Pria tampan itu segera bangkit dari tidurannya, lalu berjalan menuju kamar mandi dengan membawa pakaiannya yang berserakan dilantai. Sang istri pun mengekorinya dari belakang.
"Sayang, mandi bareng ya?" ucap istrinya. Suaminya hanya mengangguk, membiarkan tubuh sexy istrinya melewati dirinya. Pria tampan yang bernama Gerald itu meneguk salivanya saat melihat tubuh sexy istrinya. Gerald mulai menyalakan showernya, guyuran air shower mengguyur tubuh keduanya. Terasa sangat dingin saat guyuran air menyentuh kulit tubuhnya. Jessica meraih spon dan menuangkan sabun cari diatasnya, menggosok kulit punggung dan tak lupa ia sedikit memainkan benda pusaka milik suaminya. Kini, giliran dirinya meminta sang suami untuk menggosok setiap inci tubuhnya. Ya, dimulai dari punggung turun kebawah bagian bokong bulatnya dan lalu bagian depannya. Lagi-lagi Gerald meneguk ludahnya, saat tubuh sexy istrinya terpangpang didepannya. Karena sudah tidak tahan lagi, akhirnya Gerald menyerang istrinya kembali. Ia meraup bagian tubuh depan Jessica, untuk yang kedua kalinya mereka melakukannya didalam kamar mandi. Setelah tiga puluh menit, kedua pasangan suami istri itu menyelesaikan ritualnya. "Jes, siapkan pakaian ku." Serunya saat melihat istrinya lebih dulu keluar dari dalam kamar mandi. "Iya, Sayang" Sebuah kemeja berwarna biru muda menjadi pilihannya, ia meletakkan pakaian tersebut diatas ranjangnya. Beberapa saat kemudian, pria tampan itu sudah siap untuk pergi. Ia tampak begitu tampan, hidung mancung, bibir tipis, garis rahang yang tegas membuat dirinya sangat sempurna. Itulah sebabnya Jessica sangat tergila-gila dengan suaminya. "Jes, lusa ada pertemuan keluarga besarku. Mereka mengajak makan malam bersama," kata Gerald sesaat dirinya akan keluar dari dalam kamar. Jessica mendengkus keras, ia sangat tidak menyukai acara pertemuan keluarga besar suaminya, sebab Disana pasti dirinya akan mendapat banyak pertanyaan. "Aku nggak bakal dateng. Kamu kan tau sendiri gimana keluarga besar kamu selalu menyudutkan aku?" ujarnya dengan tak suka. Pria tampan itu menarik nafasnya dalam-dalam, "Apa susahnya sih, hamil terus ngelahirin, Jes?" "Kan aku udah bilang, kalo hamil dan melahirkan itu bisa merusak bentuk tubuh aku, Mas?" Jessica sudah mulai kesal jika harus membahas tentang kehamilan, "Pokoknya sampe kapanpun aku nggak mau hamil. Kita bisa kan adopsi anak dari panti? " katanya dengan entengnya. "Sudahlah, aku tidak ingin berdebat" Setelah mengatakan itu, pria tampan itu langsung pergi melangkah meninggalkan istrinya didalam kamar pribadinya. Gerald laki-laki berumur tiga puluh tahun selama ini cukup bersabar dan memaklumi keinginan istrinya, namun entah sejak kapan dirinya menginginkan seorang bayi mungil dalam hidupnya. . Sedangkan di tempat lain Tidak terasa, hari telah menjelang sore. Jam telah menunjukkan pukul hampir lima petang. Aluna sudah membereskan beberapa barang pribadinya kedalam tas slempangnya. Pukul lima sore, semua karyawan sudah mulai meninggalkan ruang kantor termasuk Aluna dan Sinta. Kedua berjalan bersisian menuju lift. Beberapa saat, keduanya sudah tiba didepan lobi kantor, beberapa karyawan lain sama seperti Aluna yang memakai sepeda motor, Aluna berjalan kearea parkiran khusus untuk roda dua. Ia berjalan kearah dimana motor matic kesayangan berada. "Al, gue duluan ya?" seru Sinta yang memang pulang dijemput oleh sang ayahnya, Aluna hanya memberikan ibu jari dan tersenyum. Gadis cantik itu segera menghidupkan kendaraannya beroda dua, melaju dengan kecepatan standart. Jarak antara kantor kerumah memakan waktu lebih dari tiga puluh menit, jika tidak ada kemacetan dijalan. Hampir lebih dari tiga puluh menit menempuh perjalanan, akhirnya Aluna sampai didepan rumahnya yamg tampak sederhana, halaman rumah yang asri, terlihat kanan kiri perkaraan rumahnya banyak tanaman bunga atau sedikit sayur yang sengaja ditanam oleh ibunya. Gadis itu memarkirkan motornya dikedalam garasi. Sebuah garasi kecil dirumah itu. Saat kakinya sudah berhasil didepan rumah, ia melepaskan sepatu kerjanya dan melangkah masuk kedalam rumah. Suasana didalam rumah tampak sepi, suara nyala televisi sore ini tidak terdengar seperti biasanya. "Udah pulang, Kak.?" tanya ibunya tiba-tiba dari arah dapur. Seketika Aluna menoleh mendengar suara itu. Aluna jika berada dirumah ia kerap dipanggil dengan sebutan Kakak oleh kedua orang tuanya, sebab ia adalah anak tertua. "Iya, buk." Jawabnya, "pada kemana? kok sepi?" sambungnya sembari berjalan kedapur mengambil air minum. "Adik-adikmu belum pulang, katanya mereka lagi ada tugas kelompok." Aluna menganggukkan kepalanya pelan, lalu berpamitan kepada Ibu untuk masuk kedalam kamarnya. Rumah tampak terlihat sedikit berantakan, mau tak mau Aluna membereskan isi rumahnya. Ia sebenarnya sangat lelah, namun karena tidak tega melihat ibu membereskan seorang diri. Saat sedang menyapu bagaian teras rumah, Seorang gadis yang masih memakai seragam putih abu-abu keluar dari dalam sebuah mobil mahal, Aluna mengkerutkan keningnya. "Naira?" ucapnya lirih, gadis itu tampak terlihat ceriaa saat melenggang masuk tanpa menyapa kakaknya. Begitulah sifat adik-adiknya. Aluna pun tidak bertanya atau basa basi. Naira, gadis itu dengan santainya masuk kedalam rumah sembari bersenandung lirih, masuk kedalam kamarnya dengan meneteng papper bag ditangannya. Saat Aluna ingin mengembalikan sapu, ia tak sengaja melintas didepan kamar Naira, sekilas ia bertanya dan penasaran. "Kamu belanja, Nai?" ujarnya menaikan satu alisnya. "Iyalah" ujarnya sewot. "Dapat uang dari mana?" "Apa sih, loe, kepo banget deh jadi orang" "Bukan apa-apa, Nai. Kamu pasti minta uang ke Ibu kan?" "Nuduh gue loe?!" katanya setengah berteriak dengan berkacak pinggang didepan kakaknya. Larena mendengar suara teriakan anak bungsunya, membuat sang ibu yergopoh-gopoh berlari. "Ada apa ini?" "Nih, bilangin sama anak kesayangan, Ibu. Nggak usah nuduh-nuduh orang." Katanya dengan nada yang sengit melotot kearah ibu dan juga Aluna. "Kakak" ucap ibunya lirih menyentuh lengan anak sulungnya. "Aku cuma tanya kok, Bu. Uang dari mana Naira bisa belanja sebanyak itu?" "Eeh !!! Bukan urusan loe" Setelah mengatakan itu. Naira membanting daun pintunya, membuat sang ibu terlonjak kaget. Aluna mendengkus sebal, dan tubuhnya ditarik lembut dengan ibunya kedapur. "Udah, Kak." Aluna menghela napasnya panjang, lalu berpamitan untuk masuk kedalam kamarnya. Setibanya dikamar, gadis itu duduk dipinggiran ranjang. Terkadang ia ingin sekali untuk menyewa rumah kost, tapi ia juga tidak tega meninggalkan ibunya sendiri dirumah ini bersama kedua adiknya. Sedangkan sang ayah juga jarang berada dirumah. Ia tak bisa membayangkan jika dirinya pergi dari rumah, "kasian ibu, pasti dia makin susah kalo aku tinggal" gumamnya pelan. Sampai jam makan malam, Aluna belum keluar dari kamar, ia beralasan jika sedang mengerjakan sesuatu. Padahal gadis itu hanya terbaring sembari memainkan ponselnya, ia hanya malas untuk bertemu dengan kedua adiknya. "Luna, kalo makan lauknya ibu simpan dilemari ya, Nak?" ujar ibunya dibalik pintu. "Iya, bu"Karena bosan, gadis cantik berkulit putih itu memainkan benda pipih yang tergeletak diatas nakas. Benda itu ia beli sendiri dari hasil kerja kerasnya. Tidak terasa, jam dilayar ponselnya sudah menunjukkan angka 10 malam, karena saat jam makan malam dia menunda makan, alhasil sekarang ia merasa perutnya begitu melilit. Mau tidak mau, akhirnya gadis cantik itu bangkit dari atas tempat tidurnya. Sebenarnya ia malas tapi dari pada tidak bisa tidur hanya karena menahan rasa laparnya lebih baik ia makan saja. Saat pintu kamarnya telah terbuka, suasana diluar kamarnya sudah gelap, lampu-lampu dibeberapa ruangan sudah dipadamkan. Kakinya melangkah dengan perlahan, takut membuat para penghuni rumahnya terganggu. Kamar tidur Aluna terletak dibagian ruang tengah bersebelahan dengan kamar adik bungsunya, sedangkan adiknya nomor dua, kamarnya berada didepan berhadapan dengan ruang tamu. Saat sampai diruang makan yang tepat berhadapan dengan kamar orang tuanya, ia sangat berhati-hati, ia me
Disepanjang perjalanannya menuju kantor, Gerald terus mengembangkan senyuman, baginya hari ini terasa lebih indah dari hari-hari kemarin. Gara-gara insiden pagi tadi, Aluna sedikit terlambat lima belas menit. Untung saja teman-temannya masih bisa diajak bekerja sama. Ia mendesah pelan dan duduk dimeja kerjanya. "Kenapa lagi?" tanya seseorang wanita yang ada disampingnya. "Biasalah, kejebak macet," sahutnya dengan berbohong. Jika ia jujur pasti akan muncul banyak pertanyaan jadi ia memutuskan untuk berbohong saja. Lantas ia melanjutkan pekerjaannya kemarin. mencoba untuk fokus, tapi entah mengapa bayangan pria tampan yang bertemu dengannya seolah melekat di tempurung kepalanya. Ia memukul pelan kepalanya, mencoba fokus pada pekerjaannya yang ada didepan layar komputernya. Aksinya itu tak luput mendapatkan perhatian dari teman disebelahnya. "Lun, kamu baik-baik aja kan?" tanyanya dengan nada khawatir. Gadis cantik itu tergagap, menoleh kearah kedua temannya yang tepat be
Aluna menarik nafasnya dalam-dalam, masih mencoba bersabar menghadapi kedua adiknya yang terkesan tidak tahu diri. "Nggak usah banyak alasan, Naira, Disty." Serunya dengan wajah yang sudah mulai merah. "Kalo kalian nggak mau, aku nggak bakal lagi bayari cicilan ponsel kalian berdua." Imbuhnya dengan nada penuh penekanan Seketika wajah kedua gadis itu tampak pias, dengan terpaksa mereka membantu Aluna membereskan dapur. Ancaman yang dikatakan Aluna cukup ampuh untuk menakut-nakuti kedua adiknya. . Dua puluh menit kemudia, mereka bertiga sudah selesai dengan tugas masing. "Uuh... jadi rusak kan cat kuku gue" gerutuk Disty berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya diatas lantai. Tak berbeda jauh dengan Disty, Naira pun sama, ia terus menggerutuk bahwa telapak tangannya menjadi kasar. Karena merasa pusing mendengar ocehan kedua adiknya, Aluna kembali masuk kedalam kamarnya, ia duduk di pinggiran ranjangnya. Menarik nafasnya panjang-panjang. Isi
[Kak, aku butuh uang buat perawatan, kirim sekarang nggak pake lama.] Gadis cantik berrambut panjang itu menghela napasnya panjang, lagi dan lagi uang pikirnya. Ia memijit pelipisnya. Mau tidak mau ia membuka m-bankingnya, Mentransfer beberapa jumlah uang ke rekening adiknya. Padahal, ini baru pertengahan bulan, ia harus menghemat gajinya. "Kayaknya aku perlu kasih ketegasan buat mereka berdua" ucapnya lirih. Saat ini, gadis itu sedang duduk diatas kursi kerja. Ia bekerja sebagai karyawan biasa diperusahaan besar. Gadis cantik berkulit putih itu sesekali meremas perutnya yang terasa melilit, tadi pagi, ia tidak sempat untuk sekedar mengisi perutnya. Sebab, pagi tadi ia bangun sudah hampir pukul 7 pagi, membuat ia tergesa-gesa dan hanya sempat minum air putih. Sang ibu yang biasanya sudah membangunkannya, pagi ini beliau sudah pergi kepasar pagi-pagi sekali, jika ditanya kemana dua adiknya, tentu ada tapi keduanya tampak seolah tidak peduli dengan Aluna sa
Aluna menarik nafasnya dalam-dalam, masih mencoba bersabar menghadapi kedua adiknya yang terkesan tidak tahu diri. "Nggak usah banyak alasan, Naira, Disty." Serunya dengan wajah yang sudah mulai merah. "Kalo kalian nggak mau, aku nggak bakal lagi bayari cicilan ponsel kalian berdua." Imbuhnya dengan nada penuh penekanan Seketika wajah kedua gadis itu tampak pias, dengan terpaksa mereka membantu Aluna membereskan dapur. Ancaman yang dikatakan Aluna cukup ampuh untuk menakut-nakuti kedua adiknya. . Dua puluh menit kemudia, mereka bertiga sudah selesai dengan tugas masing. "Uuh... jadi rusak kan cat kuku gue" gerutuk Disty berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya diatas lantai. Tak berbeda jauh dengan Disty, Naira pun sama, ia terus menggerutuk bahwa telapak tangannya menjadi kasar. Karena merasa pusing mendengar ocehan kedua adiknya, Aluna kembali masuk kedalam kamarnya, ia duduk di pinggiran ranjangnya. Menarik nafasnya panjang-panjang. Isi
Disepanjang perjalanannya menuju kantor, Gerald terus mengembangkan senyuman, baginya hari ini terasa lebih indah dari hari-hari kemarin. Gara-gara insiden pagi tadi, Aluna sedikit terlambat lima belas menit. Untung saja teman-temannya masih bisa diajak bekerja sama. Ia mendesah pelan dan duduk dimeja kerjanya. "Kenapa lagi?" tanya seseorang wanita yang ada disampingnya. "Biasalah, kejebak macet," sahutnya dengan berbohong. Jika ia jujur pasti akan muncul banyak pertanyaan jadi ia memutuskan untuk berbohong saja. Lantas ia melanjutkan pekerjaannya kemarin. mencoba untuk fokus, tapi entah mengapa bayangan pria tampan yang bertemu dengannya seolah melekat di tempurung kepalanya. Ia memukul pelan kepalanya, mencoba fokus pada pekerjaannya yang ada didepan layar komputernya. Aksinya itu tak luput mendapatkan perhatian dari teman disebelahnya. "Lun, kamu baik-baik aja kan?" tanyanya dengan nada khawatir. Gadis cantik itu tergagap, menoleh kearah kedua temannya yang tepat be
Karena bosan, gadis cantik berkulit putih itu memainkan benda pipih yang tergeletak diatas nakas. Benda itu ia beli sendiri dari hasil kerja kerasnya. Tidak terasa, jam dilayar ponselnya sudah menunjukkan angka 10 malam, karena saat jam makan malam dia menunda makan, alhasil sekarang ia merasa perutnya begitu melilit. Mau tidak mau, akhirnya gadis cantik itu bangkit dari atas tempat tidurnya. Sebenarnya ia malas tapi dari pada tidak bisa tidur hanya karena menahan rasa laparnya lebih baik ia makan saja. Saat pintu kamarnya telah terbuka, suasana diluar kamarnya sudah gelap, lampu-lampu dibeberapa ruangan sudah dipadamkan. Kakinya melangkah dengan perlahan, takut membuat para penghuni rumahnya terganggu. Kamar tidur Aluna terletak dibagian ruang tengah bersebelahan dengan kamar adik bungsunya, sedangkan adiknya nomor dua, kamarnya berada didepan berhadapan dengan ruang tamu. Saat sampai diruang makan yang tepat berhadapan dengan kamar orang tuanya, ia sangat berhati-hati, ia me
Pria tampan itu segera bangkit dari tidurannya, lalu berjalan menuju kamar mandi dengan membawa pakaiannya yang berserakan dilantai. Sang istri pun mengekorinya dari belakang. "Sayang, mandi bareng ya?" ucap istrinya. Suaminya hanya mengangguk, membiarkan tubuh sexy istrinya melewati dirinya. Pria tampan yang bernama Gerald itu meneguk salivanya saat melihat tubuh sexy istrinya.Gerald mulai menyalakan showernya, guyuran air shower mengguyur tubuh keduanya. Terasa sangat dingin saat guyuran air menyentuh kulit tubuhnya. Jessica meraih spon dan menuangkan sabun cari diatasnya, menggosok kulit punggung dan tak lupa ia sedikit memainkan benda pusaka milik suaminya. Kini, giliran dirinya meminta sang suami untuk menggosok setiap inci tubuhnya. Ya, dimulai dari punggung turun kebawah bagian bokong bulatnya dan lalu bagian depannya. Lagi-lagi Gerald meneguk ludahnya, saat tubuh sexy istrinya terpangpang didepannya. Karena sudah tidak tahan lagi, akhirnya Gerald menyerang istrinya kem
[Kak, aku butuh uang buat perawatan, kirim sekarang nggak pake lama.] Gadis cantik berrambut panjang itu menghela napasnya panjang, lagi dan lagi uang pikirnya. Ia memijit pelipisnya. Mau tidak mau ia membuka m-bankingnya, Mentransfer beberapa jumlah uang ke rekening adiknya. Padahal, ini baru pertengahan bulan, ia harus menghemat gajinya. "Kayaknya aku perlu kasih ketegasan buat mereka berdua" ucapnya lirih. Saat ini, gadis itu sedang duduk diatas kursi kerja. Ia bekerja sebagai karyawan biasa diperusahaan besar. Gadis cantik berkulit putih itu sesekali meremas perutnya yang terasa melilit, tadi pagi, ia tidak sempat untuk sekedar mengisi perutnya. Sebab, pagi tadi ia bangun sudah hampir pukul 7 pagi, membuat ia tergesa-gesa dan hanya sempat minum air putih. Sang ibu yang biasanya sudah membangunkannya, pagi ini beliau sudah pergi kepasar pagi-pagi sekali, jika ditanya kemana dua adiknya, tentu ada tapi keduanya tampak seolah tidak peduli dengan Aluna sa