Share

Bab 4

"Iya iya. Udah di bantu gini aku juga udah senang kali. Apalagi kalau di terima," ujarnya tersenyum manis membuat Dion berdecak malas.

Sarah di minta menunggu dulu, sedangkan Dion naik ke lantai paling atas tempat hiburan itu untuk menemui pemilik rumah hiburan ini.

Tok...tok...tok.

Tiga kali ketukan baru terdengar suara seorang pria tua untuk menyuruhnya masuk. Dion melangkah masuk, seperti yang dia duga bos besar sedang bersama wanita-wanita nya di sing bolong seperti ini.

"Maaf, tuan mengangu."

"Dion... Tidak masalah, ada yang ingin kamu katakan?"

Dian mengangguk. Ia mengatakan apa yang Sarah Samapi di bawah tadi. Lama pria paruh baya itu terlihat berpikir, mungkin sedang menimbang-nimbang posisi apa yang pantas ia berikan pada gadis muda itu.

****

"Bagiamana?" Sarah tak sabar. Bahkan Dion belum duduk, ia sudah bertanya penuh harap. "Bos nerima aku nggak? Gimana kak?"

"Sabar, Sar. Kamu di terima kok,"

"Alhamdulillah!"

"Tapi..."

Eh, ada tapinya?

Sarah urung merasa bahagia saat Dion meletakkan selembaran kertas yang ia bawa dari lantai atas. "Baca dulu surat perjanjiannya, Sar. Setelah itu baru kamu pikirkan terima atau tidak pekerjaan ini."

"Ini maksudnya gimana, kak? Aku gak jadi p layan tapi..."

"Masih kok, Sar. Tapi pelayan khusus yang mengantar makan dan minuman pada pelanggan VIP."

"Lalu?"

Dion menarik nafas panjang. Benar yang dia tebak, Sarah pasti tidak akan mengerti dengan mudah.

"Maksudnya kamu harus siap dengan poin-poin yang sudah ditulis di dalam perjanjian. Gaji kami mungkin lebih besar, tapi resiko juga besar. Kalau menurut aku mending kamu mundur aja dan cari kerjaan lain."

Persyaratannya membuat Sarah meremang. Bagaimana tidak, ia di anjurkan pakaian pelayannya lebih seksi, harus menerima jika di sentuh-sentuh oleh pelanggan. Dan lebih gila... Ia tidak bisa protes jika nanti mendapatkan pelecehan dari pelanggan mereka.

Sarah bimbang. Tapi hanya ini satu-satunya jalan cepat ia bisa mendapatkan pekerjaan dan mengumpulkan uang lebih cepat. Penyakitnya makin parah, jika tidak di tanah itu ia takut meradang dan akan semakin buruk jika dia drop tak bisa bekerja lagi.

"Kalau aku terima..."

"Kamu bisa masuk hari ini. Semua keperluan kamu ambil di loker khusus karyawan."

....

Tidak peduli dengan harga diri atau apapun, Sarah hanya tau ia hidup butuh uang, dan hanya pekerjaan ini yang bisa ia lakukan sekarang. 

Rok pendek super seksi sudah melingkar di pinggang Sarah dengan kemeja kecil khas seorang pelayan di tempat hiburan. Sebenarnya ia merasa sedikit tak nyaman, tapi ia harus membiasakan diri enam bulan kedelapan karena dia telah menandatangani kontrak kerja itu.

"Kamu sudah siap?" 

"Mmm... Aku antar pesan yang mana sekarang kak?" 

Dion sedikit membuang pandangan, ia memberi nota, "ini pesanan mereka. Di lantai dua, dilantai satu kamu nggak perlu turun tangan, itu tugas pelayan lain."

Sarah mengangguk mengerti. "Baiklah, kalau begitu aku pergi."

"Tunggu!!"

Dion terlihat berat membiarkan gadis itu melangkah, ada rasa tak rela tapi ia punya hak apa untuk melarangnya?

"Kamu hati-hati. Kalau mereka macam-macam kamu cepat pergi ya," ujarnya. Sarah tersenyum manis, ia sangat berterima kasih dengan perhatian laki-laki ini.

Tapi mulai hari ini ia sudah memutuskan. Apapun yang terjadi ia tak akan mundur, meskipun itu ia harus kehilangan sesuatu yang ia jaga selama ini. 

Ia berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan membuktikan pada ayahnya ia bisa hidup sendirian, ia akan membuktikan dia tak akan lagi datang pada pria itu sampai nanti.

****

Dalam dunia perkantoran tempat hiburan itu suatu hal biasa, apalagi jika klien minta di temani untuk bersenang-senang di klub malam, tentu saja tak enak untuk menolak.

Devan juga sama. Dunia malam itu sudah biasa baginya, bukan hal yang baru lagi sehingga ia takut untuk mencobanya. Sebelum menikah ia biasa berpesta, hanya saja setelah menikah ia sedikit berubah.

"Wah, sepertinya malam ini pak Devan ikut kota bersenang-senang. Kau tidak takut lagi istrimu marah?" Tanya pria yang berkepala botak itu dengan guyonannya. 

Dia klien yang meminta dirinya bertemu di tempat ini. "Untuk apa pikirkan dia, waktunya sudah habis untuk bersenang-senang dengan uangku, saya rasa dia tidak punya waktu untuk menghawatirkan suaminya ini." 

Balasan Davin yang tidak di sangka-sangka membuat mereka tertawa. Suami takut istri ternyata mulai berubah pikir mereka, mereka tidak tahu jika Davin hanya membalas sembarangan ucapan mereka.

"Akhirnya, kau sadar juga. Wanita ini hanya gila uang saja, mereka tidak akan meninggalkan kita apapun yang terjadi selagi jiwa belanja mereka terpenuhi. Hhhh..."

Kali ini Davin tak membalas. Perhatiannya tertarik dengan seorang pelayan yang datang mengantar minuman. Ia tidak lagi peduli dengan ocehan koleganya,  matanya telah terganggu dengan kemunculan gadis tadi pagi.

"Kau?!" 

"Pak?" 

.....

Tak ubahnya Davin Davin yang masih mampu mengenal Sarah. Sarah juga begitu, ia terkejut melihat pria yang tadi pagi melempar uang padanya ada di hadapannya. 

"Pak?"

Selanjutnya ia ingin mengacuhkannya saja. Tapi saat Pria itu terus saja menatapnya membuat ia sedikit risih. 

"Kamu bekerja di sini?"

"Eh?" Sarah menunjuk dirinya sendiri, "bapak bertanya sama saya?"

Davin berdecak. "Sudah tau iya, kamu sengaja ya selalu berkeliaran di sekitar saya?!" 

Deg

Meskipun kesal mendengar tuduhan itu, tapi Sarah tak membalas. Ia menatap takut-takut teman-teman Davin yang ikut menatapnya penasaran, mungkin dia tertarik karena Aku Davin menyapanya.

"Kamu kenal dengannya, Pak Davin?"

"Oh, bukan."

"Tapi saya lihat anda tertarik padanya. Apa dia mainan barumu?" Tanya pak beroto yang masih kepo.

Davin memijit pelipisnya, ia merasa pusing. "Jangan berbicara sembarangan, Bung. Anda bisa membuat salah paham,"

"Ayolah... Tempat ini adalah tempat untuk kita bebas berbuat apa saja, tidak akan ada yang berani menganggunya atau mereka akan menyesal." Tuan Broto kembali menatap Sarah yang masih diam setelah menuangkan minuman. "Mmm... Dia lumayan, jika kau tidak mau bagaimana kalau..."

Tidak tahan mendengarnya. Davin mengambil tangan Sarah, membawa gadis itu keluar dari ruangan itu yang di iringi tawa kemenangan oleh kolega bisnisnya.

"Pak! Lepas, apa yang anda lakukan? Saya masih harus bekerja,anda tidak bisa membawa saya seperti ini." Sarah menarik tangannya, tapi Davin tak melapangkannya dengan mudah.

"Saya bisa membayar anda lebih dari hajimu di sini!" Tekan Davin.

Sarah mematung. Ia masih terasa asing dengan orang ini, tapi bukan berarti dia tidak kenal siapa itu Davin Diwaguna. Pria kaya yang sering berselera di media sosial ataupun tv dengan di kenal pengusaha sukses.

"Maksud anda apa?"

"Bukankah kamu sangat cinta uang?"

Sarah tersenyum sinis. Orang kaya memang seperti ini, suka sekali menilai orang lain sesuka hati.

"Ya, saya cinta uang. Lalu anda mau apa? Mau memberikan saya uang cuma-cuma lagi seperti kemarin?" Tantang Sarah dengan senyum menggoda. "Tuan, asal Anda tahu, say bisa berbuat apa saja demi uang. Jadi bagaimana?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status