Aluna menarik nafasnya dalam-dalam, masih mencoba bersabar menghadapi kedua adiknya yang terkesan tidak tahu diri.
"Nggak usah banyak alasan, Naira, Disty." Serunya dengan wajah yang sudah mulai merah. "Kalo kalian nggak mau, aku nggak bakal lagi bayari cicilan ponsel kalian berdua." Imbuhnya dengan nada penuh penekanan Seketika wajah kedua gadis itu tampak pias, dengan terpaksa mereka membantu Aluna membereskan dapur. Ancaman yang dikatakan Aluna cukup ampuh untuk menakut-nakuti kedua adiknya. . Dua puluh menit kemudia, mereka bertiga sudah selesai dengan tugas masing. "Uuh... jadi rusak kan cat kuku gue" gerutuk Disty berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya diatas lantai. Tak berbeda jauh dengan Disty, Naira pun sama, ia terus menggerutuk bahwa telapak tangannya menjadi kasar. Karena merasa pusing mendengar ocehan kedua adiknya, Aluna kembali masuk kedalam kamarnya, ia duduk di pinggiran ranjangnya. Menarik nafasnya panjang-panjang. Isi kepalanya mulai kembali mencari cara untuk mendapatkan uang yang jumlahnya bukan sedikit bagi dirinya. Tak mungkin dia meminjam kepada rentenir, apa yang akan ia gadaikan? Sedangkan surat rumah sudah digadaikan oleh orang tua untuk biaya rumah sakit ibunya. Ia menjambak-jambak rambutnya sendiri, gadis itu benar-benar frustasi. Ia merebahkan tubuhnya keatas kasur dengan kasar. Dan jalan satu-satunya adalah ia harus menerima penawaran yang ditawarkan oleh pria tampan yang beberapa waktu lalu bertemu dengan dirinya. **** Sinar mentari pagi ini begitu menghangatkan dunia, seorang gadis cantik yang sedang terlelap mengerjabkan matanya berkali-kali, sinar mentari begitu menyilaukan kedua matanya yang baru saja bangun tidur. Matanya memicing melihat kearah jendela yang hordengnya telah tersingkap sedikit, membuat cahaya mentari masuk. Ia merenggangkan otot-otot tubuhnya sebentar, hanya untuk menghilakan rasa pegal pada tubuhnya. Untuk beberapa saat lamanya, barulah gadis itu bangkit dari tidurnya, duduk sebentar dipinggiran ranjang untuk mengumpulkan nyawanya. Lantas, ia berdiri dan keluar dari kamarnya, matanya menelisik disekitarnya, sepi. Itulah yang ia lihat. "Pada kemana? kok udah sepi?" gumamnya lirih, ia melirik kearah jam yang tergantung di dinding, matanya melotot saat melihat jarum jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi. "Astaga!" katanya dengan panik, lantas ia terburu-buru berlari kearah kamar mandi. Ternyata di dapur ada sang ibu yang sedang duduk sembari menyusun makanan kering kedalam toples. Ia menatap kewajah anaknya dengan pandangan yang terheran-heran, sang putri sulung berlari kedalam kamar mandi dengan terburu-buru. Lima belas menit kemudian, Aluna keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk yang melingkar didadanya. "Kok ibu nggak bangunin aku sih?" tanyanya cemberut. "Ya, kan hari ini minggu, kak." Jawabnya dengan mengulas senyum, "mana tega ibu bangunin kakak." imbuhnya Aluna segera masuk kedalam kamarnya dan berganti pakaian. Hari ini, ia akan keluar untuk menemui Gerald. Setelah memakai pakaian ia meraih ponselnya untuk mengeceknya. Benar saja, satu pesan masuk, terkirim 1 jam yang lalu. [Maaf, baru sempat membalasnya, saya tunggu dicafe dekat kampus.] Ia membalas pesan tersebut dengan jantung yang berdetak kencang, tak lupa ia memoleskan sedikit sapuan make up tipis. Dirasa sudah pas dengan penampilannya, Aluna berjalan menghampiri sang ibu yang berada didapur. "Bu, Luna, pergi keluar sebentar ya?" izinnya pada sang ibu. Wajah sang ibu terkejut namun kembali terlihat normal, ia pikir ini tumben. "Sama siapa, Kak." ia menyambut uluran tangan anaknya. "Sama temen kok, Buk. Disty sama Naira kemana,?" katanya penasaran dengan keberadaan sang Adik-adik "Mereka juga udah pergi dari 1 jam yang lalu, katanya diajak keluar sama temennya juga" Aluna menganggukkan kepalanya pelan, lalu sebelum pergi ia mencomot dua potong kue kering. ~~~~~~~~ Kurang lebih jam 10 pagi, Aluna telah sampai dicafe yang dia katakan. Ia memilih tempat duduk disudut ruangan, menunggu pria tampan yang entah akan membuat perjanjian apa. Sembari menunggu, gadis cantik itu memesan satu gelas minuman dingin. Tak lama, minuman pesanan yang sudah datang dan ia menyeruput sedikit untuk menenangkan perasaannya yang sedari tadi tidak tenang. Untuk mengalihkan pikirannya, ia memainkan ponselnya. Sebuah deheman terdengar ditelinga Aluna, ia terkejut dan mendongak menatap kearah sumber suara. Lagi-lagi Aluna terpaku menatap wajah tampan yang ada dihadapannya. Jantungnya semakin berpacu dengan cepat seakan ingin melompat dari tempatnya. Nafasnya seakan sesak tiba-tiba. Jentikan jari tangan pria itu menyadarkan Aluna, gadis cantik itu geragapan dibuatnya. "Apa kabar?" tanyanya dengan santai namun terdengar tegas, membuat Aluna semakin menciut. "Ba-baik," jawabnya dengan gugup. "Apa kamu sudah memiliki uang untuk mengganti rugi?" katanya dengan tatapan mata setajam elang. Seakan Tenggorokan Aluna tercekat, ia tak bisa berkata-kata lagi. Sampai beberapa saat lamanya keduanya terdiam. "Jika kau tak mampu membayarnya, kita membuat perjanjian, tentu saja juga menguntungkan buat mu." Ujarnya. Membuat Aluna penasaran. . "Perjanjian?" beonya, laki-laki dihadapannya itu mengangguk. "Perjanjian apa?" gadis itu memberanikan dirinya untuk bertanya. Tidak langsung menjawab, Gerald hanya tersenyum tipis hingga tidak terlihat. Lalu ia meletakkan sebuah kerta putih lalu meletakkan dihadapan Aluna. Membuat gadis itu semakin penasaran. "Bacalah" perintah Gerald Dengan perasaan takut Aluna menyentuh lembaran kertas putih dan membacanya secara perlahan, ekspresi wajahnya tampak begitu terkejut dan shock saat mengetahui isi kertas putih yang disodorkan kepadanya.. "Apa-apaan ini? Apa anda ingin memanfaatkan saya?" tuduhnya, nampak emosi tersirat dari bola matanya yang bulat. Nafasnya menderu keras. Berbeda dengan Gerald, pria itu masih terlihat santai dan terkekeh melihat wanita cantik yang ada dihadapannya itu mulai tersulut emosinya. "Hey! Aku hanya memberikan mu sebuah penawaran, jika kau tak suka tidak perlu marah padaku." Timpalnya Aluna terbungkam mendengar ucapannya, dia saat ini benar-benar dibuat dilema oleh sebuah pilihan. Wajahnya tampak begitu tertekan dengan situasi ini. "Baiklah, berhubung saya masih berbaik hati, maka saya akan memberikan mu waktu kembali" ujarnya dengan mata yang tajam, "saya rasa waktu 3 hari sudah cukup untuk membuatmu berpikir." imbuhnya lagi. Sebenarnya Gerald sangat menikmati pemandangan indah didepan, wajah gadis cantik dihadapannya itu mampu membuat darahnya berdesir. Aluna tak kalah cantik dari istrinya. Karena menjaga imagenya, jadi Gerald bersikap dingin dan acuh dihadapan gadis itu. Lalu ia berpamitan untuk pergi terlebih dahulu dari sana. Dan meninggal Aluna disana bersama sebuah kertas putih yang tergeletak diatas meja. "Tenang saja, minum dan makanlah aku sudah membayarnya." Aluna tercengang mendengarnya. Lalu menatap punggu lebar laki-laki tampan itu dari belakang. "Apa dia menyogokku?" bisiknya dalam hati. Tak lama pramusaji datang dengan membawa nampan yang berisikan makanan kesukaan Aluna, Lagi-lagi Aluna dibuat terkejut, "apa ini hanya sebuah kebetulan saja?" bisiknya dalama hati. Dengan ragu ia mulai mencicipi makanan yang ada diatas meja, mulai menikmatinya. "Apa aku perlu berbicara pada Ibu?" gumamnya, "tapi aku takut akan membuat ibu semakin parah"[Kak, aku butuh uang buat perawatan, kirim sekarang nggak pake lama.] Gadis cantik berrambut panjang itu menghela napasnya panjang, lagi dan lagi uang pikirnya. Ia memijit pelipisnya. Mau tidak mau ia membuka m-bankingnya, Mentransfer beberapa jumlah uang ke rekening adiknya. Padahal, ini baru pertengahan bulan, ia harus menghemat gajinya. "Kayaknya aku perlu kasih ketegasan buat mereka berdua" ucapnya lirih. Saat ini, gadis itu sedang duduk diatas kursi kerja. Ia bekerja sebagai karyawan biasa diperusahaan besar. Gadis cantik berkulit putih itu sesekali meremas perutnya yang terasa melilit, tadi pagi, ia tidak sempat untuk sekedar mengisi perutnya. Sebab, pagi tadi ia bangun sudah hampir pukul 7 pagi, membuat ia tergesa-gesa dan hanya sempat minum air putih. Sang ibu yang biasanya sudah membangunkannya, pagi ini beliau sudah pergi kepasar pagi-pagi sekali, jika ditanya kemana dua adiknya, tentu ada tapi keduanya tampak seolah tidak peduli dengan Aluna sa
Pria tampan itu segera bangkit dari tidurannya, lalu berjalan menuju kamar mandi dengan membawa pakaiannya yang berserakan dilantai. Sang istri pun mengekorinya dari belakang. "Sayang, mandi bareng ya?" ucap istrinya. Suaminya hanya mengangguk, membiarkan tubuh sexy istrinya melewati dirinya. Pria tampan yang bernama Gerald itu meneguk salivanya saat melihat tubuh sexy istrinya.Gerald mulai menyalakan showernya, guyuran air shower mengguyur tubuh keduanya. Terasa sangat dingin saat guyuran air menyentuh kulit tubuhnya. Jessica meraih spon dan menuangkan sabun cari diatasnya, menggosok kulit punggung dan tak lupa ia sedikit memainkan benda pusaka milik suaminya. Kini, giliran dirinya meminta sang suami untuk menggosok setiap inci tubuhnya. Ya, dimulai dari punggung turun kebawah bagian bokong bulatnya dan lalu bagian depannya. Lagi-lagi Gerald meneguk ludahnya, saat tubuh sexy istrinya terpangpang didepannya. Karena sudah tidak tahan lagi, akhirnya Gerald menyerang istrinya kem
Karena bosan, gadis cantik berkulit putih itu memainkan benda pipih yang tergeletak diatas nakas. Benda itu ia beli sendiri dari hasil kerja kerasnya. Tidak terasa, jam dilayar ponselnya sudah menunjukkan angka 10 malam, karena saat jam makan malam dia menunda makan, alhasil sekarang ia merasa perutnya begitu melilit. Mau tidak mau, akhirnya gadis cantik itu bangkit dari atas tempat tidurnya. Sebenarnya ia malas tapi dari pada tidak bisa tidur hanya karena menahan rasa laparnya lebih baik ia makan saja. Saat pintu kamarnya telah terbuka, suasana diluar kamarnya sudah gelap, lampu-lampu dibeberapa ruangan sudah dipadamkan. Kakinya melangkah dengan perlahan, takut membuat para penghuni rumahnya terganggu. Kamar tidur Aluna terletak dibagian ruang tengah bersebelahan dengan kamar adik bungsunya, sedangkan adiknya nomor dua, kamarnya berada didepan berhadapan dengan ruang tamu. Saat sampai diruang makan yang tepat berhadapan dengan kamar orang tuanya, ia sangat berhati-hati, ia me
Disepanjang perjalanannya menuju kantor, Gerald terus mengembangkan senyuman, baginya hari ini terasa lebih indah dari hari-hari kemarin. Gara-gara insiden pagi tadi, Aluna sedikit terlambat lima belas menit. Untung saja teman-temannya masih bisa diajak bekerja sama. Ia mendesah pelan dan duduk dimeja kerjanya. "Kenapa lagi?" tanya seseorang wanita yang ada disampingnya. "Biasalah, kejebak macet," sahutnya dengan berbohong. Jika ia jujur pasti akan muncul banyak pertanyaan jadi ia memutuskan untuk berbohong saja. Lantas ia melanjutkan pekerjaannya kemarin. mencoba untuk fokus, tapi entah mengapa bayangan pria tampan yang bertemu dengannya seolah melekat di tempurung kepalanya. Ia memukul pelan kepalanya, mencoba fokus pada pekerjaannya yang ada didepan layar komputernya. Aksinya itu tak luput mendapatkan perhatian dari teman disebelahnya. "Lun, kamu baik-baik aja kan?" tanyanya dengan nada khawatir. Gadis cantik itu tergagap, menoleh kearah kedua temannya yang tepat be
Aluna menarik nafasnya dalam-dalam, masih mencoba bersabar menghadapi kedua adiknya yang terkesan tidak tahu diri. "Nggak usah banyak alasan, Naira, Disty." Serunya dengan wajah yang sudah mulai merah. "Kalo kalian nggak mau, aku nggak bakal lagi bayari cicilan ponsel kalian berdua." Imbuhnya dengan nada penuh penekanan Seketika wajah kedua gadis itu tampak pias, dengan terpaksa mereka membantu Aluna membereskan dapur. Ancaman yang dikatakan Aluna cukup ampuh untuk menakut-nakuti kedua adiknya. . Dua puluh menit kemudia, mereka bertiga sudah selesai dengan tugas masing. "Uuh... jadi rusak kan cat kuku gue" gerutuk Disty berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya diatas lantai. Tak berbeda jauh dengan Disty, Naira pun sama, ia terus menggerutuk bahwa telapak tangannya menjadi kasar. Karena merasa pusing mendengar ocehan kedua adiknya, Aluna kembali masuk kedalam kamarnya, ia duduk di pinggiran ranjangnya. Menarik nafasnya panjang-panjang. Isi
Disepanjang perjalanannya menuju kantor, Gerald terus mengembangkan senyuman, baginya hari ini terasa lebih indah dari hari-hari kemarin. Gara-gara insiden pagi tadi, Aluna sedikit terlambat lima belas menit. Untung saja teman-temannya masih bisa diajak bekerja sama. Ia mendesah pelan dan duduk dimeja kerjanya. "Kenapa lagi?" tanya seseorang wanita yang ada disampingnya. "Biasalah, kejebak macet," sahutnya dengan berbohong. Jika ia jujur pasti akan muncul banyak pertanyaan jadi ia memutuskan untuk berbohong saja. Lantas ia melanjutkan pekerjaannya kemarin. mencoba untuk fokus, tapi entah mengapa bayangan pria tampan yang bertemu dengannya seolah melekat di tempurung kepalanya. Ia memukul pelan kepalanya, mencoba fokus pada pekerjaannya yang ada didepan layar komputernya. Aksinya itu tak luput mendapatkan perhatian dari teman disebelahnya. "Lun, kamu baik-baik aja kan?" tanyanya dengan nada khawatir. Gadis cantik itu tergagap, menoleh kearah kedua temannya yang tepat be
Karena bosan, gadis cantik berkulit putih itu memainkan benda pipih yang tergeletak diatas nakas. Benda itu ia beli sendiri dari hasil kerja kerasnya. Tidak terasa, jam dilayar ponselnya sudah menunjukkan angka 10 malam, karena saat jam makan malam dia menunda makan, alhasil sekarang ia merasa perutnya begitu melilit. Mau tidak mau, akhirnya gadis cantik itu bangkit dari atas tempat tidurnya. Sebenarnya ia malas tapi dari pada tidak bisa tidur hanya karena menahan rasa laparnya lebih baik ia makan saja. Saat pintu kamarnya telah terbuka, suasana diluar kamarnya sudah gelap, lampu-lampu dibeberapa ruangan sudah dipadamkan. Kakinya melangkah dengan perlahan, takut membuat para penghuni rumahnya terganggu. Kamar tidur Aluna terletak dibagian ruang tengah bersebelahan dengan kamar adik bungsunya, sedangkan adiknya nomor dua, kamarnya berada didepan berhadapan dengan ruang tamu. Saat sampai diruang makan yang tepat berhadapan dengan kamar orang tuanya, ia sangat berhati-hati, ia me
Pria tampan itu segera bangkit dari tidurannya, lalu berjalan menuju kamar mandi dengan membawa pakaiannya yang berserakan dilantai. Sang istri pun mengekorinya dari belakang. "Sayang, mandi bareng ya?" ucap istrinya. Suaminya hanya mengangguk, membiarkan tubuh sexy istrinya melewati dirinya. Pria tampan yang bernama Gerald itu meneguk salivanya saat melihat tubuh sexy istrinya.Gerald mulai menyalakan showernya, guyuran air shower mengguyur tubuh keduanya. Terasa sangat dingin saat guyuran air menyentuh kulit tubuhnya. Jessica meraih spon dan menuangkan sabun cari diatasnya, menggosok kulit punggung dan tak lupa ia sedikit memainkan benda pusaka milik suaminya. Kini, giliran dirinya meminta sang suami untuk menggosok setiap inci tubuhnya. Ya, dimulai dari punggung turun kebawah bagian bokong bulatnya dan lalu bagian depannya. Lagi-lagi Gerald meneguk ludahnya, saat tubuh sexy istrinya terpangpang didepannya. Karena sudah tidak tahan lagi, akhirnya Gerald menyerang istrinya kem
[Kak, aku butuh uang buat perawatan, kirim sekarang nggak pake lama.] Gadis cantik berrambut panjang itu menghela napasnya panjang, lagi dan lagi uang pikirnya. Ia memijit pelipisnya. Mau tidak mau ia membuka m-bankingnya, Mentransfer beberapa jumlah uang ke rekening adiknya. Padahal, ini baru pertengahan bulan, ia harus menghemat gajinya. "Kayaknya aku perlu kasih ketegasan buat mereka berdua" ucapnya lirih. Saat ini, gadis itu sedang duduk diatas kursi kerja. Ia bekerja sebagai karyawan biasa diperusahaan besar. Gadis cantik berkulit putih itu sesekali meremas perutnya yang terasa melilit, tadi pagi, ia tidak sempat untuk sekedar mengisi perutnya. Sebab, pagi tadi ia bangun sudah hampir pukul 7 pagi, membuat ia tergesa-gesa dan hanya sempat minum air putih. Sang ibu yang biasanya sudah membangunkannya, pagi ini beliau sudah pergi kepasar pagi-pagi sekali, jika ditanya kemana dua adiknya, tentu ada tapi keduanya tampak seolah tidak peduli dengan Aluna sa