"Iya iya. Udah di bantu gini aku juga udah senang kali. Apalagi kalau di terima," ujarnya tersenyum manis membuat Dion berdecak malas.
Sarah di minta menunggu dulu, sedangkan Dion naik ke lantai paling atas tempat hiburan itu untuk menemui pemilik rumah hiburan ini. Tok...tok...tok. Tiga kali ketukan baru terdengar suara seorang pria tua untuk menyuruhnya masuk. Dion melangkah masuk, seperti yang dia duga bos besar sedang bersama wanita-wanita nya di sing bolong seperti ini. "Maaf, tuan mengangu." "Dion... Tidak masalah, ada yang ingin kamu katakan?" Dian mengangguk. Ia mengatakan apa yang Sarah Samapi di bawah tadi. Lama pria paruh baya itu terlihat berpikir, mungkin sedang menimbang-nimbang posisi apa yang pantas ia berikan pada gadis muda itu. **** "Bagiamana?" Sarah tak sabar. Bahkan Dion belum duduk, ia sudah bertanya penuh harap. "Bos nerima aku nggak? Gimana kak?" "Sabar, Sar. Kamu di terima kok," "Alhamdulillah!" "Tapi..." Eh, ada tapinya? Sarah urung merasa bahagia saat Dion meletakkan selembaran kertas yang ia bawa dari lantai atas. "Baca dulu surat perjanjiannya, Sar. Setelah itu baru kamu pikirkan terima atau tidak pekerjaan ini." "Ini maksudnya gimana, kak? Aku gak jadi p layan tapi..." "Masih kok, Sar. Tapi pelayan khusus yang mengantar makan dan minuman pada pelanggan VIP." "Lalu?" Dion menarik nafas panjang. Benar yang dia tebak, Sarah pasti tidak akan mengerti dengan mudah. "Maksudnya kamu harus siap dengan poin-poin yang sudah ditulis di dalam perjanjian. Gaji kami mungkin lebih besar, tapi resiko juga besar. Kalau menurut aku mending kamu mundur aja dan cari kerjaan lain." Persyaratannya membuat Sarah meremang. Bagaimana tidak, ia di anjurkan pakaian pelayannya lebih seksi, harus menerima jika di sentuh-sentuh oleh pelanggan. Dan lebih gila... Ia tidak bisa protes jika nanti mendapatkan pelecehan dari pelanggan mereka. Sarah bimbang. Tapi hanya ini satu-satunya jalan cepat ia bisa mendapatkan pekerjaan dan mengumpulkan uang lebih cepat. Penyakitnya makin parah, jika tidak di tanah itu ia takut meradang dan akan semakin buruk jika dia drop tak bisa bekerja lagi. "Kalau aku terima..." "Kamu bisa masuk hari ini. Semua keperluan kamu ambil di loker khusus karyawan." .... Tidak peduli dengan harga diri atau apapun, Sarah hanya tau ia hidup butuh uang, dan hanya pekerjaan ini yang bisa ia lakukan sekarang. Rok pendek super seksi sudah melingkar di pinggang Sarah dengan kemeja kecil khas seorang pelayan di tempat hiburan. Sebenarnya ia merasa sedikit tak nyaman, tapi ia harus membiasakan diri enam bulan kedelapan karena dia telah menandatangani kontrak kerja itu. "Kamu sudah siap?" "Mmm... Aku antar pesan yang mana sekarang kak?" Dion sedikit membuang pandangan, ia memberi nota, "ini pesanan mereka. Di lantai dua, dilantai satu kamu nggak perlu turun tangan, itu tugas pelayan lain." Sarah mengangguk mengerti. "Baiklah, kalau begitu aku pergi." "Tunggu!!" Dion terlihat berat membiarkan gadis itu melangkah, ada rasa tak rela tapi ia punya hak apa untuk melarangnya? "Kamu hati-hati. Kalau mereka macam-macam kamu cepat pergi ya," ujarnya. Sarah tersenyum manis, ia sangat berterima kasih dengan perhatian laki-laki ini. Tapi mulai hari ini ia sudah memutuskan. Apapun yang terjadi ia tak akan mundur, meskipun itu ia harus kehilangan sesuatu yang ia jaga selama ini. Ia berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan membuktikan pada ayahnya ia bisa hidup sendirian, ia akan membuktikan dia tak akan lagi datang pada pria itu sampai nanti. **** Dalam dunia perkantoran tempat hiburan itu suatu hal biasa, apalagi jika klien minta di temani untuk bersenang-senang di klub malam, tentu saja tak enak untuk menolak. Devan juga sama. Dunia malam itu sudah biasa baginya, bukan hal yang baru lagi sehingga ia takut untuk mencobanya. Sebelum menikah ia biasa berpesta, hanya saja setelah menikah ia sedikit berubah. "Wah, sepertinya malam ini pak Devan ikut kota bersenang-senang. Kau tidak takut lagi istrimu marah?" Tanya pria yang berkepala botak itu dengan guyonannya. Dia klien yang meminta dirinya bertemu di tempat ini. "Untuk apa pikirkan dia, waktunya sudah habis untuk bersenang-senang dengan uangku, saya rasa dia tidak punya waktu untuk menghawatirkan suaminya ini." Balasan Davin yang tidak di sangka-sangka membuat mereka tertawa. Suami takut istri ternyata mulai berubah pikir mereka, mereka tidak tahu jika Davin hanya membalas sembarangan ucapan mereka. "Akhirnya, kau sadar juga. Wanita ini hanya gila uang saja, mereka tidak akan meninggalkan kita apapun yang terjadi selagi jiwa belanja mereka terpenuhi. Hhhh..." Kali ini Davin tak membalas. Perhatiannya tertarik dengan seorang pelayan yang datang mengantar minuman. Ia tidak lagi peduli dengan ocehan koleganya, matanya telah terganggu dengan kemunculan gadis tadi pagi. "Kau?!" "Pak?" ..... Tak ubahnya Davin Davin yang masih mampu mengenal Sarah. Sarah juga begitu, ia terkejut melihat pria yang tadi pagi melempar uang padanya ada di hadapannya. "Pak?" Selanjutnya ia ingin mengacuhkannya saja. Tapi saat Pria itu terus saja menatapnya membuat ia sedikit risih. "Kamu bekerja di sini?" "Eh?" Sarah menunjuk dirinya sendiri, "bapak bertanya sama saya?" Davin berdecak. "Sudah tau iya, kamu sengaja ya selalu berkeliaran di sekitar saya?!" Deg Meskipun kesal mendengar tuduhan itu, tapi Sarah tak membalas. Ia menatap takut-takut teman-teman Davin yang ikut menatapnya penasaran, mungkin dia tertarik karena Aku Davin menyapanya. "Kamu kenal dengannya, Pak Davin?" "Oh, bukan." "Tapi saya lihat anda tertarik padanya. Apa dia mainan barumu?" Tanya pak beroto yang masih kepo. Davin memijit pelipisnya, ia merasa pusing. "Jangan berbicara sembarangan, Bung. Anda bisa membuat salah paham," "Ayolah... Tempat ini adalah tempat untuk kita bebas berbuat apa saja, tidak akan ada yang berani menganggunya atau mereka akan menyesal." Tuan Broto kembali menatap Sarah yang masih diam setelah menuangkan minuman. "Mmm... Dia lumayan, jika kau tidak mau bagaimana kalau..." Tidak tahan mendengarnya. Davin mengambil tangan Sarah, membawa gadis itu keluar dari ruangan itu yang di iringi tawa kemenangan oleh kolega bisnisnya. "Pak! Lepas, apa yang anda lakukan? Saya masih harus bekerja,anda tidak bisa membawa saya seperti ini." Sarah menarik tangannya, tapi Davin tak melapangkannya dengan mudah. "Saya bisa membayar anda lebih dari hajimu di sini!" Tekan Davin. Sarah mematung. Ia masih terasa asing dengan orang ini, tapi bukan berarti dia tidak kenal siapa itu Davin Diwaguna. Pria kaya yang sering berselera di media sosial ataupun tv dengan di kenal pengusaha sukses. "Maksud anda apa?" "Bukankah kamu sangat cinta uang?" Sarah tersenyum sinis. Orang kaya memang seperti ini, suka sekali menilai orang lain sesuka hati. "Ya, saya cinta uang. Lalu anda mau apa? Mau memberikan saya uang cuma-cuma lagi seperti kemarin?" Tantang Sarah dengan senyum menggoda. "Tuan, asal Anda tahu, say bisa berbuat apa saja demi uang. Jadi bagaimana?"Devan tidak tahu mengapa tapi ia merasa dalam dua kali pertemuan gadis di hadapannya telah berhasil menarik perhatiannya. Saat koleganya menggoda gadis ini ada rasa tak rela yang ia rasakan, bukankah ini salah?Sarah?Nama ini membuat ia tersenyum sendiri. Ia masih ingat bagaimana dengan polosnya gadis itu menerima uang yang dia berikan dengan kurang ajarnya di pinggir jalan, malah dia tidak peduli dengan luka di tubuhnya dan menatap berbinar pada lembaran merah yang tidak seberapa itu.Dan hari ini ia kembali bertemu dengannya. Masih dengan polosnya gadis itu menatapnya berbinar, tanpa sadar ia mengucapkan pikiran gila itu."Kalau mau uangku apa kau siap menjadi ja*angku?"Sungguh ia tidak tahu mengapa lagi-lagi ia tidak memikirkan perasaan gadis itu, ia berucap dengan spontan. Ia pikir ia akan mendapatkan tamparan, siapa sangka dengan gilanya gadis itu malah membalas ucapannya."Om bisa bayar berapa agar aku bisa jadi simpanan mu?" Telak gadis itu dengan senyum menyeringai membuat i
Sarah menatap layar ponselnya dengan mata sayu khas bangun tidur. Tak langsung mandi atau pun sarapan, Ia lebih tertarik membaca berita menarik di beranda ponselnya.'Keluarga bahagia. Nyonya Amora bersama sang suami tercinta menghabiskan waktu berlibur keliling Eropa. Pagi ini di kabarkan baru kembali setelah satu Minggu menghabiskan waktu untuk bersenang-senang.'Sarah merasa akhir-akhir ini ia mulai tertarik mencari tahu semua tentang Pak Devan, dan berita pagi ini membuat dadanya berdesir melihat bertapa bahagia dua manusia itu berlibur bersama.Tak ada masalah sebenarnya. Hanya saja ada rasa iri yang menyerukan dalam hatinya melihat Davin tengah berpelukan mesra dengan istrinya sembari berpose romantis di bawah pepohonan yang berguguran."Huh, bahagia memang diperuntukkan untuk orang-orang berduit." Gumamnya.Semakin jarinya bergulir di layar ponsel semakin ia tertarik melihat Devan sang pria kaya yang memiliki kekayaan di mana-mana. Sarah jadi berpikir, bagaimana kalau dia di p
Apa ia harus terkejut sekarang. Bagaimana di tempat yang cukup sepi ini bisa-bisanya ia bertemu kembali dengan Pak Devan?"Kamu kenapa?" Sarah mengerjab saat tiba-tiba Devan mengambil tangannya dan memeriksa luka di kedua sikunya."Kamu terluka cukup parah. Kenapa tidak di obati?""Kenapa Pak Devan ada di sini?" Bukan menjawab ia balik bertanya, "lepas, pak! Nanti ada yang lihat," Devan hanya diam. Dia tak melepaskan Sarah, malah ia menarik gadis itu untuk masuk kedalam mobilnya. Awalnya Sarah menolak, tapi Devan bukan orang yang mudah di tolak dia tetap memaksa gadis itu mengikutinya."Masuk!""Tapi pak...""Udah, kamu gak usah membantah. Lihat itu pakaian mu sudah robek," ujarnya tetap mendorong tubuh Sarah memasuki mobilnya.Sarah hanya bisa pasrah. Padahal ia sudah ketar-ketir, melihat sikap Devan yang sok dekat ini membuat ia sedikit malu. Ia baru sadar ternyata pria itu sendiri yang menyetir mobilnya, bukan dengan supirnya yang tua kemarin."Eh, bapak mau bawa saya kemana?" "
Sarah merasa sangat senang saat pertama kali ia dapatkan gaji lagi, mana gajinya besar lagi. Lima juta, itu setara dengan gajinya dua bulan setengah di toko pakaian.Dengan uang ini ia bisa besok ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya, syukur-syukur jika ada kabar baik. Tapi kalau tidak ia akan menabung uang ini untuk beberapa bulan kedelapan, ia berharap sakitnya masih bisa menunggu."Sarah, kamu mau pulang?" Dion datang saat Sarah sudah selesai menyapu lantai dan menyusun botol-botol yang berserakan di atas meja barr.Sarah mengambil tasnya setelah pekerjaan selesai, mereka keluar dari sana dan begitu juga dengan Dion. Waktu sudah menunjukkan waktu 3 pagi, cukup telat pulang dari biasanya karena Bar hari ini cukup ramain"Oh, iya kak. Kenapa?""Tidak. Aku dengar dari Yara kamu terluka, apa benar?"Sarah tersenyum mendengar perhatian kecil itu, "iya. Tadi kecelakaan lagi, jatuh dari motor. Tapi udah di obati kok, nih..." Ujarnya memberi tahu. Ia menunjukkan sikunya yang sudah d
Malam sudah berlalu, mungkin sebentar lagi suara azan subuh akan berkumandang. Sarah terduduk diam di pinggir ranjang tidur dengan tatapan kosong. Akhirnya ia melakukan juga hal yang di benci oleh penciptanya. Dosa yang mungkin di anggap orang-orang tak bisa di maafkan, tapi ia apa punya pilihan lain?Pria itu benar-benar melakukannya dengan sangat buruk. Di bawah keadaan mabuk ia merenggut kehormatannya lalu meninggalkannya begitu saja setelah selesai. Sarah benar-benar merasa dirinya seperti wanita bayaran. Benar-benar bajingan!Devan bahkan telah meninggalkannya setelah merengkuh madu yang selama ini ia jaga. Apakah pria itu puas?Sarah menarik nafas lelah. Bahkan seikat uang merah yang telah di lemparkan oleh Davin tak menarik lagi di matanya. Tak ada kebahagiaan, yang ada rasa sakit dari sisa percintaan yang tidak meninggalkan kesan baik sedikitpun."Benar-benar murahan kamu, Sar." Ia terkekeh kecil mencemooh dirinya sendiri. Ia mantap kosong noda darah yang masih membekas di al
Rasa sakit di area bawahnya membuat Sarah tak bisa pulang dengan motor. Ia terpaksa memesan taksi menuju kosannya, ia bahkan merasa malu sepanjang jalan saat supir taksi itu menatap curiga dirinya yang pulang dalam keadaan kacau begini.Bagaimana mana tidak, ia tak sempat sekedar mandi di Vila milik Devan. Ia memilih pergi setelah menggunakan pakaian kembali dan mencari ayahnya di pagi-pagi buta. Lagi-lagi ia semakin kacau setelah menangis di sepanjang jalan karena pertengkaran mereka.Meskipun berucap benci berkali-kali, dalam hatinya ia masih berharap kasih sayang ayahnya. Sarah sangat lelah, ia ingin menyerah saja.Taksi berhenti di gang menuju kosannya. Ia harus jalan kaki lagi untuk masuk ke dalam sana, namanya juga kos-kosan murah tentu saja tempatnya terpencil."Terimakasih, pak."Setelah itu ia segera turun. Tepat saat ia hampir sampai di depan kosannya ia terkejut melihat banyak orang yang berkumpul di depan tepat tinggalnya. Ada apa? Kenapa juga ada ibu kosnya yang kumpul d
"Mas, kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini sulit banget di hubungi." Amora merajuk, "biasanya kamu keluar kota juga ajak aku deh, kok sekarang aneh gini.""Aneh gimana?" Devan tersenyum kecil, "jangan berpikir macam-macam, dek. Mas kan kerja."Devan memeluk Amora, ia tahu istrinya sangat mudah luluh jika sudah di peluk dan di manja seperti ini. Meskipun di luar sikap Istrinya di kenal angkuh dan sombong, tapi jika di hadapan suaminya ia hanya wanita penurut. Meskipun beberapa kali juga membuat suaminya kesal sih, masalah baik di luar maupun di dalam rumah sikap keras kepalanya tidak akan pernah hilang."Aku gak akan pikir macam-macam kalau kamu tetap seperti biasa." Ujarnya cemberut. Devan terkekeh mendengar istrinya merajuk. Pelukannya semakin mengerat, membuat rasa nyaman."Ra...""Mmm..." Amora terus memejamkan matanya menikmati dekapan hangat sang suami."Mas mau tanya, kamu kapan siapnya ke dokter?" "Maksud mas? Ngapain kita kedokter, aku gak sakit kok," ujarnya. Devan mendengus, Is
Sarah menatap lembaran kertas di tangannya nanar. Ternyata benar di dunia ini tidak di letakkan adanya kebahagiaan untuknya. Sarah tertawa perih, kenapa perjalanan hidupnya begitu pahit."Aku bahkan harus menderita berkali-kali, tapi mengapa Tuhan memberi orang lain kebahagiaan begitu mudah."Andai dia tahu hidupnya akan semenyedihkan ini lebih baik ia ikut ibunya saja ke Surga. Ia merasa putus asa setia kali melihat ayahnya tak pernah lagi peduli, melihat orang-orang di sekelilingnya bahagia ia benar-benar merasa iri.'Kau hanya perlu memberiku seorang anak, maka aku akan membayarmu berapapun yang kamu minta.'Hanya dua tahun. Kita menikah selama dua tahun, dan setelah itu akan saya lepaskan kamu." Ujar Devan siang tadi.Sungguh sakit jika diingatkan lagi. Sekarang ia sudah tidak berhak lagi ada dirinya sendiri, harga dirinya telah di beli hanya dengan harga 500 juta.Tapi apa ia bisa menolak?Tentu saja tidak. Pria itu bahkan mengancam akan menyakitinya jika berani menolak, ia tidak
"Kenapa kamu masih mau menuruti ucapan dia? Sarah apa dia mengancam mu?" Jaya datang pagi-pagi sekali, membuat kehebohan di Vila Devan ingin menemui Sarah.Untungnya devan sedang tak di sana, jadi Sarah bisa menemuinya sekarang. Jika tidak ia takut Devan berubah pikiran dan kembali melarang dirinya bertemu dengan anaknya. Sarah gak mau!"Aku kembali karena kemauan ku, Bang. Aku rasa ini yang terbaik,aku gak mau menyusahin kamu. Uang 500 juta bukanlah mudah di cari. Usahamu masih butuh modal yang banyak, Lagi pula om Devan berjanji akan membiarkan ku selalu bersama anakku, ini sudah cukup."Jaya mengeleng. "Tapi bagaimana dengan ku? Sarah, aku mencintaimu. Biar aku membayar hutang mu, setelah itu kita menikah dan hidup bahagia berdua." Pintanya.Sarah menolak. Bersama dengan Jay sekarang bukan waktu yang baik, meskipun uang telah di kembalikan ia tak yakin devan dengan mudah membuat anaknya bersama dengannya. Pria itu kaya, dia bisa berbuat apa saja. Lagi pula mereka berdua masih saumi
"Sar? Bagaimana, apa lebih baik?" "Mm... Sakitnya sudah berkurang. Aku gak tahu efek dari operasi sesar seperti ini. Huh... Bikin cemas aja.."Bagaimana tidak. Tiba-tiba bekas lukanya merasa nyeri hebat. Padahal ia hanya mencoba mengangkat air dengan ember tadi, siapa sangka akan jadi begini."Makanya kalau dilarang itu mengerti, Sar. Sakit gini siapa yang rugi, kamu juga kan." Tak lama suster datang lagi untuk Menganti infus. Sarah terpaksa dirawat dua hari kedepan, kata dokternya ada luka yang kembali terbuka. Untungnya tidak parah, hanya butuh penanganan dokter sebentar sampai luka itu menyatu kembali."Bang Jay, gimana kabar anakku disana ya?" "Sudahlah, Sar. Tunggu kamu pilih dulu, setelah itu aku janji akan bawa kamu menemui tuan kaya itu." Sarah menarik nafas lelah, "aku bahkan tidak berani berpikir seperti itu, Bang. Apa dia mau dengan kehadiran ku? Bagaimana kalau Nyonya Amora tak senang dan berbuat hal gila. Aku tidak ingin kemarahannya akan ia balas pada anakku." Jaya
Untuk berucap saja Malik sudah tak mampu. Ia sungguh malu setelah mendengar ucapan dokter tadi. Bagaimana bisa putranya yang telah ia besarkan dengan penuh kasih sayang bisa menjadi seperti ini. Sungguh picik sekali dia sebagai wanita tega membunuh anaknya sendiri hanya demi tubuh yang indah."Ayah benar-benar malu, Bun. Bagaimana bisa....ya tuhan. Kenapa dia bisa begitu kejam."Mayang yang telah mendengar penjelasan tentang putrinya tak henti menangis. Sebagai seorang ibu ia merasa sakit hati dengan melakukan putrinya sendiri, tapi sebagai ibunya tentu saja ia masih mencoba membela sang putri."Yah, lebih baik kita tanyakan dulu padanya. Dia pasti punya alasan melakukan itu," Melihat mertuanya masih mencoba membela putri mereka, Devan menjadi tak tertarik lagi. Ada hal penting yang lebih ingin ia lakukan, jadi ia segera berdiri "Ayah, Bunda. Dokter bilang Amora harus melakukan operasi secepatnya, jika tidak akan sangat muruk untuk dia. Masalah ini aku rasa kalian lebih baik yang m
Gila! Ini benar-benar gila. Bagaimana ia tidak bisa tahu ini semua pernah terjadi, dan ia seperti orang bodoh mempercayai Istrinya selama ini. apa sebegitu tak ingin Amora mengandung anaknya?"Aborsi? Kureta? Gila!! Ini hanya mimpi, sial!" Meskipun ia mencoba menolak, tapi ucapan dokter tadi sudah cukup membuat ia mau gila. Bagaimana bisa istri yang ia percayai selam ini pernah hamil? Apalagi sampai mengugurkan kandungannya, ia benar-benar tak bisa percaya."Devan, ada apa dengan mu, nak? Kenapa menarik rambutmu seperti itu?" Ratna sangat cemas melihat kelakuan putranya yang aneh. Ada apa?"Dokter bilang apa? Kenapa kamu jadi begini hah?" Tanya Ratna lagi. Tapi devan masih bungkam dengan mata yang telah memerah."Devan jawab Mama! Kamu kenapa sih, kok kamu aneh begini. Dan Amora... Apa kata dokter?"Devan tak tahu harus menjelaskan bagaimana. Air matanya berjatuhan, untuk pertama kalinya ia menangis setelah dewasa seperti ini. Ternyata kebohongan Amora benar-benar melukai harga dir
"Apa kamu bilang? Kenapa bisa pergi!!" Devan mencengkram erat pegangannya di meja, bagaimana bisa dia tiba-tiba hilang.Lama ini mendengar balasan orang di luar sana. Devan meremas ponselnya kuat, sial! Kenapa jadi begini."Tolong kamu Carikan dia!" Perintah Devan. Tidak sekarang. Ia dan bayinya masih membutuhkan gadis itu, jika dia pergi lalu ia pergi kemana. Sedangkan keluarga tak punya, ayahnya pun tak peduli dengan kehidupan gadis itu Tiba-tiba devan merasa cemas. Sarah sendirian di dunia ini, apalagi ia sedang sakit pasca operasi melahirkan malah pergi sendirian. "Ini salahku, seharusnya aku pergi ke rumah sakit setiap hari menjaganya. Ya Allah, apa yang terjadi pada gadis itu?"Devan lekas meningalkan kantor. Ia ingin menuju rumah sakit dan mencari sendiri keberadaan Istrinya. Untung-untung jika ia mendapatkan jejak, meskipun gadis itu tak mau kembali ia akan tetap memaksa.****"Apa? Dia sudah pergi?" Amora tidak bisa tidak bahagia mendengar kabar ini. "Kalau begitu bagus. K
Bagaikan bunga yang telah layu semua meningalkan dirinya. Sarah membuka mata pertama kali, ia berharap pertama kali yang ia lihat adalah Devan sang suami, tapi siapa sangka malah Jaya yang tengah tertidur di sampingnya.Saat ia ingat bergerak pria itu terbangun lebih dulu, ia terlihat bahagia mendapati Sarah telah bangun."Ya Allah... Kamu udah bangun. Tunggu sebentar, biar ku panggilkan dokter sekarang." Sarah menatap miris. Tak percaya malah mantan kekasihnya yang menjaganya, sedangkan suaminya dimana?"Dimana suamiku?"Jaya membeku saat suara kecil Sarah menanyai keberadaan suaminya. Ia harus jawab apa?Sedangkan Devan sudah beberapa hari tak datang ke sini menjaga Istrinya. Pria itu sepertinya masih terlalu sibuk dengan bayinya, sampai melupakan Sarah begitu saja."Kenapa kamu tak menjawab? Ahhh.... Kenapa perutku sakit sekali!!" Sarah merteriak perih saat merasakan perutnya sakit bercampur ngilu. "Astaghfirullah... Jangan gerak dulu, Sar. Luka operasi mu belum sembuh, tunggu do
"apa maksud, Mama? Bukankan dia baik-baik saja tadi pagi. Lalu kenapa sekarang malah operasi sesar secepat ini?"Padahal tadi pagi mereka masih berbicara seperti biasa. Lalu kenapa tiba-tiba istrinya malah kembali drop dan harus melakukan operasi sekarang?"Baiklah, aku akan datang sekarang." Lekas Devan mengambil kunci mobil, meningalkan kantor meskipun sebentar lagi sebenarnya harus menghadiri rapat, tapi ia tak peduli lagi.Perjalanan ternyata begitu tidak mulus, terjebak macet membuka Devan frustasi. Pikiran buruk telah memenuhi otaknya, bagaimana kalau anaknya kenapa-napa? Lalu sarah?"Hey! Lebih cepat lagi nyetirnya!" Teriaknya tak sabaran."Baik tuan..." Untungnya Lim menit kemudian mereka sampai di rumah sakit. Devan sudah lebih dulu meloncat sebelum mobil benar-benar berhenti, sepertinya ia benar-benar hawatir sekarang "Mama!!!" Ratna yang melihat kedatangan sang anak lekas berlari memeluknya. "Devan... Mama hawatir. Bagaimana kalau cucu Mama kenapa-napa?" Tangisan Ratna
POV DevanAku tau aku adalah lelaki yang egois. Demi memenuhi impian aku rela mengorbankan dua wanita, demi seorang anak aku rela membagi rasa dan mengorbankan perasaan mereka hanya untuk kesenangan ku.Aku melakukan ini karena terpaksa. Diumurku yang sudah hampir kepala empat ini impian punya anak sendiri membuat ku melupakan segalanya. Bermain di sore hari bersama anakku, berbelanja diakhiri pekan, pulang kerja ada yang berlari manyambutku dengan kaki kecilnya, impian demi impian ini sayangnya Amora tak bisa berikan.Kenapa?Aku juga tak mengerti. Dia selalu bilang tak siap hamil karena takut tubuhnya rusak, tapi entah mengapa aku tak mempercayai alasan itu seratus persen. Apa yang sebenarnya istriku sembunyikan?Meskipun sudah menikah delapan tahun lebih, tapi aku tak merasakan Amora benar-benar mencintai ku. Dia selalu senang saat diberikan materi, barang mewah dan liburan keluar negeri. Hanya sekedar itu. Lalu apa dia melakukan tugasnya sebagai seorang istri?Ya, hanya sebatas
"Ma, kenapa mama ninggalin Mas Devan sama wanita itu? Aku gak rela ya mereka berduaan di sana." Ratna memijit dahinya. Sungguh ia pusing menghadapi Amora yang tidak mau mengerti, bukan salah dia juga sih karena seorang istri pasti akan merasakan sakit hati melihat suaminya memiliki wanita lain. Ratna tahu itu. Karena dia juga pemerasannya dulu. Saat suaminya berkhianat bahkan ia sampai pergi meninggalkan rumah, untung Amora ini lebih kuat."Ra, mama minta tolong ya. Sabar sedikit lagi," pinta Ratna. "Kamu bilang tidak mau hamil kan, tidak mau tubuhmu rusak kan karena mengandung?"Deg! Amora dibuat mati kutu mendengarkan ucapan mertuanya."Dari mana mama tahu tentang ini?"Ratna tersenyum kecil, "Devan sudah cerita tadi saat kami di musholla rumah sakit. Jadi benar yang Devan bilang itu?" Amora tidak punya kesempatan lagi untuk berbohong, jadi ia mengangguk membenarkannya ucapan suaminya itu. "Maaf, ma. Dari dulu sampai sekarang aku takut hamil, aku gak tahu mengapa tapi aku benar-