"Assalamu'alaikum...," salam Ayra yang baru saja menginjakkan kakinya di rumah.
"Wa'alalikum salam!" jawab Yuni ibu tiri Ayra.
"Darimana saja kamu? kenapa baru pulang jam segini? tanya Yuni dengan angkuhnya.
"Ya dari kerja lah, saya kan bukan pengangguran seperti mereka," jawab Ayra yang melirik kedua saudara tirinya.
Yuni pun tak terima ketika anaknya dikatai pengangguran "Berani sekali kamu menyindir anak-anak saya,"
Ayra hanya memutar kedua bola matanya yang sangat malas mendengar ocehan ibu tirinya.
"He, Ayra lama banget sih kamu pulangnya, cepatan masak, kami sudah sangat lapar." Mayumi tiba-tiba datang dan mengomeli Ayra.
Ayra hanya diam tak menanggapi ucapan Mayumi ia langsung ke kamar meletakkan tas kerjanya dan mengganti baju agar lebih nyaman untuk memasak dan beres-beres.
"He Ayra, minta uang dong, gue mau beli baju," ucap Winda
"Gue belum gajian!" jawab Ayra.
"Lo pelit banget sih, gue baru minta uang untuk beli baju aja gak lo kasih," omel Winda.
Ayra saat ini sangat merasa kesal, masih capek baru pulang kerja, sampai rumah disambut dengan ocehan-ocehan ibu tiri dan saudara tirinya, Ayra ingin sekali berteriak mengeluarkan semua unek-ueknya namun dia tidak mempunyai teman untuk bercerita, Naura memang banyak berteman dengan teman kantornya namun hanya berteman begitu saja tidak terlalu akrab, tidak ada yang menjadi teman curhatnya.
Dulu Ayra pernah mempunyai sahabat, namun sahabatnya menikungnya dari belakang, sahabatnya merebut pacar Ayra yang sering ia ceritakan dengan sahabatnya. Semenjak itu Ayra tidak pernah percaya yang namanya sahabat.
Sejak itu Ayra selalu menutup diri, tidak pernah membicarakan masalahnya kepada orang lain.
"Winda, daripada lo ganggu gue, lebih baik lo bantu gue masak dan beres-beres," ajak Ayra.
"Apa lo bilang memasak! bantu lo! enak banget lo nyuruh-nyuruh gue," bentak Winda.
Yuni yang mendengar omelan Winda pun datang dari depan, mengomel-ngomel,"Aduh! ada apa sih ini brisik banget,".
"Ini ma, Ayra nyuruh-nyuruh aku untuk memasak dan beres-beres." adu Winda.
PLAK
Pipi putih mulus Ayra kini menjadi merah akibat tamparan Yuni, "Dasar anak sial, berani sekali kamu menyuruh Winda mengerjakan tugasmu,".
"Ayo kita pergi dari sini biarkan dia disini sendiri." Yuni mengajak anak-anaknya pergi dari dapur.
Air mata Ayra yang sedari tadi ditahannya kini tak terbendung lagi, air mata Ayra mengalir begitu saja. Walaupun pun begitu Ayra masih meneruskan pekerjaannya, ini demi ayahnya yang akan pulang sebentar lagi, dia harus sudah selesai masak dan beres-beres.
Ayra tidak pernah mengadu kepada ayahnya tentang siksaan ibu tiri dan kedua adik tirinya, karena jika dia mengadu maka ibu tirinya akan membalikkan fakta dan ayahnya lebih percaya dengan ibu tirinya. Ibu tiri Ayra dan kedua adik tirinya sangat pandai berakting didepan ayah Ayra.
"Akhirnya selesai semua," gumam Ayra dan bergegas kekamar untuk segera mandi dan menyambut kepulangan ayahnya.
"Assalamu'alaikum," salam seorang pria paruh baya yang menenteng tas kerjanya.
"Wa'alaikum salam," jawab Yuni dan kedua anaknya yang sedang duduk bersantai di depan televisi.
"Ayah kok lama banget pulangnya," ucap Yuni menyambut suaminya baru pulang kerja.
"Loh Ayra mana?" tanya Ayah Ayra yang bernama Baskara.
"Biasalah mas, Ayra kalau pulang kerja selalu berada di dalam kamar, nanti keluar kamar kalau mau makan malam aja," adu Yuni.
"Yuni... biarkan ajalah Ayra kan baru pulang kerja, mungkin dia lelah, dia butuh istirahat. Lagipun masih ada Mayumi dan Winda yang tidak bekerja, mereka bisa membantumu memasak, menyuci dan beres-beres rumah." ucap Baskara.
Yuni tidak terima jika suaminya membela Ayra, " Mas ini seharusnya jangan terlalu memanjakannya, nanti dia jadi besar kepala kalau mas selalu membelanya,"
"Itu tidak mungkin Yuni, sudahlah ayah mau mandi, sebentar lagi waktunya makan malam." ucap Baskara.
Ayra mendengar semua yang dikatakan oleh ibu tirinya kepada ayahnya, Ayra kini bersandar di pintu kamarnya dengan posisi berjongkok dan tangan dilipat diatas lututnya dan kepala mendongak keatas. Air matanya kembali keluar dengan derasnya.
Ayah, Ayra masih bertahan disini karena ingin menjaga ayah, Ayra tidak mau mereka menyakiti ayah, biarlah Ayra yang menggantikan penyiksaan mereka, batin Ayra.
Baskara, Yuni, Mayumi, dan Winda kini sudah berada di meja makan, namun Baskara tidak melihat Ayra.
"Ayra masih belum keluar dari kamar?" tanya Baskara.
"Belum ayah," jawab Mayumi.
"Sudahlah Ayah, mungkin dia sudah makan di luar bersama dengan teman atau pacarnya," ucap Yuni.
Mayumi dan Winda ingin mengambil makanan, namun dilarang oleh Baskara," Mayumi, Winda tunggulah Ayra, mungkin dia sedang menyelesaikan pekerjaannya."
"Ayah, kami sudah sangat lapar, kalau ayah mau memanggilnya, ayah panggil aja jangan larang kami untuk makan," ucap Mayumi.
"Iya ayah, Mayumi benar, mereka seharian capek juga loh yah, beres-beres rumah." Yuni membela anaknya karena dia juga sudah sangat lapar dan ingin segera memakan makanannya.
"Ayah bilang jangan ada yang makan dulu, tunggu ayah dan Ayra datang," bentak Baskara.
Baskara pun pergi menuju kamar Ayra, sampainya di depan pintu Ayra, Baskara mengetuk pintu kamar Ayra yang sedari tadi tertutup.
Tok, tok, tok
Ayra membuka pintu kamarnya namun sekarang sudah memakai masker wajah, Ayra tidak ingin ayahnya tahu jika ia baru saja menangis.
"Ada apa ayah?" tanya Ayra begitu Ayra membukakan pintu untuk ayahnya.
"Kamu kok gak datang kemeja makan, kamu sudah ditunggu dar tadi loh," jawab Baskara.
"Maaf ayah Ayra lupa bilang, Ayra sudah makan tadi." bohong Ayra.
"Apa kamu bilang? kamu sudah makan? kami dari tadi menunggu kamu sampai kelaparan sedangkan kamu seenaknya bilang sudah makan dan sekarang sedang melakukan perawatan," murka Yuni yang baru saja datang dan langsung marah dengan Ayra.
"Maaf ayah, lain kali Ayra akan mengatakan kepada ayah," sesal Ayra.
"Baiklah, kalau begitu istirahatlah," ucap Baskara.
"Iya ayah." Ayra menutup pintu kamarnya kembali.
Ayra sebenarnya belum memakan apapun, namun dia selalu menyetok roti didalam tasnya, berjaga-jaga jika dia tidak sempat makan siang maka ia akan memakan roti itu.
Ayra memakan rotinya dan air matanya kembali turun. Ayra sangat merasa terpukul. seharian ia merasa semua orang sangat menyebalkan baginya.
Tring... Tring.... Tring...
Suara ponsel Ayra berdering, Ayra melihat nama yang memanggilnya," Pak Arthur?"
Ayra segera mengangkat panggilan teleponnya karena itu adalah dari bosnya, Ayra segera menggeser icon hijau di ponselnya.
"Hallo pak," jawab Ayra.
"Hallo Ayra, apakah berkas untuk di bawa ke London sudah selesai?" tanya Arthur.
"Sudah pak, dan sudah saya kirim ke email bapak," jawab Ayra.
"Kalau begitu kamu bersiap, sebentar lagi kita akan berangkat ke bandara," peintah Arthur.
"Apa pak Bandara? ngapain pak?" tanya Ayra.
"Kita berangkat ke London malam ini," jawab Arthur.
kamu segera bersiap satu jam lagi saya akan menjemput kamu, jangan lupa berkas-berkasnya." lanjut Arthur.
"Ta...Tapi pak,"
"Tidak ada tapi-tapi, kamu lupa kalau kamu sekarang adalah sekretaris saya?" tanya Arthur.
"Tidak pak," jawab Ayra.
"Baiklah, saya tidak mau kamu terlambat, pokoknya saya sampai disana kamu sudah siap dan segera masuk ke dalam mobil," perintah Arthur tanpa ada penolakkan.
"Iya pak," ucap Ayra dengan sangat terpaksa.
Tut...
Panggilan telepeon pun diakhiri oleh Arthur bergitu saja.
"Dasar pemaksa, dan aneh, masa iya gue harus packing-packing buru-buru gini," gerutu Ayra
Empat puluh lima menit sudah berlalu, Ayra sudah bersiap packing, Ayra menarik kopernya dan juga menenteng tas kecil dan juga tas kerjanya.
"Ayra kamu mau kemana?" tanya Baskara ketika melihat Ayra membawa koper.
"Ayah, barusan Ayra ditelepon bos Ayra, Ayra harus melakukan perjalanan bisnis bersama bos Ayra di London," jawab Ayra jujur."Eleh, paling itu cuma alasannya aja ayah," ucap Winda.Tring...Tring... Suara ponsel Ayra kembali berdering"Ayah bos Ayra menelepon, Ayra angkat dulu ya ayah," pamit Ayra.Baskara hanya menganggukkan kepalanya."Hallo pak," jawab Ayra setelah mengangkat panggilan teleponnya."Saya sudah berada di depan, cepat kamu keluar," perintah Arthur yang langsung mematikan panggilan teleponnya.Apa dia sudah di depan? darimana dia tahu rumah gue?, batin Ayra."Ayah, bos Ayra sudah ada di depan, kalau ayah gak percaya ayo ayah temui bos Ayra," ajak Ayra."Baiklah ayah akan bertemu dengan bos kamu," ucap Baskara.Baskara dan Ayrapun keluar menemui Arthur.Ayra mengetuk kaca jendela mobil Arthur, Arthur menurunkan kaca mobilnya."Maaf pak, ini ayah saya, ayah saya hanya ingin tahu apa benar saya pergi untuk perjalanan bisnis," jelas Ayra dengan menunduk.Arthur keluar dari
Ayra dan Arthur sekarang sudah berada di dalam pesawat, Ayra melihat ipadnya dan mengecek jadwal namun ia tak melihat besok ada jadwal metting di London bahkan dua hari itu dikosongkan karena jadwal Arthur membawa Adelia kedokter kandungan untuk pemeriksaan program hamil Adelia."Em... maaf pak, apakah bapak tidak kecepatan berangkatnya?" tanya Ayra.Arthur tak mengubris Ayra, sedikitpun Arthur tak ingin bicara apapun."Pak, bapak tidak berniat menculik saya kan?" selidik Ayra yang sudah merasa takut dengan Arthur.Arthur menatap Ayra dengan tatapan yang tajam,"Saya tidak tertarik untuk menculik kamu, lagian akan sangat merugikan saya jika menculik kamu, tubuhmu sangat kurus, kurang gizi.""Lalu untuk apa kita berangkat secepat ini ke London pak, bukankah besok dan lusa bapak dan istri bapak harus kedokter kandungan untuk program hami istri bapak," ucap Ayra memberanikan diri.Arthur menatap Ayra semakin tajam, dengan rahang mengeras, Arthur meremas kedua bahu Ayra sampai Ayra meringi
Kini Arthur dan Ayra sudah sampai di Bandara International London Heathrow, mereka menyeret koper mereka masing-masing.Arthur dan Ayra kini sudah berada di dalam taxi menuju hotel tempat mereka menginap, namun itu adalah hanya pikiran Ayra saja, karena Arthur sudah memesan sebuah Villa di London."Pak, kita kan meetingnya lusa, 2 hari ini apa yang akan kita lakukan?" tanya Ayra yang sedari dari dalam pesawat terus mengusik pikirannya."Terserah kamu, kamu mau liburan, jalan-jalan, shoping, terserah kamu, anggap aja ini libur gratis kamu dan keuntungan kamu menjadi sekretaris saya, " ketus Arthur."Ya bapak, saya baru pertama kali ini naik pesawat dan keluar negeri, kalau saya melakukan itu semua sendiri yang ada saya nyasar, kalau saya nyasar pasti bapak akan sangat repot mencari saya,""Siapa bilang kalau kamu hilang saya akan mencari kamu! saya tidak peduli dengan kamu,""Benarkah pak? bapak sudah minta izin dengan ayah saya membawa saya kesini, berarti bapak harus mengembalikan sa
Ayra terbangun di malam hari, ia mengedipkan matanya melihat sekelilingnya.Seingatku tadi aku sedang berada di dalam mobil bersama dengan pak Arthur, kenapa sekarang sudah berada di dalam kamar? dan ini kamar siapa rumah siapa, batin Ayra.Ceklek...Pintu kamar Ayra terbuka terlihat Arthur yang berpakaian santai, Ayra tak mengedipkan matanya ketika melihat Arthur berpakaian santai, Arthur terlihat berkali-kali lebih tampan."Akhirnya kamu bangun juga, bersiap lah kita akan keluar untuk makan malam," kata Arthur."Makan malam... sebentar ya pak saya mau mandi dulu," ucap Ayra yang langsung berlari ke kamar mandi.Arthur hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ayra.Ayra baru menyadari jika dia tidak berada di hotel melainkan disebuah Villa."Pak," panggil Ayra."Hm....""Ini Villa milik bapak?""Kenapa?""Tidak apa-apa pak, hanya bertanya.""Saya tidak mempunyai Villa disini, tetapi saya mempunyai apartemen disini, saya tidak mau tinggal diapartemen, jadi saya menyewa Villa ini,
Setelah melihat kelembutan Ayra dengan seorang anak Arthur merasa jatuh hati kepada Ayra. Arthur dan Ayra sekarang ini sudah berada di villa tempat mereka menginap. "Kamu suka anak-anak?" tanya Arthur. "Iya pak, saya sangat menyukai anak-anak," ucap Ayra dengan senyum manisnya. Arthur menatap Ayra dengan penuh arti. Apa aku harus menikah lagi setelah tahu kalau Adelia tidak menginginkan anak? batin Arthur, tapi baik Adelia atau Ayra pasti mereka tidak mau di duakan, pikir Arthur. "Ayra, apakah setelah menikah kamu ingin memiliki anak?" "Bapak ngomong apa sih, ya setiap orang yang mau menikah pasti menginginkan anak, bapak aja begitu kan? ya saya juga begitu pak," "Ya kamu benar semua orang pasti ingin memiliki anak, tapi tidak dengan istri saya, dia lebih ingin tampil sempurna tanpa ingin memliki anak," lirih Arthur. "Apa pak, tapi pak bukannya istri anda dan anda sering kedokter kandungan untuk mengecek nona Adelia?" "Ia benar, dia membohongi saya," "Bapak yang sabar ya, mu
Arthur nampak berpikir dengan ucapan Ayra."Baiklah, kalau begitu kita menikah setelah kita pulang dari sini," ucap Arthur."Terima kasih pak," ucap Ayra."Saya bilang jangan panggil saya bapak, tapi panggil saya mas," ucap Arthur."Maaf mas," sesal Ayra yang sudah tertunduk karena takut Arthur marah."Sekarang pergilah istirahat,"Ayra mengangguk dan pergi ke kamarnya, ia akan beristirahat, namun sampai dikamar Ayra tidak bisa tidur ia terus-terusan memikirkan perkataan Arthur."Apa benar pak Arthur akan menikahiku?" gumam Ayra."Kalau benar, aku akan menjadi istri kedua pak Arthur, apa yang akan dikatakan oleh ayah? pasti Ayah akan marah," Pikir Ayra .Karena banyak berpikir Ayra pun tertidur.Sedangkan Arthur sedang memikirkan ucapannya, ucapannya yang akan mengajak Ayra menikah."Benarkah keputusanku ini? Apakah aku harus menikah lagi, dan bagaimana dengan Adelia?" gumam Arthur."Aku harus tegas dengan Adelia, dia sudah lama mempermainkanku, dan menipuku,"Sedang asyik-asyiknya Ar
"Ibu tiri kamu tidak mau menandatangani surat untuk operasi ayah kamu," jelas Arthur. "Apa! tega sekali dia," Geram Ayra. "Sebenarnya apa yang membuat ibu tiri mu tidak mau menandatangani surat iniz pasti kamu tahu kan?" tanya Arthur. "Mereka hanya ingin uang saya saja mas," lirih Ayra. "Jadi selama ini kamu bekerja hanya untuk diberikan kepada mereka?" tanya Arhur. "Ya mas, jika saya tidak memberi mereka uang, mereka akan menyusahkan saya jika ayah saya tidak berada dirumah," "Uang itu akan mereka gunakan untuk apa?" "Untuk kesenangan mereka pak, makanya saya selalu menyembunyikan gaji saya separuh, dan mereka juga tidak tahu jika saya adalah seorang sekretaris, kalau mereka tahu pasti mereka akan meminta lebih banyak uang lagi kepada saya," jelas Ayra. "Tanda tanganilah surat-surat ini, agar ayah kamu bisa segera diobati," "Baiklah pak," Ayra pun menandatangani berkas-berkas itu,lalu Arthur mengirimkannya kembali ke rumah sakit. "Sekarang kamu pergilah istirahat, besok kit
Arthur dan Ayra sudah kembali ke Indonesia, Arthur benar-benar menepati janjinya, setelah pekerjaan mereka selesai dia membawa Ayra pulang untuk bertemu dengan Ayahnya. "Ayah," panggil Ayra, matanya sudah tergenang air mata yang siap terjun kapan saja. Namun Baskara sang ayah tidak menyahut, bahkan matanya pun masih setia terpejam. "Kamu disini saja ya temani ayah kamu, saya akan menemui dokter," ucap Arthur. Ayra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban ucapan Arthur. Air matanya pun kini sudah turun membasahi pipinya, "Ayah, kenapa ayah masih saja memejamkan mata ayah? Ayra sudah pulang yah." "Ayah ayo lah bangun, apa ayah tidak mau melihat Ayra." Ayra kini sudah terisak, menangis melihat keadaan ayahnya. Brak.... Mayumi membuka pintu ruangan Baskara dengan kasar, mereka masuk keruangan itu dengan tertawa, tidak terlihat sedikit pun kesedihan di wajah mereka. "Oh ternyata kamu sudah pulang anak sial," ucap Yuni yang langsung memarahi Ayra. "Kemana aja kelian? kena
Adelia baru saja pulang kerumahnya, saat ia melihat kamar Ayra ia sangat merasa geram, seandainya dia tahu password untuk masuk kedalam kamarnya maka itu sangat menyenangkan untuknya, memporak-porandakan kamar Ayra."Enak sekali wanita itu, selalu bersama dengan mas Arthur," gumam Adelia.Adelia mengeluarkan sebuah botol yang berisikan obat dari laci nakasnya."Aku tidak akan membiarkan kamu bahagia dengan mas Arthur, aku akan membuat kamu keluar dari rumah ini," gumam Adelia lagi.Ting...Satu notif masuk ke ponsel Adelia, Adelia membuka pesannya."Alex" gumam Adelia melihat nama Alex yang tertera di layar ponselnya."Hai sayang, Apa malam ini kamu ada waktu?" Isi pesan Alex."Aku tidak ada waktu, aku ingin bersama dengan suamiku malam ini," balas Adelia."Baiklah, semoga kamu bahagia dengan suami kamu," isi pesan Alex.Adelia tidak membalas pesan dari Alex lagi, ia sangat ingin beristirahat, karena ia merasa sangat lelah digempur habis-habisan oleh Alex.*** Arthur, Adelia dan Sean
"Apa seharian ini akan tetap berada di kantorku?" tanya Arthur kepada Sean yang tidak juga pergi dari ruangannya."Santai sedikitlah, aku masih ingin melihat sekretarismu itu," jawab Sean dengan santainya."Apa matamu itu ingin ku congkel dari tadi kau hanya memandangi sekretarisku?""Ah, emangnya ada apa kau dengan sekretarismu ini, kenapa dari tadi kamu sangat sensi kalau aku memandangi sekretarismu?""Itu bukan urusanmu, sekarang pergi lah dari kantorku," usir Arthur."Ck, kau ini kejam sekali,""Apa kau sudah menjadi pengangguran?""Aku bukan pengangguran, hanya ingin menambatkan hatiku kepada sekretaris cantik ini," goda Sean yang mendekati meja Ayra."Jangan pernah kau mendekatinya," marah Arthur yang ikut mendekati Ayra dan menarik tangan Ayra agar menjauh dari Sean.Sean memicingkan matanya,"Sepertinya ada sesuatu,""Ah, sudah-sudah jangan ribut lagi, lebih baik saya keluar aja ya pak," pamit Ayra yang merasa tidak enak."Tidak Ayra kamu tetaplah disini," ucap Arthur yang sekar
"Baiklah aku turun disini mas," jawab Ayra dengan pasrah.Ayra turun dari mobil Arthur, dan berjalan terlebih dahulu, sedangkan Arthur menyuruh supirnya untuk mengikutinya dari belakang sampai di perusahaan.Ayra sudah masuk terlebih dahulu kedalam perusahaan, namun ketika sampai di lift, Ayra harus mengantri lift, semua karyawan sedang menggunakan lift untuk ke lantai masing-masing.Namun Arthur melihat antara laki-laki dan perempuan semuanya bercampur dan berdekatan, Arthur tidak rela jika Ayra berdekatan dengan laki-laki lain."Ayra," panggil Arthur dengan dingin."Ya pak," sahut Ayra yang terkejut tiba-tiba dipanggil Arthur, ia takut kalau karyawan lainnya curiga."Kemarilah, saya ingin menanyakan tentang laporan yang saya suruh kerjakan semalam apakah sudah kamu kerjakan?" tanya Arthur."Su-sudah pak," jawab Ayra merasa bingung, namun dia ikuti saja apa yang di katakan Arthur."Kalau begitu, bisa kamu jelaskan kepada saya sekarang?""Bi-bisa pak,""Kalau begitu ayo ikut saya naik
Arthur baru saja selesai mandi, ia akan bersiap pergi ke kantor, namun netra matanya melihat di atas ranjang sudah tersedia pakaian yang sudah disiapkan oleh Ayra."Ternyata dia sudah menyiapkan pakaianku, dan semua yang akan aku pakai hari ini," gumam Arthur sambil tersenyum."Heemmm... seleranya bagus juga," gumam Arthur."Tapi dimana dia sekarang?" gumam Arthur kembali yang tidak melihat keberadaan Ayra.Sedangkan orang yang dicari-cari oleh Arthur kini sedang menyiapkan serapan untuk mereka, mbok na sudah melarang Ayra untuk di dapur, namun Ayra tetap ingin membuatkan serapan untuk mereka, mbok na tidak bisa berbuat apa-apa ia harus menuruti permintaaan majikan barunya itu.Arthur yang baru saja turun dari lantai dua langsung mencari keberadaan Ayra, ia tersenyum kecil melihat Ayra sedang menyiapkan serapan di atas meja makan."Sedang apa kamu?" tanya Arthur."Eh mas, kamu sudah selesai? aku cuma buatkan serapan untuk kita," jawab Ayra."Kenapa harus kamu? kan ada mbok Na?" tanya
Di pagi hari Adelia terbangun dengan kepala yang terasa sangat berat. "Ah, kepalaku sangat pusing," keluh Adelia. Adelia memegang kepalanya yang sangat pusing, ia mengingat-ingat kejadian yang terjadi kepadanya. Adelia sibuk dengan pikirannya sendiri dikejutkan dengan tangan kekar seorang pria memeluknya tiba-tiba, ia mengira itu adalah Arthur, namun ketika ia menoleh kesamping ia terkejut, karena yang tidur bersama dengannya bukanlah Arthur. "Siapa kamu," teriak Adelia. "Ssstt... baby, kenapa kamu berteriak sepagi ini, aku masih mengantuk," ucap pria itu dengan mata yang masih terpejam. "Si-siapa kamu?" tanya Adelia yang merasa takut. Perlahan pria itu membuka matanya, ia menatap Adelia dengan intens. "Apa kau sudah setua itu untuk menjadi pikun secepat ini?" canda pria itu. "Apa aku perlu mengulang kegiatan panas yang kita lakukan semalaman?" tanya pria itu. Adelia terdiam ia melihat dirinya di pantulan cermin yang ada disampingnya, bayang-bayang kegiatan panasnya dengan p
"Mas yang mana lemari pakaianku?" tanya Ayra karena kebingungan. Ayra melihat begitu banyak lemari yang ada di walkin closed. "Semua kebutuhan kamu ada disini," tunjuk Arthur. "Baiklah terima kasih," ucap Ayra. Ayra membuka lemarinya, betapa terkejutnya Ayra ketika melihat isi lemari yang sudah disediakan Arthur. "M-Mas," panggil Ayra "Hemm... ada apa?" sahut Arthur yang melihat ponselnya. "I-ini beneran punyaku?" tanya Ayra dengan gugup. Ayra bergedik ngeri melihat lingrie yang sudah disiapkan oleh Arthur. "Hemm... kenapa emangnya?" "Apa tidak ada baju yang lain? I-ini terlalu terbuka dan tipis..." Arthur mengalihkan pandangannya, kini ia melihat Ayra. "Memangnya kenapa?" "Aku gak terbiasa memakai pakaian seperti ini mas," Arthur bangun dari duduknya ia mendekati Ayra. "Mulai sekarang biasakan menggunakan ini," bisik Arthur tepat ditelinga Ayra. Ayra merasa merinding karena ulah Arthur, dan ia semakin gugup. Arthur menyunggingkan senyumnya melihat
Di kediaman Arthur, Arthur sedang berbicara dengan Adelia."Adel, besok mas akan menikah dengan Ayra, mas harap kamu bisa hadir dan menyetujui pernikahan mas dengan Ayra," pinta Arthur"Baik mas, apa mas akan membawanya kerumah ini?" tanya Adelia"Ya, mas akan membawanya kesini, mas harap kamu bisa bersikap baik dengannya," "Aku pasti akan bersikap baik dengannya, jika dia juga bersikap baik denganku,""Mas, apakah setelah menikah cinta mas untukku akan berkurang?" lirih Adelia."Rasa cinta mas denganmu memang sudah tidak ada semenjak kamu membohongi mas, semenjak kamu benar-benar tidak mau memiliki anak," ucap Arthur dengan dingin."Jadi mas sudah mencintai wanita itu?""Panggil dia Ayra, dia mempunyai nama!""Secepat itu mas sudah mencintainya?""Itu bukan urusanmu Adel, mas hanya ingin kau bersikap baik dengan Ayra."Baiklah mas, aku akan bersikap baik dengannya,"***Pagi ini Ayra sudah terlihat sangat cantik, ia sudah di rias oleh MUA yang dikirim oleh Arthur."Wah kamu terlihat
"Ada apa mas kemari?" tanya Zean tanpa melihat ke arah Arthur, ia masih betah melihat halaman rumahnya yang luas dari balkon kamarnya."Apa Ayra wanita yang sering kamu ceritakan? yang kamu taksir?" tanya Arthur."Apakah kalau aku mengatakan iya, mas akan memberikannya kepadaku?" tanya Zean kembali."Tentu saja tidak," jawab Arthur."Kalau itu jawaban mas kenapa mas menanyakan itu kepadaku?""Aku ingin meyakinkan saja, apakah kau masih menyukainya atau sudah melupakannya,""Apa mas serius ingin menikahinya?" tanya Zean dengan menatap tajam Arthur."Ya," jawab Arthur."Apa mas akan mencintai dan menyayanginya? atau mas hanya ingin memiliki anak saja dengannya, selebihnya mas tidak peduli dengannya?"Itu bukan urusan kamu, jika dia sudah menikah dengan mas, bagaimana dia kamu jangan pernah ikut campur," pesan Arthur."Jika mas menyakitinya, aku orang pertama yang akan membawanya pergi jauh dari mas," pesan Zean."Mas pastikan dia tidak akan pernah mau ikut denganmu.""Kita lihat saja na
Ayra keluar dari ruang ganti, Arthur meihat Ayra sampai tidak mengedipkan matanya."Mas Arthur bagaimana yang ini?" tanya Ayra."Cantik," kata Arthur yang keluar begitu saja dari mulutnya."Orangnya yang cantik atau bajunya yang cantik?" goda pemilik butik."Orangnya," ucap Arthur tanpa sadar memuji kecantikan Ayra."Gaun itu terlihat cantik dipakai oleh Ayra," ralat Arthur."Kamu suka gaun itu Ayra?" tanya pemilik butik."Ya tante saya menyukainya," jawab Ayra."Kami pilih gaun itu tante," ucap Arthur.Pemilik Butik membungkus gaun itu dan diberikan kepada Ayra.Arthur memberikan black cardnya kepada tante,"Ini tante,""Tidak usah Arthur," tolak pemilik toko."Tapi tante,""Tante memberikan ini untuk Ayra, sebagai hadiah untuk pernikahan kelian,""Kalau begitu terima kasih tante," ucap Arthur."Terima kasih tante," ucap Ayra."Semoga Samawa, dan kelian bahagia.""Ammiin," ucap Ayra dan Arthur bersamaan.Bagaimana bisa aku bahagia dengan pria Arogan seperti ini, kalau bukan karena kea