"Assalamu'alaikum...," salam Ayra yang baru saja menginjakkan kakinya di rumah.
"Wa'alalikum salam!" jawab Yuni ibu tiri Ayra.
"Darimana saja kamu? kenapa baru pulang jam segini? tanya Yuni dengan angkuhnya.
"Ya dari kerja lah, saya kan bukan pengangguran seperti mereka," jawab Ayra yang melirik kedua saudara tirinya.
Yuni pun tak terima ketika anaknya dikatai pengangguran "Berani sekali kamu menyindir anak-anak saya,"
Ayra hanya memutar kedua bola matanya yang sangat malas mendengar ocehan ibu tirinya.
"He, Ayra lama banget sih kamu pulangnya, cepatan masak, kami sudah sangat lapar." Mayumi tiba-tiba datang dan mengomeli Ayra.
Ayra hanya diam tak menanggapi ucapan Mayumi ia langsung ke kamar meletakkan tas kerjanya dan mengganti baju agar lebih nyaman untuk memasak dan beres-beres.
"He Ayra, minta uang dong, gue mau beli baju," ucap Winda
"Gue belum gajian!" jawab Ayra.
"Lo pelit banget sih, gue baru minta uang untuk beli baju aja gak lo kasih," omel Winda.
Ayra saat ini sangat merasa kesal, masih capek baru pulang kerja, sampai rumah disambut dengan ocehan-ocehan ibu tiri dan saudara tirinya, Ayra ingin sekali berteriak mengeluarkan semua unek-ueknya namun dia tidak mempunyai teman untuk bercerita, Naura memang banyak berteman dengan teman kantornya namun hanya berteman begitu saja tidak terlalu akrab, tidak ada yang menjadi teman curhatnya.
Dulu Ayra pernah mempunyai sahabat, namun sahabatnya menikungnya dari belakang, sahabatnya merebut pacar Ayra yang sering ia ceritakan dengan sahabatnya. Semenjak itu Ayra tidak pernah percaya yang namanya sahabat.
Sejak itu Ayra selalu menutup diri, tidak pernah membicarakan masalahnya kepada orang lain.
"Winda, daripada lo ganggu gue, lebih baik lo bantu gue masak dan beres-beres," ajak Ayra.
"Apa lo bilang memasak! bantu lo! enak banget lo nyuruh-nyuruh gue," bentak Winda.
Yuni yang mendengar omelan Winda pun datang dari depan, mengomel-ngomel,"Aduh! ada apa sih ini brisik banget,".
"Ini ma, Ayra nyuruh-nyuruh aku untuk memasak dan beres-beres." adu Winda.
PLAK
Pipi putih mulus Ayra kini menjadi merah akibat tamparan Yuni, "Dasar anak sial, berani sekali kamu menyuruh Winda mengerjakan tugasmu,".
"Ayo kita pergi dari sini biarkan dia disini sendiri." Yuni mengajak anak-anaknya pergi dari dapur.
Air mata Ayra yang sedari tadi ditahannya kini tak terbendung lagi, air mata Ayra mengalir begitu saja. Walaupun pun begitu Ayra masih meneruskan pekerjaannya, ini demi ayahnya yang akan pulang sebentar lagi, dia harus sudah selesai masak dan beres-beres.
Ayra tidak pernah mengadu kepada ayahnya tentang siksaan ibu tiri dan kedua adik tirinya, karena jika dia mengadu maka ibu tirinya akan membalikkan fakta dan ayahnya lebih percaya dengan ibu tirinya. Ibu tiri Ayra dan kedua adik tirinya sangat pandai berakting didepan ayah Ayra.
"Akhirnya selesai semua," gumam Ayra dan bergegas kekamar untuk segera mandi dan menyambut kepulangan ayahnya.
"Assalamu'alaikum," salam seorang pria paruh baya yang menenteng tas kerjanya.
"Wa'alaikum salam," jawab Yuni dan kedua anaknya yang sedang duduk bersantai di depan televisi.
"Ayah kok lama banget pulangnya," ucap Yuni menyambut suaminya baru pulang kerja.
"Loh Ayra mana?" tanya Ayah Ayra yang bernama Baskara.
"Biasalah mas, Ayra kalau pulang kerja selalu berada di dalam kamar, nanti keluar kamar kalau mau makan malam aja," adu Yuni.
"Yuni... biarkan ajalah Ayra kan baru pulang kerja, mungkin dia lelah, dia butuh istirahat. Lagipun masih ada Mayumi dan Winda yang tidak bekerja, mereka bisa membantumu memasak, menyuci dan beres-beres rumah." ucap Baskara.
Yuni tidak terima jika suaminya membela Ayra, " Mas ini seharusnya jangan terlalu memanjakannya, nanti dia jadi besar kepala kalau mas selalu membelanya,"
"Itu tidak mungkin Yuni, sudahlah ayah mau mandi, sebentar lagi waktunya makan malam." ucap Baskara.
Ayra mendengar semua yang dikatakan oleh ibu tirinya kepada ayahnya, Ayra kini bersandar di pintu kamarnya dengan posisi berjongkok dan tangan dilipat diatas lututnya dan kepala mendongak keatas. Air matanya kembali keluar dengan derasnya.
Ayah, Ayra masih bertahan disini karena ingin menjaga ayah, Ayra tidak mau mereka menyakiti ayah, biarlah Ayra yang menggantikan penyiksaan mereka, batin Ayra.
Baskara, Yuni, Mayumi, dan Winda kini sudah berada di meja makan, namun Baskara tidak melihat Ayra.
"Ayra masih belum keluar dari kamar?" tanya Baskara.
"Belum ayah," jawab Mayumi.
"Sudahlah Ayah, mungkin dia sudah makan di luar bersama dengan teman atau pacarnya," ucap Yuni.
Mayumi dan Winda ingin mengambil makanan, namun dilarang oleh Baskara," Mayumi, Winda tunggulah Ayra, mungkin dia sedang menyelesaikan pekerjaannya."
"Ayah, kami sudah sangat lapar, kalau ayah mau memanggilnya, ayah panggil aja jangan larang kami untuk makan," ucap Mayumi.
"Iya ayah, Mayumi benar, mereka seharian capek juga loh yah, beres-beres rumah." Yuni membela anaknya karena dia juga sudah sangat lapar dan ingin segera memakan makanannya.
"Ayah bilang jangan ada yang makan dulu, tunggu ayah dan Ayra datang," bentak Baskara.
Baskara pun pergi menuju kamar Ayra, sampainya di depan pintu Ayra, Baskara mengetuk pintu kamar Ayra yang sedari tadi tertutup.
Tok, tok, tok
Ayra membuka pintu kamarnya namun sekarang sudah memakai masker wajah, Ayra tidak ingin ayahnya tahu jika ia baru saja menangis.
"Ada apa ayah?" tanya Ayra begitu Ayra membukakan pintu untuk ayahnya.
"Kamu kok gak datang kemeja makan, kamu sudah ditunggu dar tadi loh," jawab Baskara.
"Maaf ayah Ayra lupa bilang, Ayra sudah makan tadi." bohong Ayra.
"Apa kamu bilang? kamu sudah makan? kami dari tadi menunggu kamu sampai kelaparan sedangkan kamu seenaknya bilang sudah makan dan sekarang sedang melakukan perawatan," murka Yuni yang baru saja datang dan langsung marah dengan Ayra.
"Maaf ayah, lain kali Ayra akan mengatakan kepada ayah," sesal Ayra.
"Baiklah, kalau begitu istirahatlah," ucap Baskara.
"Iya ayah." Ayra menutup pintu kamarnya kembali.
Ayra sebenarnya belum memakan apapun, namun dia selalu menyetok roti didalam tasnya, berjaga-jaga jika dia tidak sempat makan siang maka ia akan memakan roti itu.
Ayra memakan rotinya dan air matanya kembali turun. Ayra sangat merasa terpukul. seharian ia merasa semua orang sangat menyebalkan baginya.
Tring... Tring.... Tring...
Suara ponsel Ayra berdering, Ayra melihat nama yang memanggilnya," Pak Arthur?"
Ayra segera mengangkat panggilan teleponnya karena itu adalah dari bosnya, Ayra segera menggeser icon hijau di ponselnya.
"Hallo pak," jawab Ayra.
"Hallo Ayra, apakah berkas untuk di bawa ke London sudah selesai?" tanya Arthur.
"Sudah pak, dan sudah saya kirim ke email bapak," jawab Ayra.
"Kalau begitu kamu bersiap, sebentar lagi kita akan berangkat ke bandara," peintah Arthur.
"Apa pak Bandara? ngapain pak?" tanya Ayra.
"Kita berangkat ke London malam ini," jawab Arthur.
kamu segera bersiap satu jam lagi saya akan menjemput kamu, jangan lupa berkas-berkasnya." lanjut Arthur.
"Ta...Tapi pak,"
"Tidak ada tapi-tapi, kamu lupa kalau kamu sekarang adalah sekretaris saya?" tanya Arthur.
"Tidak pak," jawab Ayra.
"Baiklah, saya tidak mau kamu terlambat, pokoknya saya sampai disana kamu sudah siap dan segera masuk ke dalam mobil," perintah Arthur tanpa ada penolakkan.
"Iya pak," ucap Ayra dengan sangat terpaksa.
Tut...
Panggilan telepeon pun diakhiri oleh Arthur bergitu saja.
"Dasar pemaksa, dan aneh, masa iya gue harus packing-packing buru-buru gini," gerutu Ayra
Empat puluh lima menit sudah berlalu, Ayra sudah bersiap packing, Ayra menarik kopernya dan juga menenteng tas kecil dan juga tas kerjanya.
"Ayra kamu mau kemana?" tanya Baskara ketika melihat Ayra membawa koper.
"Ayah, barusan Ayra ditelepon bos Ayra, Ayra harus melakukan perjalanan bisnis bersama bos Ayra di London," jawab Ayra jujur."Eleh, paling itu cuma alasannya aja ayah," ucap Winda.Tring...Tring... Suara ponsel Ayra kembali berdering"Ayah bos Ayra menelepon, Ayra angkat dulu ya ayah," pamit Ayra.Baskara hanya menganggukkan kepalanya."Hallo pak," jawab Ayra setelah mengangkat panggilan teleponnya."Saya sudah berada di depan, cepat kamu keluar," perintah Arthur yang langsung mematikan panggilan teleponnya.Apa dia sudah di depan? darimana dia tahu rumah gue?, batin Ayra."Ayah, bos Ayra sudah ada di depan, kalau ayah gak percaya ayo ayah temui bos Ayra," ajak Ayra."Baiklah ayah akan bertemu dengan bos kamu," ucap Baskara.Baskara dan Ayrapun keluar menemui Arthur.Ayra mengetuk kaca jendela mobil Arthur, Arthur menurunkan kaca mobilnya."Maaf pak, ini ayah saya, ayah saya hanya ingin tahu apa benar saya pergi untuk perjalanan bisnis," jelas Ayra dengan menunduk.Arthur keluar dari
Ayra dan Arthur sekarang sudah berada di dalam pesawat, Ayra melihat ipadnya dan mengecek jadwal namun ia tak melihat besok ada jadwal metting di London bahkan dua hari itu dikosongkan karena jadwal Arthur membawa Adelia kedokter kandungan untuk pemeriksaan program hamil Adelia."Em... maaf pak, apakah bapak tidak kecepatan berangkatnya?" tanya Ayra.Arthur tak mengubris Ayra, sedikitpun Arthur tak ingin bicara apapun."Pak, bapak tidak berniat menculik saya kan?" selidik Ayra yang sudah merasa takut dengan Arthur.Arthur menatap Ayra dengan tatapan yang tajam,"Saya tidak tertarik untuk menculik kamu, lagian akan sangat merugikan saya jika menculik kamu, tubuhmu sangat kurus, kurang gizi.""Lalu untuk apa kita berangkat secepat ini ke London pak, bukankah besok dan lusa bapak dan istri bapak harus kedokter kandungan untuk program hami istri bapak," ucap Ayra memberanikan diri.Arthur menatap Ayra semakin tajam, dengan rahang mengeras, Arthur meremas kedua bahu Ayra sampai Ayra meringi
Kini Arthur dan Ayra sudah sampai di Bandara International London Heathrow, mereka menyeret koper mereka masing-masing.Arthur dan Ayra kini sudah berada di dalam taxi menuju hotel tempat mereka menginap, namun itu adalah hanya pikiran Ayra saja, karena Arthur sudah memesan sebuah Villa di London."Pak, kita kan meetingnya lusa, 2 hari ini apa yang akan kita lakukan?" tanya Ayra yang sedari dari dalam pesawat terus mengusik pikirannya."Terserah kamu, kamu mau liburan, jalan-jalan, shoping, terserah kamu, anggap aja ini libur gratis kamu dan keuntungan kamu menjadi sekretaris saya, " ketus Arthur."Ya bapak, saya baru pertama kali ini naik pesawat dan keluar negeri, kalau saya melakukan itu semua sendiri yang ada saya nyasar, kalau saya nyasar pasti bapak akan sangat repot mencari saya,""Siapa bilang kalau kamu hilang saya akan mencari kamu! saya tidak peduli dengan kamu,""Benarkah pak? bapak sudah minta izin dengan ayah saya membawa saya kesini, berarti bapak harus mengembalikan sa
Ayra terbangun di malam hari, ia mengedipkan matanya melihat sekelilingnya.Seingatku tadi aku sedang berada di dalam mobil bersama dengan pak Arthur, kenapa sekarang sudah berada di dalam kamar? dan ini kamar siapa rumah siapa, batin Ayra.Ceklek...Pintu kamar Ayra terbuka terlihat Arthur yang berpakaian santai, Ayra tak mengedipkan matanya ketika melihat Arthur berpakaian santai, Arthur terlihat berkali-kali lebih tampan."Akhirnya kamu bangun juga, bersiap lah kita akan keluar untuk makan malam," kata Arthur."Makan malam... sebentar ya pak saya mau mandi dulu," ucap Ayra yang langsung berlari ke kamar mandi.Arthur hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ayra.Ayra baru menyadari jika dia tidak berada di hotel melainkan disebuah Villa."Pak," panggil Ayra."Hm....""Ini Villa milik bapak?""Kenapa?""Tidak apa-apa pak, hanya bertanya.""Saya tidak mempunyai Villa disini, tetapi saya mempunyai apartemen disini, saya tidak mau tinggal diapartemen, jadi saya menyewa Villa ini,
Setelah melihat kelembutan Ayra dengan seorang anak Arthur merasa jatuh hati kepada Ayra. Arthur dan Ayra sekarang ini sudah berada di villa tempat mereka menginap. "Kamu suka anak-anak?" tanya Arthur. "Iya pak, saya sangat menyukai anak-anak," ucap Ayra dengan senyum manisnya. Arthur menatap Ayra dengan penuh arti. Apa aku harus menikah lagi setelah tahu kalau Adelia tidak menginginkan anak? batin Arthur, tapi baik Adelia atau Ayra pasti mereka tidak mau di duakan, pikir Arthur. "Ayra, apakah setelah menikah kamu ingin memiliki anak?" "Bapak ngomong apa sih, ya setiap orang yang mau menikah pasti menginginkan anak, bapak aja begitu kan? ya saya juga begitu pak," "Ya kamu benar semua orang pasti ingin memiliki anak, tapi tidak dengan istri saya, dia lebih ingin tampil sempurna tanpa ingin memliki anak," lirih Arthur. "Apa pak, tapi pak bukannya istri anda dan anda sering kedokter kandungan untuk mengecek nona Adelia?" "Ia benar, dia membohongi saya," "Bapak yang sabar ya, mu
Arthur nampak berpikir dengan ucapan Ayra."Baiklah, kalau begitu kita menikah setelah kita pulang dari sini," ucap Arthur."Terima kasih pak," ucap Ayra."Saya bilang jangan panggil saya bapak, tapi panggil saya mas," ucap Arthur."Maaf mas," sesal Ayra yang sudah tertunduk karena takut Arthur marah."Sekarang pergilah istirahat,"Ayra mengangguk dan pergi ke kamarnya, ia akan beristirahat, namun sampai dikamar Ayra tidak bisa tidur ia terus-terusan memikirkan perkataan Arthur."Apa benar pak Arthur akan menikahiku?" gumam Ayra."Kalau benar, aku akan menjadi istri kedua pak Arthur, apa yang akan dikatakan oleh ayah? pasti Ayah akan marah," Pikir Ayra .Karena banyak berpikir Ayra pun tertidur.Sedangkan Arthur sedang memikirkan ucapannya, ucapannya yang akan mengajak Ayra menikah."Benarkah keputusanku ini? Apakah aku harus menikah lagi, dan bagaimana dengan Adelia?" gumam Arthur."Aku harus tegas dengan Adelia, dia sudah lama mempermainkanku, dan menipuku,"Sedang asyik-asyiknya Ar
"Ibu tiri kamu tidak mau menandatangani surat untuk operasi ayah kamu," jelas Arthur. "Apa! tega sekali dia," Geram Ayra. "Sebenarnya apa yang membuat ibu tiri mu tidak mau menandatangani surat iniz pasti kamu tahu kan?" tanya Arthur. "Mereka hanya ingin uang saya saja mas," lirih Ayra. "Jadi selama ini kamu bekerja hanya untuk diberikan kepada mereka?" tanya Arhur. "Ya mas, jika saya tidak memberi mereka uang, mereka akan menyusahkan saya jika ayah saya tidak berada dirumah," "Uang itu akan mereka gunakan untuk apa?" "Untuk kesenangan mereka pak, makanya saya selalu menyembunyikan gaji saya separuh, dan mereka juga tidak tahu jika saya adalah seorang sekretaris, kalau mereka tahu pasti mereka akan meminta lebih banyak uang lagi kepada saya," jelas Ayra. "Tanda tanganilah surat-surat ini, agar ayah kamu bisa segera diobati," "Baiklah pak," Ayra pun menandatangani berkas-berkas itu,lalu Arthur mengirimkannya kembali ke rumah sakit. "Sekarang kamu pergilah istirahat, besok kit
Arthur dan Ayra sudah kembali ke Indonesia, Arthur benar-benar menepati janjinya, setelah pekerjaan mereka selesai dia membawa Ayra pulang untuk bertemu dengan Ayahnya. "Ayah," panggil Ayra, matanya sudah tergenang air mata yang siap terjun kapan saja. Namun Baskara sang ayah tidak menyahut, bahkan matanya pun masih setia terpejam. "Kamu disini saja ya temani ayah kamu, saya akan menemui dokter," ucap Arthur. Ayra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban ucapan Arthur. Air matanya pun kini sudah turun membasahi pipinya, "Ayah, kenapa ayah masih saja memejamkan mata ayah? Ayra sudah pulang yah." "Ayah ayo lah bangun, apa ayah tidak mau melihat Ayra." Ayra kini sudah terisak, menangis melihat keadaan ayahnya. Brak.... Mayumi membuka pintu ruangan Baskara dengan kasar, mereka masuk keruangan itu dengan tertawa, tidak terlihat sedikit pun kesedihan di wajah mereka. "Oh ternyata kamu sudah pulang anak sial," ucap Yuni yang langsung memarahi Ayra. "Kemana aja kelian? kena