkan rumah, untung Amora ini lebih kuat."Ra, mama minta tolong ya. Sabar sedikit lagi," pinta Ratna. "Kamu bilang tidak mau hamil kan, tidak mau tubuhmu rusak kan karena mengandung?"Deg! Amora dibuat mati kutu mendengarkan ucapan mertuanya."Dari mana mama tahu tentang ini?"Ratna tersenyum kecil, "Devan sudah cerita tadi saat kami di musholla rumah sakit. Jadi benar yang Devan bilang itu?" Amora tidak punya kesempatan lagi untuk berbohong, jadi ia mengangguk membenarkannya ucapan suaminya itu. "Maaf, ma. Dari dulu sampai sekarang aku takut hamil, aku gak tahu mengapa tapi aku benar-
POV SarahAku tidak tahu ini kutukan atau karma. Tapi satu hal yang aku sadari, semua ucapan buruk yang pernah ku ucapkan hari ini berbalik padaku sendiri.Pelakor?Hahaha... Dulu aku bahkan berteriak penuh kebencian pada wanita yang bernama Rossi yang telah mencuri ayah dari ibu. Dulu, aku bahkan melabraknya dan memaki dirinya. Apalagi setelah kematian ibu, aku Semaki membenci mereka, mengangap semua kesialan yang terjadi pada ibu dan aku karena kehadiran rossi. Gara-gara mereka ibu meninggal, aku selalu mengingat kesalahan ayah sampai aku sendiri tak bahagia.Tapi sekarang... Bukankah aku juga menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Om Devan?Gila! Benar-benar gila!Aku bahkan berpikir setelah menikah dan menerima uang kopensasi itu aku akan hidup bahagia bergelimang harta. Membeli apa saja yang aku mau, berlibur keluar negeri seperti yang aku impikan menjadi nyonya muda yang bahagia.Tapi kenyataannya tidak. Aku tak bahagia! Malah aku merasa tertekan dan ketakutan oleh rasa bersal
Bagaimanapun Devan mencoba menjelaskannya semua tentu tak mudah di terima oleh Amora. Semakin suaminya bicara ia semakin merasa sakit hati, apalagi masalahnya anak lagi, sungguh membuat ia muak."Bawa aku bertemu dengannya!" "Tidak sekarang, Ra. Setelah bayi itu lahir...." "Gak mau! Aku mau sekarang. Aku mau lihat secantik apa di sampai kamu berpaling dariku."Sungguh keras kepala. Devan hanya bisa berpikir bagaimana caranya agar Amora tak menyakiti Sarah jika bertemu.Di tubuh gadis itu ada anaknya. Meskipun a mencintai Amora tapi ia juga tak akan rela darah dagingnya terluka."Baiklah... Aku akan membawamu bertemu dengan tapi dengan syarat," "Mas, kamu!!" "Jangan menyakitinya. Asalkan kamu berjanji tidak menyakitinya aku akan membuat kalian bertemu. Bagaimana?" Syarat dari Devan membuat Amora tidak senang. Bagaimanapun dia ingin menemui wanita itu agar memberi dia pelajaran, tapi lagi-lagi suaminya melindungi.Amora marah!Melihat ibu mertuanya juga setuju dengan pendapat Devan
Entah ada angin apa pagi-pagi sekali Ia harus dikejutkan dengan kedatangan dua manusia yang tak disukainya ini. Mana datangnya dengan wajah kusut lagi, kan ia jadi pikir buruk.Sarah menatap tajam Rossi yang tanpa malu berani datang ke villa ini, padahal jelas-jelas wanita itu tempo hari telah menghinanya habis-habisan. Apa dia tidak malu?Tapi mengingat wanita itu memang tidak punya malu ia tak ambil pusing lagi. Bahkan wanita seperti Rossi ini hanya tahu uang saja, mungkin dia sedang susah makanya ingat dengan dirinya ini. "Ada perlu apa ayah kesini?" Omar menatap nanar wajah sang putri. "Sarah, lama kita tak bertemu. Bagaimana kabarmu?" Basa basi sekali. Tentu saja dia tak menjawab, baik atau burukpun keadaannya selama ini memang ayahnya peduli? Jawabannya tentu saja tidak!Bahkan ia hampir mati menahan sakit dulu. Saat ia meminta bantuan malah di usir dengan kejam. Jika mengingat tentang itu ingin menangis rasanya. Untung saja diwaktu yang tepat Devan datang sebagai pahlawan.
Sepanjang hari Amora menunggu kepulangan Devan. Tapi sampai matahari terbenam batang hidung suaminya itu tak terlihat sedikitpun. Bukankah dia berjanji akan pulang hari ini?Ini bahkan sudah satu Minggu mereka tak bertemu.Dia awalnya percaya jika sang suami tengah pergi keluar kota untuk urusan bisnis. Tapi setelah mendapatkan foto-foto itu ia sudah tidak percaya lagi.Devan pasti berbohong! Siang ini bahkan ia kembali mendapatkan kiriman dari nomor yang tidak ia ketahui. Di sana terlihat suaminya tengah di pusat perbelanjaan bersama seorang wanita yang tengah hamil.Tentu saja ia sangat terkejut. Tapi pada siapa ia bertanya? Sampai sekarang ia bahkan tidak tahu dimana posisi suaminya. Benar-benar di luar kota atau masih di kota ini dan menginap di rumah selingkuhannya?"Brengsek kamu, Mas! Gak aku sangka kamu berani bermain api di belakang ku!" Beberapa kali umpatan yang keluar dari bibirnya. Rasa kesal tak juga hilang dari hatinya yang sedang memanas.Melihat wanita hamil di sisi
Hari berganti hari, tidak terasa sekarang kehamilan Sarah telah memasuki bulan ke delapan. Itu berarti tak lama lagi ia akan melahirkan, ia rasanya sudah tak sabar.Meskipun begitu dia juga merasa resah, rasa takut di pisahkan dengan buah hatinya semakin membuat hatinya berat.Apakah Devan akan memberinya kesempatan untuk bertemu anaknya nanti? Atau ia benar-benar tak di izinkan?Air mata Sarah menetes memikirkan bagaimana jika nanti ia tak lagi bisa bertemu dengan anaknya sendiri. "Kenapa?" Devan bertanya, "malam-malam malah bangun, ayo sini tidur lagi." Devan menarik dengan lembut membawa sang istri kembali kedalam pelukannya."Om...""Mmm..." Devan bergumam lirih."Aku gak bisa tidur, Om." Mendengarnya Devan kembali membuka matanya."Kenapa? Ada yang mengangu pikiran mu?" Semenjak kandungan Sarah membesar Devan sangat menjaga dan menjadi suami siaga. Terkadang Sarah merasa terharu, andai saja pria ini benar-benar suaminya, milik dia sendiri pasti ia sangat senang. Hanya saja
Mata Devan membulat sempurna. Ia mendadak berbalik, menatap Sarah dengan tajam menantikan jawab yang pasti."Kamu bercanda kan? Bagaimana bisa mama tau tentang kamu?"Sarah hanya menggeleng. Ia sendiri juga sedang ketakutan sekarang, pembicaraan mereka hari itu masih membekas di benaknya. Apa setelah anak ini lahir ia akan di usir dengan kejam?"Ahh... Sial! Kenapa jadi begini!" Devan meremas rambutnya frustasi. "Dia tanya apa saja sama kamu?""Gak ada, Om. Cuman sebentar..." Sarah engan mengatakan pembicaraan yang di katakan Ratna. Bagaimana pun juga ia akan sakit kembali jika mengulang bertapa kasar wanita itu kemarin.Devan tidak bertanya lagi. Ia pergi meninggalkan ruang rawat dengan wajah frustasinya. Kali ini ia tidak ingin mengurus pelayan yang bernama mawar, tapi ia harus menemui ibunya."Jika Mama tahu apa dia juga memberi tahu Amora? Sialan! Aku bahkan belum menyiapkan alasan yang baik." gumam Devan dalam hati.****Devan lekas kembali ke rumah dengan terburu-buru. Bahkan ia