Karena bosan, gadis cantik berkulit putih itu memainkan benda pipih yang tergeletak diatas nakas. Benda itu ia beli sendiri dari hasil kerja kerasnya.
Tidak terasa, jam dilayar ponselnya sudah menunjukkan angka 10 malam, karena saat jam makan malam dia menunda makan, alhasil sekarang ia merasa perutnya begitu melilit. Mau tidak mau, akhirnya gadis cantik itu bangkit dari atas tempat tidurnya. Sebenarnya ia malas tapi dari pada tidak bisa tidur hanya karena menahan rasa laparnya lebih baik ia makan saja. Saat pintu kamarnya telah terbuka, suasana diluar kamarnya sudah gelap, lampu-lampu dibeberapa ruangan sudah dipadamkan. Kakinya melangkah dengan perlahan, takut membuat para penghuni rumahnya terganggu. Kamar tidur Aluna terletak dibagian ruang tengah bersebelahan dengan kamar adik bungsunya, sedangkan adiknya nomor dua, kamarnya berada didepan berhadapan dengan ruang tamu. Saat sampai diruang makan yang tepat berhadapan dengan kamar orang tuanya, ia sangat berhati-hati, ia membuka lemari makan dan mengeluarkan beberapa lauk dan sayur disana. Tidak menunggu waktu lama, ia segera makan dan menghabiskan nasi dipiringnya. Beberapa menit berlalu, Aluna sudah santai duduk diatas sofa ruang tengah. Saat malam seperti ini, sekecil apapun suara pasti akan terdengar. Indra pendengar mikik Aluna menangkap suara-suara seperti orang yang sedang berbicara, gadis cantik itu menajamkan pendengarannya. Beranjak dari duduk, mencari tahu dimana sumber suara itu. Kakinya terus melangakah hingga membawanya sampai didepan kamar adiknya yang nomor dua-Disty. Ia mendekatkan daun telinganya, terdengah suara manja dari dalam kamar adiknya. "Belum tidur rupanya" bisiknya dalam hati. Entah apa yang diobrolkan terdengar begitu asyik. Dirasa sudah puas, barulah Aluna kembali kekamarnya, langsung membaringkan kembali tubuhnya lalu mencoba tidur dengan perut yang terasa sudah penuh. Keesok paginya. Kring ... kring ... kring ... Suara bunyi alarm berbunyi dengan nyaring, membuat Aluna terbangun dan segera mematikan benda beringsik itu, jam bekernya menujukkan pukul 5 subuh. Ia bangun dan membantu ibunya didapur sebentar, agar pekerjaan ibunya sedikit berkurang. "Mandi dan bersiap-siap lah, Lun. Udah hampir jam 6." kata ibunya mengingatkan "Ya, Bu." Setelah itu, Aluna mandi dan bersiap-siap. Gadis itu sudah rapi dengan setelan formalnya, ia semakin terlihat berkelas dan elegan. Dimeja makan hanya ada dia, ayah, ibu dan sibungsu. Sedangkan Disty ia memang jarang sekali sarapan, sebab ia bangun siang. Tidak ada percakapan apapun disana. "Lun, nanti kalo udah gajian, ayah pinjam uang kamu dulu ya, buat berobat ibu kamu." Ujar ayahnya disela-sela makannya, "uang gajian ayah buat bayar kuliah Disty" imbuhnya Aluna sempat berhenti mengunyah makanannya, namun sesaat kemudian kepalanya mengangguk, nafsu makan yang tadinya begitu menggebu-gebu kini seolah lenyap entah kemana. Padahal bulan ini ia harus juga membayar cicilan motornya dan ponsel milik adik bungsunya. Aluna cepat-cepat menghabiskan makanannya didalam piring, tanggungan hampir sama dengan orang yang sudah menikah. Setelah menyelesaikan makannya, ia beranjak dari duduknya lalu membawa piring kotornya kedalam wastafel dan mencucinya. Dirasa sudah selesai. ia berpamitan untuk kekamarny, perasaannya sedikit kecewa dengan sikap ayahnya yang selalu memberatkan semuanya kepadanya. Bukan hanya lelah fisik, namun gadis cantik itu juga lelah batinnya, hingga akhirnya dirinya tertidur. Esok paginya, seperti biasanya ia melakukan aktivitasnya sebelum berangkat kekantor. "Luna" panggil ibunya, saat keduanya sedang berada didapur. Seketika Aluna menoleh kearah sumber suara. "Ya, ada apa, Bu?" jawabnya "Bulan ini, uang gaji punya kamu mending disimpan aja ya. Ibu udah punya tabungan buat pengobatan ibu." "Dari mana, ibu dapat uangnya? nggak usah bohong, bu." Ia menatap dalam kearah ibunya "Percaya sama ibu, ya?" jawab ibunya dengan tegas. Aluna menghela napasnya panjang, lalu mengangguk pelan. Beberapa saat kemudian, ia sudah rapi dengan setelan kerjanya dan berpamitan kepada orang tuanya. Ia mengendari motor matic miliknya melajukan nya dengan perlahan. Saat diperjalanan menuju kantornya Aluna tidak sengaja menyenggol body samping mobil yang berada di sebelahnya, nyaris saja dirinya terjatuh jika dia tidak cepat menahan motornya. Suara dua benda keras beradu, menimbulkan suara yang melengking. Aluna terlihat sangat shock, jantungnya berdegub kencang, apalagi saat kedua matanya melihat body mobil mewah itu tergores panjang. Ia berdiri dengan kaki yang gemetaran, ia sudah siap jika sang pemilik mobil mewah itu akan memaki dirinya. Pagi itu kendaraan cukup ramai membuat para pengendara saling mendahului. Tak lama, seorang pria tampan, mempunyai postur tubuh yang tinggi dan tegab keluar dari dalam mobil. Kacamata hitamnya bertengger diatas hidungnya yang mancung, pria itu berjalan disisi mobil lalu berhenti tepat dimana body mobilnya tergores memanjang. Aluna begitu terpana melihat pria tampan yang nyaris sempurna itu, saat mata pria itu beralih melihat kearahnya barulah Aluna tersadar dan berjalan dengan langkah pelan dan takut. "Ma-maafkan saya, Tuan. Sa-saya akan mengganti ruginya." Ucapnya dengan suara yang lembut namun ada getar disana. Aluna bukanlah wanita bodoh, ia tahu betul mungkin gajinya selama sebulan pun belum tentu cukup untuk mengganti rugi, tapi daripada dirinya dicaki maki ditempat umum seperti ini lebih baik ia mengatakannya. Tidak ada respon apapun dari pria yang ada didepannya, ia hanya menatap dalam diam kearah wanita cantik dihadapannya. Ia cukup terkejut dengan penglihatannya pagi ini, wanita dihadapannya ini begitu mirip dengan foto wanita yang dikirim oleh orang suruhannya. "Kenapa dia mirip dengan gadis yang bernama Aluna?" Batinnya, "apa hanya mirip saja dan mereka berdua wanita yang berbeda?" Aluna begitu canggung karena laki-laki itu hanya diam saja tanpa menunjukkan ekspresi apapun diwajahnya. "Baiklah, aku akan meminta pertanggung jawaban mu. Berikan nomor ponsel mu, aku akan menghubungimu." Ucapnya dengan nada rendahnya yang terkesan dingin. Lantas, tanpa membuang waktu Aluna mengambil ponselnya yang berada didalam tas slempangnya dan mulai menyebutkan angka-angkanya. Ini salah satu trik Gerald untuk mengetahui siapa wanita itu, ia hanya ingin memastikan bahwa wanita yang ada dihadapannya itu benar Aluna atau bukan. "Nama saya, Aluna." Sontak Gerald menahan napasnya sesaat, ia tidak percaya apa yang sudah didengarnya barusan. Bagaikan mendapatkan jackpot besar, Gerald pria tampan itu bersorak senang didalam hatinya, dengan sekuat tenaga ia menahan semuanya. "Baiklah" "Sa-saya akan pergi kekantor dahulu, jika tuan akan membawa mobil anda untuk membenarkan body mobil anda, hubungi saya". kata Aluna dengan gugup. Gerald hanya mengangguk pelan sampai Aluna pergi membawa motornya ia masih berdiri ditempat semula. Ia benar-benar tidak menyangka akan langsung bertemu dengan wanita itu secepat itu. Gerald segera masuk kedalam mobilnya dan kembali melajukannya, disepanjang perjalanan kekantor pria tampan itu menyunggikan senyumnya. "Ternyata dia jauh lebih cantik aslinya dari pada difoto"Disepanjang perjalanannya menuju kantor, Gerald terus mengembangkan senyuman, baginya hari ini terasa lebih indah dari hari-hari kemarin. Gara-gara insiden pagi tadi, Aluna sedikit terlambat lima belas menit. Untung saja teman-temannya masih bisa diajak bekerja sama. Ia mendesah pelan dan duduk dimeja kerjanya. "Kenapa lagi?" tanya seseorang wanita yang ada disampingnya. "Biasalah, kejebak macet," sahutnya dengan berbohong. Jika ia jujur pasti akan muncul banyak pertanyaan jadi ia memutuskan untuk berbohong saja. Lantas ia melanjutkan pekerjaannya kemarin. mencoba untuk fokus, tapi entah mengapa bayangan pria tampan yang bertemu dengannya seolah melekat di tempurung kepalanya. Ia memukul pelan kepalanya, mencoba fokus pada pekerjaannya yang ada didepan layar komputernya. Aksinya itu tak luput mendapatkan perhatian dari teman disebelahnya. "Lun, kamu baik-baik aja kan?" tanyanya dengan nada khawatir. Gadis cantik itu tergagap, menoleh kearah kedua temannya yang tepat be
Aluna menarik nafasnya dalam-dalam, masih mencoba bersabar menghadapi kedua adiknya yang terkesan tidak tahu diri. "Nggak usah banyak alasan, Naira, Disty." Serunya dengan wajah yang sudah mulai merah. "Kalo kalian nggak mau, aku nggak bakal lagi bayari cicilan ponsel kalian berdua." Imbuhnya dengan nada penuh penekanan Seketika wajah kedua gadis itu tampak pias, dengan terpaksa mereka membantu Aluna membereskan dapur. Ancaman yang dikatakan Aluna cukup ampuh untuk menakut-nakuti kedua adiknya. . Dua puluh menit kemudia, mereka bertiga sudah selesai dengan tugas masing. "Uuh... jadi rusak kan cat kuku gue" gerutuk Disty berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya diatas lantai. Tak berbeda jauh dengan Disty, Naira pun sama, ia terus menggerutuk bahwa telapak tangannya menjadi kasar. Karena merasa pusing mendengar ocehan kedua adiknya, Aluna kembali masuk kedalam kamarnya, ia duduk di pinggiran ranjangnya. Menarik nafasnya panjang-panjang. Isi
Setelah beberapa saat lamanya Aluna berada di dalam cafe tersebut, gadis itu pun memutuskan untuk pergi sana. Ia tidak memutuskan pulang. Melainkan mendatangin rumah temannya. Jarak dari cafe ke rumah Putri hanya memakan waktu kurang lebih setengah jam. Ojek online yang mengantarkan dirinya sudah tiba di depan halaman rumah putri yang terlihat sangat nyaman. Rumah yang berdiri dengan bentuk minimalis itu terlihat sepi. Ia mendesah pelan, merasa menyesal tidak mencoba untuk menghubunginya terlebih dahulu. Dengan perasaan ragu-ragu, ia melangkah pelan sembari melihat kesekelilingnya. Tok! Tok! Tok! Ia mulai mengetuk pintu jati yang ada dihadapannya, hingga ketukan ketiga barulah terdengar suara teriakan dari dalam. "Walaikumsalam... ya sebentar!!" teriak suara yang berasal dari dalam rumah, suara itu terdengar tidak asing ditelinga Aluna. Sesaat kemudian, daun pintu mulai terbuka secara pelan. "Aluna!?" pekik Putri memeluk tubuh ramping temannya, Aluna hanya menyengir kuda
Setelah membayar semua barang belanjaannya, Aluna meminta pada tukang ojek online itu untuk langsung mengantarkannya pulang. Disepanjang perjalanan pulang isi kepalanya kembali memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu. "Astaga! Pusing banget kepala ku" bisiknya dalam hati. Beberapa menit kemudian, gadis cantik tersebut sudah sampai didepan rumah. Ia memberikan uap tips kepada tukang ojek yang usianya mungkin masih seumuran dengannya. Pintu utama rumahnya terlihat terbuka, ia sampai dirumahnya jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. "Assalamualaikum..." serunya seraya masuk kedalam rumah. "Walaikumsalam..." terdengar sahutan seorang perempuan dari arah dapur. Gadis cantik berambut panjang itu menghampiri ibunya dan mencium punggung tangannya, ia menyerahkan bungkusan kantong plastik kepada ibunya. "Apa ini, kak?" tanya ibunya dengan raut wajah yang bertanya-tanya. "Itu bahan kue untuk ibu" jawab Alu
Tangan Gerald mulai bergerlyangan diatas permukaan kulit tubuh Jessica, entak sejak kapan tangan Gerald sudah menyusup masuk kedalam bajunya. Bibir keduanya saling melumat dan bertukar saliva, suara lenguhan keluar dari mulut Jessica, membuat Gerald semakin terbakar nafsunya. Tiba-tiba, suara bunyi ponsel Gerald yang berada diatas meja kerjanya membuat keduanya menghentikan aksinya, wajah cantik Jessica terlihat tidak suka. Sedang Gerald ia hanya mendengkus keras. Ia menggeserkan posisi Jessica kesamping agar dia bisa leluasa meraih ponselnya. "Siapa, sih, Sayang?" tanyanya dengan nada kesal. "Hanya rekan bisnis, Sayang!" jawab Gerald santai, lalu kembali melanjutkan aksinya yang sempat tertunda beberapa menit lalu. Ia kembali menyerang Jessica tanpa ampun. Namun, di dalam setiap permainan ranjang mereka, Jessica lebih mengendalikannya, sebab ia takut jika sang suami tidak merasa puas dengan servisnya. Seperti malam ini, pinggulnya yang ramping bergerak lincah naik turun di
"Lun, gimana? udah dapat solusinya?" tanya Putri di suapan terakhirnya, mulutnya penuh dengan makanan, ia menatap kearah wajah temannya itu dengan rasa penasaran yang menggebu. Aluna hanya menggeleng seraya mengangkat bahunya ringan sebagai responnya. "Kalian lagi ngomongin apa, sih?" tanya bella yang sejak tadi menyimak obrolan kedua temannya, ia merasa ada yang terlewatkan tentang kedua temannya itu. Bella menatap secara bergiliran Aluna dan Putri. "Panjang ceritanya" timpal Aluna dengan malas, ia masih menikmati semangkuk mie yang hanya tinggal beberapa suap lagi. Reflek Bella melirik kearah Putri, seolah meminta penjelasan kepada temannya itu. Setelah mendapatkan persetujuan dari Aluna untuk menceritakan kejadian yang menimpa temannya itu. barulah Putri berani membeberkan nasib sial yang menimpa teman keduanya. Kedua mata Bella melotot mendengar penuturan cerita dari Putri tanpa ada yang di tambah-tambahi atau dikurang-kurangi sama sekali. Hati Bella menjadi
Aluna berdehem kecil untuk menetralkan perasaannya, sedari tadi jantungnya dibuat berdebar-debar, sesekali ia meremas ujung baju kemeja sampai terlihat kusut. "Maaf, Mbak Rini, kedatangan saya kemari ingin meminjam sejumlah uang. Itu jika, Mbak, memberikannya" ucap Aluna langsung mengutarakan maksud kedatangannya tanpa basa basi. Dengan wajah ketusnya, wanita bertubuh gempal itu sedikit mendongakan wajahnya, terlihat angkuh dan sombong. "Rata-rata semua orang yang datang kerumah ku, ya, pada pinjam uang semua. Namanya juga orang miskin." Ucapan pedas wanita gempal itu membuat Aluna menahan nafasnya, ia merasa tersinggung dengannya. Jika bukan karena dirinya terdesak, wanita cantik berambut panjang itu tidak akan sudi untuk berurusan dengan seorang rentenir. Hening, Aluna kehabisan kata-katanya. "Jadi, kamu mau pinjam berapa?" Bu Rini menatap Aluna dengan tidak suka, ia sebenarnya khawatir, takut jika sang suami tanpa sengaja melihat Aluna yang berwajah cantik lalu kepincu
Karena Gerald tak kunjung pergi, akhirnya, Aluna memberanikan dirinya untuk pergi dan pulang terlebih dahulu. "Ma-maaf, Pak. Jika tidak ada lagi yang ingin di bicarakan, saya izin untuk pulang." Ucapnya, Suami Jessica itu yang awalnya berpura-pura memainkan ponselnya, kini tatapannya beralih menatap gadis cantik yang ada dihadapannya itu. "Ok, silahkan." Jawabnya. Sebelum benar-benar beranjak dari duduknya, Aluna sekali lagi mengingatkannya kepada laki-laki tampan yang ada dihadapannya ini. "Jadi, saya tidak ada lagi hutang apa pun kepada, anda, Pak." cetusnya, dan Gerald hanya mengangguk sebagai responnya. Setelah itu, barulah Aluna beranjak dari duduknya dan menganggukan kepalanya pelan kearah Gerald, lalu ia melenggang pergi keluar cafe, meningggalkan Gerald seorang diri disana. Gadis cantik berkulit putih itu bernafas dengan lega, kini ia harus memikirkan untuk mengumpulkan uang untuk membayar hutangnya tiga bulan kedepan. "Kayaknya, aku perlu mencari pekerjaan tambaha
Karena Gerald tak kunjung pergi, akhirnya, Aluna memberanikan dirinya untuk pergi dan pulang terlebih dahulu. "Ma-maaf, Pak. Jika tidak ada lagi yang ingin di bicarakan, saya izin untuk pulang." Ucapnya, Suami Jessica itu yang awalnya berpura-pura memainkan ponselnya, kini tatapannya beralih menatap gadis cantik yang ada dihadapannya itu. "Ok, silahkan." Jawabnya. Sebelum benar-benar beranjak dari duduknya, Aluna sekali lagi mengingatkannya kepada laki-laki tampan yang ada dihadapannya ini. "Jadi, saya tidak ada lagi hutang apa pun kepada, anda, Pak." cetusnya, dan Gerald hanya mengangguk sebagai responnya. Setelah itu, barulah Aluna beranjak dari duduknya dan menganggukan kepalanya pelan kearah Gerald, lalu ia melenggang pergi keluar cafe, meningggalkan Gerald seorang diri disana. Gadis cantik berkulit putih itu bernafas dengan lega, kini ia harus memikirkan untuk mengumpulkan uang untuk membayar hutangnya tiga bulan kedepan. "Kayaknya, aku perlu mencari pekerjaan tambaha
Aluna berdehem kecil untuk menetralkan perasaannya, sedari tadi jantungnya dibuat berdebar-debar, sesekali ia meremas ujung baju kemeja sampai terlihat kusut. "Maaf, Mbak Rini, kedatangan saya kemari ingin meminjam sejumlah uang. Itu jika, Mbak, memberikannya" ucap Aluna langsung mengutarakan maksud kedatangannya tanpa basa basi. Dengan wajah ketusnya, wanita bertubuh gempal itu sedikit mendongakan wajahnya, terlihat angkuh dan sombong. "Rata-rata semua orang yang datang kerumah ku, ya, pada pinjam uang semua. Namanya juga orang miskin." Ucapan pedas wanita gempal itu membuat Aluna menahan nafasnya, ia merasa tersinggung dengannya. Jika bukan karena dirinya terdesak, wanita cantik berambut panjang itu tidak akan sudi untuk berurusan dengan seorang rentenir. Hening, Aluna kehabisan kata-katanya. "Jadi, kamu mau pinjam berapa?" Bu Rini menatap Aluna dengan tidak suka, ia sebenarnya khawatir, takut jika sang suami tanpa sengaja melihat Aluna yang berwajah cantik lalu kepincu
"Lun, gimana? udah dapat solusinya?" tanya Putri di suapan terakhirnya, mulutnya penuh dengan makanan, ia menatap kearah wajah temannya itu dengan rasa penasaran yang menggebu. Aluna hanya menggeleng seraya mengangkat bahunya ringan sebagai responnya. "Kalian lagi ngomongin apa, sih?" tanya bella yang sejak tadi menyimak obrolan kedua temannya, ia merasa ada yang terlewatkan tentang kedua temannya itu. Bella menatap secara bergiliran Aluna dan Putri. "Panjang ceritanya" timpal Aluna dengan malas, ia masih menikmati semangkuk mie yang hanya tinggal beberapa suap lagi. Reflek Bella melirik kearah Putri, seolah meminta penjelasan kepada temannya itu. Setelah mendapatkan persetujuan dari Aluna untuk menceritakan kejadian yang menimpa temannya itu. barulah Putri berani membeberkan nasib sial yang menimpa teman keduanya. Kedua mata Bella melotot mendengar penuturan cerita dari Putri tanpa ada yang di tambah-tambahi atau dikurang-kurangi sama sekali. Hati Bella menjadi
Tangan Gerald mulai bergerlyangan diatas permukaan kulit tubuh Jessica, entak sejak kapan tangan Gerald sudah menyusup masuk kedalam bajunya. Bibir keduanya saling melumat dan bertukar saliva, suara lenguhan keluar dari mulut Jessica, membuat Gerald semakin terbakar nafsunya. Tiba-tiba, suara bunyi ponsel Gerald yang berada diatas meja kerjanya membuat keduanya menghentikan aksinya, wajah cantik Jessica terlihat tidak suka. Sedang Gerald ia hanya mendengkus keras. Ia menggeserkan posisi Jessica kesamping agar dia bisa leluasa meraih ponselnya. "Siapa, sih, Sayang?" tanyanya dengan nada kesal. "Hanya rekan bisnis, Sayang!" jawab Gerald santai, lalu kembali melanjutkan aksinya yang sempat tertunda beberapa menit lalu. Ia kembali menyerang Jessica tanpa ampun. Namun, di dalam setiap permainan ranjang mereka, Jessica lebih mengendalikannya, sebab ia takut jika sang suami tidak merasa puas dengan servisnya. Seperti malam ini, pinggulnya yang ramping bergerak lincah naik turun di
Setelah membayar semua barang belanjaannya, Aluna meminta pada tukang ojek online itu untuk langsung mengantarkannya pulang. Disepanjang perjalanan pulang isi kepalanya kembali memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu. "Astaga! Pusing banget kepala ku" bisiknya dalam hati. Beberapa menit kemudian, gadis cantik tersebut sudah sampai didepan rumah. Ia memberikan uap tips kepada tukang ojek yang usianya mungkin masih seumuran dengannya. Pintu utama rumahnya terlihat terbuka, ia sampai dirumahnya jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. "Assalamualaikum..." serunya seraya masuk kedalam rumah. "Walaikumsalam..." terdengar sahutan seorang perempuan dari arah dapur. Gadis cantik berambut panjang itu menghampiri ibunya dan mencium punggung tangannya, ia menyerahkan bungkusan kantong plastik kepada ibunya. "Apa ini, kak?" tanya ibunya dengan raut wajah yang bertanya-tanya. "Itu bahan kue untuk ibu" jawab Alu
Setelah beberapa saat lamanya Aluna berada di dalam cafe tersebut, gadis itu pun memutuskan untuk pergi sana. Ia tidak memutuskan pulang. Melainkan mendatangin rumah temannya. Jarak dari cafe ke rumah Putri hanya memakan waktu kurang lebih setengah jam. Ojek online yang mengantarkan dirinya sudah tiba di depan halaman rumah putri yang terlihat sangat nyaman. Rumah yang berdiri dengan bentuk minimalis itu terlihat sepi. Ia mendesah pelan, merasa menyesal tidak mencoba untuk menghubunginya terlebih dahulu. Dengan perasaan ragu-ragu, ia melangkah pelan sembari melihat kesekelilingnya. Tok! Tok! Tok! Ia mulai mengetuk pintu jati yang ada dihadapannya, hingga ketukan ketiga barulah terdengar suara teriakan dari dalam. "Walaikumsalam... ya sebentar!!" teriak suara yang berasal dari dalam rumah, suara itu terdengar tidak asing ditelinga Aluna. Sesaat kemudian, daun pintu mulai terbuka secara pelan. "Aluna!?" pekik Putri memeluk tubuh ramping temannya, Aluna hanya menyengir kuda
Aluna menarik nafasnya dalam-dalam, masih mencoba bersabar menghadapi kedua adiknya yang terkesan tidak tahu diri. "Nggak usah banyak alasan, Naira, Disty." Serunya dengan wajah yang sudah mulai merah. "Kalo kalian nggak mau, aku nggak bakal lagi bayari cicilan ponsel kalian berdua." Imbuhnya dengan nada penuh penekanan Seketika wajah kedua gadis itu tampak pias, dengan terpaksa mereka membantu Aluna membereskan dapur. Ancaman yang dikatakan Aluna cukup ampuh untuk menakut-nakuti kedua adiknya. . Dua puluh menit kemudia, mereka bertiga sudah selesai dengan tugas masing. "Uuh... jadi rusak kan cat kuku gue" gerutuk Disty berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya diatas lantai. Tak berbeda jauh dengan Disty, Naira pun sama, ia terus menggerutuk bahwa telapak tangannya menjadi kasar. Karena merasa pusing mendengar ocehan kedua adiknya, Aluna kembali masuk kedalam kamarnya, ia duduk di pinggiran ranjangnya. Menarik nafasnya panjang-panjang. Isi
Disepanjang perjalanannya menuju kantor, Gerald terus mengembangkan senyuman, baginya hari ini terasa lebih indah dari hari-hari kemarin. Gara-gara insiden pagi tadi, Aluna sedikit terlambat lima belas menit. Untung saja teman-temannya masih bisa diajak bekerja sama. Ia mendesah pelan dan duduk dimeja kerjanya. "Kenapa lagi?" tanya seseorang wanita yang ada disampingnya. "Biasalah, kejebak macet," sahutnya dengan berbohong. Jika ia jujur pasti akan muncul banyak pertanyaan jadi ia memutuskan untuk berbohong saja. Lantas ia melanjutkan pekerjaannya kemarin. mencoba untuk fokus, tapi entah mengapa bayangan pria tampan yang bertemu dengannya seolah melekat di tempurung kepalanya. Ia memukul pelan kepalanya, mencoba fokus pada pekerjaannya yang ada didepan layar komputernya. Aksinya itu tak luput mendapatkan perhatian dari teman disebelahnya. "Lun, kamu baik-baik aja kan?" tanyanya dengan nada khawatir. Gadis cantik itu tergagap, menoleh kearah kedua temannya yang tepat be
Karena bosan, gadis cantik berkulit putih itu memainkan benda pipih yang tergeletak diatas nakas. Benda itu ia beli sendiri dari hasil kerja kerasnya. Tidak terasa, jam dilayar ponselnya sudah menunjukkan angka 10 malam, karena saat jam makan malam dia menunda makan, alhasil sekarang ia merasa perutnya begitu melilit. Mau tidak mau, akhirnya gadis cantik itu bangkit dari atas tempat tidurnya. Sebenarnya ia malas tapi dari pada tidak bisa tidur hanya karena menahan rasa laparnya lebih baik ia makan saja. Saat pintu kamarnya telah terbuka, suasana diluar kamarnya sudah gelap, lampu-lampu dibeberapa ruangan sudah dipadamkan. Kakinya melangkah dengan perlahan, takut membuat para penghuni rumahnya terganggu. Kamar tidur Aluna terletak dibagian ruang tengah bersebelahan dengan kamar adik bungsunya, sedangkan adiknya nomor dua, kamarnya berada didepan berhadapan dengan ruang tamu. Saat sampai diruang makan yang tepat berhadapan dengan kamar orang tuanya, ia sangat berhati-hati, ia me